"Ahh! Kenapa bisa sampai begitu Ayu?" Baruna tersentak bingung."Ini pasti karena Eyang Guru dan Ayahanda terpengaruh oleh janji-janji manis Eyang Gentaloka guru si Arya itu, Mas Baruna," sahut Ayu geram, teringat pada Arya yang pernah membohonginya habis-habisan."Dan itu berarti pasukkan Bantala akan berteman dengan Eyang Balatapa, yang kemungkinan juga melarikan diri ke dimensi ini Ayu," sahut Baruna, wajahnya nampak muram."Hmm. Kita lihat kondisi saja dulu sementara waktu ini. Gusti Prabu Alugoro Wisesa sendiri sudah berjanji membantu perjuangan Tlatah Pallawa, untuk menumpas pemberontakkan itu dengan sepenuh kekuatannya," ucap Eyang Waranaya pelan."Itulah yang membuat Ayu bingung dan cemas Eyang sepuh.""Namun pinangan tetap pinangan. Kita harus tetap menemui Ayahandamu dahulu Ayu. Baiknya kita ke istana Bantala sekarang," ucap Eyang Waranaya lagi. "Benar Eyang Guru. Tujuan kita memang hendak meminang Ayu lebih dulu, setelah itu kita akan menemui Mas Jalu dan Kirana."Akhirnya
Slaaph..!Ayu seketika melesat lenyap dengan cepatnya dari ruang dalem istana itu. Dia berniat menyusul Eyang Waranaya dan Baruna, menuju ke Tlatah Pallawa saat itu juga."Aduh Kanda Kiskenda! Bagaimana dengan putri kita itu?! Kenapa Kanda mengusir putri kita dari istana?!" seru sang Permaisuri panik dengan sepasang mata yang beriak basah. Seketika airmatanya jatuh berguliran di pipinya.Sementara sang Maharaja masih berdiri tegak terdiam di tempatnya. Dalam kemurkaannya tadi dia sampai bangkit dari singgasananya. Wajahnya masih menampakkan kemurkaan, namun perlahan kemurkaannya bercampur dengan kebingungan.'Dasar putri keras kepala! Hhh! Ini jadi membingungkan, kini dia pergi lagi dari istana ini! Bagaimana jika Arya datang menjemputnya, namun Ayu masih belum pulang?!' maki batin sang Maharaja, bingung dan kesal."Pengawal! Perintahkan semua penjaga di pantai Kattaya..! Untuk menghadang putriku Ayu keluar dari Tlatah ini! Cepat laksanakan!" perintah sang Maharaja pada pengawal istan
'Eyang sepuh, saat ini Jalu sedang di desa Trowulan. Sebaiknya Eyang Waranaya dan Mas Baruna langsung saja mendatangi markas sekte Pallawa di sana. Karena letaknya tak jauh, bersebelahan dengan kerajaan Pallawa. Tapi tunggulah sebentar Eyang Waranaya, biar Jalu yang ke sana sekarang', Jalu pancarkan suara bathinnya, menjawab suara bathin Eyang Waranaya."Kirana, Wali. Mas ke Pallawa dulu sebentar menemui Eyang Waranaya dan Mas Baruna di sana. Mas akan mengantarkan mereka ke markas sekte Pallawa sebentar, kemudian Mas akan segera kembali ke sini," ucap Jalu."Wah! Kenapa mereka hanya berdua Mas Jalu?! Ayu kenapa tak ada bersama mereka?!" seru Kirana heran."Semuanya akan jelas setelah Mas bertemu dengan mereka, temani Wali dulu ya Kirana," ucap Jalu."Baik Mas Jalu."Blaph! Jalu pun langsung lenyap dari hadapan Kirana dan Wali."Eyang Guru. Adalah lebih baik jika saat ini Baruna ikut berperang bersama Mas Jalu dan Kirana, sesuai janji kerajaan Kashimpa pada mereka," ucap Baruna pada Ey
"Maaf Paman berdua. Apakah pasukkan bantuan itu berkumpul di Kerajaan Ramayana?" tanya Ayu akhirnya. Dia sangat penasaran dengan kabar itu, dan dia bermaksud mengecek kebenaran kabar itu."Ahh! I-iya benar Nona. Semua anggota sekte serta pasukkan kerajaan wilayah, saat ini memang tengah berkumpul di pusat kerajaan Tlatah Ramayana," sahut kaget pengunjung itu, seraya merapihkan rambutnya. Dia sempat terpana gugup sesaat, setelah melihat yang bertanya padanya adalah seorang gadis jelita."Baik Paman. Terimakasih atas keterangannya ya," ucap Ayu tersenyum senang.Ya, kini dia mempunyai satu tujuan, yaitu datang ke wilayah kerajaan Ramayana secepatnya, dan bergabung dengan pasukkan bantuan itu. Karena dia ingin secepatnya tiba di Tlatah Pallawa dengan cara apa pun itu."I-iya Nona can... ehh!" sahut gugup pria itu, seraya menutupi mulutnya yang hampir kelepasan menyebut cantik pada Ayu.Tapi Ayu telah beranjak dan bergegas membayar pesanannya. Lalu dia pun melangkah keluar dari rumah maka
"Brughk!"Ayu langsung ambruk tak sadarkan diri, setelah bathinnya menyeru nama Jalu.*Jalu dan Kirana telah sampai beberapa saat yang lalu di alun-alun kerajaan Ramayana.Kedatangan mereka tentu saja disambut gembira oleh Eyang Pandunatha, Ranti, Jaya, serta semua para pimpinan sekte di tlatah Ramayana. Kebetulan malam itu mereka tengah mengadakan pertemuan, sebelum hari pemberangkatan 7 ribu pasukkan bantuan Tlatah Ramayana besok hari ke Tlatah Pallawa."Jalu. Pasukkan bantuan tlatah Ramayana telah siap berangkat esok hari. Apakah kau yakin tak perlu kita menyiapkan kapal-kapal untuk mengangkut mereka?" tanya Eyang Pandunatha."Semoga saja tak perlu Eyang," sahut Jalu tersenyum."Jalu, sebenarnya Maharaja Tirta Semaya sendiri menanyakan apakah 7 ribu pasukkan tidak kurang. Paduka Maharaja telah membebaskan Eyang, untuk menambah jumlah pasukkan yang berangkat ke tlatah Pallawa," ucap Eyang Pandunatha."Jalu rasa 7 ribu adalah jumlah yang cukup Eyang. Jalu berterimakasih sekali pada
SPLAAASSPHH..!!! Seketika 7 ribu pasukkan bantuan yang berada dalam tabir Perisai Semesta lenyap dari pandangan mata semua yang berada di situ. "HAAHHH...!" Seruan kaget serentak terdengar bergemuruh dari sang Maharaja serta keluarganya, sang Patih, para senopati, serta semua orang yang menyaksikan peristiwa lenyapnya pasukkan bantuan yang jumlahnya 7 ribu lebih itu dalam sekejap mata. 'Sungguh kemampuan yang luar biasa bak Dewa! Dengan kemampuan itu, sepertinya dia juga sanggup memindahkan kerajaanku ini dalam sekejap mata!' seru bathin sang Maharaja Tirta Semaya takjub dan ngeri. Sang Maharaja agak tertunduk, saat matanya beradu pandang dengan Jalu. Karena sepasang bola mata Jalu yang berbentuk bulan emas itu masih memancarkan kilauan keagungannya saat itu. Sebuah pandangan yang menembus, penuh kewibawaan tak tertandingi. Luar biasa! Jalu dan Kirana melangkah berdampingan menghampiri sang Maharaja Tirta Semaya. Ya, Jalu bermaksud langsung mohon pamit pada sang Maharaja Tirta
"Kangmas Baruna...." Ayu memanggil kekasihnya dengan suara serak.Hal yang membuat Baruna tersentak dari duduknya, lalu perlahan dengan rasa tak yakin Baruna menoleh ke belakangnya."Ahh! A-ayu.. kau menyusulku..?!" Baruna berseru terbata, seolah tak percaya dengan penglihatannya."Iya Kangmas. Ayu akan ikut kemanapun Mas Baruna pergi. Jangan tinggalkan Ayu lagi ya Mas," sahut Ayu, seraya duduk di sisi Baruna."Benarkah itu keputusanmu Ayu? Mas tak mau dicap sebagai pembawa lari putri orang.""Tentu saja ini keputusan Ayu, Mas Baruna. Ayulah yang membawa lari putra orang. Hihihii..!" sahut Ayu seraya tertawa geli, namun nampak air mata bergulir di pipinya. Ya, Ayu merasa sangat terharu bisa berada kembali disisi kekasihnya itu. Baruna pun menggenggam tangan Ayu dengan lembut.'Nah, kini masalahnya berbeda jika Ayu yang mendatanginya. Aku tak akan di salahkan baik secara moral maupun etika, karena Ayu sendiri yang telah memilih jalan hidupnya', bathin Baruna agak tenang. Walau tetap s
"Wahh! Akhirnya kita bisa berkumpul lagi sahabat! Hahahaa..!" seru Eyang Cakradewa terbahak gembira sekali."Hahaha! Sepertinya pertemuan rutin 10 tahunan kita, yang sebentar lagi tiba harus di tunda para sahabat! Keadaan Tlatah Pallawa benar-benar sedang dalam kondisi genting!" seru Eyang Shindupalla tertawa senang, menyambut Eyang Cakradewa."Benar sahabat! Sepertinya lebih baik seperti itu!" sahut Eyang Pandunatha setuju."Baiklah aku ikut suara terbanyak saja! Hahaha!" akhirnya Eyang Cakradewa pun menyetujui penundaan pertemuan rutin 10 tahunan mereka di pulau Garuda."Mari kita lanjutkan pembicaraan kita di pendopo istana saja. Gusti Prabu telah mempersilahkan kita menggunakan seluruh lingkup istana, untuk kepentingan penjagaan dan pertahanan kerajaan Pallawa ini.Akhirnya mereka ketiga sahabat sepuh itu pun menuju ke pendopo istana, untuk lebih leluasa saling bicara dan melepas rindu.Sementara Larasati, Panji, Ranti, Jaya, Baruna, putri Lestari, serta Ayu, tengah larut dalam ob