"Apa?"
Ucapan Moreno benar-benar membuat Maira terkejut sampai perempuan itu setengah berteriak, dan wanita itu langsung menekap mulutnya sendiri."Ya, cuma itu yang bisa lu lakukan kalau enggak bisa bayar semua biaya perbaikan!""Tapi, ini konyol! Saya bilang, saya tidak mau menikah karena saya tidak percaya lagi dengan laki-laki, bagaimana mungkin saya menikah dengan Anda?!""Enggak perlu tegang dan baper kali! Kita kawin itu cuma untuk hitungan bisnis doang, gue perlu bantuan, dan lu orang yang bisa ngebantu gue karena lu miskin, ya, terserah sih, kalau lu enggak mau gue bisa cari cewek lain! Tapi, bayar semua biaya perbaikan motor kalau enggak mau, gue bawa ke jalur hukum ini urusan! Ingat, lu juga nipu gue soal keterangan perbaikan, itu hukumannya double!"Maira terdiam. Ia semakin tersudut sekarang, tidak tahu apa yang harus ia lakukan.Mendadak, perkataan sang bos terngiang di telinga, soal lamaran dan juga soal bagaimana karirnya tidak bisa maju jika tidak menikah. Apakah ini yang namanya sebuah kebetulan yang tepat?Tetapi, kenapa harus dengan pria asing seperti Moreno? Jika ia tidak menerima tawaran itu, bagaimana caranya untuk membayar jumlah fantastis biaya perbaikan motor Moreno yang baginya sangat mahal?Di mana pula ia bisa mencari pinjaman uang untuk membayar sementara Rani, wanita yang dianggapnya sahabat itu ternyata perebut Dafa? Meminjam pada bosnya? Apa tidak keterlaluan?Semenjak ajakan menikah yang dilontarkan oleh si bos, Maira justru berusaha untuk menjaga jarak karena merasa sungkan.Di mana ia bisa mendapatkan uang?"Anda bilang ini pernikahan bisnis, artinya seperti bisnis, dan berjalan tidak seperti pernikahan pada umumnya, kan?" tanya Maira hati-hati."Tentu aja! Emangnya lu pikir gue mau menyentuh lu segala? Kita nikah cuma dapatin status doang, setelah situasi kakek dan bokap gue aman, kita akhiri semua!""Saya juga tidak mau Anda sentuh, saya bertanya karena ingin menegaskan hal itu!""Ya, udah! Berarti cocok, kan, lu dan gue ogah saling menyentuh, itu bagus, jadi enggak ada salah satu dari kita yang curang dalam perjanjian ini!"Maira yang tidak punya pilihan, akhirnya mau tidak mau mengiyakan tawaran Moreno. Tentu saja karena ia tidak punya jalan keluar lagi untuk permasalahan yang membelitnya sekarang.Lagipula, menerima tawaran dari Moreno sepertinya bisa menguntungkan dirinya, ia bisa mengatakan bahwa ia sudah menikah, dan ia akan mendapat promosi jabatan di kantor, plus bisa membuat bos-nya tidak lagi berniat melamarnya.Tidak ada sentuhan adalah hal yang disukai Maira. Lagipula hanya sementara saja bukan? Maira yakin itu tidak akan membuat dirinya tertekan.***Akhirnya, pernikahan pun dilangsungkan dengan sederhana. Awalnya, Moreno hanya ingin mengelabui ayah dan kakeknya saja berpura-pura sudah menikah.Akan tetapi, Moreno tahu, kedua orang itu sangat sulit untuk dibohongi, jika tidak ada surat-surat yang menegaskan bahwa ia sudah menikah.Yang terpenting, Moreno dan Maira sudah membuat aturan satu sama lain, dan keduanya paham agar tidak melanggar.Hanya saja, meskipun sudah menikah, Moreno tidak membawa Maira ke orang tua dan kakeknya dahulu.Moreno ingin kondisi ayah dan kakeknya bisa membaik dulu baru ia akan membawa Maira jika memang situasi sudah mendesaknya melakukan hal itu, dan tentu saja ayah dan kakeknya tidak lagi bisa menjodohkannya dengan siapapun karena ia sudah menikah dengan Maira, itu yang penting.***"Ini benar-benar di luar dugaan."Maira mendapatkan kalimat seperti itu ketika ia kembali ke kantor setelah izin beberapa hari untuk melaksanakan pernikahannya dengan Moreno yang ia katakan dilangsungkan di kampung.Sekarang, Maira di ruangan sang bos dan Maira memang sedang memberikan hasil pekerjaannya pada sang bos hingga ia masuk ke ruang kerja bosnya tersebut."Apanya, Pak?" tanya Maira, pura-pura tidak paham padahal ia tahu sepertinya bosnya sedang membicarakan tentang dirinya yang tiba-tiba menikah."Katanya, kamu sedang tidak ingin menikah, kenapa sekarang tiba-tiba menikah?""Ucapan Bapak tempo hari tentang pria yang tidak bertanggung jawab jika tidak melamar itu saya terapkan dalam hubungan saya, Bapak benar, perempuan harus tegas, dan hasilnya, tunangan saya akhirnya menikahi saya, terima kasih untuk nasihatnya waktu itu."Padahal, aku tidak serius mengatakan hal itu padanya, hanya ingin hubungan dia dengan tunangannya itu rusak kenapa justru sebaliknya?Pak Salim bicara demikian di dalam hati, merespon ucapan terima kasih yang dikatakan oleh Maira padanya.Ia mengusap dagu, seolah menyamarkan perasaan tidak senang ketika ia melihat ada cincin yang dipakai oleh Maira di jari manisnya, untuk menegaskan bahwa, ia memang sudah menikah."Begitu, jadi ini karena ucapanku tempo hari? Baguslah, artinya dia memiliki keberanian untuk menikahi perempuan, bagaimana kalau akhir pekan ini, kamu bawa suami kamu ke rumah? Aku mengundang kalian makan malam bersama."Deg!Jantung Maira seolah berhenti berdenyut mendengar tawaran Pak Salim.Sepertinya, pria itu seolah tidak percaya dengan pernikahannya dengan Moreno, tapi Maira sangat yakin ia sudah menyusun segalanya dengan baik agar tidak ada seorang pun yang tahu sandiwara yang dilakukannya dengan Moreno.Tidak mungkin pria sibuk seperti Pak Salim peduli dengan hal-hal demikian.Hanya makan malam tidak akan membuat sandiwaranya terbongkar, kan? Begitu pikir Maira sebelum merespon tawaran bosnya."Aku mengundangmu untuk makan malam sekalian untuk membahas tentang promosi jabatan itu, sekarang kau sudah menikah, kurasa tidak ada alasan untuk tidak merekomendasikan dirimu."Keraguan Maira untuk menerima tawaran dari Pak Salim musnah seketika saat mendengar apa yang diucapkan oleh Pak Salim.Promosi jabatan! Bukankah itu yang ia inginkan selama ini? Bukankah niatnya menerima tawaran Moreno tidak hanya ingin terbebas dari tanggung jawab membayar biaya perbaikan motor Moreno saja?Ini benar-benar sebuah kesempatan bagi Maira! Ia akan membuktikan pada para tetangganya di kampung bahwa ia bisa mengangkat derajat keluarganya jika sudah naik jabatan.Ia juga bisa membuktikan pada Dafa, bahwa ia tidak terpuruk setelah disakiti oleh sang tunangan meskipun faktanya ia sangat terpuruk akan tetapi, Maira tidak mau terlihat demikian karena akan membuat pria itu angkuh."Baiklah, Pak. Saya akan datang bersama suami saya nantinya. Terima kasih sebelumnya."Pak Salim hanya tersenyum penuh arti mendengar kesanggupan Maira atas tawarannya.***"Lu yakin, bos lu itu enggak curiga sama sekali tentang pernikahan kita?"Sepulang dari kantor, Maira langsung meminta Moreno menemuinya, karena, meskipun mereka sudah melangsungkan pernikahan sandiwara mereka, keduanya tetap tinggal terpisah jika dirasa situasi masih aman."Dia itu baik, makanya aku sungkan buat nyakitin dia."Setelah menikah, Maira merubah cara bicaranya menjadi aku dan kamu pada Moreno karena jika ia masih seperti biasa, Maira khawatir ada yang curiga.Sebaliknya, pada Moreno, Maira juga menegaskan harus mengimbanginya bicara seperti itu ketika mereka ada di tempat umum, dan Moreno mengiyakan asal jika berdua, Maira tidak keberatan ia tetap seperti biasanya."Kalo nurut gue, orang kaya itu enggak mudah buat dibohongi, mungkin aja undangan itu cuma kedok doang, terus lu dijebak.""Terus, aku harus menolak gitu? Ya, enggak enak, lah! Kalau aku menolak, dia nanti berpikir yang tidak-tidak, aku enggak mau bikin hubungan atasan bawahan kami itu jadi rusak, Reno! Dia juga profesional kok!""Maira, mantan tunangan lu itu seorang pengusaha, kan? Lu yakin dia enggak kenal sama bos lu, gue rasa itu enggak mungkin, deh. Sesama pengusaha meskipun enggak jadi rekan bisnis pasti tetap tahu siapa-siapa yang pebisnis, kalo dia tau tunangan lu terus lu nikahnya sama gue apa kata dia?""Ya, kan bisa bilang aku sama Dafa itu udah putus terus jadian sama kamu, beres, kan?""Gue tetap keberatan kalo nemuin bos lu segala, kenapa enggak bawa aja surat nikah kita ke dia terus perlihatkan kalo lu emang udah nikah, abis itu dia kasih lu promosi jabatan itu, ngapain nyeret gue segala ke hadapan dia? Males gue!""Jadi, kamu enggak mau bantuin aku?" tanya Maira dengan wajah yang serius."Perjanjian kita itu, kalau ada hal yang enggak terlalu penting, skip aja, menurut gue, pertemuan itu enggak penting, ntar kalau ada yang tahu kita cuma pura-pura, gimana? Lu mau tanggung jawab?!""Kita itu diundang ke rumah, bukan di sebuah tempat umum, enggak mungkinlah sampai bikin kita ketahuan!"Maira berusaha untuk membujuk Moreno agar Moreno mau membantunya untuk ikut ke undangan makan malam yang dilakukan oleh sang bos."Itu kata lu, kalau kata gue itu bakal bikin sesuatu yang ribet, bahaya!""Reno, please. Ini demi impian aku, kalau kita enggak datang, promosi jabatan itu enggak akan dibahas, aku gagal dapat rekomendasi.""Terus?""Buat aku promosi jabatan itu penting, Reno, aku punya adik yang masih sekolah, dia butuh biaya, rumah orang tuaku juga sudah terlalu kumuh dan tidak layak untuk ditinggali, kalau -""Udah-udah! Males gue kalau denger cewek merengek macam lu ini! Bikin pusing! Jam berapa eman
Moreno tidak bisa menahan rasa terkejutnya ketika mendengar apa yang diucapkan oleh kakeknya. Secepat kilat, ia bangkit dari tempat duduknya, dan buru-buru keluar dari ruangan rawat inap sang kakek, untuk mengejar mantannya tadi yang sempat masuk. Moreno menemukan Mitha di luar sedang bicara dengan seorang perawat. Moreno yang terlanjur penasaran, tidak bisa menunggu Mitha selesai bicara dengan sang suster, pemuda itu segera menghampiri Mitha dengan wajah menuntut untuk diladeni dan Mitha sadar akan hal itu.Mitha mengakhiri pembicaraannya dengan sang suster dan belum lagi perempuan itu menanyakan pada Moreno, mengapa pria itu tidak bisa menunggu, Moreno sudah menyeretnya ke tempat yang lebih sepi, hingga Mitha terkejut. "Lepaskan, Reno!" katanya sambil berusaha melepaskan cengkeraman tangan Moreno di lengannya. Namun, cengkeraman itu terlalu kuat hingga Mitha justru mengernyit menahan sakit akibat ia berusaha melepaskan tangannya.Moreno segera menarik lepas sarung tangan yang di
Moreno mengerutkan keningnya ketika mendengar pria di hadapannya yang dikatakan Maira dengan bisikan perempuan itu bahwa laki-laki tersebut adalah bosnya.Kenapa pria itu memanggil dirinya dengan sebutan tuan muda?"Anda memanggil saya dengan sebutan apa tadi?"Fyuuh!Maira menghembuskan napas lega ketika mendengar Moreno ternyata mau berbicara dengan formal seperti yang diwanti-wanti kan olehnya sebelum mereka sampai ke rumah sang bos. Akan tetapi, kenapa bosnya seperti kenal dengan Moreno? Tuan muda? Ada kegelisahan dirasakan oleh Maira, gelisah, jangan-jangan bosnya tahu ia sedang bersandiwara dengan Moreno lantaran mengenal pria tersebut.Pak Salim melangkah lebih dekat ke arah Moreno sambil sesekali menatap ke arah Maira."Anda ini putra tunggal Pak Marvel, kan? Sebenarnya saya tidak pernah bertemu secara langsung dengan dia, tapi saya cukup tahu Anda."Sialan! Gue udah bilang, undangan ini pasti jebakan, Maira kampret! Awas aja kalau karena hal ini pernikahan sandiwara ini dike
Maira terdiam mendengar kalimat Pak Salim, yang sebenarnya sangat membuat dirinya terkejut. Bagaimana tidak, sejujurnya, meskipun ia sudah menikah kontrak dengan Moreno, tetap saja ia tidak tahu banyak latar belakang Moreno, karena Moreno tidak pernah mengatakan apapun padanya kecuali dirinya yang seorang pembalap, itu saja.Namun, jika rasa terkejutnya diluapkan di hadapan sang bos, Maira khawatir bosnya tahu tentang sandiwara yang ia lakukan sekarang dengan Moreno.Maira menarik napas sesaat, sekedar untuk membuat perasaannya menjadi tenang. Karena yang akan ia katakan untuk merespon perkataan sang bos, lagi-lagi, adalah sebuah kebohongan."Iya, Pak. Saya tahu tentang itu, tapi saya dan Moreno itu ingin mandiri, tidak mau bergantung dengan orang tua, ya, memang kedengarannya seperti sangat naif, tapi kami hanya berusaha untuk belajar mandiri."Jemari tangan Maira saling menggenggam di bawah meja makan tatkala ucapan itu dilontarkannya pada Pak Salim. Maira memang mampu mengucapkan
Ancaman yang diucapkan oleh Moreno memang membuat Maira sebal, apalagi beberapa pengendara motor juga menatap mereka, Maira jadi tengsin, hingga mau tidak mau ia tidak merespon dampratan Moreno walaupun ia sangat dongkol.Motor melaju dengan kencang ketika lampu sudah menyala merah.Nyaris saja Maira terjungkal ke belakang, jika saja ia tidak langsung menarik jas yang dipakai Moreno untuk berpegangan. Lagi-lagi, Maira ingin memukul punggung pria tersebut, namun sayangnya itu tidak mungkin dilakukan oleh Maira karena sangat berbahaya jika motor melaju seperti itu, lalu ia membuat Moreno terkejut karena pukulannya. Bisa- bisa mereka akan celaka dan Maira tidak mau itu terjadi hingga Maira memutuskan untuk menahan diri saja. Beberapa menit kemudian, motor Moreno berhenti tepat di depan kost Maira. Maira mendadak pusing dan mual, karena tidak biasa naik motor sekencang itu. Rambutnya yang panjang berantakan, walaupun tertutup helm sepanjang perjalanan. Rasanya, Maira sangat murka dan
"Ooh, jadi ini mantan tunangan istri gue yang brengsek itu?" sinis Moreno usai mendengar apa yang diucapkan oleh Dafa pada Maira. Dafa yang tadi menatap lurus ke arah Maira mengalihkan pandangannya pada Moreno. Sorot matanya terlihat tidak suka ketika ia menentang tatapan sinis mata Moreno padanya. "Hati-hati kamu bicara, kamu mau terlibat hukum sama aku?""Hukum? Lu mau menghukum gue dengan tuduhan apa? Gue ngawinin mantan tunangan lu? Terus, kalo gue lapor balik tentang perselingkuhan lu, gimana? Apa di kantor, lu masih punya muka?"Dafa emosi mendengar balasan sinis yang diucapkan oleh Moreno. Tangannya terangkat untuk menampar wajah Moreno, tapi dengan sigap, Moreno menangkap tangan itu dan menghempaskannya dengan kasar sehingga tubuh Dafa terjajar ke belakang."Pergi lu dari sini! Sebelum gue mengatakan pada seluruh warga di sini kalo lu mengganggu rumah tangga mantan lu!" usir Moreno dengan suara yang menggelegar di telinga. Nyali Dafa menciut. Pria itu hanya bisa mengepalka
Nasihat yang diucapkan Moreno makin membuat Maira tenggelam dalam tangis. Pelukan Moreno mampu membuat perasaannya menjadi nyaman, sampai Maira tidak sadar ia justru balas memeluk Moreno.Apa yang dilakukan oleh Maira cukup membuat Moreno tidak senang. Namun, ia tidak melerai pelukan wanita tersebut hingga beberapa detik lamanya ia membiarkan itu dilakukan Maira, sampai kemudian...."Mau sampai kapan lu meluk gue?" Pertanyaan Moreno cukup membuat Maira yang tadi terhanyut dalam perasaan nyaman saat memeluk Moreno musnah seketika. Maira tersadar, sehingga buru-buru melepaskan pelukannya, dan setelah merasa dirinya bebas, Moreno langsung mundur lalu membersihkan kemeja putihnya seolah wajah Maira tertinggal di sana."Cuci muka sana! Kalo perlu pelukan ketika lu enggak punya orang yang bisa lu peluk, peluk guling, atau lu shalat sana biar tenang!"Moreno bangkit setelah bicara demikian. Ia berbalik dan memungut jas nya yang tadi dilepaskannya begitu saja di lantai kamar kost Maira. N
Wajah Rani langsung terlihat semringah mendengar permintaan Dafa. Gadis itu tidak merespon permintaan Dafa tapi ia langsung melumat bibir Dafa dengan sangat agresif hingga Dafa semakin terpancing untuk melampiaskan rasa sakit hatinya karena Maira. Pria itu membalas ciuman Rani dan kedua tangannya juga ikut beraksi masuk ke balik pakaian seksi Rani hingga menyentuh dada wanita tersebut. Rani yang sangat senang mendapatkan perlakuan seperti itu dari Dafa langsung menarik pria itu ke dalam kamar. Terburu-buru, gadis itu membuka seluruh pakaiannya hingga dalam sekejap ia tampil di hadapan Dafa tanpa sehelai benang pun membalut tubuh sintalnya. Dafa menelan saliva melihat pemandangan tersebut. Sementara Rani memberikan isyarat padanya untuk berbaring saja di atas kasur yang ada di kamar kecil itu. Dafa spontan menurut, menanti apa yang akan dilakukan oleh Rani padanya agar ia merasa puas dan terhibur. "Minta diapain, Sayang?" tanyanya dengan nada menggoda sambil mempermainkan puncak