"Maaf Paman berdua. Apakah pasukkan bantuan itu berkumpul di Kerajaan Ramayana?" tanya Ayu akhirnya. Dia sangat penasaran dengan kabar itu, dan dia bermaksud mengecek kebenaran kabar itu."Ahh! I-iya benar Nona. Semua anggota sekte serta pasukkan kerajaan wilayah, saat ini memang tengah berkumpul di pusat kerajaan Tlatah Ramayana," sahut kaget pengunjung itu, seraya merapihkan rambutnya. Dia sempat terpana gugup sesaat, setelah melihat yang bertanya padanya adalah seorang gadis jelita."Baik Paman. Terimakasih atas keterangannya ya," ucap Ayu tersenyum senang.Ya, kini dia mempunyai satu tujuan, yaitu datang ke wilayah kerajaan Ramayana secepatnya, dan bergabung dengan pasukkan bantuan itu. Karena dia ingin secepatnya tiba di Tlatah Pallawa dengan cara apa pun itu."I-iya Nona can... ehh!" sahut gugup pria itu, seraya menutupi mulutnya yang hampir kelepasan menyebut cantik pada Ayu.Tapi Ayu telah beranjak dan bergegas membayar pesanannya. Lalu dia pun melangkah keluar dari rumah maka
"Brughk!"Ayu langsung ambruk tak sadarkan diri, setelah bathinnya menyeru nama Jalu.*Jalu dan Kirana telah sampai beberapa saat yang lalu di alun-alun kerajaan Ramayana.Kedatangan mereka tentu saja disambut gembira oleh Eyang Pandunatha, Ranti, Jaya, serta semua para pimpinan sekte di tlatah Ramayana. Kebetulan malam itu mereka tengah mengadakan pertemuan, sebelum hari pemberangkatan 7 ribu pasukkan bantuan Tlatah Ramayana besok hari ke Tlatah Pallawa."Jalu. Pasukkan bantuan tlatah Ramayana telah siap berangkat esok hari. Apakah kau yakin tak perlu kita menyiapkan kapal-kapal untuk mengangkut mereka?" tanya Eyang Pandunatha."Semoga saja tak perlu Eyang," sahut Jalu tersenyum."Jalu, sebenarnya Maharaja Tirta Semaya sendiri menanyakan apakah 7 ribu pasukkan tidak kurang. Paduka Maharaja telah membebaskan Eyang, untuk menambah jumlah pasukkan yang berangkat ke tlatah Pallawa," ucap Eyang Pandunatha."Jalu rasa 7 ribu adalah jumlah yang cukup Eyang. Jalu berterimakasih sekali pada
SPLAAASSPHH..!!! Seketika 7 ribu pasukkan bantuan yang berada dalam tabir Perisai Semesta lenyap dari pandangan mata semua yang berada di situ. "HAAHHH...!" Seruan kaget serentak terdengar bergemuruh dari sang Maharaja serta keluarganya, sang Patih, para senopati, serta semua orang yang menyaksikan peristiwa lenyapnya pasukkan bantuan yang jumlahnya 7 ribu lebih itu dalam sekejap mata. 'Sungguh kemampuan yang luar biasa bak Dewa! Dengan kemampuan itu, sepertinya dia juga sanggup memindahkan kerajaanku ini dalam sekejap mata!' seru bathin sang Maharaja Tirta Semaya takjub dan ngeri. Sang Maharaja agak tertunduk, saat matanya beradu pandang dengan Jalu. Karena sepasang bola mata Jalu yang berbentuk bulan emas itu masih memancarkan kilauan keagungannya saat itu. Sebuah pandangan yang menembus, penuh kewibawaan tak tertandingi. Luar biasa! Jalu dan Kirana melangkah berdampingan menghampiri sang Maharaja Tirta Semaya. Ya, Jalu bermaksud langsung mohon pamit pada sang Maharaja Tirta
"Kangmas Baruna...." Ayu memanggil kekasihnya dengan suara serak.Hal yang membuat Baruna tersentak dari duduknya, lalu perlahan dengan rasa tak yakin Baruna menoleh ke belakangnya."Ahh! A-ayu.. kau menyusulku..?!" Baruna berseru terbata, seolah tak percaya dengan penglihatannya."Iya Kangmas. Ayu akan ikut kemanapun Mas Baruna pergi. Jangan tinggalkan Ayu lagi ya Mas," sahut Ayu, seraya duduk di sisi Baruna."Benarkah itu keputusanmu Ayu? Mas tak mau dicap sebagai pembawa lari putri orang.""Tentu saja ini keputusan Ayu, Mas Baruna. Ayulah yang membawa lari putra orang. Hihihii..!" sahut Ayu seraya tertawa geli, namun nampak air mata bergulir di pipinya. Ya, Ayu merasa sangat terharu bisa berada kembali disisi kekasihnya itu. Baruna pun menggenggam tangan Ayu dengan lembut.'Nah, kini masalahnya berbeda jika Ayu yang mendatanginya. Aku tak akan di salahkan baik secara moral maupun etika, karena Ayu sendiri yang telah memilih jalan hidupnya', bathin Baruna agak tenang. Walau tetap s
"Wahh! Akhirnya kita bisa berkumpul lagi sahabat! Hahahaa..!" seru Eyang Cakradewa terbahak gembira sekali."Hahaha! Sepertinya pertemuan rutin 10 tahunan kita, yang sebentar lagi tiba harus di tunda para sahabat! Keadaan Tlatah Pallawa benar-benar sedang dalam kondisi genting!" seru Eyang Shindupalla tertawa senang, menyambut Eyang Cakradewa."Benar sahabat! Sepertinya lebih baik seperti itu!" sahut Eyang Pandunatha setuju."Baiklah aku ikut suara terbanyak saja! Hahaha!" akhirnya Eyang Cakradewa pun menyetujui penundaan pertemuan rutin 10 tahunan mereka di pulau Garuda."Mari kita lanjutkan pembicaraan kita di pendopo istana saja. Gusti Prabu telah mempersilahkan kita menggunakan seluruh lingkup istana, untuk kepentingan penjagaan dan pertahanan kerajaan Pallawa ini.Akhirnya mereka ketiga sahabat sepuh itu pun menuju ke pendopo istana, untuk lebih leluasa saling bicara dan melepas rindu.Sementara Larasati, Panji, Ranti, Jaya, Baruna, putri Lestari, serta Ayu, tengah larut dalam ob
BYAAARRSSSKHHH...!!!!Taman istana bagai pecah berantakkan, saat seluruh pendekar yang berada di sana ledakkan power mereka. Sementara sang patih Sanggatama segera ungsikan sang Maharaja ke tempat yang aman.Kilau cahaya power aneka warna menyelimuti para pendekar, bagaikan lampu taman yang berpijaran. Ya, para pendekar di taman istana Pallawa telah ledakkan segenap power yang mereka miliki."Siapkan pukulan pamungkas kalian semua..!! Saat serangan dari atas datang, Kita hajar serentak dengan pukulan kita semua..!!!" seru lantang Eyang Waranaya kembali mengarahkan. Karena memang posisi mereka mau tak mau harus bertahan. Dan sepuh itu bisa merasakan, betapa dahsyatnya power salah satu penyerang di atas sana.Sementara di ketinggian langit. Nampak kedua tangan Arya hingga lengannya telah dilapisi power berwarna hitam pekat berkobar, dengan selimut cahaya keemasan terang menyilaukan.Di lain sisi Eyang Balatapa juga telah siap dengan aji Pancageni Nerokonya. Nampak kesepuluh jari tangann
"Tapi tenanglah Shindupalla. Di saat Dewa meloloskan seorang Ksatria Iblis Neraka ke bumi. Maka di saat yang sama, para Dewa juga turunkan seorang Ksatria Semesta Pamungkas untuk menumpasnya," ujar Eyang Waranaya tersenyum tenang."Maksud Eyang, saat ini telah hadir juga seorang Ksatria Semesta Pamungkas di jagad ini?!" sentak Eyang Pandunatha terkejut."Tentu saja dia sudah ada di dalam barisan bersama kita. Bukankah dia yang memindahkanmu ke sini?!" sahut Eyang Waranaya kembali tersenyum."Ahhh..! Demi Hyang Agung..!!" seru ketiga sepuh itu bersamaan. "Jalu..! Kenapa kita sampai melupakannya?!" seru Eyang Shindupalla, dengan wajah merah karena rikuhnya.'Bodohnya aku! Tentu saja Jalu adalah jawaban, atas segala malapetaka yang akan ditimbulkan oleh Ksatria Iblis Neraka itu!' seru bathin Eyang Shindupalla, merasa bodoh dan malu."Ahh! Kau benar Eyang Waranaya. Kerendahan hati Jalu telah menutup mata kita, bahwa memang hanya dialah yang pantas menyandang sebutan 'Ksatria Semesta Pamu
"Lalu bagaimana dengan Jalu?" Eyang Pandunatha bertanya pada Eyang Shindupalla."Sebaiknya sementara waktu ini kita biarkan saja dulu Jalu beristirahat untuk memulihkan powernya. Pemindahan pasukkan dua tlatah kemarin pastilah telah menguras energinya. Pada saatnya nanti dia pasti muncul di waktu yang tepat," ujar Eyang Waranaya, menanggapi pertanyaan Eyang Pandunatha."Kurasa benar apa yang dikatakan Eyang Waranaya, Pandunatha. Jalu saat ini pasti tengah memulihkan dirinya untuk sementara waktu. Dia pasti akan muncul pada saat yang tepat," ujar Eyang Shindupalla. Dia sepakat dengan saran Eyang Waranaya, untuk tidak mengganggu Jalu sementara waktu."Bisa dipahami Eyang. Baiklah, semoga Jalu dalam keadaan baik-baik saja saat ini," ucap Eyang Pandunatha akhirnya."Baiklah jika tak ada yang keberatan, berarti kita akan membentuk keempat pasukkan itu besok. Bagi yang tadi terluka dalam, masih ada waktu untuk memulihkan diri. Lusa kita harus sudah bergerak dan berjaga di tiga wilayah itu.