Slapph..!! Wessh..!Sosok Ki Taksaka melesat cepat laksana terbang, menuju ke arah wilayah Larantuka. Sosoknya lenyap diselimuti awan hitam pekat.Orang-orang yang kebetulan tengah memandang ke angkasa, hanya akan melihat sebuah awan hitam kecil yang tengah bergerak dengan cepatnya.Markas sekte Elang Harimau saat itu tengah tenggelam dalam suasana semarak dan meriah. Area markas bahkan tak sanggup menampung para tamu, yang datang dari berbagai sekte maupun para pendekar non sekte.Ya, saat itu sekte Elang Harimau memang tengah menggelar pesta pengangkatan ketua sekte mereka yang baru, Arya Pranala!Sejak kemarin telah terjadi tekanan dari Eyang Balatapa dan juga Arya sendiri pada Eyang Gentaloka. Keduanya menghendaki tampuk pimpinan sekte dan pergerakkan berada di bawah kendali Arya.Tentu saja Eyang Gentaloka tak berkutik terhadap sosok bekas muridnya si Arya itu, yang kemampuannya kini telah 'menjulang tinggi' jauh melampauinya. Ditambah lagi dengan keberadaan sosok Eyang Balatapa
Spraattzzhks..!!! Cletaarrzzttskh..!!Muncul cahaya biru yang menguar terang menyilaukan, menembus pusat pusaran awan hitam raksasa. Diiringi suara lecutan dahsyat berpower luar biasa.Ya, semua mata orang-orang menyaksikan bagaimana badai pusaran awan hitam sampai terbelah dan tersibak dengan cahaya biru keemasan, akibat lecutan maha dahsyat dari mata 'Cambuk Guntur Samudera'.Bagaikan seekor Naga yang meliuk-liuk di angkasa, seraya melecut-lecutkan mata cambuknya yang diselimuti cahaya biru keemasan. Dengan diiringi suara ledakkan-ledakkan keras dari lecutannya, 'Cambuk Guntur Samudera' pun turun melesat ke arah Arya.'Ahhh! Pantas saja dia berani kurang ajar padaku! Rupanya power dan pusakanya sungguh lebih mengerikkan dibanding milikku! Baiklah, lebih baik aku mengalah saat ini!' seru bathin Ki Taksaka geram.Blaashp..!Ki Taksaka lepaskan Ki Klabang Neroko, seketika keris pusaka itu pun lenyap dari pandangan. Secara berangsur-angsur badai pusaran awan hitam yang dibentuknya mengh
"Baik Mas Jalu, Kirana akan awasi dari sini."Blaph!Jalu langsung lenyap dari sisi Kirana, sukma raganya langsung masuk ke dalam ruangan barak besar di sebelah utara markas itu.'Hmm. Luar biasa! Tak salah dugaanku rupanya', gumam bathin Jalu, saat melihat isi dari ruangan dalam barak itu.Ternyata di dalam bangunan itu penuh dengan persenjataan dan alat-alat perang. Jalu melihat ada ribuan busur panah, keris sunggingan, tombak panjang pendek, pedang panjang pendek, Gada besi dan perunggu, cambuk bermata pisau kecil, Perisai kayu dan besi (kawaca), Gandi (sejenis kapak), pisau besar kecil, tongkat kayu dan besi, serta tumpukkan tali besar yang biasa digunakan untuk menjerat lawan.'Senjata yang sangat melimpah!' bathin Jalu terkejut. Tentunya di butuhkan dana yang sangat besar, untuk mendapatkan semua senjata-senjata itu, pikir Jalu.Namun Jalu menduga sang Adipati Larantukalah pihak yang paling berkepentingan mendukung pergerakkan Eyang Gentaloka itu.Karenanya Jalu tak heran, jika
Blaphh..!Seketika Ki Antapani, Restu, dan Resti, lenyap dari tempatnya."Mereka sudah tiba di markas sekte Pallawa saat ini Kirana. Sebaiknya kita pindah dan beristirahat di bekas rumahku saja," ujar Jalu pada Kirana."Baik Mas Jalu."Akhirnya mereka menghampiri tempat Wali berada, di sebuah semak yang cukup tinggi. Ya, Wali memang susah untuk terbang di malam hari.Blaph..!Dan malam itu mereka beristirahat di bekas kediaman Jalu di desa Trowulan. *** Sementara di markas sekte Elang Harimau.Nampak Arya yang tengah duduk di kursi kehormatan ketua sekte memasang wajah penuh amarah. Bagaimana tidak?!Ya, Arya baru saja mendapat laporan dari seorang utusan, tentang hancur leburnya gudang logistik persenjataan pasukkan sekte gabungan Elang Harimau di hutan Rancamaya.Tentu saja tidak hanya Arya yang merasa marah, penasaran setengah mati, serta bertanya-tanya atas kejadian itu. Bahkan semua para pimpinan sekte yang berada di markas sekte Elang Harimau juga sangat marah, dan mendendam p
'Hmm. Itu dia!' seru gembira bathin Dipa, saat melihat Kirana ternyata masih berada di salah satu lapak pedagang bumbu dan sayur di pasar itu.Dipa segera menjaga jaraknya agar pengintaiannya tak di sadari oleh Kirana. Sementara Kirana sendiri memang tak begitu peduli dengan pandangan para lelaki di pasar itu, yang seolah menelusuri lekuk tubuhnya yang memang indah menawan.Ya, bagi Kirana hal itu sudah biasa di alaminya, bila ia sedang berada di keramaian.'Sepertinya semua sudah kubeli, kini saatnya pulang. Kasihan Mas Jalu pasti kelaparan karena kelelahan membersihkan rumahnya', pikir Kirana. Segera saja Kirana bergegas kembali ke rumah tua Jalu, senyumnya nampak tak pernah hilang dari wajahnya.Ya, kenangan perjalanannya bersama Jalu, sungguh membuat Kirana merasa telah menjadi wanita seutuhnya. Sebuah bayangan olah asmara yang memuaskan semalam pun melintas di benaknya. Semalam memang mereka sempat bercinta di rumah Jalu. 'Kau memang perkasa Mas Jalu. Kirana bahagia hidup bersam
Wukkhh!Ayunan tongkat Dipa menderu dahsyat ke arah kepala Jalu. Nampak sekali ayunan itu dilambari dengan tenaga dalam yang cukup tinggi.Ya, Dipa yang masih menganggap remeh Jalu memang hanya kerahkan sebagian saja powernya dalam serangan itu.Sementara Jalu tampak tenang tak bergeming. Namun sesaat sebelum tongkat itu menyentuh kepalanya, Jalu jentikkan jari telunjuknya ke arah pangkal lengan Dipa, selarik angin tajam membersit secepat kilat.Stagkh!"Argghks!" Dipa sontak berteriak kesakitan, seraya terhuyung mundur dengan lengan membalik ke belakang. Serangan tongkat Dipa pun gagal total."Keparat! Siapa kau sebenarnya?!" Dipa memaki, seraya bertanya kaget. Matanya baru terbuka kini, bahwa pemuda yang tampak sederhana di hadapannya itu bukanlah orang sembarangan."Apakah kau lupa dengan anak yang dulu kau aniaya bersama temanmu Arya di pasar Trowulan, Dipa? Akulah anak yang mau menjual ayam itu..?!" sahut Jalu tersenyum dingin."Hahh! K-kau anak yang gembel itukah?!" sentak Dipa
"Hahahaaa! Aku menemukanmu, aku menemukanmu lagi! Saatnya kita minum bersama, pemuda gagah!" seru tergelak sosok sepuh berkain putih. Dia pun mendarat di dekat bumi berlubang yang baru dipukulnya tadi."Hhh! Eyang sepuh Bardasena memang keterlaluan bercandanya!" seru Jalu seraya menghela nafas kesal. Dia pun membawa Kirana kembali turun ke bumi. Jalu agak kesal dengan cara paman guru Eyang Cakradewa itu bercanda."Hihihii! Namanya juga sepuh sudah agak pikun Mas Jalu," sahut Kirana tertawa geli."Hahaa..! Pemuda gagah! Kemarilah ... kemarilah, aku membawa arak bagus untuk kita berdua!" seru Eyang Bardasena, seraya berjingkrakkan melambai-lambaikan dua guci arak di tangannya. Sementara tongkatnya tertancap begitu saja di tanah."Tidak Eyang sepuh! Kita harus makan dulu sekarang, barulah boleh minum arak. Ayo Eyang sepuh kita makan dulu!" seru Kirana, seraya mengajak Eyang Bardasena makan bersama."Wah! Makan..? Makan dulu! Asikk! Kita makan dulu pemuda gagah! Siapa namamu?!" seru Eyang
Blaph..!Jalu lenyap seketika dari sisi Eyang Bardasena, dan tiba-tiba saja Jalu sudah berada di ruang bawah tanah Istana Pasir Bumi.Jalu mengambil 7 guci Arak Pasir 1000 Tahun, dari ratusan guci Arak Pasir 1000 tahun yang berada di ruang penyimpanan bawah tanah itu.Di bungkusnya ketujuh guci arak pasir itu dengan sebuah kain, yang terdapat di ruang penyimpanan bawah tanah Istana Pasir Bumi itu. Lalu Jalu pun langsung lenyap kembali dengan aji 'Sabda Lampah'nya dari situ.Ya, Jalu memang tak berniat menemui Ratri saat itu, dia takut merasa trenyuh melihat kesendirian Ratri menjalani hidupnya di istana itu. Dan menjadikannya berlama-lama di istana itu.Blaph..!Jalu kembali muncul di dekat Eyang Bardasena, dilihatnya Eyang Bardasena tengah menikmati sensasi melayang dari Arak Pasir 1000 Tahunnya."Wah Jalu! Darimana kau?! Kau tahu, minum sendirian sungguh tak mengasikkan!" seru kesal Eyang Bardasena, namun dia tetap tersenyum."Eyang, bawalah 5 guci arak pasir ini. Untuk Jalu cukup 2