Tiga puluh enam tahun lalu.
Senja jingga terlihat indah, tapi tidak bagi Jagat.
Jagat, pria yang setahun lagi akan berusia empat puluh tahun itu berjalan dengan langkah lemas dan gontai.
Kesedihan tampak terlukis nyata di paras tirusnya. Tubuh kurus kekurangan gizi. Wajar karena dia bukan orang yang bisa menikmati hidup dalam kemewahan, sederhana pun tidak, cukup pun tak bisa. Semua serba kekurangan.
Kemiskinan yang dipunyai Jagat itu menjadikan dirinya hidup dalam kesendirian. Dia pernah menikah, tapi istri dan anak semata wayang telah pergi lebih dulu. Pergi tanpa pernah bisa kembali.
Wabah sakit yang membuat istri dan anak Jagat tak bisa lagi menikmati keindahan dunia. Tetapi itu mungkin jauh lebih baik bagi mereka, jika tidak bisa saja akan terlunta-lunta seperti yang dialami Jagat saat ini.
Karena tak sanggup bayar hutang setinggi gunung, Jagat terusir dari gubuknya. Tak ada barang yang bisa dibawa, kecuali baju yang melekat di badan.
Ini hari ketiga Jagat terusir dan hidup seperti pengemis yang mengais makan dari tempat sampah dan berharap simpati orang lain. Tidurnya di sembarang tempat, begitu juga hajat besar maupun kecil. Dia pun tak bisa mandi. Sekali-kalinya mandi baru tadi pagi di sungai tanpa sabun.
Sore ini Jagat belum lagi merasakan makanan masuk ke perut. Hanya tadi pagi, dia beruntung bisa makan tiga pisang goreng yang diberikan orang lewat.
Di bawah pohon beringin tua yang sedikit jauh dari jalan raya, Jagat berhenti dan duduk di atas akar yang tumbuh di luar tanah.
"Oh, kenapa nasibku begitu buruk? Kemana Tuhan itu?" keluh Jagat sedih.
Jagat hela nafas, dia tatap langit sore yang sebentar lagi akan berganti gelapnya malam. Tetapi karena saat ini warna jingga mendominasi, gelap malam belum kunjung datang. Bahkan saat azan maghrib terdengar, malam belum mau turun.
"Sudah maghrib, apa aku cari mesjid atau musholla dan berdoa meminta keadilan dunia pada Tuhan?" tanya Jagat pada dirinya sendiri.
"Ah, tidak. Doaku tak akan terkabul dengan cepat. Tak akan mungkin minta emas dan emas itu datang selepas doa selesai," lirih Jagat.
Jagat hela nafas berat.
"Aku butuh cara yang cepat! Aku butuh uang untuk makan, harta yang banyak dan apapun itu agar bisa nikmati surga dunia. Telah terlalu lama diri ini hidup dalam kemiskinan dan penghinaan. Tak pernah terlintas di benakku dan bercita-cita jadi pengemis, tapi lihat sekarang! Aku layaknya pengemis, orang gila!" Jagat geleng kepala dan terlihat ada rinai air mata meluruh jatuh basahi pipinya.
Plok.
Jagat terkejut. Di dekatnya ada jatuh uang koin emas model kuno.
Tertarik dan merasa dapat durian runtuh, Jagat buru-buru mengambil koin emas. Tapi yang terjadi.
Bruk.
Jagat terpental dan jatuh seperti nangka busuk ke atas tanah.
Ada tenaga besar dari koin yang menolak disentuh tangan kotor Jagat, yang terjadi Jagat terpental ke belakang.
"Ah, sudahlah! Bahkan apa yang aku anggap akan jadi rejeki nomplok, malah menjadi kesialan!" keluh Jagat putus asa.
Jagat merasa tubuhnya sakit ketika terpental tadi.
"Mati, matilah saja diriku ini!" Jagat baringkan tubuhnya di atas tanah.
Jagat menutup mata, berharap malaikat maut membangunkan dan menyeretnya untuk berkumpul dengan anak dan istri yang telah pergi lebih dulu.
Plok.
Jagat mengeluh lagi, karena perutnya baru saja kejatuhan sesuatu. Saat kedua mata terbuka, di atas perut ada mutiara bersinar terang.
Tapi Jagat tak merasa senang, dia malah ketakutan dan berusaha singkirkan mutiara dari atas perut. Hanya saja usahanya sia-sia karena dari dalam mutiara keluar hawa dingin menusuk tulang.
Tubuh Jagat yang lemah tak dapat menahan siksa yang datang dari mutiara sebesar kelereng. Hawa dingin yang menyerang seakan membuat jantung membeku dan tak lama dia tertidur seperti orang mati.
Paras Jagat membiru dan tubuhnya seakan diselimuti bunga es.
Tanpa Jagat tahu, di samping kanannya di dekat pohon beringin yang lain, ada batu nisan tua yang dipenuhi lumut.
*
"Dimana aku?" tanya Jagat begitu terbangun.
Jagat pantas bertanya-tanya karena dia berada di atas ranjang yang empuk dengan bau bunga melati yang kuat. Warna putih di dalam kamar menambah kesan kuno dari barang-barang yang ada di kamar lebih terlihat.
Di dalam kamar dipenuhi beraneka rupa barang yang terbuat dari kayu jati dengan ornamen ukiran kepala, wajah dan tubuh setan dalam berbagai pose.
Di dinding kamar ada cermin terpasang seukuran orang dewasa. Bingkai kaca itu satu-satunya yang memiliki ukiran berbeda. Ukiran akar rambat. Tetapi bukan itu yang membuat Jagat beranjak menuju cermin.
Di dalam cermin, Jagat melihat ada bayangan hitam berada di dalamnya. Karena penasaran, dia pun mendatangi cermin.
"Berhenti di sana!"
Jagat kaget karena dari dalam cermin keluar suara. Setelah dia pertegas, bayangan hitam itu perlahan-lahan berubah wujud dan tampakkan wajah aslinya.
Di dalam cermin, ada seorang pria berwajah hitam pekat dengan mahkota di atas kepala. Tetapi ketika Jagat perhatikan lebih jauh, warna hitam yang ada di wajah pria di dalam cermin itu bukan warna kulit, tapi bulu-bulu halus.
Pria itu memakai jubah berwarna ungu dengan lis emas.
"Berlutut!"
Jagat kerutkan kening.
"Kalau kamu tak mau berlutut, maka lupakan saja keinginan hidup kaya raya, awet muda dan bahkan abadi!"
Jagat berseru tertahan. Tak lama tanpa pikir panjang, dia berlutut di depan cermin.
"Hahaha, bagus! Sebutkan namamu!"
"Aku Jagat," jawab Jagat.
"Salah! Katakan duhai rajaku di belakang katamu. Ulangi!"
Jagat bingung. Dia meragu.
Pria yang ada di cermin mengerti keraguan Jagat.
"Dengar, namaku Ra Kala, aku salah satu raja jin yang bisa memberikan apa yang kamu mau, tanpa harus bersusah payah dan tak perlu berdoa sampai air mata terkuras habis. Syaratnya, kamu harus ikuti kemauanku. Itu saja. Harta kekayaan berlimpah ruah dan kemungkinan hidup abadi, tak bisa mati akan menjadi hak-mu."
Jagat berseru girang.
"Namaku Jagat, duhai rajaku!" seru Jagat cepat.
"Hahaha, aku senang mempunyai hamba sepertimu. Nah, Jagat... berdiri dan ambil pisau yang ada di atas meja. Lukai jari telunjuk kananmu, teteskan darahnya ke dalam mangkuk, lalu berikan padaku!"
Jagat berdiri, lalu menengok ke sisi kiri tubuhnya. Ada meja di sana dan dia ingat di atas meja itu tadi hanya ada dua patung setan kecil. Tapi sekarang di tengah patung ada satu mangkuk kecil dan juga pisau bermata tajam.
Tetapi Jagat tak pedulikan itu. Yang dia mau hanya ingin berkerja cepat menumpahkan darah ke dalan mangkuk. Sajikan pada Ra Kala.
Rasa putus asa Jagat yang menebal karena kehidupan yang selalu tersingkirkan, membuat dia gelap mata dan mau menerima tawaran raja Ra Kala. Sesuai janji bersedia memberikan kemudahan dalam arungi hidup. Terutama godaan kehidupan abadi yang terbesar.
Tanpa ragu dan menahan rasa sakit akibat luka di telunjuknya, Jagat biarkan setetes demi setetes darah memenuhi mangkuk. Sementara pisau yang baru saja digunakan telah terletak di tempat semula.
Baru tiga belas tetes darah Jagat menyentuh badan mangkuk, suara Ra Kala terdengar keras.
"Cukup, bawa ke sini mangkuk itu!"
Jagat ambil mangkuk dan setapak demi setapak, dia berjalan ke arah cermin.
"Dekatkan padaku!"
Jagat ulurkan tangannya mendekati badan cermin.
"Berhenti!"
Jagat tahan tangannya kurang lebih seruas jari jaraknya dari cermin.
Ra Kala anggukkan kepala. Dia tampak puas dengan sajian Jagat. Tak lama ada keajaiban di depan Jagat.
Jagat berseru takjub, matanya terbelalak lebar melihat tetesan darah dari dalam mangkuk naik ke atas dan masuk ke dalam mulut Ra Kala.
"Darahmu tak terlalu manis, tapi ini aku suka. Karena dengan rasa ini, pahit dan getir hidupmu bagiku sebuah semangat untuk jadi rajamu. Nah, dengan ini aku nyatakan dirimu resmi menjadi hambaku. Jika kamu dapat lakukan tugas dengan baik, semua kebutuhan akan terpenuhi."
"Aku berjanji setia!" seru Jagat.
Hari ini.Minggu pagi yang cerah dilewati Dendi dengan berbincang santai bersama Wini, istrinya yang cantik dan bahkan menjadi salah satu mama muda tercantik di tempat mereka tinggal.Dewo anak mereka sedang diajak jogging pagi oleh Winda, adik dari Wini yang jauh lebih cantik karena usia muda dan status gadisnya yang belum berganti."Ni, berapa usia Winda saat ini?" tanya Dendi membuka percakapan."Tinggal dikurangi lima saja dari usiaku, Mas," jawab Wini."Oh, dua puluh empat. Hmmm, apa dia tak mau menikah? Usianya kan sudah cukup matang, tuh!""Winda kayaknya gak ada tuh cita-cita mau jadi perawan tua, Mas. Tapi sampai saat ini
Tiga puluh enam tahun lalu.Jagat duduk bersila dengan kepala menunduk khidmat di depan Ra Kala yang berada di dalam cermin.Jagat menunggu titah Ra Kala agar dia dapat hadiah yang dijanjikan Ra Kala, jika berhasil laksanakan tugas yang diberikan."Catat dalam hatimu. Apa kamu siap?""Daulat rajaku, aku siap!" ucap Jagat layaknya seorang hamba sahaya."Tugas pertamamu, yaitu nikahi gadis perawan sebanyak tiga belas perawan dalam selang waktu tiga tahun sekali, mengerti!""Ya, rajaku," jawab Jagat yang senang karena tugas yang diberikan itu bukan tugas sulit."Tetapi kamu
Sebulan sejak pertemuan Jagat dan Ra Kala di alam mimpi pun berlalu.Jagat telah kembali ke desa tempat masa kecilnya, tapi bukan ke gubuk yang lama. Tidak, dia kini tinggal di rumah besar yang dibangun belum lama, jadi masih terlihat baru dan juga yang paling besar. Gubuknya yang lama masih ada dan itu berada di samping rumah, tetap dibiarkan utuh sebagai kenangan.Jagat pun menjelma menjadi orang kaya baru di desa Sindang Sari, desa kecil yang terletak di bawah kaki gunung Karang. Desa yang sejatinya cukup terpencil itu, kini menjadi desa yang menjadi buah bibir penduduk desa lain, karena pernikahan Jagat yang kedua digelar besar-besaran dan turut mengundang siapa saja yang mau hadir.Memang hanya sehari saja pesta itu digelar, tapi sebelum pesta nikah digelar, Jagat telah buat pesta yang lain, pesta penyambuta
Ini hari kedua Cici menjadi istri Jagat. Selepas malam pertama, pandangan Cici terhadap Jagat berubah.Cici yang tadinya takut pada Jagat, berbalik menjadi sayang dan tak mau lepas dari suaminya itu. Semua berawal dari malam pertama yang penuh kesan lembut dan romantis, membuat bunga cinta Cici tumbuh mekar dengan cepat.Lalu saat terbangun dari tidurnya, sebuah hadiah kalung bermata merah terang membuat Cici bahagia, selain kalung ada setangkai bunga mawar merah untuknya.Tetapi Cici tak temukan Jagat di sisinya. Di bagian rumah yang lain pun tak ada.Kemana perginya Jagat?Pagi itu, di kebun belakang rumah Jagat.Jagat dud
Hari ini.Gadis yang memakai baju olahraga tangan panjang dan celana training panjang itu baru keluar dari dalam tenda tukang bubur ayam.Di leher gadis yang cantik itu ada handuk kecil berwarna biru yang senada dengan warna celana.Kulit putih gadis itu terlihat bercahaya, terutama parasnya yang menjadi penarik pertama sukma mereka para pria hidung belang maupun tidak.Gadis itu Winda, yang baru saja selesai sarapan pagi semangkuk bubur ayam bersama Dewo yang sedang berdiri di gerobak penjual susu kedelai.Satu setengah jam sebelumnya, Winda ajak Dewo joging pagi. Joging sih cuma butuh waktu sebentar, sekitar dua puluh menit berlari dari rumah menuju taman kompleks perumahan. Tetapi yang lama itu menunggu Dewo asyik bermain aneka macam permainan di taman, seperti perosotan, ayunan dan lainnya.Baru setelah merasa bosan, Dewo yang lapar ajak Winda makan bubur ayam.Walau harus keluar duit buat keponakannya itu, tapi Winda senang darip
"Oya, Mas. Sebaiknya lupakan saja niat Mas untuk cari jodoh buatku. Bukan aku tak suka Mas ikut campur, maaf saja... aku mau cari sendiri. Kecuali aku sendiri yang minta tolong pada Mas," ucap Winda yang masih panas hatinya.Dendi memerah wajahnya.Wini yang duduk di sebelah Dendi, cepat genggam tangan suaminya itu."Win... Kakak bisa mengerti jika kamu menolak. Mungkin cara penyampaian kami yang kurang berkenan untukmu. Mungkin juga kami datang di saat waktu yang tepat. Tapi percayalah, maksud kami baik. Jadi tolong jangan salah paham. Mas Dendi tak bermaksud jahat, dia ingin lihat kamu bahagia. Itu saja tujuan kami," ucap Wini tenang."Kak Ni, aku mengerti. Mas Dendi tak ada niat jahat padaku. Ya, sudahlah. Aku minta maaf pada kalian berdua. Mungkin ada ucapan kasarku yang buat salah satu di antara kalian sakit hati." Winda tatap Dendi.Dendi mendengus. Dia tetap tak terima dengan cara minta maaf Winda. Namun setelah dia berpikir lebih jauh
Gadis itu teringat kejadian beberapa waktu lalu. Dia kabur dari Riga, kekasih hatinya hanya karena masalah sepele.Mereka bertengkar hanya karena Riga tak mau menemaninya melihat-lihat baju di kaki lima di salah satu sudut taman tempat mereka berolahraga. Ada yang mau dia beli.Gadis itu Della adanya.Della yang ngambek meninggalkan Riga yang mengantri membayar makanan nasi pecel yang baru mereka makan.Kepergian Della bukan tak dilihat Riga. Hanya karena dia belum membayar, maka dia harus bersabar sebelum bisa kejar Della.Namun saat Riga selesai membayar, bayangan Della lenyap.Riga bingung. Karena itu dia berdiri di depan persimpangan dengan pikiran kalut. Apa Della ambil jalan kanan menuju tempat pedagang kaki lima diijinkan gelar dagangan setiap hari minggu pagi? Apa ke berbelok ke kiri menuju gerbang taman untuk pulang.Della yang ambil jalan kiri berharap Riga susul dirinya untuk merayu dan ajak dia kembali melihat lapak pedaga
Della tak seharusnya tak mati, itu yang ada di pikiran dan hati Jagat.Kini mayat Della ada di depan mata Jagat, terbungkus kain sprei, tergeletak di atas tanah di halaman belakang."Ra Kala, aku malas untuk menggali tanah. Aku lelah. Ini tugasmu untuk hilangkan jejak. Jika tak mau, akhiri saja ini semua!"Jagat tak menunggu, dia balik badan dan menggeser kakinya maju untuk segera berdiri di depan pintu belakang. Gendang telinganya tersentuh halus suara api membakar.Tetapi Jagat sama sekali tak tertarik, dia sentuh gagang pintu, membelai sekali, lalu ditekan dan daun pintu terbuka.Dengan dua kali langkah kaki, Jagat telah berada di dalam rumah bagian belakang dengan tinggalkan suara berdebam pintu yang dibantingnya.Jagat tinggalkan mayat Della yang terbakar di halaman belakang.Ra Kala telah bantu Jagat, suatu hal yang sering dilakukan olehnya demi kepentingan Jagat dan dirinya sendiri.Belum waktunya. Belum waktunya untuk a
"Loh, memangnya kenapa sama Della? Kok, lo terlihat cemas gitu?" tanya Nusi, lalu anggukkan kepala pada Winda yang berdiri di belakang Riga."Della belum pulang Bang," jawab Riga cepat."Kok, bisa?" Nusi kaget.Winda ambil alih, sebisanya dia jelaskan kronologi awal pada Nusi. Mengenai pertengkaran Riga dan Della. Diakhiri dengan cerita sampai sekarang Della belum pulang."Oh, aneh kalau gitu!" seru Nusi."Jelasin, Bang!" pinta Riga cemas."Tadi gue lihat Della keluar dari taman dengan wajah merah. Kayaknya lagi kesal dia, sampai gak lihat ada mobil lewat. Kena keserempet, terus pemilik mobil keluar. Della diajak pergi ke klinik. Eh, klinik apa gak, gue gak tahu pasti sih. Cuma yang gue lihat Della ya masuk itu mobil," jelas Nusi."Bang, lo kan keamanan taman. Masa iya, lo gak tahan dulu itu orang, tanya-tanya gitu dimana rumah orang itu, jaga-jaga kalau ada apa-apa sama Della," ucap Riga nyaris tanpa jeda."Lo ny
"Eh, tunggu. Tadi lo bilang Della keserempet mobil?" tanya Winda."Perasaan gue gak bilang Della, deh. Tapi ada cewek yang keserempet mobil.""Tapi kok gue curiga Della yang keserempet itu mobil," ucap Winda yakin."Serius lo?" Riga tampak berubah roman wajahnya."Kalau serius apa gak, bisa kita coba cari tahu!""Caranya?""Ya, bertanya Riga. Kan di dekat kejadian itu ada banyak orang. Salah satunya bisa aja kenal sama sosok Della," jelas Winda."Oh, iya. Cukup banyak yang kenal sama gue dan Della. Terutama petugas keamanan taman. Kan gue ke sana gak cuma hari minggu pas olahraga aja.""Kita balik ke taman, cari tahu!" ajak Winda.Riga tumbuh semangatnya. Walau belum tentu akan tahu keberadaan Della, tapi dengan petunjuk kecil yang didapat, dimana Della berada bisa saja diketahui."Ayo, berangkat!" ajak Riga.Baru saja keduanya beranjak berdiri, Wirahadi keluar dari dalam rumah."Loh, pada mau kemana
Eman berhenti berlari.Tempat yang dipilih Eman itu jauh dari keramaian, di sebuah lahan yang banyak ditumbuhi pohon bambu.Eman yakin di sini lokasi yang tepat untuk mengubur Jagat yang dikenalnya sebagai Jarot, pria yang diyakini pula penyebab kematian tak wajar Ayuni.Bagi Eman, persetan dengan perkiraan banyak orang yang percaya Ayuni hembuskan nafas terakhir karena sakit. Karena tak ada tanda-tanda bekas luka di tubuh Ayuni secara kasat mata. Namun Eman melihat dengan mata lain, mata batinnya yang terasah sekian lama.Eman bukan pria baik di masa mudanya, bahkan di hari tua pun tidak, sampai hidayah datang padanya dan menjadikan dirinya melangkah di jalan tobat. Salah satunya berkat Ayuni yang semasa hidup mau dekat dan peduli padanya.Kini Ayuni telah pergi lebih dulu dengan cara yang tragis. Kematian Ayuni karena tangan jahat suaminya Jarot alias Jagat."Katakan apa maumu?" tanya Jagat yang sudah ikut berhenti."Aku mau n
"Eh, tunggu. Tadi lo bilang Della keserempet mobil?" tanya Winda. "Perasaan gue gak bilang Della, deh. Tapi ada cewek yang keserempet mobil." "Tapi kok gue curiga Della yang keserempet itu mobil," ucap Winda yakin. "Serius lo?" Riga tampak berubah roman wajahnya. "Kalau serius apa gak, bisa kita coba cari tahu!" "Caranya?" "Ya, bertanya Riga. Kan di dekat kejadian itu ada banyak orang. Salah satunya bisa aja kenal sama sosok Della," jelas Winda. "Oh, iya. Cukup banyak yang kenal sama gue dan Della. Terutama petugas keamanan taman. Kan gue ke sana gak cuma hari minggu pas olahraga aja." "Kita balik ke taman, cari tahu!" ajak Winda. Riga tumbuh semangatnya. Walau belum tentu akan tahu keberadaan Della, tapi dengan petunjuk kecil yang didapat, dimana Della berada bisa saja diketahui. "Ayo, berangkat!" ajak Riga. Baru saja keduanya beranjak berdiri, Wirahadi keluar dari dalam rumah. "Loh, pad
Eman berhenti berlari. Tempat yang dipilih Eman itu jauh dari keramaian, di sebuah lahan yang banyak ditumbuhi pohon bambu. Eman yakin di sini lokasi yang tepat untuk mengubur Jagat yang dikenalnya sebagai Jarot, pria yang diyakini pula penyebab kematian tak wajar Ayuni. Bagi Eman, persetan dengan perkiraan banyak orang yang percaya Ayuni hembuskan nafas terakhir karena sakit. Karena tak ada tanda-tanda bekas luka di tubuh Ayuni secara kasat mata. Namun Eman melihat dengan mata lain, mata batinnya yang terasah sekian lama. Eman bukan pria baik di masa mudanya, bahkan di hari tua pun tidak, sampai hidayah datang padanya dan menjadikan dirinya melangkah di jalan tobat. Salah satunya berkat Ayuni yang semasa hidup mau dekat dan peduli padanya. Kini Ayuni telah pergi lebih dulu dengan cara yang tragis. Kematian Ayuni karena tangan jahat suaminya Jarot alias Jagat. "Katakan apa maumu?" tanya Jagat yang sudah ikut berhenti. "Ak
"Rajaku Ra Kala." Jagat melihat ke sekeliling.Tepat di cermin kecil yang tergantung di pintu dalam, Jagat melihat bayangan hitam.Dengan langkah ringan, Jagat datangi cermin."Siapa tadi yang baru datang?""Eman, Paman dari Ayuni.""Mau apa dia ke sini?""Ampun rajaku, dia ingin ingatkan aku agar tak menyakiti Ayuni.""Hahaha, peringatan kosong!""Tapi....""Apa kamu ragu padaku? Aku akan buat dia menyusul Ayuni. Itu tergantung pada apa dirimu punya nyali atau tidak!""Apa artinya rajaku?""Sama seperti Ayuni, kamu harus bunuh dia! Habisi Eman, ambil jiwanya, makan hatinya. Jika kamu bisa lakukan itu, kamu akan dapatkan kekuatan lebih dan aku akan lebih kuat pula. Cukup itu yang kamu ketahui. Nah, sekarang aku pinjam tubuhmu untuk aku bertemu bidadari Ayuni, bersamanya aku ingin mendaki ke atas puncak berkali-kali. Hahaha.""Rajaku, apa tak bisa nanti saja?" tanya Jagat menawar.
Waktu merangkak pelan tapi pasti. Tak terasa hari ini menjadi hari ketujuh bagi Jagat yang memakai identitas Jarot, hidup bersama Ayuni.Ayuni merasa bahagia dan senang bisa menjadi istri Jagat alias Jarot, dia bukan mengejar harta seperti yang dirumorkan tetangganya.Cinta Ayuni besar pada Jarot alias Jagat itu. Karena seleranya beda, Ayuni menyukai pria dewasa yang usianya belasan tahun darinya. Jarot memenuhi kriteria pasangan idaman yang Ayuni impikan. Selain jauh lebih dewasa, status duda yang dimiliki Jarot menjadi nilai lebih di mata Ayuni.Walau selama malam datang Ayuni sedikit merasa takut akan kebuasan Jarot di atas ranjang, tapi tak mengurangi kasih sayangnya. Malah ada rasa ketagihan yang ingin terus diulang dan diulang Ayuni, yang dalam hatinya berharap malam tak cepat berakhir.Lelah pasti, tapi setiap bangun Ayuni malah merasakan dirinya jauh bertambah segar.Seperti di pagi terakhir ini.Ayuni yang hampir semalaman ber
"Pelet? Mamang terlalu berperasaan buruk. Ayuni mencintaiku tanpa paksaan. Oh, aku tahu, apa Mamang mencari uangku? Kalau iya, berapa yang Mamang butuh?" sindir Jagat. "Jarot jaga ucapanmu! Uang, aku tak munafik. Aku butuh uang untuk bertahan hidup. Tapi bukan uang darimu. Ayuni itu keponakan paling kusayang. Kalau ada apa-apa dengan dirinya, aku akan kejar dirimu. Sampai ke lubang terkecil sekalipun, aku akan dapatkan kamu!" Eman mengancam. "Apa Mamang tak sadar? Aku dan Ayuni saling menyayangi. Kami terikat takdir sebagai suami - istri. Tenang saja, tak akan ada yang terjadi pada Ayuni. Kalau ada hal buruk menimpanya, aku akan cari Mamang!" gantian Jagat yang mengancam. "Kamu mengancamku?" Eman naikkan kepalanya. "Sama-sama. Mamang juga mengancamku. Dalam hidup ini, aku tak mau mencari musuh. Tapi kalau musuh datang mencariku, aku tak takut!" Jagat berdiri. Eman ikut berdiri. Mata mereka berdua keluarkan hawa permusuhan luar biasa. Ber
Della tak seharusnya tak mati, itu yang ada di pikiran dan hati Jagat.Kini mayat Della ada di depan mata Jagat, terbungkus kain sprei, tergeletak di atas tanah di halaman belakang."Ra Kala, aku malas untuk menggali tanah. Aku lelah. Ini tugasmu untuk hilangkan jejak. Jika tak mau, akhiri saja ini semua!"Jagat tak menunggu, dia balik badan dan menggeser kakinya maju untuk segera berdiri di depan pintu belakang. Gendang telinganya tersentuh halus suara api membakar.Tetapi Jagat sama sekali tak tertarik, dia sentuh gagang pintu, membelai sekali, lalu ditekan dan daun pintu terbuka.Dengan dua kali langkah kaki, Jagat telah berada di dalam rumah bagian belakang dengan tinggalkan suara berdebam pintu yang dibantingnya.Jagat tinggalkan mayat Della yang terbakar di halaman belakang.Ra Kala telah bantu Jagat, suatu hal yang sering dilakukan olehnya demi kepentingan Jagat dan dirinya sendiri.Belum waktunya. Belum waktunya untuk a