Membiarkan Kak Daffa berolah raga, aku turun ke dapur untuk cek keperluan rumah. Setelah Tante Sovia lebih banyak pergi menemani Papi, aku yang handle semua. “Stok makanan sudah banyak yang kurang, Non.” “Oke, nanti catat saja.” “Non kurang sehat?” “Enggak. Kenapa gitu, Mbak?” “Tidak seceria bi
BAB 41 “Sebagai istrimu, aku tidak menizinkan Kakak pergi. Aku meminta hak nafkahku malam ini.” Kak Daffa memandang lekat. Irisnya tajam tanpa ekspresi. Dia sempat membuang muka sedetik dan langsung menatapku lagi. “Mau sekarang?!” Aku sedikit menciut. Mengerti kalau dia mulai marah, tapi aku ti
Di rumah, Mama menyambut. Melihat sosok itu, aku langsung lemas sehingga jatuh tepat di depan lulut Mama. Aku sudah mencoba memendam semuanya sendiri. Mencoba lebih dewasa, tapi Risa gak bisa, Ma. Risa gak bisa menahan semua ini sendirian. Tangan Mama meraup pipiku. “Risa kenapa?” Aku tak bisa be
BAB 42 Mandala Teman atau sahabat adalah orang lain yang terlanjur dekat karena satu kecocokan. Sementara kakak-adik adalah dia yang memiliki hubungan darah. Ikatan akan terus ada untuk selamanya. Kakak lelaki mana yang bisa menerima begitu saja saat melihat adiknya hanya berbaring lemah menangi
Komputer berjajar pada satu meja panjang. Layar menampilkan beban pekerjaan masing-masing. Ada tujuh orang staf di ruangan ini. Empat laki-laki, tiga perempuan. Semua sibuk sebagaimana karyawan di jam pagi pada umumnya. Aku memakai headset, menatap layar. Setting suara dan video di sana sini. Ponse
BAB 43 Mandala Aku duduk merenung di kursi besi ruang tunggu rumah sakit. Orang-orang berlalu lalang di depanku. Ramai. Namun, aku merasa sepi. Serupa dibuang ke gua sendiri. Kalimat dokter tadi berdengung-dengung di telinga. “Hamil ... pendarahan ... rawan keguguran ... harus bed rest ....” Pen
Aku membuka pintu ruang rawat. Mama duduk di samping Klarisa sambil menggenggam tangannya. Ikut pecah juga tangis Mama hari ini. Risa tidur miring kanan dengan lutut sedikit ditekuk. Itu posisi yang diharuskan dokter untuk saat ini. Wajah pucat itu masih meneteskan air mata sesekali. “Dek, mau apa
BAB 44 Mandala Klarisa bisa pulang ke rumah setelah menginap di rumah sakit sekitar seminggu. Dia sudah tak membicarakan Daffa lagi, tapi raut wajahnya masih sama kacau. Tak pernah tersenyum apa lagi bercanda. Dibawa ngobrol pun hanya menyahut sesekali. Walau sudah diperbolehkan pulang, Klarisa h
“Kamu kalau senyum jangan manis-manis, Sa,” ucap Daffa.Kening Klarisa mengernyit bingung. “Kenapa? Kamu gak mau aku senyum? Aku harus cemberut terus gitu?” protes Klarisa.Daffa terkekeh. “Gak gitu, Sayang. Tapi kalau kamu senyum, kamu jadi tambah cantik. Aku takut kalau orang-orang bakal suka sama
PGK BAB 105[Hukuman Dijatuhkan! Keluarga Mengabulkan Permintaan Keringatan, Sovia yang Merupakan Pelaku Pembunuhan Berencana pada Klarisa Kini Dijatuhi Hukuman Seumur Hidup!]Kira-kira itulah judul berita yang menjadi pembicaraan hangat di media sosial sekarang. Bujukan Klarisa malam itu berhasil m
“Di lihat dari kondisi Ibu Risa yang sudah sangat membaik, jadi saya memutuskan untuk memulangkan Ibu Risa hari ini juga,” ucap dokter yang disambut senyum bahagia oleh yang lain.“Alhamdulillah,” ucap Daffa dan Mandala bersamaan.Dokter menatap Daffa dan Klarisa bergantian. “Tapi perlu diingat ya,
PGK BAB 104Hari-hari semakin membaik bagi keluarga kecil Daffa, setiap hari Daffa selalu mengunjungi istrinya dan menemaninya dengan sangat sabar.“Sayang, ayo buka mulutnya dulu. Pesawat datang aakk,” canda Daffa seraya menyuapkan sesendok nasi dan lauk untuk istrinya.Dengan senyum malu-malu Klar
“Hadirin diharapkan tenang, putusan akan segera dibacakan,” ucap hakim sembari mengetuk palunya.Mendadak ruang sidang menjadi hening. Para wartawan telah menyiapkan kameranya untuk merekam. Sementara keluarga Klarisa yang menemaninya kini tengah khusyuk memanjatkan doa, berharap keinginan mereka di
BAB 103“Apa? Gak bisa gitu dong! Istri gue masih dirawat di rumah sakit, kalau kondisinya jadi drop lagi gimana?!”Daffa menggeram kesal, meremas telepon di genggamannya. Pagi ini Daffa benar-benar dibuat kesal dengan kabar yang dibawa oleh pengacarannya.Persidangan yang telah berlangsung sejak be
Setelah diizinkan dokter untuk mengonsumsi makanan langsung, Klarisa hanya bisa diberikan makanan dengan tekstur yang lembut seperti bubur. Otot rahangnya yang belum berfungsi benar membuat Klarisa akan kesulitan jika diberikan makanan berat.“I-ibu ... maaf ngerepotin,” ucap Klarisa terbata-bata.M
BAB 102Tubuh Daffa seketika membeku. Seperti ada bongkahan batu yang menghantam dadanya.“S-sayang? Arsyla... dia anak kita, masa kamu gak ingat?” ucap Daffa terbata-bata saking terkejutnya.Seketika Daffa berpikir keras, apa istrinya mengalami lupa ingatan atau amnesia seperti di film-film? Kenapa
BAB 101Sebulan sudah berlalu, tetapi masih belum ada tanda-tanda Klarisa akan sadar dari komanya. Bahkan untuk perkembangan kecil pun tubuh Klarisa tak menunjukkan reaksi apapun.Dokter dan tim medis telah melakukan berbagai cara, tetapi belum juga membuahkan hasil. Mereka hanya meminta kepasrahan