"Jaluu! Kirana..! Hahahaaa! Turunlah kemari..!" teriak seseorang berpakaian putih, yang nampak sedang nangkring di pucuk pohon tinggi di dekat perbatasan wilayah Pralaya."Wah! Eyang sepuh Bardasena memang selalu bikin terkejut saja. Hhh!" seru Jalu menghela nafas gemas. Saat dia mengenali sosok yang sedang asik minum arak di pucuk pohon itu adalah Eyang Bardasena.Taph! Taph!Jalu dan Kirana segera melesat dan mendarat di bawah pohon rindang itu, yang dijadikan tempat nangkring oleh Eyang Bardasena. Eyang Bardasena pun menyusul turun menghampiri Jalu dan Kirana."Salam Eyang sepuh," ucap Jalu seraya mencium tangan Eyang Bardasena, hal yang diikuti oleh Kirana. Sementara Wali langsung melesat kembali ke angkasa, dia lebih senang mengudara saat itu dan mengawasi wilayah sekitar situ.Sebuah lokasi yang cukup indah dan tak terlalu lebat memang, sangat cocok untuk bermalam dan membakar perapian. Jalu langsung memutuskan hendak bermalam di tempat itu, karena dia memang pada dasarnya lebi
Khraa-Blaammpsshhk.!!!Langit yang berada diatas muara Sewu Sedha pecah dahsyat menggelegar, dalam gemuruh yang teramat menggetarkan.Lalu muncul pusaran awan hitam pekat raksasa di langit, pusaran awan hitam itu terus meluas, hingga keluar dari area muara Sewu Sedha. Radius pusaran raksasa awan hitam pekat yang terbentuk itu, bahkan sampai menaungi pinggiran kota kadipaten Pralaya..! Ngeri..!Kilatan-kilatan sambaran halilintar besar muncul bagaikan akar pohon yang kusut di angkasa. Dengan suara guntur menggelegar sambung menyambung pekakkan telinga, getarkan dada, dan ciutkan nyali.Ya, malam itu bagai berubah menjadi gelap gulita melebihi gelapnya gua tanpa cahaya. Hanya guntur yang berkeredapan, menerangi dengan kilatan-kilatannya di langit. Badai angin gelap juga turut menambah kengerian penduduk di sekitar Muara Sewu Sedha, hingga ke pinggiran kadipaten Pralaya. Sungguh menggegerkan..!"Ahh..! Mau kiamatkah malam ini..?!""Biyuunngg..!""Duh Gusti..!!""Jagad Dewa Bathara..!!"S
"Pusaka itu adalah Pedang Semesta..! Pusaka yang merupakan gabungan antara Pedang Bumi dan Pedang Langit, Pranata. Ksatria semesta sekalipun belum tentu bisa memiliki pusaka para Dewa itu," ujar Eyang Bardasena dengan wajah muram.Ya, Eyang Bardasena merasa pesimis, jika ada di antara para pendekar pihak pasukkan Pallawa, yang memiliki pusaka Pedang Semesta itu."Tetaplah kita yakin akan kemurahan para Dewa Eyang sepuh. Pemilik 'Cambuk Guntur Samudera' itu bernama Arya, musuhku sejak kecil. Pasti akan ada jalan untuk mengatasinya," ucap Jalu tersenyum.Ya, Jalu belum mau membuka diri, bahwa dia telah memiliki Pedang Semesta itu pada Eyang sepuh itu."Baiklah Jalu, Kirana. Sebaiknya aku bersama Pranata segera menuju ke kerajaan Pallawa sekarang juga, untuk mengabarkan hal genting ini," ucap Eyang Bardasena serius."Baik Eyang sepuh. Jalu dan Kirana akan merapat pada pasukkan kerajaan pada saatnya nanti. Biarlah kami mengawasi lebih dekat tentang pasukkan mayat hidup itu," sahut Jalu."
"Ahh! Tu-tuan Arya. Paling tidak saya butuh waktu 7 hari untuk menyelesaikan pembuatan pelindung itu," sahut gugup sang pandai besi."Tidak bisa..! Baiklah kutambahkan waktumu membuatnya menjadi empat hari, karena lima hari lagi pasukanku akan bergerak! Jika pesananku belum selesai pada waktunya, maka kau dan keluargamu akan lenyap dari dunia ini..! Camkan itu..! Pergilah!" sentak Arya mengancam, seraya mengusir pandai besi itu keluar."B-baik tuan Arya! Akan saya usahakan..!" seru gugup ketakutan sang pandai besi itu, seraya bergegas keluar dari ruangan itu.'Dasar orang jahat! Semoga para Dewa menghukummu Arya..!' bathin sang pandai besi, memaki geram pada Arya. Karena baginya, pekerjaan yang dibebankan Arya sangat diluar batas kemampuan pandai besi mana pun juga.'Aku harus segera menghubungi seluruh rekanku, untuk memenuhi pesanan dari orang gila itu! Jika tak selesai pada waktunya, aku akan lari ke wilayah lain saja bersama keluargaku..!' bathin sang pandai besi lagi. Dia pun mem
"Hiaahh..! Pedang Bumi..!"Jalu berseru keras panggil Pedang Bumi, seraya hantamkan kakinya ke bumi. Jalu memang belum hendak meladeni habis-habisan pertarungannya saat itu, namun bukan berarti dia tak ingin memberi 'peringatan keras' pada seluruh pasukkan musuhnya itu.Daambhks..!! Grreghks..!Bumi berguncang keras di kedalaman area markas besar pasukkan pembrontak itu. Bagaikan terdapat seekor Naga di kedalaman bumi.Beberapa barak pasukkan serta pepohonan pun ambruk roboh, akibat getaran bumi dahsyat yang terjadi. Bumi bergoyang bagaikan ayunan saja layaknya. Tanah retak menjalar pun nampak terjadi.Brukh! Brught! ... Bruaakkh..!!"GILAA..! GEMPAAA..!!""Edann..!""Tobat..!"Seruan-seruan panik, ketakutan, disertai berjatuhannya para anggota pasukkan yang tak bisa menjaga keseimbangan tubuhnya terjadi.Namun anehnya, Pasukkan Terkutuk tak mengeluarkan suara ketakutan sedikitpun. Mereka tetap berdiri tegak menatap Jalu dengan sepasang mata putih mereka. Ya, perasaan mereka semua mem
BLAAMMPSSHKK..!!!Bumi dititik pukulan Jalu ambyar, amblas, berlubang, dan berguncang dahsyat. Puluhan anggota pasukkan pemberontak lagi meregang nyawa, akibat terkena sambaran pukulan 'Murka Jagad' yang dilepaskan Jalu.Sementara Banakeling, Jatawang, dan Halaka hanya terpaku diam tanpa ekspresi melihat bekas tempat mereka berdiri, yang kini berlubang besar dan dalam, dengan retakkan tanah rengkah lebar menjalar. Markas besar pasukkan pemberontak sungguh porak poranda, akibat murka Jalu seorang saja."Lepaskan..!!" seru pemimpin pasukkan pemanah, yang rupanya berhasil menghimpun sebagian pasukkannya.Spraths! Splath! ... Spratzt!! Ratusan anak panah melesat bak hujan deras ke arah Jalu.Namun tentu saja hal itu sia-sia belaka! Ratusan anak panak yang dilepaskan pasukkan pemanah itu luruh, patah, dan ambyar, saat menerpa tabir bola keemasan yang menyelubungi sosok Jalu.Sadar percuma mengumbar kemurkaan di tempat itu. Sosok Jalu yang berada dalam bola cahaya keemasan lalu melesat cepa
"A-apa maksudnya Maha Guru..?!" seru Arya tak mengerti, atas makna ucapan sang Penguasa Kegelapan.'Bodoh..! Tak lama lagi kau akan bertarung dengan Jalu! Bersenggama hanya akan menurunkan powermu Arya! Sementara waktu ini tahan dulu nafsumu itu! Biarkan saja wanita si Jalu itu ditahan di sini, Jalu tak akan bisa melacak keberadaannya!Setelah pertarungan dengan Jalu kaumenangkan, barulah kau bebas menyetubuhi wanita itu hingga tewas sekalipun Arya!' seru suara bathin sang Penguasa Kegelapan menggema dalam diri Arya."Ba-baiklah Maha Guru! Arya akan menuruti kata Maha Guru!" seru gugup Arya patuh. Arya sungguh tak mengira, bahwa kesenangannya mengumbar birahi akan berdampak buruk bagi powernya.'Sekarang lebih baik kau kembali ke markas sektemu itu Arya! Jalu baru saja menyerang ke sana, lihat kerusakkan apa yang dibuat oleh Ksatria Semesta Pamungkas itu!' seru suara tanpa wujud sang Penguasa Kegelapan, dengan nada geram."A-apa Maha Guru?! Jalu adalah Ksatria Semesta Pamungkas?!" ser
"Hahahaa! Nikmat sekali sepertinya Jalu!" seru tergelak Eyang Bardasena, yang tiba-tiba saja sudah berjalan di sebelah Jalu."Salam Eyang sepuh," sapa Jalu, seraya anggukkan kepalanya pada Eyang Bardasena."Hahahaa! Tak perlu banyak peradatan denganku Jalu. Tapi kemana Kirana? Kenapa dia tak bersamamu Jalu?" Eyang Bardasena terbahak, seraya bertanya soal Kirana. Mereka berdua berjalan menuju ke arah pintu masuk sekte Pallawa."Ahh. Kirana mendadak hilang begitu saja Eyang," sahut Jalu lirih. Dia tak ingin suaranya terdengar oleh Jaya dan yang lainnya."Wahh!" hanya seruan kaget, yang terlepas dari mulut Eyang Bardasena. Segera dia meraih lengan Jalu dan membawanya berjalan cepat, menuju ke dalam markas pasukkan Pallawa.Sesampainya di dalam markas, Eyang Bardasena segera mengajak Jalu untuk langsung menuju ke ruang khusus Eyang Pandunatha.Ya, Eyang Pandunatha akhirnya tak bisa menolak, saat ia di pilih menjadi ketua sekte Pallawa menggantikan Eyang Shindupalla. Hal ini memang atas ke