"Harusnya kau sadar, kau adalah wanita yang tidak berguna. Meskipun Putraku menikahimu dan menjadikanmu sebagai istrinya, itu karena dia ingin menyiksamu,'' ucap seorang wanita yang umurnya sudah setengah abad, menarik rambut seorang wanita yang belum lama ini menjadi menantunya.
''Maafkan aku, Ibu. aku tidak sengaja melakukanya,'' ucap seorang wanita yang sedari tadi menahan rasa sakit karena rambutnya ditarik oleh ibu mertuanya. Meskipun sudah berkali-kali Tiara meminta maaf kepada ibu mertuanya, tapi tetap saja tidak ada ampun baginya. Wanita malang itu belum lama ini menikah dengan Bima—seorang pria yang sangat dirinya cintai—tapi setelah pernikahan mereka, pria itu berubah menjadi pria yang sangat dingin dan kasar. Tiara tidak mengerti penyebab sikap Bima berubah karena bagaimanapun sejak mereka kenal, tidak pernah sekalipun pria itu berlaku kasar kepadanya, tetapi setelah menikah! perubahan itu telah merubah kehidupanya yang semula berwarna menjadi begitu suram. ''Ada apa ini ?'' terdengar suara seorang pria yang baru saja masuk kedalam ruangan. ''Bima, kamu sudah pulang?'' tanya ibunya. ''iya, Ibu, aku baru saja pulang dari kantor,'' jawab Bima dengan sopan ke ibunya. ''Ada apa Ibu, kenapa dengan wanita itu lagi?'' Bima melihat ibunya menyiksa Tiara. Bima yang baru saja pulang dari kantor mendapati ibunya, menyiksa Tiara dengan menarik rambutnya dengan sangat kencang. Pria itu menatap mata wanita yang meneteskan air mata sambil menahan rasa sakit, mengisyaratkan meminta tolong agar pria itu mau menyuruh ibunya untuk melepaskannya, tetapi pria itu hanya menunjukan sikap dinginya. ''Apa yang dia lakukan, sehingga ibu begitu marah kepada dia!'' Bima menpertanyakan kesalahan Tiara kali ini, sehingga membuat sang ibu sangat marah. ''Ibu, menyuruhnya membuatkan ibu teh panas, tetapi dia malah menumpahkannya kepada ibu'' Sintia mencoba menjelaskan apa yang telah di perbuat oleh wanita itu, sambil terus menarik rambut Tiara semakin kencang. ''Ah ... Ibu, sakit Tiara mohon lepaskan bu?'' Tiara kembali memohon karena dirinya merasa kalau rambutnya akan terlepas dari kulit kepalahnya! saking kencangnya ibu mertuanya menarik rambutnya. ''Ibu, aku naik ke atas dulu. kamu siapkan air mandi untukku! Aku ingin beremdam air hangat.'' Bima memilih untuk tidak peduli dengan rasa sakit yang d rasakan oleh istrinya, terlebih lagi dia lebih memilih naik ke atas kamarnya. Sebelum melangkah terlalu jauh, pria itu berbalik menyuruh Tiara untuk menyiapkan air mandi untuknya. ''Biklah, Sayang, kau pasti sangat lelah karena seharian ini kamu bekerja.'' saat berbicara dengan putranya dia begitu lembut, tetapi dengan Tiara suaranya selalu saja mengeras. ''Kamu dengarkan, sana siapkan air mandi untuk putraku, dan jangan melakukan kesalahan apa pun, kamu mengertikan?'' Sintia dengan kasar melepaskan rambut menantunya, sehingga menyebapkan Tiara terjatuh ke atas lantai. ''Iya Ibu, aku mengerti.'' Tiara bangkit dengan menghapus air matanya. Meski sakit tapi Tiara tetap berusaha bangkit dari lantai dan menuruti semua perintah ibu mertuanya, sambil menaiki tangga gadis malang itu terus meneteskan air matanya, menangisi nasibnya yang tadinya seorang putri kaya raya yang selalu saja di manja, kini telah berubah menjadi seorang istri dan menantu yang selalu saja di sakiti. Tiara berusaha tidak mengadu kepada ke-dua orang tuanya, karena takut kalau ke-dua orang tuanya mengetahui semua masalahnya? maka ke-dua orang tuanya pasti akan menyuruhnya untuk meninggalkn Bima. Tiara tidak menginginkan hal itu terjadi karena masih sangat mencin-tai pria yang belakangan ini terus menyakiti hatinya secara bertubi-tubi. *** Di tempat lain pasangan yang umurnya setengah abad, sedang menikmati waktunya di taman rumahnya dengan secangkir teh di tanganya. Mereka sedang menbahas mengenai putri mereka yang sudah menikah satu bulan yang lalu, tetapi putrinya tak pernah datang mengunjungi mereka setelah pernikahnya. Mereka begitu merindukan anak yang sudah mereka besarkan selama 24 tahun, tetapi setelah menikah. Putrinya harus tinggal bersama keluarga barunya. ''Papa, kenapa kita tidak menghubungi Tiara, dan menyuruhnya untuk datang kemari! dan menginap disini, semenjak pernikahanya dia sudah tidak pernah lagi menginap disini. Mama sangat merinduhkanya?'' ucap ibu Diana dia adalah ibu dari Tiara. Bagaimanapun mereka tetaplah orang tua yang sangat merindukan putrinya. ''Ma, kita tidak enak kepada keluarga barunya,'' ''Bagaimanapun dia sudah menikah, kita tidah bisa lagi memintanya sesuka hati kita seperti dulu lagi?'' Indra juga sama seperti istrinya. Sangat merindukan putri semata wayangnya, tetapi semua itu sudah berubah. Mereka sadar saat mereka siap untuk menikahkan putrinya, artinya mereka juga sudah siap untuk melepaskan Tiara bersama keluarga barunya. ''Pa, Mama sangat merindukannya?'' ''Sudah satu bulan semenjak Tiar menikah, tapi tidak pernah sekalipun kita bertemu dengannya,'' ''Walaupun Tiar, sering menghubungi kita melalui telepon tapi bagi mama, itu belum cukup sebelum bertemu dengannya secara langsung.'' lanjut Diana lagi. Diana terus saja mengoceh, kepada suaminya tentang bagaiamana dia sangat merindukan Tiara! ''Ma, kita sebagai orang tua tidak boleh egois, kita biarkan Tiara, menikmati lebih dulu tempat barunya.'' ''Lagian besok lusa Devan, akan kembali dari luar negeri, setelaah sebulan dia pergi pengurus pekerjaannya,'' Indra dengan sabar memberikan pengertian kepada istrinya. Apalagi mereka sedang menantikan kedatangan putra mereka. Setelah sebulan lamanya dia berada di luar negeri, mengurus pekerjaannya menggantikan Indra. ''Maka dari itu Pa. Devan, pasti sangat merindukan adiknya?'' ''Karena mereka sudah lama tidak bertemu setelah pernikahan Tiara. Devan, langsung berangkat keluar negeri, tanpa bertemu lagi dengan adiknya.'' ''Mama, ini terlalu banyak alasan pake jual nama Devan, segala,'' ''Ish ... Papa nggak ngerti banget sih?'' Diana bercibir kesal. Diana memasang wajah kesalnya dengan cemberut, karena selalu kalah berdebat dengan suaminya, walau mengetahui suaminya itu juga sangat merindukan Tiara, karena Indra sangat dekat dengan putrinya, semenjak kepergian Tiara. Indra sangat jarang tersenyum dan bercanda lagi, tetapi pria yang tidak lagi mudah itu mampu memendam rasa rindunya, tidak seperti Diana yang langsung mengunkapkan bila memiliki keinginan. *** Setibanya di lantai dua Tiara segera menyiapkan air mandi untuk Bima, setelah menyiapkan air mandi untuk pria itu, wanita cantik itu menyampaikan kalau air untuknya telah selesai. Tanpa menjawab apa pun? pria yang memiliki perawakan tinggi tersebut langsung melewati istrinya memasuki kamar mandi. Melihat Bima masuk kedalam kamar mandi, Tiara segera menyiapkan pakaian ganti untuk suaminya dan menatanya di atas tempat tidur, agar saat selesai mandi pria itu bisa langsung memakainya. Wanita itu lalu turung ke lantai bawah lebih tepatnya dapur. Tiara berniat membuatkan secangkir kopi dan sedikit cemilang untuk Bima. Lalu membawanya naik ke lantai dua ke dalam kamar milik Bima. Semenjak mereka menikah Tiara dan Bima belum pernah tidur sekamar? karena pria yang telah menikahinya belum lama ini tidak mau tidur dengannya. Dan menyuruh Tiara untuk tidur di luar kamar, gadis malang itu hanya pasrah tidur di atas lantai dengan beralaskan karpet tipis, di setiap malamnya Tiara selalu menggigil kedinginan. Namun Tiara tidak pernah sekalipun mengeluh, karena menurutnya itu percuma saja, jika dirinya mengeluh bukanya mendapatkan perhatian dan apa yang dia inginkan, justru dirinya akan lebih di siksa lagi, karena tidak mensyukuri apa yang di berikan kepadanya. Ibu mertuanya tidak memiliki rasa kasihan sedikit pun kepadanya. Di malam hari menjelang tidurnya Tiara selalu merindukah ke-dua orang tuanya yang telah membuatnya terlahir ke dunia ini, dalam keadaan sehat. Tiara juga merindukan kakak-nya yang selalu menyayanginya, dia rindu saat dirinya belum menikah dengan Bima, dirinya selalu menikmati kehidupan yang bebas tanpa ada yang menyakitinya?Pemandangan itu membuat Bima tidak menyukainya dan langsung meneriaki Tiara, suara kerasnya itu mengejutkan wanita yang sedang melamun di depan jendela. "Ah ... Aku ...?" ucap Tiara terbata-bata karena saking terkejutnya. "Kubilang keluar dari kamarku?" lagi-lagi Bima meneriaki Tiara untuk segera keluar dari kamarnya. Mau tidak mau Tiara segera keluar dari kamar, setelah menutup pintu air matanya jatuh begitu saja! Pria yang teramat dia cintai sangat menbencinya saat ini, entah mengapa sikapnya berubah begitu drastis kepadanya, apa yang telah diperbuat sehingga Lelaki itu begitu membencinya? "Kak Tiara." panggil seorang wanita muda. Mendengar namanya dipanggil Tiara segera menghapus air matanya dia tidak ingin kalau ada orang lain yang melihatnya menangis, mengangkat kepalanya dan melihat siapa yang telah memanggilnya, ternyata itu adalah adik iparnya. "Kak Tiara, kenapa Kakak, menangis di sini?" tanya Sarah setelah menghampiri. "Ah tidak apa-apa sepertinya debu memasuki mata K
''Ya, semuanya berjalan dengan lancar. Bagaimana dengan perusahaan selama aku tidak ada di sini?" Pria itu kembali bertanya kepada sekretarisnya tentang perusahaan yang selama ini ditinggalkan keluar negeri.''Semuanya aman Pak, kalau soal perusahaan semuanya baik-baik saja,'' jawab sekretarisnya dengan senyum. ''Baiklah. Bangunkan aku jika sudah sampai''''Baik, Pak.''Karena merasa atasannya tidak ingin bicara lagi dengannya, dia langsung fokus kepada kemudinya mungkin setelah sekitar 30 menit mengendara akhirnya mereka telah sampai ke sebuah rumah yang sangat besar, pintu gerbang yang sangat tinggi menjuntai dan pekarangan rumah yang begitu besar.Setelah masuk melalui pintu gerbang butuh waktu lima menit untuk mengendarai mobilnya hingga sampai ke depan rumah utama saking besarnya dan panjangnya halaman tersebut.''Pak, bangun Pak Devan. Kita, sudah sampai,'' sang sekretaris langsung membangunkan atasannya setelah mereka tiba di tempat tujuan.''Apakah kita sudah tiba. Baiklah ka
Saat dalam perjalanan menuju ke rumah Sintia tiba-tiba saja Devan teringat kalau ini pertama kalinya dia berkunjung ke rumah Mertua adiknya.Dan sangat kebetulan dia melihat toko kue dan toko bunga bersebelahan, sehingga dia memilih untuk mampir dan membeli kue serta bunga sebagai buah tangan.Devan memilih dua kue salah satunya kue kesukaan Tiara rasa coklat pandan. Pria itu tersenyum saat Pelayan toko kue itu memberikan kue pesanannya, dia juga berniat untuk membeli satu buket bunga.Setelah seluruh urusannya selesai Devan kembali melanjutkan perjalanannya. Butuh waktu hingga dirinya sampai di rumah Sintia.Sebelum mobil Devan memasuki pintu gerbang dia dihentikan terlebih dahulu oleh Security yang menjaga di sana, untuk bertanya ada urusan apa dirinya datang ke rumah ini dan siapa dia.''Saya Devan, kakaknya Tiara," jawab Devan memperkenalkan dirinya. ''Oh maaf saya, tidak mengetahui kalau Bapak, saudara dari Ibu Tiara.''''Tidak masalah Pak, bisa tolong bukakan pintu gerbangnya?'
''Saya, sangat senang dengan kerja keras anda pak Bima,'' ucap salah satu petinggi memuji Bima dengan hasil kerjanya yang sangat memuaskan.''Anda benar Pak, jika pak Diwan, masih hidup pasti beliau sangat bangga ke pada putranya'' yang lainya memuji dengan menyebut nama Diwan ayah dari Bima yang sudah lama meninggal.''Terimakasih atas pujian Kalian, dan terimakasih atas kerjasamanya yang baik, baiklah kita akhiri rapat ini sampai di sini dan berjumpa kembali setelah sebulan peluncuran produk Kita.'' Bima penuh dengam kharisma saat berada di hadapan para petinggi.Setelah para petinggi keluar dari ruangan Bima Juga ikut keluar dari ruangan rapat, saat sudah di luar dia disambut oleh Sekretarisnya.''Maaf Pak, sudah dari tadi ponsel Anda, berdering tetapi saya, tidak berani mengangkatnya karena takutnya ini sangat penting'' ucap sekretaris itu menyerahkan ponsel milik Bima.''Baiklah terima kasih'' setelah menerima ponsel itu Bima kembali melanjutkan langkahnya menuju ruangannya.Sesa
"Ayo silahkan masuk." Devan menpersilahkan tamu yang datang untuk masuk ke dalam rumah.''Terimaksih."''Aku tidak menyangkah kalau kamu akan datang selarut ini."''Maaf karena tidak menberikan kabar dan tiba-tiba datang kemari?''''Tidak masalah kami sangat senang jika kamu mau datang berkunjung.'' ''Siapa yang datang Nak?'' tanya Diana setelah melihat Devan kembali.''Iya Kak siapa yang datang?" Tiara juga ikut penasaran siapa yang berkunjug malam-malam begini.Devan hanya tersenyum tanpa menjawab apa pun. Tapi, saat seseorang muncul dari belakang Devan menbuat Diana dan Indra tersenyum lebar. Namun, lain halnya dengan Tiara dia sangat terkejut setelah melihat siapa yang datang? ''Bima ternyata kamu yang datang yah ... Mama pikir siapa." Diana dengan ramah menyapa menantunya yang pertama kali datang berkunjung setelah menikah dengan Tiara."Sini Bima, bergabung dengan kami." bukan hanya Diana yang bahagia dengan kedatangan menantunya. Namun, Indra juga terlihat bersemangat.''Iya
Saat Bima masuk ke dalam kamar Tiara. Bima terus Memperhatikan sekeliling kamar milik wanita yang telah dia nikahi. Bima juga melihat tempat tidur Tiara masih rapi tapi dia tidak mendapati wanita itu di sana, setelah melihat kesana kemari dia mendapati wanita berkulit putih itu tidur di dekat jendela, terdapat tempat tidur kecil di sana tapi terlihat sangat nyaman.Bima mengerti kalau Tiara menyiapkan tempat tidurnya untuk dia gunakan dan wanita itu lebih memilih untuk tidur di tempat yang kecil demi mementingkan dirinya. Bima berjalan mendekati istrinya yang sedang terlelap, dia bisa melihat bagaimana dia tidur dengan nyenyak di rumah kedua orang tuanya, selamah Tiara tinggal di rumahnya dia tidak pernah melihatnya tertidur seperti ini mungkin karena tempat tidur di rumahnya merasa tidak nyaman karena hanya beralaskan karpet tipis.Bima mengingat kembali bagaimana hubungannya dengan Tiara sebelum mereka menikah, karena memang niatnya untuk mendekati Tiara adalah sebuah rencananya ber
Saat dalam perjalanan menuju kantor Bima, tidak sengaja Tiara melihat seorang anak kecil yang sedang di pukuli oleh beberapa anak lain, karena tidak tega Tiara menepikan mobil lamborghini miliknya lalu turun dari mobilnya untuk menghampiri anak kecil yang sedang di pukuli itu.''Hei ... Apa yang kalian lakukan hentikan?'' teriak wanita itu segera berlari menghampiri anak kecil yang wajahnya sudah memiliki banyak lebam. Namun, yang tidak disadari oleh Tiara kalau dia sedang melakukan tugas yang di berikan oleh Bima, waktu sudah menghampiri satu jam waktu yang di berikan oleh pria itu untuk sampai ke kantornya secepat mungkin. Tapi, siapa sangka kalau dia harus menolong seorang anak kecil lebih dulu. ''Apa yang kalian lakukan? Mengapa kalin memukuli teman kalian sendiri." Tiara menarik tangan anak yang di pukuli ke dalam pelukanya lalu berjongkok menatap wajah anak itu yang penuh dengan memar bahkan di bawah mata anak itu sedikit berdarah.''Apa kamu tidak apa-apa?'' Tiara menghapus d
"Kakak, akan membawa kamu pulang ke rumah?kakak tidak bisa membiarkan kamu sendirian di jalanan apalagi teman kamu sangat nakal dia tega memukuli kamu." Yang ada jika Tiara membiarkannya disana mungkin saja anak ini akan dipukuli lagi dan lagi. Karena disana tidak ada yang mengawasi mereka. Meskipun mereka semua baik tapi kalau sudah kelaparan bisa saja mereka akan berbuat kasar dan merampas uang teman-temannya. "Tapi kak. Apa tidak masalah jika membawa aku pulang ke rumah kakak?" Baik terlihat ragu mana mungkin dia akan menyusahkan orang baik seperti wanita itu. Dia tidak ingin menyusahkan orang lain karena dirinya. "Enggak apa-apa dong nanti kakak yang ngurus itu ya. Yang penting kamu ikut sama kakak dulu." Tiara tidak mau tau dia harus membawa anak kecil itu ikut bersamanya terlalu bahaya jika membiarkan anak itu tetap dijalanan. "Makasih ya kak. Karena sudah baik sama Baim." Anak kecil itu sangat senang karena masih ada yang baik padanya. Setidaknya sekarang dia punya tempat tin
Devan sangat terkejut dan segera meninggalkan kantornya, dia tidak menyangkah kalau wanita yang tadi pagi hampir dirinya tabrak jatuh pingsan. Sebenarnya dia sudah menduganya kalau hal ini akan terjadi.Namun, wanita itu terlalu keras kepala dan memilih untuk kekampus dalam keadaan tidak sehat, untungnya tadi dia sempat memberikan kartu namanya kepada wanita itu. Devan menambah lajuh kendaraannya agar segera tiba dikampus diimana wanita itu berada.''Permisi, apa kalian tau dimana ruangan wanita yang jatuh pingsang tadi dimana dia sekarang?'' Devan telah tiba dikampus gadis itu dan menanyai beberapa mahasiswa yang kebetulan berpapasan denganya.''Oh, gadis yang tadi sepertinya dia berada diruangan dosen disebelah sana yang pintunya berwarna coklat, karena kami tadi sekelas jadi saya mengetahuinya.'' jawab seorang gadis yang memakai kacamata lensa.''Terimakasih.'' Devan segera berlari menuju ruangan yang ditunjuk oleh gadis berkacamata tadi.Devan hanya mengetuk pintu satu kali dan m
Saat mendengar kabar tentang Louis mereka semua terkejut dan panik, terutama Hana dia sangat syok sampai ingin jatu pingsan untungnya Axel ada dibelakanya sehingga bisa menhanya agar tidak terjatuh.''Suster, apa yang terjadi kepada anak kami?'' Axel mencoba untuk tenang.Jika mereka berdua sama-sama panik siapa yang akan menangani keadaan ini, Lisa juga sedang di rawat disini jadi sala satu dari mereka harus ada yang kuat.''Sayang, tenanglah ingat kalau Lisa masih dirawat disini.''''Aku, sangat takut kalau putra kita kenapa-napa. Louis, apa yang sebenarnya terjadi sama kamu nak?''''Padahal baru saja dia meninggalkaan ruangan ini dan kita sudah mendapatkan kabar buruk tentangnya''''Sayang, sabarlah Louis, pasti akan baik-aik saja dia anak yang kuat'' Axel terus saja menenankan istrinya yang terus menangis.''Ada apa?'' Lisa tiba-tiba terbangun mungkin karena mendengar suara Hana yang menangis.''Lisa?''''Kakek, apa yang terjadi kenapa Nenek, menangis seperti itu?'' dan benar saja
Tubuh Louis jatuh dengan darah yang mulai mengalir disekitarnya. Keempat pria tadi meninggalkan Louis yang sudah tergeletak diatas tanah. Louis masih sadar sehingga berusaha bangkit, akan tetapi tubuhnya terlalu lemah untuk bangun dari tanah. Dia masih tidak menyangkah kalau pria yang menusuknya tadi membawa pisau. "Tolong...?"Louis mencoba untuk teriak meminta tolong disisa tenaganya yang masih tersisa. "Tolong... Akh..."Namun, tak ada satupun yang mendengarkan teriakanya yang meminta tolong. Louis semakin lemah rasanya sudah tidak sanggup lagi untuk berteriak hingga kesadarannya mulai hilang dan pingsan. Namun, kebetulan salah satu mobil yang berada disamping mobilnya sang pemiliknya datang, saat akan hendak membuka pintu mobil matanya tertuju kepada Louis yang sudah tidak sadarkan diri. Karena sangat terkejut pria itu segera menghampiri tubuh Louis yang sudah bersimbah dara segar. "Pak, Pak bangun, Pak...?" Pria itu berusaha membangunkan Louis. "Huk... Huk...?" "Pak? Apa
"Apa maksudmu Bima?""Ibu, maafkan Bima.""Harusnya. Kamu biarkan saja wanita sialan itu disini, tidak perlu harus membawanya kerumah sakit?"Sintia sangat marah setelah mengetahui kalau semalam Bima membawa Tiara kerumah sakit, menurutnya itu tidak perlu dan terlalu berlebihan. "Ibu, jika sesuatu terjadi padanya karena kita tidak membawanya kerumah sakit, maka keluarganya akan menuntut kita." Bima tidak suka dengan perkataan ibu-nya yang menurutnya terlalu jahat. "Apa pun itu ibu, tidak suka,""Ibu. Aku malas berdebat dengan ibu, aku harus kekantor secepatnya." Bima sudah malas berdebat dan meninggalkan Sintia yang masih terus meneriaki-nya. "Bima. Ibu, belum selesai berbicara Bima,"Namun orang yang terus diteriaki namanya terus saja berlari menaiki tangga tanpa berbalik, sehingga membuat Sintia sangat kesal dia masih ingin memarahi Bima tetapi anak itu sudah malas mendengarkannya. "Wanita sialan itu telah mencuci otak anakku?" Sintia terus mengatai Tiara, "aku tidak akan membia
"Sepertinya Lisa, keracunan makanan sehingga menyebabkan muntah-muntah, apakah anda tidak memberikannya makanan yang membuatnya alergi?" Dokter itu mberitahukan tentang keadaan Lisa. Bisa saja anak kecil itu memiliki alergi atau memang keracunan makanan saat memakan sesuatu. "Kalau mengenai alergi sepertinya tidak Dokter, karena saya yang selalu memeriksa makanannya setiap akan makan di rumah!" "Kalau begitu bisa saja pada saat dia berada di sekolah?" "Tapi Dokter, kami selalu menyiapkan bekal untuknya. Lisa, sama sekali tidak membeli makanan tanpa pengawasan kami," Hana tau betul mengenai apa yang akan dimakan oleh cucunya karena dia sendiri turut memeriksa makanan yang akan dimakan atau di bawah bekal kesekolah. "Mungkin yang Anda katakan memang benar, tetapi kita tidak tau pada saat dia berada di luar jangkaun anda, bisa saja pada saat makan mereka saling berbagi makanan sesama teman?" "Atau bisa saja Lisa, sebelum makan tidak mencuci tangan atau banyak lagi kemungkinannya"
Bima segera membawa Tiara kerumah sakit? pria itu terlihat sangat terburu-buru menuruni tangga sambil menggendong wanita yang masih terlelap, tapi sesekali gadis yang menutup mata itu mengeluarkan suara erangan kecil. Bima segera memasukkan Tiara ke dalam mobil, tidak lupa dia juga menyelimutinya, lalu segera melajukan kendaraannya. "Huk, huk, huk," tiba-tiba Tiara terbatuk-batuk membuat Bima berbalik ke arahnya. Pria itu bisa melihat kalau wanita itu banyak mengeluarkan keringat. "Bersabarlah kita akan segera tiba di rumah sakit!" Pria itu terlihat sangatlah khawatir dan menambah laju kendaraannya. "Bima..." Tiara menggumamkan nama Bima. "Hm, ada apa?" Namun wanita di sampingnya itu masih terlelap, ternyata wanita itu hanya mengigau, Bima terus melihat ke arah Tiara, yang ternyata wanita itu masih beberapa kali menyebutkan namanya di dalam tidurnya. Segera tiba di rumah sakit. Pria itu segera membawa Tiara masuk kedalam rumah sakit, sambil teriak memanggil dokter dan suster un
Malam semakin larut. Banyak tamu undangan meninggalkan acara. Bima dan keluarganya juga bersiap pulang. Tiara mendekati ibunya, Diana, ingin menyampaikan sesuatu.Diana terlihat heran karena Tiara tiba-tiba menarik tangannya. "Ma, malam ini aku tidak pulang ke rumah Mama. Aku dan Bima akan kembali ke rumah mertuaku," kata Tiara."Bukankah kamu bilang akan pulang bersama Mama?" tanya Diana, sedikit bingung dengan keputusan putrinya. Siang tadi, Tiara mengatakan akan kembali ke rumah mertuanya dua hari lagi."Iya, Ma, tapi kami sudah seminggu di rumah Mama. Aku merasa tidak enak jika lebih lama lagi. Aku takut ibu mertuaku berpikir buruk tentangku," jelas Tiara. Ia takut Sintia, ibu mertuanya, semakin marah. Tiara lebih memilih mengalah untuk menghindari masalah lebih besar."Baiklah, Nak. Jika itu keputusanmu, Mama tak bisa berbuat apa-apa, meskipun Mama ingin kamu menginap lagi malam ini," kata Diana.Mereka berpisah di parkiran. Sepanjang perjalanan, Tiara diam, pikirannya kacau. Hat
Tibalah saatnya para tamu undangan dipersilakan untuk berdansa, meramaikan acara malam hari ini.“Kita persilakan Pak Bima Priawan, beserta istrinya untuk naik berdansa dengan para tamu undangan,” penyiar acara menyebut nama Bima dan Tiara.Tiara merasa sangat canggung setelah namanya disebutkan. Bukannya dirinya tidak ingin berdansa, namun bila harus bersama Bima, rasanya sangat canggung, apalagi di depan banyak orang. Jika hubungan mereka tidak bermasalah, maka tidak akan ada masalah jika harus berdansa bersama.Para tamu undangan bertepuk tangan, menyuruh Bima dan Tiara untuk naik berdansa. Musik yang indah sudah diputar, menantikan pasangan pada malam hari ini.Bima mendekati Tiara dan menyodorkan tangannya, agar gadis bergaun navi itu mau berdansa dengannya. Dia harus bisa menjaga citranya di depan banyak orang, agar dianggap sebagai suami yang romantis dan mencintai pasangannya.“Ayo, Tiara, naik sama Bima,” bisik Diana di telinga putrinya, menyuruhnya untuk berdansa bersama Bi
Malam itu, Louis memilih kembali ke apartemennya yang mewah di pusat kota. Kemewahan apartemen itu terasa hampa. Ia merasa sangat malas untuk pulang ke mansion keluarga besarnya di pinggiran kota. Pertengkaran terakhirnya dengan Alex, kakak tirinya yang selalu berseberangan pendapat dengannya, masih terasa menyengat di dadanya. Ia butuh ketenangan, jauh dari drama keluarga yang selalu mewarnai hidupnya. Ia ingin menghindari konfrontasi lebih lanjut, setidaknya untuk sementara waktu.Louis melepas dasinya yang terasa mencekik, melemparkannya asal ke sofa kulit berwarna krem. Ia berjalan menuju kamar mandi, niatnya untuk segera mandi dan melupakan segala kepenatan. Namun, sebelum tangannya menyentuh gagang pintu kamar mandi, ponselnya berdering, menghentikan langkahnya. Nama Rangga, sahabatnya sejak kecil, terpampang di layar."Ada apa kamu menghubungiku?" tanya Louis, suaranya terdengar sedikit lelah."Louis, aku ingin kamu menemani aku ke sebuah acara. Aku lagi malas jika ha