"Jadi, kamu enggak mau bantuin aku?" tanya Maira dengan wajah yang serius.
"Perjanjian kita itu, kalau ada hal yang enggak terlalu penting, skip aja, menurut gue, pertemuan itu enggak penting, ntar kalau ada yang tahu kita cuma pura-pura, gimana? Lu mau tanggung jawab?!""Kita itu diundang ke rumah, bukan di sebuah tempat umum, enggak mungkinlah sampai bikin kita ketahuan!"Maira berusaha untuk membujuk Moreno agar Moreno mau membantunya untuk ikut ke undangan makan malam yang dilakukan oleh sang bos."Itu kata lu, kalau kata gue itu bakal bikin sesuatu yang ribet, bahaya!""Reno, please. Ini demi impian aku, kalau kita enggak datang, promosi jabatan itu enggak akan dibahas, aku gagal dapat rekomendasi.""Terus?""Buat aku promosi jabatan itu penting, Reno, aku punya adik yang masih sekolah, dia butuh biaya, rumah orang tuaku juga sudah terlalu kumuh dan tidak layak untuk ditinggali, kalau -""Udah-udah! Males gue kalau denger cewek merengek macam lu ini! Bikin pusing! Jam berapa emang? Gue juga ada acara ketemu sama ketua gangster di daerah selatan!"Maira memajukan bibirnya mendengar omelan Moreno.Namun, ia senang karena Moreno akhirnya mengiyakan permohonannya meskipun dengan wajah yang terlihat sangat terpaksa, Maira masa bodoh, toh yang penting pria itu datang bersamanya."Jam 7 malam, bisa?""Ya, udah! Tapi, cuma sebentar, awas aja pake acara dansa dan lain sebagainya, ogah gue!""Siapa juga yang mau dansa sama kamu? Ini undangan makan malam, bukan pesta dansa!""Ya, biasanya orang kaya itu, pasti ada adegan gituan meskipun cuma makan malam, ribet!""Kamu kok tahu banget tentang kebiasaan orang kaya? Kamu anak orang kaya?""Gue pembalap, bukan pebisnis!""Maksud aku, orang tua kamu?""Ngapain nanya-nanya? Lu itu bukan wanita yang gue sukai, jadi enggak perlu lah bersikap seperti wanita yang gue sukai, enggak perlu juga lu tau keluarga gue!""Iya, aku tahu. Aku juga enggak suka kok, sama kamu, kamu itu banyak mulut, sakit kuping aku denger omelan kamu, kalau kamu suami aku beneran bisa darah tinggi aku jadinya."Moreno tertawa sinis mendengar ucapan Maira."Jangan ngarep gue jadi suami lu beneran, itu enggak akan pernah terjadi!""Bagus dong, aku juga enggak pernah mikir kalau aku nikah beneran sama kamu kok, ohya, soal kebiasaan kamu yang balapan dan gangster segala, kamu itu gaul sama anak berandalan?""Nona Maira, dalam kontrak pernikahan kita, satu sama lain dilarang ikut campur dalam masalah pribadi masing-masing, asal bukan kepentingan, lu enggak berhak banyak tau soal itu, paham?"Ultimatum terakhir Moreno pada Maira, sebelum pria itu berlalu dari hadapan Maira, dan Maira hanya geleng-geleng kepala seraya menatapi tubuh tinggi itu yang pergi meninggalkannya.Moreno tidak langsung pulang ke rumah, ia mampir ke rumah sakit untuk menengok kakeknya.Menurut ibunya, kondisi kakeknya belum juga membaik, hingga pemuda itu akhirnya menyempatkan diri untuk menengok."Anak nakal!" kata sang kakek ketika tahu yang masuk ke dalam ruangan rawat inapnya itu adalah sang cucu.Moreno duduk di tepi pembaringan sang kakek dan menatap kakeknya yang terlihat tidak suka saat melihat ke arahnya."Gimana keadaan Kakek?""Memangnya sekarang Kakek baik?""Kakek bisa mengumpat dengan kencang, artinya sudah semakin sehat.""Kamu bikin Kakek sakit hati, Reno!""Maaf, tapi ini bukan zaman Siti Nurbaya, Kek, ngapain main jodoh-jodohan? Ogah banget aku kalau nikah hasil perjodohan!""Semenjak kamu putus dengan Mitha, Kakek melihat kamu tidak terarah, Reno, kuliah juga berantakan, kamu itu anak tunggal Marvel Marcellino Maurer, di mana tanggung jawab kamu sebagai anak tunggal? Tidak kasihan sama ayah kamu?""Kakek sudah tahu tentang papi?""Ya.""Kenapa Kakek enggak ngomong sama aku tentang kondisi papi?""Ayahmu tidak mau kamu banyak berpikir, tapi sekarang ini kondisinya makin serius, jadi sudahlah, sembuhkan luka hatimu, benahi hidupmu, pria itu tidak boleh terpuruk terus menerus."Moreno ingin merespon nasihat bijak sang kakek, tapi seseorang membuka pintu ruang rawat inap, dan masuk ke dalam dengan masker menutup separuh wajahnya."Mitha, kenapa kamu ada di sini?"Saat tahu, yang baru masuk itu adalah sang mantan, Moreno tidak bisa menahan rasa terkejutnya, begitu juga wanita yang memakai masker dan berjilbab putih itu pula, ikut terkejut ketika melihat Moreno ada di ruangan tersebut."Dia memang sering datang ke sini untuk membuat pikiran kakek tenang...."Yang menjawab pertanyaan Moreno adalah sang kakek, dan Moreno hanya ternganga."Aku sering tugas di sini, ada yayasan peduli leukimia di rumah sakit ini, ngomong-ngomong, kamu baru nengok kakek kamu? Aku kembali nanti aja, kalian ngobrol saja, ya?"Mitha berbalik, setelah menyapa kakek Moreno dengan sopan. Moreno ingin mencegah, tapi sang kakek menahan."Jangan marah padanya, Kakek yang menemukan dia di sini, dan ingin dia datang ke sini, untuk menemani Kakek ngobrol.""Kek! Dia itu -""Kakek tahu, kamu masih marah padanya, tapi Kakek tahu, dia tidak sepenuhnya bersalah, Reno. Hubungan kalian berakhir karena kamu tidak pernah menunjukkan bahwa kamu bisa diandalkan, seperti sekarang, bagaimana caramu menjalani hidup?""Semua itu butuh proses, Kek! Ya, kali aku ketemu ayah dia terus aku disuruh ngapalin surah sampai hafal! Jadi imam lagi, mana sanggup aku, tapi bukan berarti aku enggak serius sama dia, aku serius!""Umur kamu lebih muda dari dia, sikap kamu kekanakan, dia sudah menoleransi semua itu, tapi kamu tidak bisa mengimbangi dia, wanita itu ingin kepastian, kalau kamu memacari anak orang, tapi tidak berani menemui orang tuanya, artinya kamu -""Aku serius sama dia! Cuma butuh waktu untuk berubah!""Lalu, kenapa kamu melarikan diri saat dibawa bertemu dengan ayahnya?""Itu karena ayahnya itu minta aku jadi imam!""Memangnya kamu tidak bisa?"Moreno menggeleng."Apa?"Sang kakek nyaris shock mendengar pengakuan sang cucu."Waktu itu bacaan Al Fatihah aku kurang bagus, aku enggak percaya diri jadi imam di rumah mereka.""Al Fatihah saja kamu tidak becus membacanya, bagaimana cara kamu shalat, Renooooo!"Pria tua yang masih menyisakan kegagahan di wajahnya tersebut terlihat sangat terkejut tatkala mendengar pengakuan jujur sang cucu.Tangannya yang diinfus, ingin menjewer telinga cucunya tapi Moreno spontan menghindar."Dulu aku enggak pernah shalat memang, aku kadang bohong sama papi kalau aku jumatan padahal enggak, tapi itu dulu, sekarang aku berubah, Kek! Suer!!"Sang kakek mengucapkan istighfar berkali-kali, agar hatinya tidak terpancing amarah lantaran mendengar kembali pengakuan jujur sang cucu."Kek, ayolah, lupakan itu, sekarang Kakek enggak usah terlalu minta perhatian sama dia, aku sama dia itu sudah putus.""Putus bisa disambung kembali, bukan?""Apa?""Ya, wanita yang tadinya ingin Kakek jodohkan sama kamu itu sebenarnya dia, Kakek lihat dia masih sendiri, tangannya tidak memakai cincin kawin, berarti belum menikah, tapi kamu ternyata sudah menikah di luar, siapa yang tidak kecewa?"Moreno tidak bisa menahan rasa terkejutnya ketika mendengar apa yang diucapkan oleh kakeknya. Secepat kilat, ia bangkit dari tempat duduknya, dan buru-buru keluar dari ruangan rawat inap sang kakek, untuk mengejar mantannya tadi yang sempat masuk. Moreno menemukan Mitha di luar sedang bicara dengan seorang perawat. Moreno yang terlanjur penasaran, tidak bisa menunggu Mitha selesai bicara dengan sang suster, pemuda itu segera menghampiri Mitha dengan wajah menuntut untuk diladeni dan Mitha sadar akan hal itu.Mitha mengakhiri pembicaraannya dengan sang suster dan belum lagi perempuan itu menanyakan pada Moreno, mengapa pria itu tidak bisa menunggu, Moreno sudah menyeretnya ke tempat yang lebih sepi, hingga Mitha terkejut. "Lepaskan, Reno!" katanya sambil berusaha melepaskan cengkeraman tangan Moreno di lengannya. Namun, cengkeraman itu terlalu kuat hingga Mitha justru mengernyit menahan sakit akibat ia berusaha melepaskan tangannya.Moreno segera menarik lepas sarung tangan yang di
Moreno mengerutkan keningnya ketika mendengar pria di hadapannya yang dikatakan Maira dengan bisikan perempuan itu bahwa laki-laki tersebut adalah bosnya.Kenapa pria itu memanggil dirinya dengan sebutan tuan muda?"Anda memanggil saya dengan sebutan apa tadi?"Fyuuh!Maira menghembuskan napas lega ketika mendengar Moreno ternyata mau berbicara dengan formal seperti yang diwanti-wanti kan olehnya sebelum mereka sampai ke rumah sang bos. Akan tetapi, kenapa bosnya seperti kenal dengan Moreno? Tuan muda? Ada kegelisahan dirasakan oleh Maira, gelisah, jangan-jangan bosnya tahu ia sedang bersandiwara dengan Moreno lantaran mengenal pria tersebut.Pak Salim melangkah lebih dekat ke arah Moreno sambil sesekali menatap ke arah Maira."Anda ini putra tunggal Pak Marvel, kan? Sebenarnya saya tidak pernah bertemu secara langsung dengan dia, tapi saya cukup tahu Anda."Sialan! Gue udah bilang, undangan ini pasti jebakan, Maira kampret! Awas aja kalau karena hal ini pernikahan sandiwara ini dike
Maira terdiam mendengar kalimat Pak Salim, yang sebenarnya sangat membuat dirinya terkejut. Bagaimana tidak, sejujurnya, meskipun ia sudah menikah kontrak dengan Moreno, tetap saja ia tidak tahu banyak latar belakang Moreno, karena Moreno tidak pernah mengatakan apapun padanya kecuali dirinya yang seorang pembalap, itu saja.Namun, jika rasa terkejutnya diluapkan di hadapan sang bos, Maira khawatir bosnya tahu tentang sandiwara yang ia lakukan sekarang dengan Moreno.Maira menarik napas sesaat, sekedar untuk membuat perasaannya menjadi tenang. Karena yang akan ia katakan untuk merespon perkataan sang bos, lagi-lagi, adalah sebuah kebohongan."Iya, Pak. Saya tahu tentang itu, tapi saya dan Moreno itu ingin mandiri, tidak mau bergantung dengan orang tua, ya, memang kedengarannya seperti sangat naif, tapi kami hanya berusaha untuk belajar mandiri."Jemari tangan Maira saling menggenggam di bawah meja makan tatkala ucapan itu dilontarkannya pada Pak Salim. Maira memang mampu mengucapkan
Ancaman yang diucapkan oleh Moreno memang membuat Maira sebal, apalagi beberapa pengendara motor juga menatap mereka, Maira jadi tengsin, hingga mau tidak mau ia tidak merespon dampratan Moreno walaupun ia sangat dongkol.Motor melaju dengan kencang ketika lampu sudah menyala merah.Nyaris saja Maira terjungkal ke belakang, jika saja ia tidak langsung menarik jas yang dipakai Moreno untuk berpegangan. Lagi-lagi, Maira ingin memukul punggung pria tersebut, namun sayangnya itu tidak mungkin dilakukan oleh Maira karena sangat berbahaya jika motor melaju seperti itu, lalu ia membuat Moreno terkejut karena pukulannya. Bisa- bisa mereka akan celaka dan Maira tidak mau itu terjadi hingga Maira memutuskan untuk menahan diri saja. Beberapa menit kemudian, motor Moreno berhenti tepat di depan kost Maira. Maira mendadak pusing dan mual, karena tidak biasa naik motor sekencang itu. Rambutnya yang panjang berantakan, walaupun tertutup helm sepanjang perjalanan. Rasanya, Maira sangat murka dan
"Ooh, jadi ini mantan tunangan istri gue yang brengsek itu?" sinis Moreno usai mendengar apa yang diucapkan oleh Dafa pada Maira. Dafa yang tadi menatap lurus ke arah Maira mengalihkan pandangannya pada Moreno. Sorot matanya terlihat tidak suka ketika ia menentang tatapan sinis mata Moreno padanya. "Hati-hati kamu bicara, kamu mau terlibat hukum sama aku?""Hukum? Lu mau menghukum gue dengan tuduhan apa? Gue ngawinin mantan tunangan lu? Terus, kalo gue lapor balik tentang perselingkuhan lu, gimana? Apa di kantor, lu masih punya muka?"Dafa emosi mendengar balasan sinis yang diucapkan oleh Moreno. Tangannya terangkat untuk menampar wajah Moreno, tapi dengan sigap, Moreno menangkap tangan itu dan menghempaskannya dengan kasar sehingga tubuh Dafa terjajar ke belakang."Pergi lu dari sini! Sebelum gue mengatakan pada seluruh warga di sini kalo lu mengganggu rumah tangga mantan lu!" usir Moreno dengan suara yang menggelegar di telinga. Nyali Dafa menciut. Pria itu hanya bisa mengepalka
Nasihat yang diucapkan Moreno makin membuat Maira tenggelam dalam tangis. Pelukan Moreno mampu membuat perasaannya menjadi nyaman, sampai Maira tidak sadar ia justru balas memeluk Moreno.Apa yang dilakukan oleh Maira cukup membuat Moreno tidak senang. Namun, ia tidak melerai pelukan wanita tersebut hingga beberapa detik lamanya ia membiarkan itu dilakukan Maira, sampai kemudian...."Mau sampai kapan lu meluk gue?" Pertanyaan Moreno cukup membuat Maira yang tadi terhanyut dalam perasaan nyaman saat memeluk Moreno musnah seketika. Maira tersadar, sehingga buru-buru melepaskan pelukannya, dan setelah merasa dirinya bebas, Moreno langsung mundur lalu membersihkan kemeja putihnya seolah wajah Maira tertinggal di sana."Cuci muka sana! Kalo perlu pelukan ketika lu enggak punya orang yang bisa lu peluk, peluk guling, atau lu shalat sana biar tenang!"Moreno bangkit setelah bicara demikian. Ia berbalik dan memungut jas nya yang tadi dilepaskannya begitu saja di lantai kamar kost Maira. N
Wajah Rani langsung terlihat semringah mendengar permintaan Dafa. Gadis itu tidak merespon permintaan Dafa tapi ia langsung melumat bibir Dafa dengan sangat agresif hingga Dafa semakin terpancing untuk melampiaskan rasa sakit hatinya karena Maira. Pria itu membalas ciuman Rani dan kedua tangannya juga ikut beraksi masuk ke balik pakaian seksi Rani hingga menyentuh dada wanita tersebut. Rani yang sangat senang mendapatkan perlakuan seperti itu dari Dafa langsung menarik pria itu ke dalam kamar. Terburu-buru, gadis itu membuka seluruh pakaiannya hingga dalam sekejap ia tampil di hadapan Dafa tanpa sehelai benang pun membalut tubuh sintalnya. Dafa menelan saliva melihat pemandangan tersebut. Sementara Rani memberikan isyarat padanya untuk berbaring saja di atas kasur yang ada di kamar kecil itu. Dafa spontan menurut, menanti apa yang akan dilakukan oleh Rani padanya agar ia merasa puas dan terhibur. "Minta diapain, Sayang?" tanyanya dengan nada menggoda sambil mempermainkan puncak
Pertanyaan yang dilontarkan oleh Rani, membuat Dafa spontan melotot ke arah perempuan tersebut. Rasa marahnya bukannya berkurang, tapi justru bertambah. "Dengar, kalau kamu seperti ini terus, jangan salahkan aku untuk membuang kamu, Rani! Aku bisa mendapatkan wanita manapun yang aku mau, jangan pongah kamu!"Setelah bicara demikian, Dafa beranjak keluar meninggalkan Rani yang memanggilnya berulang kali, meminta dirinya untuk tidak pergi.Namun, Dafa acuh. Ia tetap keluar dari kost dengan emosinya yang memuncak. Rani yang sebenarnya ingin mengejar terpaksa tidak bisa melakukan hal itu, karena ia sendiri tanpa pakaian. Perempuan itu memaki kesal tatkala mendengar suara mobil pergi menjauh. Dafa sudah pergi."Maira, kenapa pikiran Dafa masih aja ke wanita sialan itu, ya, susah payah aku berusaha untuk merebut Dafa, tapi tetap aja Dafa mikirin Maira, aku enggak akan membiarkan ini begitu aja! Awas aja kamu, Maira!"Sambil berpakaian lagi, Rani bicara demikian setelah itu ia menyambar p
"Mungkin...."Aku ini kenapa? Kenapa jadi semakin tidak tahu malu, rasanya ini bukan aku tapi aku enggak bisa mundur lagi sekarang....Hati Maira bicara, jari jemarinya saling menggenggam, seolah berusaha untuk mengatasi perasaannya yang kacau akibat perbuatan nekatnya yang tidak pernah ia lakukan sebelumnya. Cinta itu perlu dipaksakan, Maira, karena kalau tidak, bagaimana mungkin cinta itu bisa tumbuh?Entah kenapa ucapan Dafa terngiang di telinganya membuat Maira yang awalnya tidak setuju dengan apa yang dikatakan oleh Dafa perlahan justru mencoba mempraktekkannya. Apakah dengan memaksa Moreno, pemuda itu akhirnya bisa membuka hati dan bisa bangkit dari masa lalunya?Tuan Moreno sekarang seperti hilang semangat, Maira, aku tahu, itu karena ia sekarang putus asa untuk berharap Nona Mitha bisa menerimanya kembali, apalagi ia melihat hubungan Nona Mitha dengan suaminya tetap baik-baik saja meskipun ujian demi ujian terus menerpa pernikahan mereka, jika kau memang benar-benar tulus pa
"Kenapa? Takut aku peluk?""Enggak, tapi gue enggak nyaman aja!""Bilang aja kamu takut berdebar karena aku peluk!"Moreno menyeringai mendengar apa yang diucapkan oleh Maira. "Ya, udah! Naik!"Mendengar izin dari Moreno untuk membiarkan dirinya ikut di belakang pemuda tersebut, Maira menarik napas lega. Perempuan itu segera naik ke atas boncengan motor milik Moreno dan nekat memeluk pinggang Moreno meskipun ia sebenarnya tidak mau melakukan hal itu. Hanya saja, sudah terlanjur kesal Maira dengan Moreno sampai ia akhirnya nekat melakukan hal yang sebenarnya tidak mau dilakukannya.Dia benar-benar nekat meluk gue ternyata, oke, lu mau gue bikin ketar ketir? Tunggu aja! Gue akan buat lu benci sama gue, Maira Jasmine!Hati Moreno bicara sambil menambahkan kecepatan motornya. Pemuda itu tidak membawa Maira pulang ke kostnya tapi ia membawa Maira berkeliling tanpa tujuan dengan harapan Maira mabuk perjalanan karena ia membabi buta membawa motor miliknya.Namun apa yang diharapkan Moreno
"Berarti, dia kena karma.""Reno!""Emang salah? Bener, kan? Dia kena karma, karena dulu nyalahin bininya melulu yang enggak subur, emang gue salah?""Iya. Emang kamu enggak salah, tapi apa harus seblak-blakan itu? Rasanya, kayak enggak tega aja Reno, apalagi sekarang dia udah kehilangan segalanya.""Dia kehilangan segalanya karena salah dia sendiri, ngapain gue mikirin? Dia juga banyak bikin aset gue terjual, biarin aja, lah! Karma, gue enggak peduli!""Jadi, kamu enggak mau memaafkan dia?""Belum puas kalo belum gebuk dia!""Kau ini, terserah kamu saja, aku cuma menyampaikan pesan itu, mau kamu terima atau enggak permintaan maaf dia, itu terserah kamu!""Ya, udah. Gue pulang kalo gitu, masih banyak urusan!"Moreno bangkit, dan hendak beranjak meninggalkan Maira tapi gerakannya terhenti ketika tiba-tiba saja Dafa yang entah darimana munculnya sudah mendekati meja di mana ia dan Maira bercakap tadi.Dafa mendekati Maira tapi Maira segera bangkit berdiri membuat Moreno yang ingin melan
"Aku bukan peduli, aku hanya ingin Xoyen sadar dan menghentikan semuanya, karena aku gerah melihat apa yang dilakukannya. Dia sudah menerima konsekuensi dari apa yang diperbuatnya, kau harus mengakhiri perseteruan kalian, begitu juga kau, Ridwan."Dragon menatap Moreno dan Ridwan satu persatu setelah ia bicara seperti itu pada keduanya. "Tapi, aku masih tidak puas jika aku belum membunuhnya!" bantah Ridwan dengan nada suara yang masih terdengar meninggi."Kalau kau membunuhnya dia justru senang karena lepas dari segala hal yang perlu ia pertanggungjawabkan.""Jadi, aku tidak perlu membunuhnya?""Memangnya kau ingin jadi seorang pembunuh?""Untuk seseorang yang sudah melakukan hal jahat pada kerabatku, kurasa itu tidak jadi soal.""Kau akan masuk penjara, Ridwan, kakakmu tidak akan senang jika itu kau lakukan, sudahlah, padamkan api kemarahanmu, Xoyen sudah mendapatkan karma dari apa yang dia perbuat, biarkan kita melihat apakah dia bisa berubah atau tidak. Tidak perlu mengotori tanga
Mendengar apa yang dikatakan oleh Ridwan, Mister X tertawa. Ia sama sekali tidak merasa khawatir dengan keselamatannya meskipun ada dua orang pria yang menginginkan kematiannya. Ia masih terlihat santai hingga Moreno dan Ridwan benar-benar heran dengan hal itu."Kenapa kau tertawa, Brengsek! Kau meremehkan aku!!" teriak Ridwan yang ingin mendekati sisi tempat tidur di mana Mister X berbaring tapi Moreno segera mencegah hal itu dengan mencengkram salah satu bahu Ridwan."Sebenarnya apa yang terjadi? Bukannya lu udah balik ke Jakarta? Kenapa lu justru ke sini lagi? Enggak jadi balik, lu?" tanya Moreno pada Ridwan. "Aku sudah kembali ke Jakarta, aku bahkan sudah mulai bekerja lagi dan berusaha untuk melupakan semua yang sudah terjadi, tapi ada seseorang yang kenal dengan Mister X, tapi sekarang ia juga sudah berusaha untuk memulai hidup baru seperti aku setelah lama bersama dengan dia, dia yang mengatakan segalanya, dan setelah aku berusaha mencari tahu, memang kenyataannya seperti itu,
Pertanyaan yang dilontarkan oleh Viona membuat Maira menghentikan tangannya yang sedang sibuk membuat es teh."Ibu dan Bapak masih saling mencintai, tentu saja memberikan kesempatan kedua itu tidak bodoh, yang penting saat diberi kesempatan, suami Ibu memang benar-benar terlihat berubah.""Semuanya berubah, termasuk kehidupan kami yang biasanya glamor, tapi bukan sesuatu yang penting menurut aku karena uang bisa dicari, yang penting adalah sikapnya berubah lebih perhatian dan lebih peduli dengan perasaanku.""Alhamdulillah, aku ikut senang mendengarnya, Bu. Semoga, Ibu dan Bapak bisa terus bersama sampai akhir hayat, dan bisa mendapatkan keturunan....""Amiiiiin, jangan singgung soal keturunan di hadapannya, ya? Aku tahu, mukjizat itu pasti ada, tapi dia selalu bilang, apakah mukjizat bisa diberikan pada pendosa seperti dia?""Oooh, baik, Bu. Aku tidak akan membahas masalah keturunan dengan bapak, tapi, apakah Ibu yakin bapak memang sulit memiliki keturunan?""Sepertinya, ya. Dia tida
"Baik, Panglima. Aku paham, terima kasih sudah memberikan aku kesempatan untuk tetap berinteraksi dengan kakakku." Panglima Tanakarma hanya mengiyakan tanpa bicara panjang lebar lagi, lalu dalam hitungan detik, pria dari alam gaib itu dirasakan Mitha tidak lagi ada di dalam ruangan tersebut meskipun ia tidak melihat. "Apakah dia sudah pergi?" tanya Moreno, pada Mitha beberapa menit kemudian. "Sudah." "Kamu yakin bisa memenuhi syarat untuk bisa bertemu dengan Miko?" "Yakin tidak yakin, aku harus yakin." "Mustahil...." Moreno hanya bicara seperti itu sambil melangkah keluar dari ruangan tersebut meninggalkan Mitha yang masih melontarkan kata-kata, bahwa ia akan tetap berusaha untuk membuat utangnya lunas bagaimanapun caranya. Moreno dan juga Mitha akhirnya pulang ke rumah mereka masing-masing didampingi oleh keluarga mereka. Moreno banyak diam, meskipun masa masa kritisnya sudah lewat, tapi berdasarkan keterangan Panglima Tanakarma, keadaannya dengan Mitha memang sepe
"Kamu masih tidak percaya juga bahwa aku bisa berubah?" tanya Pak Salim sambil menatap wajah Viona dengan sangat serius."Bukan tidak percaya, tapi aku trauma, Maira adalah temanku, aku sudah menganggap dia seperti seorang adik, jadi wajar jika aku merasa takut kalau-kalau kamu justru masih menyukainya, aku harus bagaimana bersikap dengan dia....""Viona, aku benar-benar tidak lagi memiliki keinginan untuk memiliki Maira, aku hanya berpikir ingin bersamamu jika masih diberi kesempatan, tapi jika tidak, aku juga tidak memaksa, aku tahu diri.""Jadi, apa yang akan kau lakukan untuk membuat aku tidak khawatir lagi tentang perasaan kamu dengan Maira?""Aku akan membantu Maira untuk bisa mendapatkan Moreno lagi...."Wajah Viona seketika berubah semringah mendengar apa yang diucapkan oleh Pak Salim. "Kamu serius?""Sangat serius.""Kenapa kamu ingin melakukan hal itu?""Karena aku tahu, Maira sangat mencintai Moreno.""Ya, kamu benar, Maira memang sangat mencintai Moreno, tapi pemuda itu
"Iya, aku yang sulit memiliki keturunan, bukan kamu...." "Kamu ke dokter? Periksa?""Tidak sengaja, saat itu, aku mencari pekerjaan, bertemu dengan temanku yang jadi dokter, kami makan bersama dan banyak mengobrol, lalu entah siapa yang memulai sampai akhirnya kami bicara soal anak, dan aku mengatakan bahwa kita tidak punya anak, dia terkejut.""Terkejut karena kita masih muda tapi sulit dapat keturunan?""Ya.""Terus, dia menyarankan kamu untuk periksa?""Ya.""Kenapa kamu mau? Kamukan selalu bilang, kamu sehat dan yang sakit itu aku?""Aku menantang diri sendiri, aku merasa aku memang sehat dan masalahnya ada padamu, jadi karena itulah aku periksa.""Jika benar, yang bermasalah itu aku, kamu akan datang padaku dan menyudutkan aku?""Tidak, Viona. Aku memang egois, selalu merasa paling benar, tapi aku berusaha untuk berpikir jernih, dan selama kita berpisah, aku benar-benar merasa, aku memang sudah keterlaluan sama kamu."Viona memandang wajah Pak Salim dengan sorot mata yang tajam,