Blaph..! Jalu lenyap seketika dari tempat itu. Sementara sepeninggal Eyang Pandunatha, pasukkan Pallawa secara perlahan terbantai oleh para ketua sekte pasukkan pemberontak.Karenanya mau tak mau Panji dan Larasati harus maju menghadapi Ki Taksaka. Dan tentu saja mereka berdua bukanlah lawan Ki Taksaka.Beberapa kali 'Pukulan Seribu Bayangan' Larasati menghantam ke arah Ki Taksaka, namun Ki Taksaka bagai tak merasakan pukulan itu dengan aji Perisai Kabut Nerakanya."Hahahaa! Apakah masih ada pukulan yang lebih ampuh lagi?!" seru Ki Taksaka bergelak menantang. Pandangannya nampak mengejek Larasati, yang tengah menatap Ki Taksaka dengan tatapan penuh dendam dan kebencian.Ya, Jalu memang sudah menceritakan pada Larasati, bahwa Ki Taksaka adalah otak dari pembantaian sekte Rajawali Emas. Hal yang mengakibatkan kedua orangtua mereka terbunuh."Hiahhh..!!" Blaazth..! Blaazth.!!Dengan seruan keras, Panji melesat masuk lontarkan 'Pukulan Matahari dan Rembulan'nya. Dua bola cahaya berkiblat
"Awass..! Musuh telah mendekt..!!" seru lantang seorang penjaga perbatasan, dari atas pohon yang cukup tinggi."SEMUANYA BERSIAP..!" seru lantang Eyang Shindupala, yang didampingi oleh Eyang Cakradewa di sebelahnya."SIAAPPP..!!" seru bergemuruh pasukkan Pallawa di perbatasan Grandala itu.Tak lama kemudian nampak debu mengepul dari kejauhan, suara derap dan ringkik kuda yang ditunggangi Eyang Balatapa dan beberapa pimpinan sekte yang mengiringinya terdengar di kejauhan.Perbatasan di antara wilayah Larantuka dan Grandala memang berupa tanah kering. Berbeda dengan perbatasan Larantuka dengan wilayah lainnya, yang ditumbuhi pepohonan serta hutan cukup lebat. Bagai dua wilayah yang di batasi oleh sebuah tanah lapang selebar 60 depa(120 meteran)."BERHENTI..!!" terdengar seruan bergema Eyang Balatapa menghentikan pasukkannya. Sungguh dia tak menyangka, bahwa pasukkan Pallawa akan berjaga di perbatasan wilayah.Tadinya dia beranggapan pasukkan kerajaan Pallawa sama sekali belum bersiaga,
"Bedebah tua! Akulah lawanmu..! Hiaahh..!" seru keras Jaya, seraya lepaskan aji pukulan 'Bentrok Dewa dan Iblis' miliknya ke arah Eyang Balatapa.Blaatzh..! Blaatzhk..! Dua buah bola energi bercahaya putih dan hitam melesat deras, mengancam sosok Eyang Balatapa."Bedebah..!" Eyang Balatapa terkejut memaki, saat merasakan sebuah gelombang energi cukup dahsyat mendekat ke arahnya."Hiaahh..!"diiringi seruan kerasnya, Eyang Balatapa langsung kibaskan tangan kanannya yang belum lama pulih, akibat hantaman Jalu di dimensi silam dulu.Beruntunglah dia bertemu dengan Eyang Dharmala yang memiliki 'Pil Pemulih Tulang'. Hingga akhirnya dia bisa memulihkan tulang lengan kanannya, yang remuk dan nyaris cacat itu. Weersshk..!! Sebuah gelombang hitam pekat diselimuti cahaya keemasan melesat, bagai bentuk bulan sabit.Ya, pukulan 'Sabet Jagad' langsung dikerahkan Eyang Balatapa. Gelombang hitam pekat itu langsung menghantam dua bola energi hitam putih yang dilontarkan Jaya, bagai sebilah celurit hi
"Hahaha! Aji Bolo Sewukah itu?!" seru Eyang Bardasena seraya terbahak. Lalu dia ambil posisi bersemedi dan pejamkan mata, aji 'Pancar Sejati' segera hendak dikerahkannya.Sebuah ajian yang mampu melihat mana 'sosok sejati' Eyang Balatapa, hingga Eyang Bardasena tak bisa ditipu dengan wujud-wujud mirip Eyang Balatapa, yang sebenarnya merupakan jelmaan jin ataupun roh jahat piaraan lawannya itu."Hiaahh..!!" Byaarrsh..!Sosok Eyang Bardasena kini berada dalam sebuah bola besar yang bercahaya biru terang. Aji 'Selimut Langit' ternyata juga diterapkan sebagai perisai dirinya.Sementara sepasang matanya kini terbuka bening namun memancarkan cahaya menyilaukan bak matahari, itulah penampakkan dari aji 'Pancar Sejati'.Eyang Bardasena langsung bisa melihat mana sosok Eyang Balatapa yang sesungguhnya. Segera dia bersiap lakukan serangan pukulan dengan aji 'Tapak Penembus Langit'.Luar biasa..! Tiga ajian sekaligus diterapkan oleh Eyang Bardasena dalam satu kesatuan waktu. Inilah GILA!"Serang
"HAAHH..!!!"Seluruh pasukkan sisa pasukkan pemberontak yang tersisa keluarkan seruan terkejut, seolah tak percaya. Namun mereka memang melihat Eyang Balatapa tak berada di antara mereka lagi.Ya, akhirnya dengan gemetar dan nyali gentar, pasukkan pemberontak yang kini telah terkepung oleh pasukkan Pallawa itu membuang senjata mereka ke tanah.Lalu mereka jatuhkan kedua lutut di tanah, sebagai tanda telah menyerah!"HUAAHHH..!! Kita menang..!! Hidup Pallawa..!!"Seketika seruan lantang penuh kegembiraan pasukkan Pallawa bergemuruh, di area perbatasan wilayah Grandala itu.Sementara Eyang Cakradewa nampak bersila di sisi mayat sahabatnya, wajahnya nampak sangat muram dan berduka. Hatinya penuh memohon pada para dewa, agar jiwa sahabatnya itu mendapatkan ketenangan dan kedamaian di alam kelanggengan.'Tenanglah di alam sana sahabatku Shindupalla. Aku akan meneruskan perjuanganmu hingga tetes darah terakhirku', bisik bathin Eyang Cakradewa.Akhirnya pasukkan Pallawa di wilayah perbatasan
'Mudah saja Arya! Kau tinggal lecutkan 'Cambuk Guntur Samudera' sebanyak 5 kali ke permukaan Muara Sewu Sedha itu! Maka semua anggota Pasukkan Terkutuk akan bangkit kembali!' jelas suara sang Penguasa Kegelapan.'Baik Eyang Maha Guru! Arya akan lakukan itu besok malam, seperti perintah Eyang Maha Guru', sahut bathin Arya mantap.'Ketahuilah Arya! Pasukkan Terkutuk itu dahulunya adalah pasukkan bentukkan Ksatria Iblis Neraka pertama Nalada! Mereka ditenggelamkan oleh para Dewa dan di hujani dengan petir, hingga seluruhnya mati serentak di dasar muara itu! Itu terjadi setelah Nalada dikalahkan oleh Ksatria Semesta di masa itu yang bernama Satyaka!''Wah! Lalu kenapa Arya bisa membangkitkan mereka kembali Maha Guru?!''Itu tak lain karena 'Cambuk Guntur Samudera' itu Arya! Mereka hanya akan tunduk dan patuh pada pemilik cambuk pusaka itu! Mereka akan menganggap pemilik 'Cambuk Guntur Samudera' sebagai pemimpin mereka, dan mereka akan memanggilmu Nalada! Tak usah kau permasalahkan ha
'Siapa pemuda yang mencari mati itu?!' bathin para penduduk sekitar muara, seraya menatap penuh kengerian pada Pranata.Ya, penghuni sekitar muara dan hampir seluruh penduduk wilayah Pralaya, memang telah sejak dulu tak berani sesuka hati berlayar di atas muara Sewu Sedha itu. Karena kejadian-kejadian mengerikkan yang kerap terjadi di muara itu.Ya, seringkali terjadi tiba-tiba sebuah perahu atau orang tenggelam tanpa sebab. Bahkan ada juga para pencari ikan di tepian muara itu, yang tiba-tiba tertarik dan tenggelam di muara itu. Dan kesemua korbannya rata-rata tak pernah muncul ke permukaan muara, atau pun ditemukan oleh penduduk sekitar.Demikianlah hal-hal yang membuat penduduk sekitar muara Sewu Sedha, bahkan seluruh penduduk wilayah Pralaya enggan dan tak berani, untuk berlayar di atas muara yang tampak sunyi namun ganas itu.Dan hal yang menambah kengerian penduduk sekitar muara itu adalah, fenomena yang terjadi beberapa waktu terakhir ini.Ya, kini hampir setiap senja menjelang
"Jaluu! Kirana..! Hahahaaa! Turunlah kemari..!" teriak seseorang berpakaian putih, yang nampak sedang nangkring di pucuk pohon tinggi di dekat perbatasan wilayah Pralaya."Wah! Eyang sepuh Bardasena memang selalu bikin terkejut saja. Hhh!" seru Jalu menghela nafas gemas. Saat dia mengenali sosok yang sedang asik minum arak di pucuk pohon itu adalah Eyang Bardasena.Taph! Taph!Jalu dan Kirana segera melesat dan mendarat di bawah pohon rindang itu, yang dijadikan tempat nangkring oleh Eyang Bardasena. Eyang Bardasena pun menyusul turun menghampiri Jalu dan Kirana."Salam Eyang sepuh," ucap Jalu seraya mencium tangan Eyang Bardasena, hal yang diikuti oleh Kirana. Sementara Wali langsung melesat kembali ke angkasa, dia lebih senang mengudara saat itu dan mengawasi wilayah sekitar situ.Sebuah lokasi yang cukup indah dan tak terlalu lebat memang, sangat cocok untuk bermalam dan membakar perapian. Jalu langsung memutuskan hendak bermalam di tempat itu, karena dia memang pada dasarnya lebi