“Di lihat dari kondisi Ibu Risa yang sudah sangat membaik, jadi saya memutuskan untuk memulangkan Ibu Risa hari ini juga,” ucap dokter yang disambut senyum bahagia oleh yang lain.“Alhamdulillah,” ucap Daffa dan Mandala bersamaan.Dokter menatap Daffa dan Klarisa bergantian. “Tapi perlu diingat ya,
PGK BAB 105[Hukuman Dijatuhkan! Keluarga Mengabulkan Permintaan Keringatan, Sovia yang Merupakan Pelaku Pembunuhan Berencana pada Klarisa Kini Dijatuhi Hukuman Seumur Hidup!]Kira-kira itulah judul berita yang menjadi pembicaraan hangat di media sosial sekarang. Bujukan Klarisa malam itu berhasil m
“Kamu kalau senyum jangan manis-manis, Sa,” ucap Daffa.Kening Klarisa mengernyit bingung. “Kenapa? Kamu gak mau aku senyum? Aku harus cemberut terus gitu?” protes Klarisa.Daffa terkekeh. “Gak gitu, Sayang. Tapi kalau kamu senyum, kamu jadi tambah cantik. Aku takut kalau orang-orang bakal suka sama
“Ayo dong, Ris!” “Ih, kagak.” “Please ....” “Ogah!” “Sekali aja.” “Sekali gue bilang kagak. Berarti kagak. Paham!” Kakakku memutar kursi kerjanya. Merogoh sesuatu dari kantong celana jeans dengan sedikit kesusahan. “Padahal gue mau kasih duit!” serunya sambil menghitung lembaran-lembaran mera
Hamil? OMG! Emang bikin anak kek ngupil. Sedetik langsung dapet. Aku mencubit paha Kak Daffa. Bisa kupastikan, di balik kain hitam ini, lapisan kulitnya sedang meradang. Kak Daffa menyembunyikan sakit dengan sedikit meringis dan senyum yang dipaksakan. “Kenapa, Sayang? It's oke, no problem. Keh
Kak Daffa berlari mendekat. Dia membuka pintu mobil dan sedikit mendorong tubuhku. Detik kemudian, terdengar suara kendaraan terkunci. Aku duduk gusar. Nengok ke belakang melihat keadaan. Tampak dua wanita yang turun dari Lamborghini—Tamara dan maminya Kak Daffa. Tamara pasti sudah bilang kejadian
“Andre!” Aku melambaikan tangan dan segera menghampiri pria yang baru saja mendekati gedung fakultas. Andre tersenyum manis dan memelankan langkah. “Hai, Risa.” Lima langkah, aku mendekatinya. “Aku udah ngerjain yang kemarin, loh.” “Oke nanti aku cek.” “Udah dapat ide film yang mau kita garap?”
“Gak mau.” Aku menggetok Kak Daffa dengan gagang sapu. “Eh!” Pria tinggi itu mengusap ubun-ubunnya. “Dikasih yang enak gak mau.” Kak Daffa balik kanan. Dia mendekati meja dapur lalu buat kopi sendiri. Emang dasar, tamu kurang asem. “Ngapain ke sini. Kak Mandala aja belum pulang.” “Mau nginep gue