"Ahh! Tu-tuan Arya. Paling tidak saya butuh waktu 7 hari untuk menyelesaikan pembuatan pelindung itu," sahut gugup sang pandai besi."Tidak bisa..! Baiklah kutambahkan waktumu membuatnya menjadi empat hari, karena lima hari lagi pasukanku akan bergerak! Jika pesananku belum selesai pada waktunya, maka kau dan keluargamu akan lenyap dari dunia ini..! Camkan itu..! Pergilah!" sentak Arya mengancam, seraya mengusir pandai besi itu keluar."B-baik tuan Arya! Akan saya usahakan..!" seru gugup ketakutan sang pandai besi itu, seraya bergegas keluar dari ruangan itu.'Dasar orang jahat! Semoga para Dewa menghukummu Arya..!' bathin sang pandai besi, memaki geram pada Arya. Karena baginya, pekerjaan yang dibebankan Arya sangat diluar batas kemampuan pandai besi mana pun juga.'Aku harus segera menghubungi seluruh rekanku, untuk memenuhi pesanan dari orang gila itu! Jika tak selesai pada waktunya, aku akan lari ke wilayah lain saja bersama keluargaku..!' bathin sang pandai besi lagi. Dia pun mem
"Hiaahh..! Pedang Bumi..!"Jalu berseru keras panggil Pedang Bumi, seraya hantamkan kakinya ke bumi. Jalu memang belum hendak meladeni habis-habisan pertarungannya saat itu, namun bukan berarti dia tak ingin memberi 'peringatan keras' pada seluruh pasukkan musuhnya itu.Daambhks..!! Grreghks..!Bumi berguncang keras di kedalaman area markas besar pasukkan pembrontak itu. Bagaikan terdapat seekor Naga di kedalaman bumi.Beberapa barak pasukkan serta pepohonan pun ambruk roboh, akibat getaran bumi dahsyat yang terjadi. Bumi bergoyang bagaikan ayunan saja layaknya. Tanah retak menjalar pun nampak terjadi.Brukh! Brught! ... Bruaakkh..!!"GILAA..! GEMPAAA..!!""Edann..!""Tobat..!"Seruan-seruan panik, ketakutan, disertai berjatuhannya para anggota pasukkan yang tak bisa menjaga keseimbangan tubuhnya terjadi.Namun anehnya, Pasukkan Terkutuk tak mengeluarkan suara ketakutan sedikitpun. Mereka tetap berdiri tegak menatap Jalu dengan sepasang mata putih mereka. Ya, perasaan mereka semua mem
BLAAMMPSSHKK..!!!Bumi dititik pukulan Jalu ambyar, amblas, berlubang, dan berguncang dahsyat. Puluhan anggota pasukkan pemberontak lagi meregang nyawa, akibat terkena sambaran pukulan 'Murka Jagad' yang dilepaskan Jalu.Sementara Banakeling, Jatawang, dan Halaka hanya terpaku diam tanpa ekspresi melihat bekas tempat mereka berdiri, yang kini berlubang besar dan dalam, dengan retakkan tanah rengkah lebar menjalar. Markas besar pasukkan pemberontak sungguh porak poranda, akibat murka Jalu seorang saja."Lepaskan..!!" seru pemimpin pasukkan pemanah, yang rupanya berhasil menghimpun sebagian pasukkannya.Spraths! Splath! ... Spratzt!! Ratusan anak panah melesat bak hujan deras ke arah Jalu.Namun tentu saja hal itu sia-sia belaka! Ratusan anak panak yang dilepaskan pasukkan pemanah itu luruh, patah, dan ambyar, saat menerpa tabir bola keemasan yang menyelubungi sosok Jalu.Sadar percuma mengumbar kemurkaan di tempat itu. Sosok Jalu yang berada dalam bola cahaya keemasan lalu melesat cepa
"A-apa maksudnya Maha Guru..?!" seru Arya tak mengerti, atas makna ucapan sang Penguasa Kegelapan.'Bodoh..! Tak lama lagi kau akan bertarung dengan Jalu! Bersenggama hanya akan menurunkan powermu Arya! Sementara waktu ini tahan dulu nafsumu itu! Biarkan saja wanita si Jalu itu ditahan di sini, Jalu tak akan bisa melacak keberadaannya!Setelah pertarungan dengan Jalu kaumenangkan, barulah kau bebas menyetubuhi wanita itu hingga tewas sekalipun Arya!' seru suara bathin sang Penguasa Kegelapan menggema dalam diri Arya."Ba-baiklah Maha Guru! Arya akan menuruti kata Maha Guru!" seru gugup Arya patuh. Arya sungguh tak mengira, bahwa kesenangannya mengumbar birahi akan berdampak buruk bagi powernya.'Sekarang lebih baik kau kembali ke markas sektemu itu Arya! Jalu baru saja menyerang ke sana, lihat kerusakkan apa yang dibuat oleh Ksatria Semesta Pamungkas itu!' seru suara tanpa wujud sang Penguasa Kegelapan, dengan nada geram."A-apa Maha Guru?! Jalu adalah Ksatria Semesta Pamungkas?!" ser
"Hahahaa! Nikmat sekali sepertinya Jalu!" seru tergelak Eyang Bardasena, yang tiba-tiba saja sudah berjalan di sebelah Jalu."Salam Eyang sepuh," sapa Jalu, seraya anggukkan kepalanya pada Eyang Bardasena."Hahahaa! Tak perlu banyak peradatan denganku Jalu. Tapi kemana Kirana? Kenapa dia tak bersamamu Jalu?" Eyang Bardasena terbahak, seraya bertanya soal Kirana. Mereka berdua berjalan menuju ke arah pintu masuk sekte Pallawa."Ahh. Kirana mendadak hilang begitu saja Eyang," sahut Jalu lirih. Dia tak ingin suaranya terdengar oleh Jaya dan yang lainnya."Wahh!" hanya seruan kaget, yang terlepas dari mulut Eyang Bardasena. Segera dia meraih lengan Jalu dan membawanya berjalan cepat, menuju ke dalam markas pasukkan Pallawa.Sesampainya di dalam markas, Eyang Bardasena segera mengajak Jalu untuk langsung menuju ke ruang khusus Eyang Pandunatha.Ya, Eyang Pandunatha akhirnya tak bisa menolak, saat ia di pilih menjadi ketua sekte Pallawa menggantikan Eyang Shindupalla. Hal ini memang atas ke
"Jagad Dewa Bathara..! Ksatria Semesta Pamungkas selama ini berada didekatku, namun aku tak menyadarinya! Selamat Jalu sahabatku! Hahahaaa..!" betapa terkejutnya Eyang Bardasena, mendengar Pedang Semesta ternyata telah dimiliki oleh Jalu.Eyang Bardasena pun langsung merangkul pundak Jalu seraya terbahak senang sekali. Seolah sepuh itu terlepas dari sebuah beban beratnya."Demi Hyang Widhi Yang Agung! Ternyata benar dugaan kami selama ini, kaulah Kstaria Semesta Pamungkas yang di turunkan para Dewa untuk perang ini Jalu..!" seru Eyang Pandunatha, yang juga tak dapat menyembunyikan kegembiraannya mendengar pengakuan Jalu."Ahh. Janganlah berlebihan Eyang sepuh. Percuma saja Jalu memiliki Pedang Semesta itu, jika Jalu tak bisa menyelamatkan Kirana dari cengkraman Arya dan Penguasa Kegelapan itu," ucap Jalu penuh kesedihan."Jalu. Tenanglah! Para Dewa pasti akan memberimu petunjuk untuk menembus dimensi Kegelapan itu. Aku sangat percaya hal itu," ujar Eyang Bardasena mantap. Kekagumanny
Grrghk..! Grrghk..! Blaammphs..!Pintu Ruang Langit terbuka di hadapan Jalu. Suatu hal yang luar biasa, karena tak pernah ada satu orang ksatria semesta pun yang pernah mendapatkan kehormatan seperti itu sebelumnya.'Jalu. Masuklah! Ada sedikit pelajaran tambahan untukmu!' suara tanpa wujud, yang tak mungkin dilupakan oleh Jalu terdengar kembali. Suara yang pernah selama 2 tahun lebih di Ruang Langit dimensi silam menjadi Maha Gurunya.Jalu pun perlahan buka kedua matanya, demi mendengar suara tanpa wujud yang menembus alam keheningannya. Padahal suara pintu Ruang Langit yang bergemuruh terbuka pun, tak sanggup menembus alam keheningan Jalu dalam keberserahannya.Ya, tingginya derajat kekhusyu'an laku Jalu inilah, yang membedakannya dari para pendekar pada umumnya. Bahkan poro sepuh pun belum tentu sanggup menyamai tingkat kekhusu'an yang sangat dalam, mematikan segala hasrat, ambisi, keinginan, indera, bahkan kemampuannya.Pasrah berserah laksana jabang bayi yang baru dilahirkan."Ba
"Hahahaa! Tenanglah Pandunatha! Satu hari di dimensi ini sama dengan sebulan di dimensi masa silam Pandunatha. Jadi tak sampai 2 hari Eyang Waranaya sudah akan kembali di sini," seru Eyang Bardasena mengingatkan Eyang Pandunatha, tentang selisih waktu dimensi mereka dengan dimensi Eyang Waranaya berada."Ahh! Iya Eyang, aku lupa hal itu. Hahaa..!" Eyang Pandunatha tersentak sadar, dan terbahak menertawakan kelupaannya sendiri.Akhirnya siang itu Eyang Waranaya kembali ke dimensi silam bersama Baruna dan Ayu. Untuk melaporkan hasil pinangan serta kemelut peperangan yang tengah terjadi, di dimensi Pallawa pada Maharaja Kashimpa Alugoro Wisesa.Sementara itu, Eyang Pandunatha dan Eyang Bardasena langsung bergerak membentuk Pasukkan Khusus kerajaan Pallawa.Sebuah pasukkan yang akan menghadapi Pasukkan Terkutuk pihak pemberontak secara frontal. Eyang Bardasena sendiri yang akan memimpin Pasukkan Khusus yang dibentuknya ini.Tentu saja Panji, Larasati, Ranti, Jaya, Restu, putri Lestari, Ba
"Ayo..! Pasang semua umbul dan panji yang masih belum terpasang..! Sebelum para tamu undangan berdatangan siang nanti!Jangan sampai kita di anggap tak siap merayakan hari berdirinya sekte Rajawali Emas yang keenam ini..!" seru Panji mengingatkan para anggota sekte Rajawali Emas, yang bertugas memasang umbul-umbul serta panji-panji sekte Rajawali Emas di sekitar markas.Umbul serta panji sekte Rajawali Emas itu bahkan dipasang hingga sepanjang pohon-pohon di tepi jalan, yang merupakan akses menuju ke markas sekte Rajawali Emas.Hingga saat tiba waktu menjelang siang. Para tamu undangan dari berbagai sekte, para pendekar non sekte, perwakilan ataupun pihak kerajaan dari tiga tlatah, bahkan hingga para tokoh sepuh dunia persilatan, telah mulai berdatangan memasuki markas sekte Rajawali Emas.Ya, siapa yang tak mengenal dan tak mendengar kebesaran nama serta sepak terjang para anggota sekte Rajawali Emas. Sekte yang menyandang nama harum di dunia persilatan, maupun di hati para penduduk T
BLAPH..!Seketika kilau cahaya putih cemerlang yang menyilaukan di atas area Padang Khayangan yang tak bertepi itu pun lenyap.Kini hanya ada warna keemasan pekat di area Padang Khayangan itu. Sunyi ... angin pun bagai tak berhembus saking tenangnya.Jalu ambil posisi bersila dengan sikap teratai, perlahan dia pejamkan kedua matanya. Tak lama Jalu pun tenggelam di alam keheningan yang tercipta. Pasrah ... Mandah ... dan Berserah.*** Dan kehebohan pun terjadi di Tlatah Klikamuka.Ya, semua orang di sana ribut dan panik mencari sosok Jalu, yang bagai hilang ditelan bumi. Mereka semua yakin Jalu bisa mengatasi dan melenyapkan Arya. Karena Arya sendiri tak pernah muncul kembali, setelah duelnya melawan Jalu.Selama 7(tujuh) hari lebih seluruh orang di Tlatah Klikamuka mencari keberadaan Jalu. Mereka menyusuri dengan kapal-kapal laut hingga jauh ke laut lepas, namun tetap saja sosok Jalu tak mereka lihat dan temukan.Pada akhirnya mereka semua menyimpulkan, bahwa Jalu telah mati sampyuh
Sosok Eyang Sokatantra ambyar berkeping, terlabrak pukulan inti 'Poros Bumi Langit' milik Eyang Bardasena.Ya, bola emas berpusar milik Eyang Bardasena itu berhasil menerobos titik benturan pukulan dahsyatnya dengan pukulan milik Eyang Sokatantra.Akibatnya, dengan telak sekali bola emas yang berputar dahsyat itu menghantam dada Eyang Sokatantra. Sungguh dahsyat tak tertahankan memang power Eyang Bardasena saat itu. Kendati sesungguhnya power Eyang Sokatantra berada di atas tingkatan Eyang Barnawa dulu.Ya, keajaiban olah Pernafasan Bathara Bayu yang diperdalam Eyang Bardasena di bawah arahan Jalu, memang telah membuat peningkatan pesat pada powernya.Bahkan bisa dikatakan Eyang Bardasena kini telah memasuki ranah awal di tingkat Ksatria Semesta tingkat tak terbatas, ranah yang sama seperti halnya Jalu. Namun tentu saja power dan daya bathin Eyang Bardasena masih berada beberapa tingkat di bawah Jalu."Hukghs..!" sosok Eyang Bardasena terhuyung ke belakang, namun cepat dia kembali teg
Wuunnggtzz..!!! Weerrsskh..!!Dengung membahana suara cakra emas yang memancarkan cahaya cemerlang terdengar. Cakra emas itu berputar menggila bukan main cepatnya.Seluruh badai angin yang berada di sekitar lokasi pertarungan itu, seketika ikut terhisap masuk dan menyatu dengan pusaran badai raksasa cakra tersebut. BADAS..!Sementara badai halilintar emas tak henti menghujani lokasi pertarungan Arya dan Jalu tersebut. Tengah laut, lokasi pertarungan dua tokoh muda tersakti di jamannya itu, seketika bagai berubah menjadi sebuah wilayah yang terkutuk. Mengerikkan..!Dan yang terdahsyat adalah terbentuknya pusaran laut mega raksasa, yang berpusat di bawah sosok Jalu melayang. Pusaran laut raksasa itu mencakup radius yang sangat luas, hingga menelan pusaran raksasa yang berada di bawah sosok Arya! Inilah kegilaan yang super gila..!"Ca-cakra Semesta..?! Ini Gila..!! Keparat kau Jalu..!!" Arya tersentak kaget dan gentar bukan main. Dia seketika teringat ucapan Maha Gurunya sang Penguasa Ke
"HUAAAHHH..HH..!!!"Teriakkan bergemuruh dari pasukkan perang tiga tlatah membahana badai di pantai Parican saat itu. Dan permukaan air laut di pantai Parican yang biasanya berwarna hijau kebiruan itu, kini telah berubah total menjadi merah darah..!Patih Karna bisa mengerti siasat panglima Indrakila, dengan tidak melabuhkan kapal di pelabuhan pantai Parican. Karena rawan untuk dipakai para pasukkan tlatah Bhineka, yang hendak melarikan diri nantinya.Sungguh siasat yang cukup mematikan langkah pihak musuh. Sebuah siasat yang hanya berarti dua pilihan untuk pihak musuh, tetap menyerang dan melawan, atau mati di negeri orang..!Sungguh sebuah kesalahan fatal dari siasat dan pemikiran Panglima Besar pasukkan Bhineka, Arya.Arya tak memperhitungkan, bahwa persatuan dan persahabatan tlatah Pallawa, Klikamuka, serta Ramayana semakin bertambah solid, setelah perang besar yang terjadi 5(lima) tahun yang lalu.Arya benar-benar kurang memperhitungkan hal yang sebenarnya sangat fatal itu.***
"Bedebah kau Bardasena..! Bisakah sopan sedikit saat berbicara denganku! Simpan arakmu brengsek..!" seru marah Eyang Sokatantra.Ya, Eyang Sokatantra sangat keki dan merasa diremehkan oleh sikap Bardasena, yang berbicara dengannya sambil minum arak."Hmm. Sokatantra kita sudah sama sepuh, dan kita sudah sama tahu apa itu arti basa basi dan sikap munafik. Apa bedanya sikapku yang minum arak, dengan kata-kata makian kasarmu itu padaku! Hahahaa!" seru Eyang Bardasena tergelak, membalikkan teguran Eyang Sokatantra dengan sindirannya."Hmm. Baik Bardasena! Kita mulai saja pertarungan kita sekarang!" karuan Eyang Sokatantra bertambah keki, mendengar ucapan Eyang Bardasena yang dengan telak membalikkan teguran dengan sindiran tajamnya.Glk, glk, glk!"Baik Sokatantra! Sebaiknya kita juga bertarung agak ke tengah laut sana! Kasihan jika ada prajurit yang tewas karena pukulan kita yang meleset," ucap tegas Eyang Bardasena, menyambut tantangan Eyang Sokatantra.Slaph..!! Slaphh..!!Dua tokoh se
"MEREKA DI BELAKANG KITA..! BERSIAPLAH..!" seru lantang sang Mahapatih Suryalaga.Dia memimpin pasukkan penjaga di pantai Parican untuk mundur, agar pasukkan musuh terpancing untuk maju mengejar mereka, yang disangka gentar oleh pasukkan musuh.Cepat sekali ke 9 ribu pasukkan yang dipimpin sang patih Suryalaga tersebut membentuk barisan di sisi kiri dan kanan depan pasukkan sang Maharaja, yang telah berbaris di depan perbatasan kotaraja. Hingga Pasukkan Tlatah Klikamuka dan sekutunya kini membentuk formasi huruf 'U'.Srraakh.! Spyaarrsshk..!Sang Maharaja lolos keris pusaka 'Ki Nogo Suryo' dan acungkan keris pusaka itu ke arah langit. Seketika selarik kilatan terang melesat dari keris pusaka itu menembus awan, langit pun nampak semakin terang, walaupun matahari belum lagi menyorotkan sinar terangnya di pagi hari itu."ESA HILANG DUA TERBILANG..! PARA KSATRIA KLIKAMUKA..!! SERAANNGG..!!" seru lantang sang Maharaja, seraya acungkan 'Ki Nogo Suryo' ke arah depan dan membedal maju kudanya
HUUOOONNKKHH...!!!Suara gaung terompet/sangkha bergema membahana dari tepian batas laut di pantai Parican. Suara gaungnya mengoyak kesunyian pagi, dan menembus hingga ke dinding perbatasan kotaraja Klikamuka.Ya, itulah gaung terompet/sangkha dari pihak armada perang Tlatah Bhineka, hal yang menandakan armada pasukkan Bhineka akan bergerak menyerang ke wilayah Klikamuka!"PASUKKAN BHINEKA..! MAJUU..!!" seru lantang panglima besar mereka Arya. Sebuah seruan yang dilambari power tenaga dalamnya, hingga menembus gendang telinga segenap pasukkan kapal armada tlatah Bhineka itu."MAJUU..!!""SERANNGG..!!"Seruan Arya segera di ikuti oleh seruan komando para pimpinan kapal pasukkan armadanya. Serentak seluruh armada kapal perang tlatah Bhineka meluruk maju dengan cepat, melesat menuju tepi pantai Parican untuk mendaratkan 25 ribu lebih pasukkannya.Sementara jauh di belakang armada perang Bhineka itu."ARMADA RAMAYANA..!! KEJAR DAN SERANGG MEREKA..!!" seru lantang sang Patih Karna Ekatama
"Heeii..! Utusan Arya keparat..! Lekas ambil surat dari Tuanmu itu, dan berikan kembali pada junjunganmu si Arya itu!" seru keras sang Maharaja Klikamuka."Ba-baik paduka..!" seru gugup sang utusan yang merasa gentar, karena dia merasa sedang berada di sarang harimau. Segera di ambil dan dilipatnya kembali surat maklumat dari junjungannya, yang kini penuh dengan ludah itu."Katakan pada junjunganmu si Arya itu! Surat maklumatnya hanyalah sampah di mata rakyat Tlatah Klikamuka ini! Cepat keluar..!" seru sang Maharaja Klikamuka murka."Ba-baik Paduka!" dengan menyahut gugup, sang utusan itu segera keluar dari istana Klikamuka. Nampak wajahnya pucat pasi, dia sadar perang tak bisa terhindarkan lagi kini.Sepanjang jalan menuju kembali ke pantai, dia mengamati kekuatan pasukkan dan perlengkapan perang Tlatah Klikamuka itu. Dan hatinya menjadi bergetar ngeri, karena ternyata jumlah pasukkan Tlatah Klikamuka setara dengan jumlah pasukkan kerajaan Bhineka!Hal yang meleset dari perkiraan jun