"A-apa maksudnya Maha Guru..?!" seru Arya tak mengerti, atas makna ucapan sang Penguasa Kegelapan.'Bodoh..! Tak lama lagi kau akan bertarung dengan Jalu! Bersenggama hanya akan menurunkan powermu Arya! Sementara waktu ini tahan dulu nafsumu itu! Biarkan saja wanita si Jalu itu ditahan di sini, Jalu tak akan bisa melacak keberadaannya!Setelah pertarungan dengan Jalu kaumenangkan, barulah kau bebas menyetubuhi wanita itu hingga tewas sekalipun Arya!' seru suara bathin sang Penguasa Kegelapan menggema dalam diri Arya."Ba-baiklah Maha Guru! Arya akan menuruti kata Maha Guru!" seru gugup Arya patuh. Arya sungguh tak mengira, bahwa kesenangannya mengumbar birahi akan berdampak buruk bagi powernya.'Sekarang lebih baik kau kembali ke markas sektemu itu Arya! Jalu baru saja menyerang ke sana, lihat kerusakkan apa yang dibuat oleh Ksatria Semesta Pamungkas itu!' seru suara tanpa wujud sang Penguasa Kegelapan, dengan nada geram."A-apa Maha Guru?! Jalu adalah Ksatria Semesta Pamungkas?!" ser
"Hahahaa! Nikmat sekali sepertinya Jalu!" seru tergelak Eyang Bardasena, yang tiba-tiba saja sudah berjalan di sebelah Jalu."Salam Eyang sepuh," sapa Jalu, seraya anggukkan kepalanya pada Eyang Bardasena."Hahahaa! Tak perlu banyak peradatan denganku Jalu. Tapi kemana Kirana? Kenapa dia tak bersamamu Jalu?" Eyang Bardasena terbahak, seraya bertanya soal Kirana. Mereka berdua berjalan menuju ke arah pintu masuk sekte Pallawa."Ahh. Kirana mendadak hilang begitu saja Eyang," sahut Jalu lirih. Dia tak ingin suaranya terdengar oleh Jaya dan yang lainnya."Wahh!" hanya seruan kaget, yang terlepas dari mulut Eyang Bardasena. Segera dia meraih lengan Jalu dan membawanya berjalan cepat, menuju ke dalam markas pasukkan Pallawa.Sesampainya di dalam markas, Eyang Bardasena segera mengajak Jalu untuk langsung menuju ke ruang khusus Eyang Pandunatha.Ya, Eyang Pandunatha akhirnya tak bisa menolak, saat ia di pilih menjadi ketua sekte Pallawa menggantikan Eyang Shindupalla. Hal ini memang atas ke
"Jagad Dewa Bathara..! Ksatria Semesta Pamungkas selama ini berada didekatku, namun aku tak menyadarinya! Selamat Jalu sahabatku! Hahahaaa..!" betapa terkejutnya Eyang Bardasena, mendengar Pedang Semesta ternyata telah dimiliki oleh Jalu.Eyang Bardasena pun langsung merangkul pundak Jalu seraya terbahak senang sekali. Seolah sepuh itu terlepas dari sebuah beban beratnya."Demi Hyang Widhi Yang Agung! Ternyata benar dugaan kami selama ini, kaulah Kstaria Semesta Pamungkas yang di turunkan para Dewa untuk perang ini Jalu..!" seru Eyang Pandunatha, yang juga tak dapat menyembunyikan kegembiraannya mendengar pengakuan Jalu."Ahh. Janganlah berlebihan Eyang sepuh. Percuma saja Jalu memiliki Pedang Semesta itu, jika Jalu tak bisa menyelamatkan Kirana dari cengkraman Arya dan Penguasa Kegelapan itu," ucap Jalu penuh kesedihan."Jalu. Tenanglah! Para Dewa pasti akan memberimu petunjuk untuk menembus dimensi Kegelapan itu. Aku sangat percaya hal itu," ujar Eyang Bardasena mantap. Kekagumanny
Grrghk..! Grrghk..! Blaammphs..!Pintu Ruang Langit terbuka di hadapan Jalu. Suatu hal yang luar biasa, karena tak pernah ada satu orang ksatria semesta pun yang pernah mendapatkan kehormatan seperti itu sebelumnya.'Jalu. Masuklah! Ada sedikit pelajaran tambahan untukmu!' suara tanpa wujud, yang tak mungkin dilupakan oleh Jalu terdengar kembali. Suara yang pernah selama 2 tahun lebih di Ruang Langit dimensi silam menjadi Maha Gurunya.Jalu pun perlahan buka kedua matanya, demi mendengar suara tanpa wujud yang menembus alam keheningannya. Padahal suara pintu Ruang Langit yang bergemuruh terbuka pun, tak sanggup menembus alam keheningan Jalu dalam keberserahannya.Ya, tingginya derajat kekhusyu'an laku Jalu inilah, yang membedakannya dari para pendekar pada umumnya. Bahkan poro sepuh pun belum tentu sanggup menyamai tingkat kekhusu'an yang sangat dalam, mematikan segala hasrat, ambisi, keinginan, indera, bahkan kemampuannya.Pasrah berserah laksana jabang bayi yang baru dilahirkan."Ba
"Hahahaa! Tenanglah Pandunatha! Satu hari di dimensi ini sama dengan sebulan di dimensi masa silam Pandunatha. Jadi tak sampai 2 hari Eyang Waranaya sudah akan kembali di sini," seru Eyang Bardasena mengingatkan Eyang Pandunatha, tentang selisih waktu dimensi mereka dengan dimensi Eyang Waranaya berada."Ahh! Iya Eyang, aku lupa hal itu. Hahaa..!" Eyang Pandunatha tersentak sadar, dan terbahak menertawakan kelupaannya sendiri.Akhirnya siang itu Eyang Waranaya kembali ke dimensi silam bersama Baruna dan Ayu. Untuk melaporkan hasil pinangan serta kemelut peperangan yang tengah terjadi, di dimensi Pallawa pada Maharaja Kashimpa Alugoro Wisesa.Sementara itu, Eyang Pandunatha dan Eyang Bardasena langsung bergerak membentuk Pasukkan Khusus kerajaan Pallawa.Sebuah pasukkan yang akan menghadapi Pasukkan Terkutuk pihak pemberontak secara frontal. Eyang Bardasena sendiri yang akan memimpin Pasukkan Khusus yang dibentuknya ini.Tentu saja Panji, Larasati, Ranti, Jaya, Restu, putri Lestari, Ba
"Hmm. Lalu bagaimana dengan cara pasukkan bantuan kita bisa sampai ke tlatah Pallawa, Eyang sepuh?" tanya sang Maharaja Alugoro, dia agak bingung memikirkan hal itu."Gusti Prabu, biarlah nanti Eyang akan menghubungi Eyang Karmajaya atau Jalu, untuk masalah pemindahan pasukkan itu. Karena saat ini hanya mereka berdua yang memiliki kemampuan itu," sahut Eyang Waranaya. *** Sementara itu kehebohan terjadi di Istana Pasir Bumi kediaman Eyang sepuh Karmajaya, yang lebih dikenal dengan julukkan 'Pendekar Setengah Dewa'.Pagi itu telah ditemukan sebuah surat daun lontar, yang terdapat pada gagang sebuah golok. Golok itu menancap tegak setengah bilah, tepat di depan ujung anak tangga menuju ke ruang khusus Eyang Karmajaya.Dan isi dari surat daun lontar itu ternyata adalah sebuah tantangan dari padepokan Lentera Iblis, yang memang sudah lama menjadi musuh abadi para penghuni Istana Pasir Bumi.Padepokkan Lentera Iblis adalah sebuah padepokkan yang terletak di lereng gunung Planangan, sebel
'Degh!' tiba-tiba saja bathin Jalu bergetar, melintas secara tiba-tiba sosok Moyang sepuh Karmajaya dalam benaknya. Wajah Moyang sepuh itu nampak tersenyum menganggukkan kepalanya, seolah memanggil dirinya untuk datang."Ada apa Jalu? Katakan saja pada Eyang," bisik Eyang Waranaya, yang melihat perubahan sikap Jalu. Kebetulan dia duduk bersebelahan dengan Jalu, dalam pembicaraan di ruang dalem istana itu."Maaf Eyang sepuh. Sepertinya ada sesuatu yang terjadi dengan Moyang sepuh Karmajaya di Istana Pasir Bumi," sahut Jalu pelan."Ahh! Jika begitu Eyang akan minta ijin pada Gusti Prabu. Kita akan berangkat ke sana sekarang juga Jalu," bisik Eyang Waranaya lagi."Baik Eyang sepuh," sahut Jalu, menyetujui keputusan Eyang Waranaya."Ampun Gusti Prabu. Sepertinya ada sesuatu yang terjadi dengan sahabat Eyang Karmajaya di Istana Pasir Bumi. Eyang hendak mohon diri untuk menyambanginya," ucap Eyang Waranaya, seraya memberi hormat pada Maharaja."Mohon maaf Gusti Prabu, sebagai murid keturuna
"Baik Moyang sepuh. Jalu akan datang ke tempat pertarungan yang Moyang sepuh besok dan berjaga di sana," ucap Jalu. "Terimakasih Jalu. Kedatangan dan bantuanmu sangat berarti bagi Eyang," ucap Eyang Karmajaya tulus. 'Degh!' tiba-tiba Jalu juga mendapat lintasan buruk tentang Istana Pasir Bumi dalam benak dan bathinnya. "Tak perlu berterimakasih Moyang sepuh, Jalulah yang harusnya berterimakasih pada Moyang sepuh. Tanpa Moyang sepuh, pastilah Jalu sampai saat ini belum lulus dari Ruang Langit di dimensi Jalu," sahut Jalu rikuh, mendapat ucapan terimakasih dari Eyang sepuh yang merupakan moyang Gurunya itu. "Jalu. Eyang juga ingin membantu dalam pertarungan Karmajaya. Apa yang bisa Eyang lakukan untuk membantunya?" tanya Eyang Waranaya, dia juga ingin membantu sahabatnya itu. "Maaf Eyang sepuh Waranaya. Sesungguhnya Istana Pasir Bumi juga membutuhkan bantuan Eyang sepuh besok, di saat pertarungan Moyang sepuh Karmajaya berlangsung. Sepertinya orang-orang dari Eyang Sawungrana akan