Share

Bab 0005

Author: Nendia
last update Last Updated: 2023-07-24 21:09:54

“Gak mau.” Aku menggetok Kak Daffa dengan gagang sapu.

“Eh!” Pria tinggi itu mengusap ubun-ubunnya. “Dikasih yang enak gak mau.”

Kak Daffa balik kanan. Dia mendekati meja dapur lalu buat kopi sendiri. Emang dasar, tamu kurang asem.

“Ngapain ke sini. Kak Mandala aja belum pulang.”

“Mau nginep gue.”

“Ih, kenapa? Udah gak punya rumah?”

“Diusir gara-gara hamilin anak orang.”

Aku ternganga. Lalu mendekati Kak Daffa dan melihat raut wajahnya.

“Serius?”

“Hm.”

“Terus?”

“Gak ada terus.”

Pria itu sudah menuangkan air panas pada gelas kopi. Kepulan asapnya membuat ruangan ini harum.

Seperti di rumah sendiri, Kak Daffa bawa kopi dan gitar ke belakang rumah.

Apa cowok emang gitu? Diusir cuek aja.

Ah, tapi peduli amat apa yang terjadi dengan hidup Kak Daffa. Toh, dia emang sengaja bikin ulah. Lebih baik lanjut nyapu biar cepet rebahan.

Baru beres nyapu empat kamar, terdengar Mama masuk rumah sambil berucap salam.

“Risa sudah pulang?”

“Udah, Ma.”

“Kakak kamu sudah pulang juga?” Mama melirik kamar Kak Mandala.

“Bukan, bestie-nya tuh lagi ngopi di belakang.”

“Daffa?”

“Abis diusir katanya, Ma.”

“Masa?” Mama berlalu ke dapur.

“Daffa, di sini kamu?” Suara mama terdengar kemudian lalu obrolan kecil antara ibu dan anak orang lain itu terjadi.

“Ya, Tan.”

“Tante buat kue hari ini. Nih, ambil!”

“Mantap, Tan.”

“Ada masalah sama papi kamu?”

“Enggak, cuma lagi debat dikit.”

“Jangan lama-lama. Orang tua bukan lawan debat. Kalau sudah seperti Mandala, marahnya saja dirindukan.”

“Iya, Tan.”

“Ya sudah, sana bawa ke belakang!”

Sambil mendengarkan mereka, aku terus menyapu rumah sampai dalam dan luar beres.

Lalu membasahi lap pel di tempat cuci baju yang ada di belakang rumah. Saat itu lah terlihat Kak Daffa sedang melihat-lihat ternak lele.

Mama memang punya budikdamber (budidaya ikan lele dan kangkung dalam ember). Biasanya dipanen setiap minimal dua bulan. Lumayan untuk makan. Semua anggota rumah ini suka lele. Apa lagi kalau dimakan sama sambal dan lalapan segar. Mantap.

“Tan, lele udah gede?” tanya Kak Daffa basa-basi.

“Lumayan, udah bisa dimakan,” jawab Mama dari dapur.

“Boleh, nih, buat makan malam.”

Aku mendelik. Sudah nginep, ngerepotin pula.

“Gak boleh. Mama cape, makan yang ada aja!” Aku menyela.

“Enggak, kok, orang tinggal goreng. Ambil saja, Daffa. Nanti tante masakin.”

Kak Daffa tersenyum dan menaikkan alisnya. Persetujuan Mama seolah kemenangan baginya.

Laki-laki itu mulai menggulung lengan kemejanya sampai sikut lalu dengan bodohnya memasukkan tangan ke dalam ember. Dikiranya itu ikan cupang bisa ambil gitu aja.

Aku harap-harap cemas. Dalam benak bertanya-tanya, kena patil enggak dia?

Kak Daffa terlihat kesulitan lalu memekik seraya menarik tangan dengan gerak cepat.

“Aww!” Dia mengibas-ngibas tangan.

“Kena patil lele, Daffa?” Mama nongol di pintu dapur melihat keadaan.

“Gigit ternyata, Tan.”

“Itu bukan gigit, tapi patilnya suka nusuk. Hati-hati ada racunnya ....” Mama melihatku. “Risa bantu obatin luka Daffa!”

“Kan, ngerepotin!” Aku meninggalkan lap pel. Mengambil obat-obatan lalu kembali pada Kak Daffa yang masih duduk di gazebo.

“Sini bersihin dulu. Infeksi entar.”

Kak Daffa mendekati keran air tempat cuci baju lalu menjulurkan tangannya. Kubersihkan luka yang tidak terlalu besar itu. Setelah dirasa cukup, kami kembali ke gazebo.

Kukeringkan tangan basah itu lalu mengobati dengan obat-obatan yang ada.

“Udah.” Aku menutup botol obat kembali.

Kak Daffa tersenyum dan dua alisnya terangkat. “Makasih, calon istri.”

***

Kak Mandala pulang jam tujuh. Jam delapannya kami makan bersama. Ini seperti seorang ibu yang memiliki tiga anak.

Jika Kak Mandala banyak diam selama makan, lain hal dengan Kak Daffa. Dia terus saja mengajak Mama ngobrol. Segala dibahas. Dari sambal, sayur, lele, nasi, apa yang masuk ke mulutnya, dikomentari dengan antusias. Kadang memuji kadang bercerita saja.

Setelah makan, aku dan Mama beres-beres lalu ke kamar ngerjain tugas. Sepuluh, dua puluh menit, bete. Jadi, malah scroll I*.

Gak kerasa waktu sudah jam sepuluh. Aku ke belakang untuk mengambil wudu.

Di dapur, Mama masih duduk di meja makan. Sepertinya sedang menghitung. Terlihat pulpen di tangan dan buku di hadapannya.

“Risa ... belum tidur?” tanya Mama yang kini menggunakan kacamata itu.

“Baru mau isya dulu.” Aku mulai menguap.

“Ya sudah, sana!”

“Mama lagi apa?”

“Ngitung, besok ada yang pesen kue lagi.”

Aku terdiam. Ada yang kukhawatirkan. Sering kali saat scroll I* atau F*, aku menemukan tentang laki-laki yang penyuka sesama.

“Ma, emang gak khawatir sama Kak Mandala dan Kak Daffa. Kalau dilihat-lihat mereka itu terlalu deket.”

“Khawatir gimana? Mereka kan dekat dari dulu.”

“Ih, Mama tuh polos. Sekarang itu banyak pasangan ....” Aku membisikan sesuatu di telinga Mama.

“Astagfirullah.” Iris Mama berpindah dari buku padaku.

“Bisa saja, kan. Di depan temenan, di belakang? Mana tahu.”

Mama melihatku dengan tatapan teduh. “Tidak mungkin. Mama yakin mereka tidak mungkin begitu.”

“Emang apa yang bikin Mama yakin?”

“Yang pertama, karena mama tahu Mandala. Mandala anak mama. Mama tahu karakternya. Kakak kamu tidak akan kelewat batas begitu. Yang ke dua, Mama tahu Daffa. Daffa itu anak pondok. Dia mesantren lama. Ilmu agamanya mungkin lebih banyak dari mama. Jadi, tidak mungkin.”

“Kak Daffa pernah pesantren? Perasaan gak ada muka-muka santri.”

“Kamu saja tidak tahu. Dia dari SD sudah mondok.”

“Percuma. Salat aja gak pernah kelihatan.”

“Hus, jangan suka ngitung dosa orang, itung dosa sendiri saja. Ayo cepat salat, jangan mengulur waktu. Udah ngantuk gitu nanti asal-asalan.”

“He'em.”

Aku beranjak ke kamar mandi. Gosok gigi, cuci muka, ambil wudu.

“Risa, sini!” panggil Mama saat aku kembali ke tengah rumah.

“Tuh, lihat. Jangankan tidur sekamar, ada kamar dua saja tidak dipake.”

Penglihatanku menyusuri ruang tamu dan ruang televisi yang terbagi oleh lemari besar. Di ruang tamu, Kak Daffa tidur di sofa. Padahal kamar tamu ada tepat di sampingnya.

Di ruang televisi. Kak Mandala tidur di karpet. Dua kakinya naik ke sofa. Padahal kamar Kak Mandala juga ada di samping ruang nonton.

Mama mengambil selimut dari kamar Kak Mandala lalu menyelimuti anak yang udah kelewat gede itu. Setelahnya Mama melakukan hal yang sama pada Kak Daffa. Mengambil selimut dari kamar tamu lalu menyelimutinya.

“Kalau mereka bangun malam-malam, Mama tetep gak tahu.” Aku masih tetap pada kecurigaan.

“Di rumah ini tidak pernah ada yang bangun malam selain Mama. Ayo cepat masuk kamar!”

***

Esok harinya, jadwalku lebih pagi. Jam delapan sudah dimulai.

Seperti hari kemarin, setelah rapi, aku melenggang santai ke luar kamar.

“Kak Mandala mana, Ma?”

“Tuh, baru mau berangkat.”

Aku segera berlari ke depan. “Mandala ... tungguin gue!”

Kalau kemarin, aku bisa langsung naik ke motor tidak dengan hari ini. Tempat duduk penumpang sudah diambil alih Kak Daffa.

“Heh, awas gue mau nebeng!”

“Lo naik angkot aja.” Kak Mandala nengok.

“Eh, gue ada jadwal jam delapan. Udah kesiangan ini.”

“Siapa suruh ngaret. Ngaret, kok, tiap hari,” maki Kak Mandala tanpa ekspresi. Lalu motor melaju pelan.

“Daadaa, Risa.” Kak Daffa tersenyum penuh kemenangan. “Jaga anak kita,” lanjutnya sambil melambaikan tangan.

Aku mencopot heels. Ingin sekali melemparinya tapi motor besar itu sudah kelewat jauh.

Lihat! Dia bukan hanya menguasai rumah ini. Dia bahkan mengambil kakakku.
Comments (2)
goodnovel comment avatar
Baba Hepi
tambah oke nih...
goodnovel comment avatar
Nim Ranah
........., jaga anak kita
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • PERMINTAAN GILA KAKAKKU   Bab 0006

    BAB 6 Gara-gara gak bisa nebeng. Aku harus berangkat naik angkot lalu pindah ke busway. Dua kali naik turun busway, barulah sampai halte dekat kampus. Dari sini, jarak masih 200 meter. Itu baru sampai gerbang depannya saja, belum masuk fakultas. Jam delapan lebih sepuluh menit, aku terengah-engah

    Last Updated : 2023-08-06
  • PERMINTAAN GILA KAKAKKU   Bab 0007

    BAB 7 Rabu pagi. Aku sudah melihat pemandangan tak mengenakkan. Rencana meeting hari ini harusnya jam sepuluh, tapi Natasya dan Mita sudah datang dari jam delapan. Lihatlah! Mita sibuk curi perhatian sama Mama. Dia bantuin buat kue segala. Kalau Natasya sibuk deketin Kak Mandala. Mereka lagi nyany

    Last Updated : 2023-08-06
  • PERMINTAAN GILA KAKAKKU   Bab 0008

    BAB 8 Saat tersadar, aku sedang berbaring di sofa hitam. Kuedarkan pandangan ke seluruh ruang sambil mencoba duduk. Aku berada di ruang luas berdinding granit putih. Di belakang tempatku duduk ada jendela lebar tertutup tirai tipis. Sedikit sekali furnitur di ruang ini. Hanya ada lemari panjang me

    Last Updated : 2023-08-06
  • PERMINTAAN GILA KAKAKKU   Bab 0009

    BAB 9Malam yang gerah. Kipas angin berputar ke kanan dan kiri. Mama sedang membaca di ruang tamu. Kak Mandala terdengar memainkan piano di kamarnya. Tak perlu heran jika setiap waktu kakakku itu bermain musik. Selain hobi, dia juga bekerja sebagai sound effect di perusahaan media. Sering kali dia m

    Last Updated : 2023-08-06
  • PERMINTAAN GILA KAKAKKU   Bab 0010

    “Udah?”“Ya.”“Turun!”“Ih!” Aku memukul lagi pundaknya.***Di kampus, Andre mengajakku menuju masjid karena teman-temanku belum datang, jadi ikut saja. Ternyata di sana sedang ada perkumpulan anak-anak LDK. Aku langsung merasa asing karena menjadi satu-satunya wanita yang tidak berkerudung di anta

    Last Updated : 2023-08-06
  • PERMINTAAN GILA KAKAKKU   Bab 0011

    BAB 10 Mobil yang sudah dimodifikasi ini terlihat lebih mewah isinya. Aksesoris lengkap dengan kursi yang pastinya nyaman. Selain Om Handri, ada dua pria berseragam hitam di dalam sini. “Om pangling lihat kamu. Kirain tadi bukan Klarisa.” Aku melihat kerudung sendiri. Baru sadar kalau penampilan

    Last Updated : 2023-08-06
  • PERMINTAAN GILA KAKAKKU   Bab 0012

    “Kenapa saya harus ikut campur dalam mengatur hidup Daffa, Tuan Handri.” “Sebagai pertanggungjawaban karena anak-anakmu sudah membantunya menggagalkan perjodohanku kemarin.” Mama melempar pandang. Melihatku dengan sorot kecewa. “Tuan, kehidupan anak-anak bukan untuk diatur orang tua semaunya. Bia

    Last Updated : 2023-08-06
  • PERMINTAAN GILA KAKAKKU   Bab 0013

    BAB 11 Kak Daffa diam. Pria berkemeja hitam yang dua kancingnya terbuka ini hanya melihat jalanan depan sekolah dengan tatapan kosong. Dia bersandar pada kursi. Sebelah tangannya di belakang kepala. Dari semerawut tampilannya, tidak akan ada orang yang menyangka dia anak pemilik perusahaan multime

    Last Updated : 2023-08-09

Latest chapter

  • PERMINTAAN GILA KAKAKKU   Bab 0186

    “Kamu kalau senyum jangan manis-manis, Sa,” ucap Daffa.Kening Klarisa mengernyit bingung. “Kenapa? Kamu gak mau aku senyum? Aku harus cemberut terus gitu?” protes Klarisa.Daffa terkekeh. “Gak gitu, Sayang. Tapi kalau kamu senyum, kamu jadi tambah cantik. Aku takut kalau orang-orang bakal suka sama

  • PERMINTAAN GILA KAKAKKU   Bab 0185

    PGK BAB 105[Hukuman Dijatuhkan! Keluarga Mengabulkan Permintaan Keringatan, Sovia yang Merupakan Pelaku Pembunuhan Berencana pada Klarisa Kini Dijatuhi Hukuman Seumur Hidup!]Kira-kira itulah judul berita yang menjadi pembicaraan hangat di media sosial sekarang. Bujukan Klarisa malam itu berhasil m

  • PERMINTAAN GILA KAKAKKU   Bab 0184

    “Di lihat dari kondisi Ibu Risa yang sudah sangat membaik, jadi saya memutuskan untuk memulangkan Ibu Risa hari ini juga,” ucap dokter yang disambut senyum bahagia oleh yang lain.“Alhamdulillah,” ucap Daffa dan Mandala bersamaan.Dokter menatap Daffa dan Klarisa bergantian. “Tapi perlu diingat ya,

  • PERMINTAAN GILA KAKAKKU   Bab 0183

    PGK BAB 104Hari-hari semakin membaik bagi keluarga kecil Daffa, setiap hari Daffa selalu mengunjungi istrinya dan menemaninya dengan sangat sabar.“Sayang, ayo buka mulutnya dulu. Pesawat datang aakk,” canda Daffa seraya menyuapkan sesendok nasi dan lauk untuk istrinya.Dengan senyum malu-malu Klar

  • PERMINTAAN GILA KAKAKKU   Bab 0182

    “Hadirin diharapkan tenang, putusan akan segera dibacakan,” ucap hakim sembari mengetuk palunya.Mendadak ruang sidang menjadi hening. Para wartawan telah menyiapkan kameranya untuk merekam. Sementara keluarga Klarisa yang menemaninya kini tengah khusyuk memanjatkan doa, berharap keinginan mereka di

  • PERMINTAAN GILA KAKAKKU   Bab 0181

    BAB 103“Apa? Gak bisa gitu dong! Istri gue masih dirawat di rumah sakit, kalau kondisinya jadi drop lagi gimana?!”Daffa menggeram kesal, meremas telepon di genggamannya. Pagi ini Daffa benar-benar dibuat kesal dengan kabar yang dibawa oleh pengacarannya.Persidangan yang telah berlangsung sejak be

  • PERMINTAAN GILA KAKAKKU   Bab 0180

    Setelah diizinkan dokter untuk mengonsumsi makanan langsung, Klarisa hanya bisa diberikan makanan dengan tekstur yang lembut seperti bubur. Otot rahangnya yang belum berfungsi benar membuat Klarisa akan kesulitan jika diberikan makanan berat.“I-ibu ... maaf ngerepotin,” ucap Klarisa terbata-bata.M

  • PERMINTAAN GILA KAKAKKU   Bab 0179

    BAB 102Tubuh Daffa seketika membeku. Seperti ada bongkahan batu yang menghantam dadanya.“S-sayang? Arsyla... dia anak kita, masa kamu gak ingat?” ucap Daffa terbata-bata saking terkejutnya.Seketika Daffa berpikir keras, apa istrinya mengalami lupa ingatan atau amnesia seperti di film-film? Kenapa

  • PERMINTAAN GILA KAKAKKU   Bab 0178

    BAB 101Sebulan sudah berlalu, tetapi masih belum ada tanda-tanda Klarisa akan sadar dari komanya. Bahkan untuk perkembangan kecil pun tubuh Klarisa tak menunjukkan reaksi apapun.Dokter dan tim medis telah melakukan berbagai cara, tetapi belum juga membuahkan hasil. Mereka hanya meminta kepasrahan

DMCA.com Protection Status