"Ayo silahkan masuk." Devan menpersilahkan tamu yang datang untuk masuk ke dalam rumah.
''Terimaksih." ''Aku tidak menyangkah kalau kamu akan datang selarut ini." ''Maaf karena tidak menberikan kabar dan tiba-tiba datang kemari?'' ''Tidak masalah kami sangat senang jika kamu mau datang berkunjung.'' ''Siapa yang datang Nak?'' tanya Diana setelah melihat Devan kembali. ''Iya Kak siapa yang datang?" Tiara juga ikut penasaran siapa yang berkunjug malam-malam begini. Devan hanya tersenyum tanpa menjawab apa pun. Tapi, saat seseorang muncul dari belakang Devan menbuat Diana dan Indra tersenyum lebar. Namun, lain halnya dengan Tiara dia sangat terkejut setelah melihat siapa yang datang? ''Bima ternyata kamu yang datang yah ... Mama pikir siapa." Diana dengan ramah menyapa menantunya yang pertama kali datang berkunjung setelah menikah dengan Tiara. "Sini Bima, bergabung dengan kami." bukan hanya Diana yang bahagia dengan kedatangan menantunya. Namun, Indra juga terlihat bersemangat. ''Iya Pa ...'' Bima mulai bergabung dengan mereka dan duduk di dekat Tiara "Maaf ya Pa, Ma. Bima, datang tanpa menberikan kabar terlebih dahulu." Bima terlihat sangat sopan saat berbicara kepada kedua mertuanya. ''Ngga apa-apa Sayang, kami mengerti kok, disini kan ada istri kamu jadi wajar kalau kamu datang kemari." Diana menjawab dengan penuh semangat dia memang menantikan kehadiran menantu dan putrinya dirumah mereka. ''Maaf Sayang, kalau aku datangnya telat soalnya pekerjaan di kantor banyak banget.'' Bima menyentuh tangan kanan Tiara dengan lembut sambil melebarkan senyum palsu. Tiara sedikit terkejut dengan perlakuan Bima yang tiba-tiba lembut dia baru menyadari kalau Bima sedang berakting di depan kedua orang tuanya, agar terlihat hubungan mereka baik -baik saja, dia hanya bisa mengikuti permainan pria itu karena dia juga tidak ingin kalau keluarganya mengetahui masalah rumah tangganya yang baru sebesar biji jagung. ''Iya, tidak masalah.'' Tiara hanya menjawab dengan singkat dirinya tidak tau harus berkata apa. ''Sayang, buatkan menantu Mama, minum." Diana memberikan perintah untuk Tiara. ''Ngga perlu Ma! Ini sudah larut malam Bima, tidak bisa minum yang manis sebelum tidur.'' dengan lembut menolak tawaran mertuanya yang menawarkan minum. Bima memang tidak pernah meminum minuman yang mengandung gula sebelum tidur kecuali saat dirinya berniat untuk begadang maka dia hanya akan meminum secangkir kopi dengan sedikit gula. ''Oh begitu, maaf karena Mama, ngga tau." Bima hanya mengangguk sambil tersenyum. "Bagaimana dengan perusahaan kamu Bima, apakah semuanya berjalan dengan lancar '' Indra sepertinya tertarik menbahas mengenai perusahaan Bima yang mulai tambah besar. ''Sejauh ini semunya berjalan dengan lancar Pa, bahkan tadi siang Bima mengadakan rapat mengenai peluncuran produk baru di perusahaan." Bima sepertinya berniat untuk pamer dan membanggakan dirinya di depan keluarga istrinya. ''Papa, sangat senang mendengar keberhasilan kamu. Papa, berharap kedepanya kamu bisa lebih sukses lagi!" ''makasih Pa, oh iya Bima, rencananya mau ngadain pesta minggu depan untuk peluncuran produk baru di perusahaan. Bima berharap kalian semua bisa datang?" Bima menyanpaikan niatnya yang ingin mengundang keluarga mertuanya untuk hadir di pestanya. ''Kami semua pasti usahakan agar bisa menghadiri acara yang kamu buat. Itu sebagai bentuk dukungan kami semua kepadamu." ''Maaf semuanya? Aku mau naik kemar lebih dulu. Tiara, sudah sangat mengantuk." Tiara bangkit dari duduknya lalu berpamitan untuk tidur lebih dahulu karena sudah mengantuk. ''Iya Sayang, selamat malam, biarkan Bima di sini dulu papa masih ingin mengbrol dengan suami kamu jadi naik lah lebih dulu.'' Indra meminta kepada putrinya agar membiarkan suaminya tetap disini karena masih banyak yang ingin dia bicarakan bersama. ''Iya Pa, Ma, Tiara naik lebih dulu ya. Kak Devan, aku naik lebih dulu. Bima aku tunggu di atas ya." Tiara sangat canggung saat berbicara dengan Bima. Itu karena mereka sudah lama sekali bicara akrab seperti ini. "Iya Sayang, ngga apa-apa kamu naik lebih dulu." Tiara hanya tersenyum canggung saat Bima mengelus kepalanya sebelum melangkah. "Selamat malam. Tiara.'' ''Iya kak." setelah mengatakan itu Tiara lalu berlarih menaiki tangga. ''Mama juga masuk ke dalam kamar ya, Soalnya mama juga sudah merasa mengantuk.'' Diana juga ikut beranjak dari duduknya berniat untuk masuk ke dalam kamarnya karena merasa sudah sangat mengantuk. Kamar Diana dan Indra berada di lantai 1, cuman kamar depan dan Tiara yang berada di lantai 2, awalnya kamar Diana dan indra juga berada di lantai 2. Namun, karena bertambahnya umur mereka sudah tidak sanggup lagi untuk naik turun tangga. Setelah kepergian Diana dan Tiara ketiga laki-laki itu hanya membahas mengenai pekerjaan dan perusahaan mereka. Sedangkan Tiara yang sudah berada di dalam kamarnya menatap seluruh kamarnya, dan terus berpikir kalau malam ini dia dan Bima harus tidur dalam kamar, yang sama. Namun, itu membuat Tiara merasa sangat Canggung karena sebelumnya dia tidak pernah sekamar dengan Bima. Dan tidak mungkin juga kalau dia harus tidur seranjang dengan Bima. Namun, tiba-tiba mata Tiara berhenti di dekat jendela dia lupa kalau dibawa jendela ternyata ada tempat tidur kecil yang selalu ditempati untuk mengerjakan tugasnya, di sana juga terlihat cukup nyaman. Tiara lalu berjalan ke lemari kamarnya dan mengeluarkan satu selimut untuknya. Dia akan tidur di sana dan membiarkan Bima untuk tidur di tempat tidurnya, setelah merapikan ranjang miliknya untuk ditiduri oleh Bima dia lalu mengambil satu bantal dan mulai berjalan keranjang dekat jendela. **** Saat Sarah pulang ke rumah dia tidak mendapati Tiara di mana-mana setelah mencarinya sarah menjadi sangat panik takut kalau kakak iparnya kenapa-kenapa. Sarah memutuskan untuk turun kembali ke lantai 1 dan akan bertanya kepada sintia mengenai keberadaan wanita yang dia anggap sebagai kakak kandungnya. Tanpa mengetuk pintu sama sekali secara langsung masuk ke dalam kamar ibunya, sehingga membuat Sintia sangat terkejut yang sedang memakai Skin Care sebelum tidur. Itu sudah menjadi kebiasaan Sintia di setiap malamnya. ''Sarah, apa yang kamu lakukan? Kamu membuat Ibu sangat terkejut, seharusnya sebelum masuk kamu harus mengetuk pintu terlebih dahulu." Sintia memarahi Sarah yang sudah bersikap kurang ajar karena masuk tanpa mengetuk pintu. ''Maaf Ibu, Sarah sangat panik karena tidak menemukan kak Tiara, di mana-mana!" Sarah meminta maaf karena masuk ke dalam kamar Sintia tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu. ''Untuk apa kamu mengkhawatirkan wanita itu, kamu tidak perlu mengkhawatirkannya karena dia sedang menginap di rumah kedua orang tuanya malam ini." ''Benarkah Bu ... Syukurlah kalau kak Tiara, sedang ada di rumah kedua orang tuanya, aku pikir dia kenapa karena tidak ada didalam rumah ini." ''Kamu itu sepertinya sudah diracuni oleh wanita itu sehingga begitu menurut padanya." Sintia terlihat sangat kesal pada putrinya yang begitu menyukai wanita yang sangat dia benci. "Ibu, kak Tiara, itu bukan wanita seperti itu dia wanita yang sangat baik dan sayang sama Sarah. Sarah selama ini tidak mengerti kenapa ibu dan Kak Bima, sangat membenci kak Tiara?'' Entah keberanian dari mana sehingga dirinya begitu berani mengucapkan kata-kata itu di hadapan ibu-nya. "Kamu sudah berani membentak Mama, gara-gara wanita itu?" ''Sarah tidak berniat untuk membentak ibu. Sarah hanya kasihan kepada kak Tiara, yang selalu ibu siksa dan marahi!" ''Sekarang ibu minta kamu naik ke kamar kamu. Sebelum ibu memukul kamu karena berlaku kurang ajar." Dengan terpaksa Sarah menutup kembali pintu kamar Sintia dan naik ke lantai 2 di mana kamarnya berada, semenjak kehadiran Tiara di rumah ini Sarah selalu bertengkar dengan ibunya karena selalu membela Tiara. Sarah baru menginjak kelas 3 SMA akan tetapi pemikiran dan hatinya Sudah cukup dewasa untuk mengerti apa yang telah terjadi dalam rumahnya semenjak Tiara masuk ke dalam rumah mereka, padahal jika Sarah dulu ingat waktu Tiara dan Bima Masih pacaran ibunya begitu sangat menyayangi Tiara, begitupun dengan Bima yang selalu perhatian dan selalu menunjukkan kasih sayangnya kepada Tiara. Namun, Kenapa dalam sebulan ini semuanya berubah begitu jauh, ibunya dan kakaknya sangat membenci Tiara. Sarah begitu kasihan kepada wanita itu yang selalu disiksa dan di perintah untuk melakukan apa pun oleh ibunya yang jahat.Saat Bima masuk ke dalam kamar Tiara. Bima terus Memperhatikan sekeliling kamar milik wanita yang telah dia nikahi. Bima juga melihat tempat tidur Tiara masih rapi tapi dia tidak mendapati wanita itu di sana, setelah melihat kesana kemari dia mendapati wanita berkulit putih itu tidur di dekat jendela, terdapat tempat tidur kecil di sana tapi terlihat sangat nyaman.Bima mengerti kalau Tiara menyiapkan tempat tidurnya untuk dia gunakan dan wanita itu lebih memilih untuk tidur di tempat yang kecil demi mementingkan dirinya. Bima berjalan mendekati istrinya yang sedang terlelap, dia bisa melihat bagaimana dia tidur dengan nyenyak di rumah kedua orang tuanya, selamah Tiara tinggal di rumahnya dia tidak pernah melihatnya tertidur seperti ini mungkin karena tempat tidur di rumahnya merasa tidak nyaman karena hanya beralaskan karpet tipis.Bima mengingat kembali bagaimana hubungannya dengan Tiara sebelum mereka menikah, karena memang niatnya untuk mendekati Tiara adalah sebuah rencananya ber
Saat dalam perjalanan menuju kantor Bima, tidak sengaja Tiara melihat seorang anak kecil yang sedang di pukuli oleh beberapa anak lain, karena tidak tega Tiara menepikan mobil lamborghini miliknya lalu turun dari mobilnya untuk menghampiri anak kecil yang sedang di pukuli itu.''Hei ... Apa yang kalian lakukan hentikan?'' teriak wanita itu segera berlari menghampiri anak kecil yang wajahnya sudah memiliki banyak lebam. Namun, yang tidak disadari oleh Tiara kalau dia sedang melakukan tugas yang di berikan oleh Bima, waktu sudah menghampiri satu jam waktu yang di berikan oleh pria itu untuk sampai ke kantornya secepat mungkin. Tapi, siapa sangka kalau dia harus menolong seorang anak kecil lebih dulu. ''Apa yang kalian lakukan? Mengapa kalin memukuli teman kalian sendiri." Tiara menarik tangan anak yang di pukuli ke dalam pelukanya lalu berjongkok menatap wajah anak itu yang penuh dengan memar bahkan di bawah mata anak itu sedikit berdarah.''Apa kamu tidak apa-apa?'' Tiara menghapus d
"Kakak, akan membawa kamu pulang ke rumah?kakak tidak bisa membiarkan kamu sendirian di jalanan apalagi teman kamu sangat nakal dia tega memukuli kamu." Yang ada jika Tiara membiarkannya disana mungkin saja anak ini akan dipukuli lagi dan lagi. Karena disana tidak ada yang mengawasi mereka. Meskipun mereka semua baik tapi kalau sudah kelaparan bisa saja mereka akan berbuat kasar dan merampas uang teman-temannya. "Tapi kak. Apa tidak masalah jika membawa aku pulang ke rumah kakak?" Baik terlihat ragu mana mungkin dia akan menyusahkan orang baik seperti wanita itu. Dia tidak ingin menyusahkan orang lain karena dirinya. "Enggak apa-apa dong nanti kakak yang ngurus itu ya. Yang penting kamu ikut sama kakak dulu." Tiara tidak mau tau dia harus membawa anak kecil itu ikut bersamanya terlalu bahaya jika membiarkan anak itu tetap dijalanan. "Makasih ya kak. Karena sudah baik sama Baim." Anak kecil itu sangat senang karena masih ada yang baik padanya. Setidaknya sekarang dia punya tempat tin
Tiara memohon di hadapan kedua orang tuanya agar mau menerima Baim tinggal di rumah mereka. Air mata menggenang di pelupuk matanya, menunjukkan betapa pentingnya hal ini baginya. Tak lama, Bibi Niam datang membawa Baim yang sudah bersih setelah dimandikan dan mengenakan pakaian baru yang rapi. Diana, yang melihat anak itu, langsung menyukainya. Baim tampak tampan dan berkulit putih. Bahkan, Diana bisa merasakan bahwa Baim adalah anak yang sabar dan tidak nakal. “Baim, sini duduk sama kakak,” Tiara melambaikan tangan, mengundang Baim untuk duduk di sampingnya. Dengan ragu, Baim berjalan mendekati Tiara dan duduk di sampingnya. Namun, ia terus menundukkan kepala. Diana dan Indra saling bertukar pandang, lalu mengangguk, seolah menyetujui kehadiran Baim. “Siapa nama kamu, nak?” tanya Diana untuk memulai percakapan. Baim mengangkat kepalanya, “Nama aku Baim.” “Baim, apa kamu mau tinggal di sini bareng kami?” tanya Diana lagi. Baim merasa bingung mendengar pertanyaan itu. Dia menatap
..sebuah gelas terbentur ke dinding karena di banting oleh seorang pria yang sangat marah karena miliknya telah di ganggu oleh orang yang tidak bertanggung jawab.'' bagaimana bisa kalian seceroboh itu, cari tau apa yang mereka inginkan sehingga mengancau di tempat yang tidak seharusnya mereka ganggu '''' baik pak, kami akan mencari tau apa yang sebenarnya terjadi ''pria lainya pergi dari ruangan itu kini hanya tersisa pria yang melemparkan gelas ke tembok tadi, namun dering telponya kini mengalihkan pikiranya yang kacau.*****( paman huhu... hihi...) suara tangis di sebrang telpon menbuat raut wajah louis yang semula dingin tak berperasaan berubah menjadi sosok pria yang jauh berbeda.'' lisa ada apa sayang kenapa kamu menangis '' louis begitu mencintai kepenokanya yang hanya semata wayang.( papa mengingkari janjinya, dia bilang seharian ini akan menghabiskan waktu bersama lisa namun nyatanya dia pergi ) lisa anak berumur enam tahun yang di tinggalkan oleh ibunya sejak lisa di
''Paman apa lisa tidak di sayang lagi sama papa '' Lisa tiba-tiba saja menberikan pertanyaan yang susah di jawab oleh Louis. Louis tahu tidak semudah anak seusia Lisa harus mengalami semua itu. Alex seharusnya bertanggung jawab atas segalanya. seharusnya seorang ayah tidak harus memikirkan masalahnya sendiri, tapi harus bertanggung jawab atas anaknya yang telah lagi ke dunia ini. saat ini mereka sedang berada di dalam mobil menuju salah satu taman bermain yang sering louis kunjungi bersma lisa, '' lisa, kenapa tiba-tiba menberikan pertanyaan seperti itu sama paman '''' paman lisa menyadari kalau papa selalu saja menghindari lisa dengan berbagai macam alasan '' lisa mengungkapakan apa yang di rasakan selama ini tentang alex yang selalu saja menghindari dirinya.'' lisa paman sangat mengerti dengan apa yang di rasakan oleh lisa, namun bisa saja papa lisa tidak berniat untuk menghindari lisa namung munking memang karena pekerjaan yang tidak bisa di tunda '''' paman apa bisa malan ini
Sepanjang perjalanan devan kembali dari kafe tempat pertemuan nya bersama dengn gibran, devan masih saja memilirkan semua perkataan gibran padanya.devan mengingat kembali kejadian di mana pertama kalinya dia bertemu dengan seseorang yang mengubah keseharinya menjadi lebih berwarnah.pov devan :enam yang tahun lalu devan berkuliah di salah satu universitas dan pada saat itu sudah menjadi semester terakhir devan di tahun itu, devan terkenal menjadi salah satu mahasiswa yang sangat terkenal bukan hanya ketampananya namun devan menjadi salah satu mahasiswa yang selalu mendapat prestasi tertinggi di masanya.banyak parah gadis yang selalu mengejar devan dan rata-rata mereka berasal dari kalanagan orang-orang yang kaya, namun tak satu dari mereka manpu mendapatkan hati seorang devan yang sangat terkenal cuek.hingga pada suatu hari semua itu berubah dengan masuknya salah satu mahasisiwi pindahan dari luar kota, gadis itu bernama anggita, anggita berhasil menbuat hati devan yang semulah cu
Saat dalam perjalanan pulang dari Cafe, devan melihat salah satu barang Anggi ketinggalan di dalam mobilnya, devan terpaksa harus Memutar Balik untuk mengembalikan barang Anggi. Sedangkan Anggi yang berada di cafe terus memohon kepada keempat rentenir itu agar mau bersabar dan memberikannya kesempatan. "Eh kamu pikir kami sudah tidak capek mengejar kamu terus, ini sudah sangat lama kami sudah mencari kamu kesana kemari " salah satu dari mereka meneriaki Anggi. Tiga tahun lamanya mereka mengejar Anggi untuk membayar semua utang-utang yang telah dipinjam oleh ibunya, Dan sebulan yang lalu Anggi telah pindah ke kota ini sehingga mereka sangat sulit untuk menemukan Anggi. " saya harus mendapatkan uang agar membayar utang saya ke bapak, Saya hanya bekerja paruh waktu di cafe ini "" Jika kamu tidak bisa membayar utang kamu maka terpaksa kami harus menjual kamu " Anggi sangat terkejut mendengar perkataan salah satu dari rentenir itu, mana bisa Mereka menjual Anggi hanya karena tidak bi
Devan sangat terkejut dan segera meninggalkan kantornya, dia tidak menyangkah kalau wanita yang tadi pagi hampir dirinya tabrak jatuh pingsan. Sebenarnya dia sudah menduganya kalau hal ini akan terjadi.Namun, wanita itu terlalu keras kepala dan memilih untuk kekampus dalam keadaan tidak sehat, untungnya tadi dia sempat memberikan kartu namanya kepada wanita itu. Devan menambah lajuh kendaraannya agar segera tiba dikampus diimana wanita itu berada.''Permisi, apa kalian tau dimana ruangan wanita yang jatuh pingsang tadi dimana dia sekarang?'' Devan telah tiba dikampus gadis itu dan menanyai beberapa mahasiswa yang kebetulan berpapasan denganya.''Oh, gadis yang tadi sepertinya dia berada diruangan dosen disebelah sana yang pintunya berwarna coklat, karena kami tadi sekelas jadi saya mengetahuinya.'' jawab seorang gadis yang memakai kacamata lensa.''Terimakasih.'' Devan segera berlari menuju ruangan yang ditunjuk oleh gadis berkacamata tadi.Devan hanya mengetuk pintu satu kali dan m
Saat mendengar kabar tentang Louis mereka semua terkejut dan panik, terutama Hana dia sangat syok sampai ingin jatu pingsan untungnya Axel ada dibelakanya sehingga bisa menhanya agar tidak terjatuh.''Suster, apa yang terjadi kepada anak kami?'' Axel mencoba untuk tenang.Jika mereka berdua sama-sama panik siapa yang akan menangani keadaan ini, Lisa juga sedang di rawat disini jadi sala satu dari mereka harus ada yang kuat.''Sayang, tenanglah ingat kalau Lisa masih dirawat disini.''''Aku, sangat takut kalau putra kita kenapa-napa. Louis, apa yang sebenarnya terjadi sama kamu nak?''''Padahal baru saja dia meninggalkaan ruangan ini dan kita sudah mendapatkan kabar buruk tentangnya''''Sayang, sabarlah Louis, pasti akan baik-aik saja dia anak yang kuat'' Axel terus saja menenankan istrinya yang terus menangis.''Ada apa?'' Lisa tiba-tiba terbangun mungkin karena mendengar suara Hana yang menangis.''Lisa?''''Kakek, apa yang terjadi kenapa Nenek, menangis seperti itu?'' dan benar saja
Tubuh Louis jatuh dengan darah yang mulai mengalir disekitarnya. Keempat pria tadi meninggalkan Louis yang sudah tergeletak diatas tanah. Louis masih sadar sehingga berusaha bangkit, akan tetapi tubuhnya terlalu lemah untuk bangun dari tanah. Dia masih tidak menyangkah kalau pria yang menusuknya tadi membawa pisau. "Tolong...?"Louis mencoba untuk teriak meminta tolong disisa tenaganya yang masih tersisa. "Tolong... Akh..."Namun, tak ada satupun yang mendengarkan teriakanya yang meminta tolong. Louis semakin lemah rasanya sudah tidak sanggup lagi untuk berteriak hingga kesadarannya mulai hilang dan pingsan. Namun, kebetulan salah satu mobil yang berada disamping mobilnya sang pemiliknya datang, saat akan hendak membuka pintu mobil matanya tertuju kepada Louis yang sudah tidak sadarkan diri. Karena sangat terkejut pria itu segera menghampiri tubuh Louis yang sudah bersimbah dara segar. "Pak, Pak bangun, Pak...?" Pria itu berusaha membangunkan Louis. "Huk... Huk...?" "Pak? Apa
"Apa maksudmu Bima?""Ibu, maafkan Bima.""Harusnya. Kamu biarkan saja wanita sialan itu disini, tidak perlu harus membawanya kerumah sakit?"Sintia sangat marah setelah mengetahui kalau semalam Bima membawa Tiara kerumah sakit, menurutnya itu tidak perlu dan terlalu berlebihan. "Ibu, jika sesuatu terjadi padanya karena kita tidak membawanya kerumah sakit, maka keluarganya akan menuntut kita." Bima tidak suka dengan perkataan ibu-nya yang menurutnya terlalu jahat. "Apa pun itu ibu, tidak suka,""Ibu. Aku malas berdebat dengan ibu, aku harus kekantor secepatnya." Bima sudah malas berdebat dan meninggalkan Sintia yang masih terus meneriaki-nya. "Bima. Ibu, belum selesai berbicara Bima,"Namun orang yang terus diteriaki namanya terus saja berlari menaiki tangga tanpa berbalik, sehingga membuat Sintia sangat kesal dia masih ingin memarahi Bima tetapi anak itu sudah malas mendengarkannya. "Wanita sialan itu telah mencuci otak anakku?" Sintia terus mengatai Tiara, "aku tidak akan membia
"Sepertinya Lisa, keracunan makanan sehingga menyebabkan muntah-muntah, apakah anda tidak memberikannya makanan yang membuatnya alergi?" Dokter itu mberitahukan tentang keadaan Lisa. Bisa saja anak kecil itu memiliki alergi atau memang keracunan makanan saat memakan sesuatu. "Kalau mengenai alergi sepertinya tidak Dokter, karena saya yang selalu memeriksa makanannya setiap akan makan di rumah!" "Kalau begitu bisa saja pada saat dia berada di sekolah?" "Tapi Dokter, kami selalu menyiapkan bekal untuknya. Lisa, sama sekali tidak membeli makanan tanpa pengawasan kami," Hana tau betul mengenai apa yang akan dimakan oleh cucunya karena dia sendiri turut memeriksa makanan yang akan dimakan atau di bawah bekal kesekolah. "Mungkin yang Anda katakan memang benar, tetapi kita tidak tau pada saat dia berada di luar jangkaun anda, bisa saja pada saat makan mereka saling berbagi makanan sesama teman?" "Atau bisa saja Lisa, sebelum makan tidak mencuci tangan atau banyak lagi kemungkinannya"
Bima segera membawa Tiara kerumah sakit? pria itu terlihat sangat terburu-buru menuruni tangga sambil menggendong wanita yang masih terlelap, tapi sesekali gadis yang menutup mata itu mengeluarkan suara erangan kecil. Bima segera memasukkan Tiara ke dalam mobil, tidak lupa dia juga menyelimutinya, lalu segera melajukan kendaraannya. "Huk, huk, huk," tiba-tiba Tiara terbatuk-batuk membuat Bima berbalik ke arahnya. Pria itu bisa melihat kalau wanita itu banyak mengeluarkan keringat. "Bersabarlah kita akan segera tiba di rumah sakit!" Pria itu terlihat sangatlah khawatir dan menambah laju kendaraannya. "Bima..." Tiara menggumamkan nama Bima. "Hm, ada apa?" Namun wanita di sampingnya itu masih terlelap, ternyata wanita itu hanya mengigau, Bima terus melihat ke arah Tiara, yang ternyata wanita itu masih beberapa kali menyebutkan namanya di dalam tidurnya. Segera tiba di rumah sakit. Pria itu segera membawa Tiara masuk kedalam rumah sakit, sambil teriak memanggil dokter dan suster un
Malam semakin larut. Banyak tamu undangan meninggalkan acara. Bima dan keluarganya juga bersiap pulang. Tiara mendekati ibunya, Diana, ingin menyampaikan sesuatu.Diana terlihat heran karena Tiara tiba-tiba menarik tangannya. "Ma, malam ini aku tidak pulang ke rumah Mama. Aku dan Bima akan kembali ke rumah mertuaku," kata Tiara."Bukankah kamu bilang akan pulang bersama Mama?" tanya Diana, sedikit bingung dengan keputusan putrinya. Siang tadi, Tiara mengatakan akan kembali ke rumah mertuanya dua hari lagi."Iya, Ma, tapi kami sudah seminggu di rumah Mama. Aku merasa tidak enak jika lebih lama lagi. Aku takut ibu mertuaku berpikir buruk tentangku," jelas Tiara. Ia takut Sintia, ibu mertuanya, semakin marah. Tiara lebih memilih mengalah untuk menghindari masalah lebih besar."Baiklah, Nak. Jika itu keputusanmu, Mama tak bisa berbuat apa-apa, meskipun Mama ingin kamu menginap lagi malam ini," kata Diana.Mereka berpisah di parkiran. Sepanjang perjalanan, Tiara diam, pikirannya kacau. Hat
Tibalah saatnya para tamu undangan dipersilakan untuk berdansa, meramaikan acara malam hari ini.“Kita persilakan Pak Bima Priawan, beserta istrinya untuk naik berdansa dengan para tamu undangan,” penyiar acara menyebut nama Bima dan Tiara.Tiara merasa sangat canggung setelah namanya disebutkan. Bukannya dirinya tidak ingin berdansa, namun bila harus bersama Bima, rasanya sangat canggung, apalagi di depan banyak orang. Jika hubungan mereka tidak bermasalah, maka tidak akan ada masalah jika harus berdansa bersama.Para tamu undangan bertepuk tangan, menyuruh Bima dan Tiara untuk naik berdansa. Musik yang indah sudah diputar, menantikan pasangan pada malam hari ini.Bima mendekati Tiara dan menyodorkan tangannya, agar gadis bergaun navi itu mau berdansa dengannya. Dia harus bisa menjaga citranya di depan banyak orang, agar dianggap sebagai suami yang romantis dan mencintai pasangannya.“Ayo, Tiara, naik sama Bima,” bisik Diana di telinga putrinya, menyuruhnya untuk berdansa bersama Bi
Malam itu, Louis memilih kembali ke apartemennya yang mewah di pusat kota. Kemewahan apartemen itu terasa hampa. Ia merasa sangat malas untuk pulang ke mansion keluarga besarnya di pinggiran kota. Pertengkaran terakhirnya dengan Alex, kakak tirinya yang selalu berseberangan pendapat dengannya, masih terasa menyengat di dadanya. Ia butuh ketenangan, jauh dari drama keluarga yang selalu mewarnai hidupnya. Ia ingin menghindari konfrontasi lebih lanjut, setidaknya untuk sementara waktu.Louis melepas dasinya yang terasa mencekik, melemparkannya asal ke sofa kulit berwarna krem. Ia berjalan menuju kamar mandi, niatnya untuk segera mandi dan melupakan segala kepenatan. Namun, sebelum tangannya menyentuh gagang pintu kamar mandi, ponselnya berdering, menghentikan langkahnya. Nama Rangga, sahabatnya sejak kecil, terpampang di layar."Ada apa kamu menghubungiku?" tanya Louis, suaranya terdengar sedikit lelah."Louis, aku ingin kamu menemani aku ke sebuah acara. Aku lagi malas jika ha