''Saya, sangat senang dengan kerja keras anda pak Bima,'' ucap salah satu petinggi memuji Bima dengan hasil kerjanya yang sangat memuaskan.
''Anda benar Pak, jika pak Diwan, masih hidup pasti beliau sangat bangga ke pada putranya'' yang lainya memuji dengan menyebut nama Diwan ayah dari Bima yang sudah lama meninggal. ''Terimakasih atas pujian Kalian, dan terimakasih atas kerjasamanya yang baik, baiklah kita akhiri rapat ini sampai di sini dan berjumpa kembali setelah sebulan peluncuran produk Kita.'' Bima penuh dengam kharisma saat berada di hadapan para petinggi. Setelah para petinggi keluar dari ruangan Bima Juga ikut keluar dari ruangan rapat, saat sudah di luar dia disambut oleh Sekretarisnya. ''Maaf Pak, sudah dari tadi ponsel Anda, berdering tetapi saya, tidak berani mengangkatnya karena takutnya ini sangat penting'' ucap sekretaris itu menyerahkan ponsel milik Bima. ''Baiklah terima kasih'' setelah menerima ponsel itu Bima kembali melanjutkan langkahnya menuju ruangannya. Sesampainya diruangannya Bima langsung memeriksa ponselnya dan melihat nama Devan yang melakukan panggilan masuk beberapa kali, dia memutuskan untuk menghubungi Devan nanti saja karena menurutnya itu tidak penting. Saat Bima pulang di malam hari dia mencari keberadaan Tiara bahkan beberapa kali memanggil nama wanita itu tetapi orang yang dicari tak kunjung ditemukan. ''Bima. Ada apa? Kenapa kamu, teriak-teriak begitu sampai terdengar di kamar Ibu.'' tiba-tiba Sintia muncul di belakang Bima dan mengejutkan putranya. ''Ibu, belum tidur?'' Bima terkejut dengan kedatangan Sintia yang secara tiba-tiba, dia pikir kalau ibunya sudah tidur. ''Tadinya Ibu, ingin tidur tapi mendengar kamu, teriak-teriak begitu membuat ngantuk Ibu, jadi hilang" ''Maaf Bu, karena sudah mengganggu waktu Ibu.'' ''Memangnya kamu kenapa kok teriak-teriak begitu'' ''Aku, mencari Tiara, tapi aku tidak menemukannya di mana pun, apa Ibu, tahu dimana wanita itu?'' ''Ibu, pikir kamu sudah tahu kalau Tiara, pulang ke rumah ibunya karena dijemput oleh kakaknya tadi. Bukannya tadi kakaknya menghubungi kamu.'' Bima, baru ingat kalau ada beberapa panggilan masuk dari Devan saat dirinya rapat tadi ternyata itu alasan Kakak Iparnya itu menghubunginya karena ingin memberitahukan kalau dia membawa Tiara, kembali ke rumahnya. ''Memang tadi pada saat di kantor dia menghubungi Bima, tapi aku, sedang ada rapat dan tidak bisa mengangkat telepon.'' ''Tadi dia minta izin sama Ibu, Tapi Ibu, bilang Ibu, tidak bisa mengizinkan Tiara, untuk pulan bersama dengannya dan menyuruhnya untuk menghubungi dan meminta izin secara langsung sama kamu, dan itulah dia menelpon kamu.'' ''Jadi maksud Ibu, saat ini Tiara, berada di rumah orang tuanya dan akan menginap?" ''Iya, sepertinya begitu!'' ''Baiklah kalau begitu. Bima, mau mandi dulu dan menyusul Tiara ke sana, lebih baik sekaran Ibu, masuk dalam kamar dan tidur ini sudah hampir jam 10 malam '' ''Ya, sudahlah kalau begitu Ibu, masuk kamar dulu ya, kamu hati-hati kalau berangkat nanti'' Bima sepertinya sangat kesal saat mengetahui kalau Tiara pulang ke rumah kedua Orang tuanya dan lebih kesalnya lagi karena wanita itu tidak memberitahukannya sama sekali, Tiara seperti tidak menganggap dirinya dan melakukan apa pun sesukanya. Namun, karena tidak ingin terlalu memikirkannya Bima memutuskan untuk naik ke kamarnya dan membersihkan tubuhnya lalu akan menyusul Tiara ke rumah orang tuanya. *** ''Sayang, Mama, sangat senang karena akhirnya kamu, bisa pulang juga ke rumah ini lagi" setelah mereka makan malam mereka berempat kumpul di ruangan keluarga seperti dulu lagi. ''maafin Tiara, Ya, maaf karena belum pernah pulang semenjak aku, menikah karena merasa tidak enak untuk meminta izin kepada ibu mertuaku.'' Tiara menunjukkan rasa bersalah kepada kedua orang tuanya karena semenjak dirinya menginjakkan kaki ke rumah Bima dia tidak pernah datang untuk mengunjungi kedua orang tuanya. ''Tidak apa-apa Sayang, Mama, dan Papa, juga mengerti tentang kondisimu, bagaimanapun kamu, baru di keluarga suamimu jadi tentunya kamu, pasti merasa serba tidak enak'' ''Iya nak, Papa, juga tidak akan menyalahkanmu, jadi tak perlu menunjukkan rasa bersalah seperti itu'' Indra berusaha menghibur putrinya agar tidak merasa bersalah kepada dirinya dan Diana. ''Makasih Ya, Ma, dan Papa, karena sudah mengerti tentang keadaan Tiara, aku janji selama di sini aku, akan banyak menghabiskan waktu bersama dengan kalian" ''Saking rindunya Mama, sama kamu Tiar, dia bahkan ingin ikut sama Kakak, untuk menjemput kamu, di rumah mertua kamu, tadi. Tapi Kakak, menghentikannya karena bila sampai dia ikut Kakak, tidak punya alasan untuk membawamu pulang'' Devan menceritakan tentang Diana yang tadi ingin ikut bersama dengannya untuk menjemput Tiara. ''Benarkah?'' Tiara tersenyum melihat ke arah Diana. ''Itu karena Mama, sangat merindukan kamu Tiar," Diana memasang wajah yang imut untuk ditunjukkan kepada Tiara tetapi itu justru membuat yang lainnya tertawa terbahak-bahak melihat tingkah lakunya. Saat mereka berempat asyik mengobrol tiba-tiba bel pintu berbunyi, mereka berempat saling berpandangan dan berpikir siapa tamu yang datang selalurut ini bahkan mereka tidak menunggu siapa pun. ''Siapa yang datang selarut ini? Apakah ada diantara kalian yang sedang menunggu tamu?" Indra menatap anak-anak dan Istrinya secara bergantian. ''Tidak, Mama, sedang tidak menunggu siapa pun mana mungkin Mama, mau terima tamu selarut ini '' ''Devan, juga" Indra menatap ke arah Tiara tetapi yang ditatap hanya menggelengkan kepalanya menandakan kalau bukan dirinya yang sedang menunggu seseorang, tapi siapa yang datang di malam begini? ''Kalau begitu biar Devan, periksah'' Devan segera berdiri untuk mengecek siapa yang datang selarut ini, karena ini sudah menunjukan jam sebelas malam. "Tiar. Bagaimana kalau besok kita jalan-jalan seharian, Kita, kesalon terus kemall untuk belanja soalnya sudah lama banget Mama, tidak ke salon sama kamu.'' ''Iya Ma. Tiara, pasti akan temenin Mama, sampai Mama, benar-benar puas'' ''Sungguh, Mama, sangat senang mendengarnya'' ''Kalian berdua ini kalau sudah bahas tentang salon dan belanja paling heboh'' ''Jelas kami heboh Pa, itukan kegemaran semua perempuan" Indra hanya menggelengkan kepalanya mendengar jawaban dari istrinya, dia tidak bisa lagi berkata apa-apa kalau sudah mengenai istri dan anak-anaknya. Selama mereka bahagia melakukannya dan tidak akan melarang mereka selama itu tidak merugikan. Apalagi Indra sangat mengerti kalau istrinya ini sudah lama tidak bertemu dengan Tiara sudah pasti dirinya ingin menghabiskan waktu lebih banyak bersama dengan putrinya."Ayo silahkan masuk." Devan menpersilahkan tamu yang datang untuk masuk ke dalam rumah.''Terimaksih."''Aku tidak menyangkah kalau kamu akan datang selarut ini."''Maaf karena tidak menberikan kabar dan tiba-tiba datang kemari?''''Tidak masalah kami sangat senang jika kamu mau datang berkunjung.'' ''Siapa yang datang Nak?'' tanya Diana setelah melihat Devan kembali.''Iya Kak siapa yang datang?" Tiara juga ikut penasaran siapa yang berkunjug malam-malam begini.Devan hanya tersenyum tanpa menjawab apa pun. Tapi, saat seseorang muncul dari belakang Devan menbuat Diana dan Indra tersenyum lebar. Namun, lain halnya dengan Tiara dia sangat terkejut setelah melihat siapa yang datang? ''Bima ternyata kamu yang datang yah ... Mama pikir siapa." Diana dengan ramah menyapa menantunya yang pertama kali datang berkunjung setelah menikah dengan Tiara."Sini Bima, bergabung dengan kami." bukan hanya Diana yang bahagia dengan kedatangan menantunya. Namun, Indra juga terlihat bersemangat.''Iya
Saat Bima masuk ke dalam kamar Tiara. Bima terus Memperhatikan sekeliling kamar milik wanita yang telah dia nikahi. Bima juga melihat tempat tidur Tiara masih rapi tapi dia tidak mendapati wanita itu di sana, setelah melihat kesana kemari dia mendapati wanita berkulit putih itu tidur di dekat jendela, terdapat tempat tidur kecil di sana tapi terlihat sangat nyaman.Bima mengerti kalau Tiara menyiapkan tempat tidurnya untuk dia gunakan dan wanita itu lebih memilih untuk tidur di tempat yang kecil demi mementingkan dirinya. Bima berjalan mendekati istrinya yang sedang terlelap, dia bisa melihat bagaimana dia tidur dengan nyenyak di rumah kedua orang tuanya, selamah Tiara tinggal di rumahnya dia tidak pernah melihatnya tertidur seperti ini mungkin karena tempat tidur di rumahnya merasa tidak nyaman karena hanya beralaskan karpet tipis.Bima mengingat kembali bagaimana hubungannya dengan Tiara sebelum mereka menikah, karena memang niatnya untuk mendekati Tiara adalah sebuah rencananya ber
Saat dalam perjalanan menuju kantor Bima, tidak sengaja Tiara melihat seorang anak kecil yang sedang di pukuli oleh beberapa anak lain, karena tidak tega Tiara menepikan mobil lamborghini miliknya lalu turun dari mobilnya untuk menghampiri anak kecil yang sedang di pukuli itu.''Hei ... Apa yang kalian lakukan hentikan?'' teriak wanita itu segera berlari menghampiri anak kecil yang wajahnya sudah memiliki banyak lebam. Namun, yang tidak disadari oleh Tiara kalau dia sedang melakukan tugas yang di berikan oleh Bima, waktu sudah menghampiri satu jam waktu yang di berikan oleh pria itu untuk sampai ke kantornya secepat mungkin. Tapi, siapa sangka kalau dia harus menolong seorang anak kecil lebih dulu. ''Apa yang kalian lakukan? Mengapa kalin memukuli teman kalian sendiri." Tiara menarik tangan anak yang di pukuli ke dalam pelukanya lalu berjongkok menatap wajah anak itu yang penuh dengan memar bahkan di bawah mata anak itu sedikit berdarah.''Apa kamu tidak apa-apa?'' Tiara menghapus d
"Kakak, akan membawa kamu pulang ke rumah?kakak tidak bisa membiarkan kamu sendirian di jalanan apalagi teman kamu sangat nakal dia tega memukuli kamu." Yang ada jika Tiara membiarkannya disana mungkin saja anak ini akan dipukuli lagi dan lagi. Karena disana tidak ada yang mengawasi mereka. Meskipun mereka semua baik tapi kalau sudah kelaparan bisa saja mereka akan berbuat kasar dan merampas uang teman-temannya. "Tapi kak. Apa tidak masalah jika membawa aku pulang ke rumah kakak?" Baik terlihat ragu mana mungkin dia akan menyusahkan orang baik seperti wanita itu. Dia tidak ingin menyusahkan orang lain karena dirinya. "Enggak apa-apa dong nanti kakak yang ngurus itu ya. Yang penting kamu ikut sama kakak dulu." Tiara tidak mau tau dia harus membawa anak kecil itu ikut bersamanya terlalu bahaya jika membiarkan anak itu tetap dijalanan. "Makasih ya kak. Karena sudah baik sama Baim." Anak kecil itu sangat senang karena masih ada yang baik padanya. Setidaknya sekarang dia punya tempat tin
Tiara memohon di hadapan kedua orang tuanya agar mau menerima Baim tinggal di rumah mereka. Air mata menggenang di pelupuk matanya, menunjukkan betapa pentingnya hal ini baginya. Tak lama, Bibi Niam datang membawa Baim yang sudah bersih setelah dimandikan dan mengenakan pakaian baru yang rapi. Diana, yang melihat anak itu, langsung menyukainya. Baim tampak tampan dan berkulit putih. Bahkan, Diana bisa merasakan bahwa Baim adalah anak yang sabar dan tidak nakal. “Baim, sini duduk sama kakak,” Tiara melambaikan tangan, mengundang Baim untuk duduk di sampingnya. Dengan ragu, Baim berjalan mendekati Tiara dan duduk di sampingnya. Namun, ia terus menundukkan kepala. Diana dan Indra saling bertukar pandang, lalu mengangguk, seolah menyetujui kehadiran Baim. “Siapa nama kamu, nak?” tanya Diana untuk memulai percakapan. Baim mengangkat kepalanya, “Nama aku Baim.” “Baim, apa kamu mau tinggal di sini bareng kami?” tanya Diana lagi. Baim merasa bingung mendengar pertanyaan itu. Dia menatap
..sebuah gelas terbentur ke dinding karena di banting oleh seorang pria yang sangat marah karena miliknya telah di ganggu oleh orang yang tidak bertanggung jawab.'' bagaimana bisa kalian seceroboh itu, cari tau apa yang mereka inginkan sehingga mengancau di tempat yang tidak seharusnya mereka ganggu '''' baik pak, kami akan mencari tau apa yang sebenarnya terjadi ''pria lainya pergi dari ruangan itu kini hanya tersisa pria yang melemparkan gelas ke tembok tadi, namun dering telponya kini mengalihkan pikiranya yang kacau.*****( paman huhu... hihi...) suara tangis di sebrang telpon menbuat raut wajah louis yang semula dingin tak berperasaan berubah menjadi sosok pria yang jauh berbeda.'' lisa ada apa sayang kenapa kamu menangis '' louis begitu mencintai kepenokanya yang hanya semata wayang.( papa mengingkari janjinya, dia bilang seharian ini akan menghabiskan waktu bersama lisa namun nyatanya dia pergi ) lisa anak berumur enam tahun yang di tinggalkan oleh ibunya sejak lisa di
''Paman apa lisa tidak di sayang lagi sama papa '' Lisa tiba-tiba saja menberikan pertanyaan yang susah di jawab oleh Louis. Louis tahu tidak semudah anak seusia Lisa harus mengalami semua itu. Alex seharusnya bertanggung jawab atas segalanya. seharusnya seorang ayah tidak harus memikirkan masalahnya sendiri, tapi harus bertanggung jawab atas anaknya yang telah lagi ke dunia ini. saat ini mereka sedang berada di dalam mobil menuju salah satu taman bermain yang sering louis kunjungi bersma lisa, '' lisa, kenapa tiba-tiba menberikan pertanyaan seperti itu sama paman '''' paman lisa menyadari kalau papa selalu saja menghindari lisa dengan berbagai macam alasan '' lisa mengungkapakan apa yang di rasakan selama ini tentang alex yang selalu saja menghindari dirinya.'' lisa paman sangat mengerti dengan apa yang di rasakan oleh lisa, namun bisa saja papa lisa tidak berniat untuk menghindari lisa namung munking memang karena pekerjaan yang tidak bisa di tunda '''' paman apa bisa malan ini
Sepanjang perjalanan devan kembali dari kafe tempat pertemuan nya bersama dengn gibran, devan masih saja memilirkan semua perkataan gibran padanya.devan mengingat kembali kejadian di mana pertama kalinya dia bertemu dengan seseorang yang mengubah keseharinya menjadi lebih berwarnah.pov devan :enam yang tahun lalu devan berkuliah di salah satu universitas dan pada saat itu sudah menjadi semester terakhir devan di tahun itu, devan terkenal menjadi salah satu mahasiswa yang sangat terkenal bukan hanya ketampananya namun devan menjadi salah satu mahasiswa yang selalu mendapat prestasi tertinggi di masanya.banyak parah gadis yang selalu mengejar devan dan rata-rata mereka berasal dari kalanagan orang-orang yang kaya, namun tak satu dari mereka manpu mendapatkan hati seorang devan yang sangat terkenal cuek.hingga pada suatu hari semua itu berubah dengan masuknya salah satu mahasisiwi pindahan dari luar kota, gadis itu bernama anggita, anggita berhasil menbuat hati devan yang semulah cu
Devan sangat terkejut dan segera meninggalkan kantornya, dia tidak menyangkah kalau wanita yang tadi pagi hampir dirinya tabrak jatuh pingsan. Sebenarnya dia sudah menduganya kalau hal ini akan terjadi.Namun, wanita itu terlalu keras kepala dan memilih untuk kekampus dalam keadaan tidak sehat, untungnya tadi dia sempat memberikan kartu namanya kepada wanita itu. Devan menambah lajuh kendaraannya agar segera tiba dikampus diimana wanita itu berada.''Permisi, apa kalian tau dimana ruangan wanita yang jatuh pingsang tadi dimana dia sekarang?'' Devan telah tiba dikampus gadis itu dan menanyai beberapa mahasiswa yang kebetulan berpapasan denganya.''Oh, gadis yang tadi sepertinya dia berada diruangan dosen disebelah sana yang pintunya berwarna coklat, karena kami tadi sekelas jadi saya mengetahuinya.'' jawab seorang gadis yang memakai kacamata lensa.''Terimakasih.'' Devan segera berlari menuju ruangan yang ditunjuk oleh gadis berkacamata tadi.Devan hanya mengetuk pintu satu kali dan m
Saat mendengar kabar tentang Louis mereka semua terkejut dan panik, terutama Hana dia sangat syok sampai ingin jatu pingsan untungnya Axel ada dibelakanya sehingga bisa menhanya agar tidak terjatuh.''Suster, apa yang terjadi kepada anak kami?'' Axel mencoba untuk tenang.Jika mereka berdua sama-sama panik siapa yang akan menangani keadaan ini, Lisa juga sedang di rawat disini jadi sala satu dari mereka harus ada yang kuat.''Sayang, tenanglah ingat kalau Lisa masih dirawat disini.''''Aku, sangat takut kalau putra kita kenapa-napa. Louis, apa yang sebenarnya terjadi sama kamu nak?''''Padahal baru saja dia meninggalkaan ruangan ini dan kita sudah mendapatkan kabar buruk tentangnya''''Sayang, sabarlah Louis, pasti akan baik-aik saja dia anak yang kuat'' Axel terus saja menenankan istrinya yang terus menangis.''Ada apa?'' Lisa tiba-tiba terbangun mungkin karena mendengar suara Hana yang menangis.''Lisa?''''Kakek, apa yang terjadi kenapa Nenek, menangis seperti itu?'' dan benar saja
Tubuh Louis jatuh dengan darah yang mulai mengalir disekitarnya. Keempat pria tadi meninggalkan Louis yang sudah tergeletak diatas tanah. Louis masih sadar sehingga berusaha bangkit, akan tetapi tubuhnya terlalu lemah untuk bangun dari tanah. Dia masih tidak menyangkah kalau pria yang menusuknya tadi membawa pisau. "Tolong...?"Louis mencoba untuk teriak meminta tolong disisa tenaganya yang masih tersisa. "Tolong... Akh..."Namun, tak ada satupun yang mendengarkan teriakanya yang meminta tolong. Louis semakin lemah rasanya sudah tidak sanggup lagi untuk berteriak hingga kesadarannya mulai hilang dan pingsan. Namun, kebetulan salah satu mobil yang berada disamping mobilnya sang pemiliknya datang, saat akan hendak membuka pintu mobil matanya tertuju kepada Louis yang sudah tidak sadarkan diri. Karena sangat terkejut pria itu segera menghampiri tubuh Louis yang sudah bersimbah dara segar. "Pak, Pak bangun, Pak...?" Pria itu berusaha membangunkan Louis. "Huk... Huk...?" "Pak? Apa
"Apa maksudmu Bima?""Ibu, maafkan Bima.""Harusnya. Kamu biarkan saja wanita sialan itu disini, tidak perlu harus membawanya kerumah sakit?"Sintia sangat marah setelah mengetahui kalau semalam Bima membawa Tiara kerumah sakit, menurutnya itu tidak perlu dan terlalu berlebihan. "Ibu, jika sesuatu terjadi padanya karena kita tidak membawanya kerumah sakit, maka keluarganya akan menuntut kita." Bima tidak suka dengan perkataan ibu-nya yang menurutnya terlalu jahat. "Apa pun itu ibu, tidak suka,""Ibu. Aku malas berdebat dengan ibu, aku harus kekantor secepatnya." Bima sudah malas berdebat dan meninggalkan Sintia yang masih terus meneriaki-nya. "Bima. Ibu, belum selesai berbicara Bima,"Namun orang yang terus diteriaki namanya terus saja berlari menaiki tangga tanpa berbalik, sehingga membuat Sintia sangat kesal dia masih ingin memarahi Bima tetapi anak itu sudah malas mendengarkannya. "Wanita sialan itu telah mencuci otak anakku?" Sintia terus mengatai Tiara, "aku tidak akan membia
"Sepertinya Lisa, keracunan makanan sehingga menyebabkan muntah-muntah, apakah anda tidak memberikannya makanan yang membuatnya alergi?" Dokter itu mberitahukan tentang keadaan Lisa. Bisa saja anak kecil itu memiliki alergi atau memang keracunan makanan saat memakan sesuatu. "Kalau mengenai alergi sepertinya tidak Dokter, karena saya yang selalu memeriksa makanannya setiap akan makan di rumah!" "Kalau begitu bisa saja pada saat dia berada di sekolah?" "Tapi Dokter, kami selalu menyiapkan bekal untuknya. Lisa, sama sekali tidak membeli makanan tanpa pengawasan kami," Hana tau betul mengenai apa yang akan dimakan oleh cucunya karena dia sendiri turut memeriksa makanan yang akan dimakan atau di bawah bekal kesekolah. "Mungkin yang Anda katakan memang benar, tetapi kita tidak tau pada saat dia berada di luar jangkaun anda, bisa saja pada saat makan mereka saling berbagi makanan sesama teman?" "Atau bisa saja Lisa, sebelum makan tidak mencuci tangan atau banyak lagi kemungkinannya"
Bima segera membawa Tiara kerumah sakit? pria itu terlihat sangat terburu-buru menuruni tangga sambil menggendong wanita yang masih terlelap, tapi sesekali gadis yang menutup mata itu mengeluarkan suara erangan kecil. Bima segera memasukkan Tiara ke dalam mobil, tidak lupa dia juga menyelimutinya, lalu segera melajukan kendaraannya. "Huk, huk, huk," tiba-tiba Tiara terbatuk-batuk membuat Bima berbalik ke arahnya. Pria itu bisa melihat kalau wanita itu banyak mengeluarkan keringat. "Bersabarlah kita akan segera tiba di rumah sakit!" Pria itu terlihat sangatlah khawatir dan menambah laju kendaraannya. "Bima..." Tiara menggumamkan nama Bima. "Hm, ada apa?" Namun wanita di sampingnya itu masih terlelap, ternyata wanita itu hanya mengigau, Bima terus melihat ke arah Tiara, yang ternyata wanita itu masih beberapa kali menyebutkan namanya di dalam tidurnya. Segera tiba di rumah sakit. Pria itu segera membawa Tiara masuk kedalam rumah sakit, sambil teriak memanggil dokter dan suster un
Malam semakin larut. Banyak tamu undangan meninggalkan acara. Bima dan keluarganya juga bersiap pulang. Tiara mendekati ibunya, Diana, ingin menyampaikan sesuatu.Diana terlihat heran karena Tiara tiba-tiba menarik tangannya. "Ma, malam ini aku tidak pulang ke rumah Mama. Aku dan Bima akan kembali ke rumah mertuaku," kata Tiara."Bukankah kamu bilang akan pulang bersama Mama?" tanya Diana, sedikit bingung dengan keputusan putrinya. Siang tadi, Tiara mengatakan akan kembali ke rumah mertuanya dua hari lagi."Iya, Ma, tapi kami sudah seminggu di rumah Mama. Aku merasa tidak enak jika lebih lama lagi. Aku takut ibu mertuaku berpikir buruk tentangku," jelas Tiara. Ia takut Sintia, ibu mertuanya, semakin marah. Tiara lebih memilih mengalah untuk menghindari masalah lebih besar."Baiklah, Nak. Jika itu keputusanmu, Mama tak bisa berbuat apa-apa, meskipun Mama ingin kamu menginap lagi malam ini," kata Diana.Mereka berpisah di parkiran. Sepanjang perjalanan, Tiara diam, pikirannya kacau. Hat
Tibalah saatnya para tamu undangan dipersilakan untuk berdansa, meramaikan acara malam hari ini.“Kita persilakan Pak Bima Priawan, beserta istrinya untuk naik berdansa dengan para tamu undangan,” penyiar acara menyebut nama Bima dan Tiara.Tiara merasa sangat canggung setelah namanya disebutkan. Bukannya dirinya tidak ingin berdansa, namun bila harus bersama Bima, rasanya sangat canggung, apalagi di depan banyak orang. Jika hubungan mereka tidak bermasalah, maka tidak akan ada masalah jika harus berdansa bersama.Para tamu undangan bertepuk tangan, menyuruh Bima dan Tiara untuk naik berdansa. Musik yang indah sudah diputar, menantikan pasangan pada malam hari ini.Bima mendekati Tiara dan menyodorkan tangannya, agar gadis bergaun navi itu mau berdansa dengannya. Dia harus bisa menjaga citranya di depan banyak orang, agar dianggap sebagai suami yang romantis dan mencintai pasangannya.“Ayo, Tiara, naik sama Bima,” bisik Diana di telinga putrinya, menyuruhnya untuk berdansa bersama Bi
Malam itu, Louis memilih kembali ke apartemennya yang mewah di pusat kota. Kemewahan apartemen itu terasa hampa. Ia merasa sangat malas untuk pulang ke mansion keluarga besarnya di pinggiran kota. Pertengkaran terakhirnya dengan Alex, kakak tirinya yang selalu berseberangan pendapat dengannya, masih terasa menyengat di dadanya. Ia butuh ketenangan, jauh dari drama keluarga yang selalu mewarnai hidupnya. Ia ingin menghindari konfrontasi lebih lanjut, setidaknya untuk sementara waktu.Louis melepas dasinya yang terasa mencekik, melemparkannya asal ke sofa kulit berwarna krem. Ia berjalan menuju kamar mandi, niatnya untuk segera mandi dan melupakan segala kepenatan. Namun, sebelum tangannya menyentuh gagang pintu kamar mandi, ponselnya berdering, menghentikan langkahnya. Nama Rangga, sahabatnya sejak kecil, terpampang di layar."Ada apa kamu menghubungiku?" tanya Louis, suaranya terdengar sedikit lelah."Louis, aku ingin kamu menemani aku ke sebuah acara. Aku lagi malas jika ha