"Tapi tenanglah Shindupalla. Di saat Dewa meloloskan seorang Ksatria Iblis Neraka ke bumi. Maka di saat yang sama, para Dewa juga turunkan seorang Ksatria Semesta Pamungkas untuk menumpasnya," ujar Eyang Waranaya tersenyum tenang."Maksud Eyang, saat ini telah hadir juga seorang Ksatria Semesta Pamungkas di jagad ini?!" sentak Eyang Pandunatha terkejut."Tentu saja dia sudah ada di dalam barisan bersama kita. Bukankah dia yang memindahkanmu ke sini?!" sahut Eyang Waranaya kembali tersenyum."Ahhh..! Demi Hyang Agung..!!" seru ketiga sepuh itu bersamaan. "Jalu..! Kenapa kita sampai melupakannya?!" seru Eyang Shindupalla, dengan wajah merah karena rikuhnya.'Bodohnya aku! Tentu saja Jalu adalah jawaban, atas segala malapetaka yang akan ditimbulkan oleh Ksatria Iblis Neraka itu!' seru bathin Eyang Shindupalla, merasa bodoh dan malu."Ahh! Kau benar Eyang Waranaya. Kerendahan hati Jalu telah menutup mata kita, bahwa memang hanya dialah yang pantas menyandang sebutan 'Ksatria Semesta Pamu
"Lalu bagaimana dengan Jalu?" Eyang Pandunatha bertanya pada Eyang Shindupalla."Sebaiknya sementara waktu ini kita biarkan saja dulu Jalu beristirahat untuk memulihkan powernya. Pemindahan pasukkan dua tlatah kemarin pastilah telah menguras energinya. Pada saatnya nanti dia pasti muncul di waktu yang tepat," ujar Eyang Waranaya, menanggapi pertanyaan Eyang Pandunatha."Kurasa benar apa yang dikatakan Eyang Waranaya, Pandunatha. Jalu saat ini pasti tengah memulihkan dirinya untuk sementara waktu. Dia pasti akan muncul pada saat yang tepat," ujar Eyang Shindupalla. Dia sepakat dengan saran Eyang Waranaya, untuk tidak mengganggu Jalu sementara waktu."Bisa dipahami Eyang. Baiklah, semoga Jalu dalam keadaan baik-baik saja saat ini," ucap Eyang Pandunatha akhirnya."Baiklah jika tak ada yang keberatan, berarti kita akan membentuk keempat pasukkan itu besok. Bagi yang tadi terluka dalam, masih ada waktu untuk memulihkan diri. Lusa kita harus sudah bergerak dan berjaga di tiga wilayah itu.
"Huuaahh...!!! Huaaahhh...!!!" kedua pasukkan berteriak bergemuruh saling menggertak, memecahkan suasana perbatasan wilayah yang tadinya sepi.Sprath..! ... Sprathh..!!! Ribuan anak panah dari pasukkan Eyang Pandunatha melesat cepat lepas dari busurnya. Ya, mereka melepaskan anak panahnya, yang sejak tadi telah mereka bidikkan ke arah musuh. Panah-panah pasukkan Pallawa pun melesat ke angkasa hingga hingga titik tertingginya, lalu jatuh deras bagaikan hujan ke arah pasukkan pemberontak. Sementara dari pasukkan pemberontak sedikit terlambat, hanya ratusan anak panah saja yang sempat melesat dari busurny. Karena sebagian besar dari mereka, sudah terpanah lebih dulu oleh pasukkan panah Pallawa pimpinan Eyang Pandunatha.Dan secara serentak kedua pasukkan penyerang bersenjata frontal melesat maju, bagai berlomba menyongsong musuh."Tetap di belakang halang rintang..!!" teriak Panji dan Larasati mengingatkan pasukkan Pallawa.Ya, rupanya pasukkan Pallawa memang telah menempatkan pasukkan
Blaph..! Jalu lenyap seketika dari tempat itu. Sementara sepeninggal Eyang Pandunatha, pasukkan Pallawa secara perlahan terbantai oleh para ketua sekte pasukkan pemberontak.Karenanya mau tak mau Panji dan Larasati harus maju menghadapi Ki Taksaka. Dan tentu saja mereka berdua bukanlah lawan Ki Taksaka.Beberapa kali 'Pukulan Seribu Bayangan' Larasati menghantam ke arah Ki Taksaka, namun Ki Taksaka bagai tak merasakan pukulan itu dengan aji Perisai Kabut Nerakanya."Hahahaa! Apakah masih ada pukulan yang lebih ampuh lagi?!" seru Ki Taksaka bergelak menantang. Pandangannya nampak mengejek Larasati, yang tengah menatap Ki Taksaka dengan tatapan penuh dendam dan kebencian.Ya, Jalu memang sudah menceritakan pada Larasati, bahwa Ki Taksaka adalah otak dari pembantaian sekte Rajawali Emas. Hal yang mengakibatkan kedua orangtua mereka terbunuh."Hiahhh..!!" Blaazth..! Blaazth.!!Dengan seruan keras, Panji melesat masuk lontarkan 'Pukulan Matahari dan Rembulan'nya. Dua bola cahaya berkiblat
"Awass..! Musuh telah mendekt..!!" seru lantang seorang penjaga perbatasan, dari atas pohon yang cukup tinggi."SEMUANYA BERSIAP..!" seru lantang Eyang Shindupala, yang didampingi oleh Eyang Cakradewa di sebelahnya."SIAAPPP..!!" seru bergemuruh pasukkan Pallawa di perbatasan Grandala itu.Tak lama kemudian nampak debu mengepul dari kejauhan, suara derap dan ringkik kuda yang ditunggangi Eyang Balatapa dan beberapa pimpinan sekte yang mengiringinya terdengar di kejauhan.Perbatasan di antara wilayah Larantuka dan Grandala memang berupa tanah kering. Berbeda dengan perbatasan Larantuka dengan wilayah lainnya, yang ditumbuhi pepohonan serta hutan cukup lebat. Bagai dua wilayah yang di batasi oleh sebuah tanah lapang selebar 60 depa(120 meteran)."BERHENTI..!!" terdengar seruan bergema Eyang Balatapa menghentikan pasukkannya. Sungguh dia tak menyangka, bahwa pasukkan Pallawa akan berjaga di perbatasan wilayah.Tadinya dia beranggapan pasukkan kerajaan Pallawa sama sekali belum bersiaga,
"Bedebah tua! Akulah lawanmu..! Hiaahh..!" seru keras Jaya, seraya lepaskan aji pukulan 'Bentrok Dewa dan Iblis' miliknya ke arah Eyang Balatapa.Blaatzh..! Blaatzhk..! Dua buah bola energi bercahaya putih dan hitam melesat deras, mengancam sosok Eyang Balatapa."Bedebah..!" Eyang Balatapa terkejut memaki, saat merasakan sebuah gelombang energi cukup dahsyat mendekat ke arahnya."Hiaahh..!"diiringi seruan kerasnya, Eyang Balatapa langsung kibaskan tangan kanannya yang belum lama pulih, akibat hantaman Jalu di dimensi silam dulu.Beruntunglah dia bertemu dengan Eyang Dharmala yang memiliki 'Pil Pemulih Tulang'. Hingga akhirnya dia bisa memulihkan tulang lengan kanannya, yang remuk dan nyaris cacat itu. Weersshk..!! Sebuah gelombang hitam pekat diselimuti cahaya keemasan melesat, bagai bentuk bulan sabit.Ya, pukulan 'Sabet Jagad' langsung dikerahkan Eyang Balatapa. Gelombang hitam pekat itu langsung menghantam dua bola energi hitam putih yang dilontarkan Jaya, bagai sebilah celurit hi
"Hahaha! Aji Bolo Sewukah itu?!" seru Eyang Bardasena seraya terbahak. Lalu dia ambil posisi bersemedi dan pejamkan mata, aji 'Pancar Sejati' segera hendak dikerahkannya.Sebuah ajian yang mampu melihat mana 'sosok sejati' Eyang Balatapa, hingga Eyang Bardasena tak bisa ditipu dengan wujud-wujud mirip Eyang Balatapa, yang sebenarnya merupakan jelmaan jin ataupun roh jahat piaraan lawannya itu."Hiaahh..!!" Byaarrsh..!Sosok Eyang Bardasena kini berada dalam sebuah bola besar yang bercahaya biru terang. Aji 'Selimut Langit' ternyata juga diterapkan sebagai perisai dirinya.Sementara sepasang matanya kini terbuka bening namun memancarkan cahaya menyilaukan bak matahari, itulah penampakkan dari aji 'Pancar Sejati'.Eyang Bardasena langsung bisa melihat mana sosok Eyang Balatapa yang sesungguhnya. Segera dia bersiap lakukan serangan pukulan dengan aji 'Tapak Penembus Langit'.Luar biasa..! Tiga ajian sekaligus diterapkan oleh Eyang Bardasena dalam satu kesatuan waktu. Inilah GILA!"Serang
"HAAHH..!!!"Seluruh pasukkan sisa pasukkan pemberontak yang tersisa keluarkan seruan terkejut, seolah tak percaya. Namun mereka memang melihat Eyang Balatapa tak berada di antara mereka lagi.Ya, akhirnya dengan gemetar dan nyali gentar, pasukkan pemberontak yang kini telah terkepung oleh pasukkan Pallawa itu membuang senjata mereka ke tanah.Lalu mereka jatuhkan kedua lutut di tanah, sebagai tanda telah menyerah!"HUAAHHH..!! Kita menang..!! Hidup Pallawa..!!"Seketika seruan lantang penuh kegembiraan pasukkan Pallawa bergemuruh, di area perbatasan wilayah Grandala itu.Sementara Eyang Cakradewa nampak bersila di sisi mayat sahabatnya, wajahnya nampak sangat muram dan berduka. Hatinya penuh memohon pada para dewa, agar jiwa sahabatnya itu mendapatkan ketenangan dan kedamaian di alam kelanggengan.'Tenanglah di alam sana sahabatku Shindupalla. Aku akan meneruskan perjuanganmu hingga tetes darah terakhirku', bisik bathin Eyang Cakradewa.Akhirnya pasukkan Pallawa di wilayah perbatasan