Craasshk!
Kelebatan cahaya merah secepat kilat menebas leher Raganatha, yang kala itu hanya bisa terpaku dengan mata terbelalak ngeri.
Blukh! Gludug, gludugh!
Kepala Raganatha seketika terlepas mencelat dari lehernya. Darah muncrat dari batang leher Raganatha, sebelum akhirnya tubuh itu ambruk dengan kepala menggelinding di lantai ruangan.
Ya, Raganatha! Pengkhianat sekte Rajawali Emas, yang ternyata adalah adik kandung dari Ki Somanatha telah tewas dengan cara mengenaskan.
"Hahahaaa! Dengan ini sekte Elang Merah akan menguasai wilayah Larantuka di Tlatah Pallawa ini!
Habislah kau Sekte Rajawali Emas! Mampuslah kau Bilowo Djati!" seru keras Eyang Prana Wisesa seraya tergelak puas.
Ya, bisanya Eyang Prana Wisesa menjebol ruang penyimpanan pusaka sekte Rajawali Emas, tak lain adalah berkat keterangan si pengkhianat Raganatha.
Bahkan Raganatha juga mengatakan pada Prana Wisesa, bahwa sudah setengah tahun lamanya ayahnya Eyang Bilowo Djati berada di ruang khusus laku leluhur sekte Rajawali Emas.
Sehingga dengan mudahnya Prana Wisesa menyelinap masuk dan mencuri dua Pusaka Pamungkas sekte Rajawali Emas!
Tanpa dia merasa takut akan berhadapan dengan Eyang Bilowo Djati, yang selama ini menjadi momok yang menciutkan nyalinya.
Dan masa kejayaan sekte Elang Merah di wilayah Larantuka, yang termasuk dalam Tlatah Pallawa pun dimulai sejak saat itu.
Sementara sang waktu terus bergulir...
***
Hingga tibalah 79 tahun kemudian.
Suatu pagi di desa Trowulan.
Pagi masihlah menyisakan embun di dedaunan. Saat seorang anak lelaki berusia sekitar 10 tahunan nampak sedang berlatih gerak jurus, di sebuah halaman sebuah bangunan tua yang cukup luas.
Dia berlatih ditemani oleh sang kakak wanitanya yang berusia 16 tahun. Dengan rambut di kepang dua, nampak kakak perempuan anak laki tersebut lebih luwes dan terampil dalam memainkan jurus yang sama.
"Jalu! Berlatihlah lebih serius! Lihat Larasati kakakmu!" seru seorang pria paruh baya, yang berdiri mengamati gerak jurus kedua anak itu.
Sepasang mata pria paruh baya itu menatap tajam putra bungsunya itu. Dia merasa kesal dengan sikap ogah-ogahan Jalu dalam berlatih.
"Iya Ayah!" sahut Jalu, dan barulah dia mulai serius memainkan jurus-jurus Rajawalinya.
"Nah begitu Jalu! Bagus!" seru sang ayah senang, melihat gerakkan Jalu yang kini menjadi sangat sempurna.
Ya, ternyata sekte Rajawali Emas masih ada hingga saat itu, walau anggotanya kini hanya tinggal Larasati dan Jalu saja. Keduanya adalah putra putri dari ketua sekte Rajawali Emas ke 30 saat itu, Ki Respati.
Nampak bangunan sekte yang sudah tua dengan papan nama sekte yang telah keropos pula ditelan usia. Semua hal itu seolah menunjukkan betapa minimnya anggaran sekte Rajawali Emas.
Hal yang dikarenakan memang sudah puluhan tahun sekte Rajawali Emas tak mendapatkan anggota baru.
Ya, pasca hilangnya dua pusaka pamungkas sekte, pamor sekte 'Rajawali Emas' terus memudar dan akhirnya seolah terlupakan.
Padahal dahulu kala, sekte Rajawali Emas adalah sekte yang sangat disegani kawan maupun lawan. Anggota atau murid-muridnya pun berdatangan dari hampir seluruh 5 wilayah di Tlatah Pallawa.
Namun kini?!
Semua bekas kejayaan sekte Rajawali Emas bagai lenyap ditelan perputaran waktu.
Tak ada lagi orang ataupun muda mudi yang sudi datang ke markas sekte Rajawali Emas, baik untuk sekedar bertanya-tanya, apalagi untuk bergabung dan menimba ilmu di sekte itu. Sepi!
Hal yang memang tak bisa dipungkiri pasti terjadi.
Karena tingkat kemampuan Ki Respati sebagai ketua sekte Rajawali Emas ke 30 saat itu, berada jauh di bawah kemampuan para ketua sekte lain yang berkembang pesat di wilayah Larantuka.
Hal ini tak lain disebabkan hilangnya pusaka Kitab Rajawali Langit yang berisi 11 jurus sakti Rajawali Surga Neraka. Dan juga pusaka Pedang Rajawali Emas sejak 79 tahun yang lalu.
Hal yang mengakibatkan makin menurunnya penguasaan atas 11 jurus dalam Kitab Rajawali Langit dari para ketua sekte berikutnya.
Sedangkan Ki Respati sendiri hanya mampu menguasai 5 jurus, dari 11 jurus sakti Rajawali Surga Neraka.
Dalam sejarah sekte Rajawali Emas, hanya pada masa ketua sekte ke 18 yang bernama Eyang Sangga Langit, sekte Rajawali Emas mencapai masa keemasan dan puncak kejayaannya.
Karena Eyang Sangga Langit telah berhasil menguasai ke 11 jurus Rajawali Surga Neraka dengan sempurna.
Sementara sebut saja sekte Elang Merah, sekte Kera Putih, sekte Naga Terbang, sekte Harimau Besi, sekte Awan Hitam dan juga sekte Tapak Emas.
Keenam sekte itu memiliki ketua atau sesepuh yang berkemampuan tinggi. Rata-rata para ketua sekte itu sudah menguasai kitab pusaka sektenya dengan sempurna. Atau paling rendahnya sudah menguasai 3/4 dari kitab pusaka sekte mereka.
Dan dengan banyaknya anggota-anggota baru yang bergabung dan membayar biaya pelatihan serta biaya hidup mereka pada keenam sekte tersebut.
Maka soal anggaran pembangunan dan pemenuhan fasilitas sekte, tentu saja merupakan hal mudah bagi keenam sekte itu.
Hal dan kondisi yang tentunya sangat jauh berbeda bak bumi dan langit, dengan kondisi anggaran di sekte Rajawali Emas!
Bagusnya halaman belakang di markas sekte Rajawali Emas cukup luas, hingga bisa dimanfaatkan oleh Ki Respati dan keluarganya untuk bercocok tanam serta memelihara ternak ayam.
Sehingga bisa dibilang cukuplah, kalau hanya sekedar untuk menyambung hidup mereka sekeluarga saja.
Seusai berlatih dan sarapan, Jalu diperintah sang ayah untuk menjual 5 ekor ayam yang mereka pelihara untuk dijual ke pasar.
Dan uang hasil penjualannya akan langsung digunakan Jalu untuk membeli beras, serta keperluan lainnya di rumah mereka.
Sesampainya Jalu di pasar, dia langsung menuju ke lokasi penadah hewan yang hendak dijual di pasar itu.
Dan mau tak mau Jalu harus melalui sebuah warung makan, yang letaknya tak jauh dari lokasi para penadah ayam di pasar itu.
Sebuah warung makan yang sebenarnya enggan dilalui oleh Jalu, jika dia tidak dalam keadaan terpaksa.
"Wah! Teman-teman lihatlah! Anak dari sekte Rajawali Sungsang mau jualan ayam! Hahahaaa!" seru seorang anak usia belasan terbahak mengejek, seraya menunjuk ke arah Jalu yang hendak lewat di depan warung makan.
“Apa?! Rajawali Sungsang?! Hahaha!” terdengar seruan bernada mengejek dan terbahak dari tiga anak lain seusianya di warung makan itu.
"Hush! Arya! Jangan begitulah, mungkin dia kini sudah merubah nama sektenya menjadi sekte Ayam Panggang! Hahahaaa!" timpal seorang lagi di antara mereka.
Dan kembali tawa bergelak dari keempat anak lelaki di warung makan itu terdengar bersahutan.
Pandangan wajah mereka semuanya tertuju pada Jalu, dengan pandangan sinis dan menghina.
Jalu hanya diam saja, saat nama sektenya dijadikan bahan olok-olok kumpulan anak-anak itu.
Karena memang dirinya sudah terbiasa menerima makian dan hinaan dari anggota sekte lain, yang mengenalnya sebagai putra dari ketua sekte Rajawali Emas.
Dan Jalu juga tahu, siapa anak-anak usia belasan yang tak jauh dari dirinya yang berusia 10 tahun itu.
Ya, mereka adalah para anggota muda dari sekte-sekte yang memang letaknya berdekatan, atau hanya berlainan desa saja dengan sekte Rajawali Emas.
Kebetulan pasar di desa Trowulan merupakan pasar teramai, di antara pasar ketiga desa lain di sekitarnya.
Maka pasar Trowulan otomatis dijadikan pasar tempat tongkrongan favorit bagi para anggota sekte baik tua maupun muda di wilayah Larantuka.
Namun tentu saja pasar di pusat kota Larantukalah yang terbesar dan teramai di antara semuanya, tapi memang letaknya cukup jauh bagi Jalu untuk ke sana.
Dengan menahan kekesalan hati dan menulikan kupingnya, Jalu terus berjalan melewati kumpulan remaja tanggung yang memuakkan itu.
Dikempitnya kelima ekor ayam yang dibawanya, tiga ekor di ketiak kanan sementara dua ekor di ketiak kirinya. Namun tiba-tiba saja,
Stakh! Kekh! ... Kekh! Tiga ekor ayam terkulai mati.
Stakh! Stakh! ... Kekkh! Kekhh! Dua ekor ayam lagi menyusul mati.
"Hahh! ...
"Hahh! Ka-kalian brengsek!" seru marah dan terkejut Jalu bukan main, dia langsung memaki dan mendekati kawanan remaja itu. Dilihatnya dengan marah dan sedih bangkai kelima ekor ayamnya yang telah mati, dengan leher remuk dihantam lesatan 5 buah batu kerikil. Jalu bergegas menghampiri keempat remaja yang nampak masih tergelak mengejeknya, kendati mereka melihat kemarahan di wajah Jalu. "Hahahaa! Kau mau apa ke sini?! Apa mau kami buat lehermu seperti kelima ayammu itu, hahh?!" seru tergelak seorang remaja diantara kawanan itu, seraya mengintimidasi Jalu. Plakkh! Secepat kilat Jalu menampar keras anak yang berkata mengancamnya itu. “Akhssh!” remaja yang bernama Arya itu tertampar telak seraya mengaduh kesakitan. Karena dia merasa terlalu yakin, jika Jalu tak mungkin bernyali menamparnya. "Sialan! Kau berani menamparku anak gembel! Hiahh!” seru marah Arya memaki, tendangan putarnya langsung melesat cepat ke arah kepala Jalu. Daghhk! Gludug, gludukh! Jalu yang memang telah siaga b
"Terimakasih ya. Nama kamu siapa?" Jalu ucapkan rasa terima kasihnya seraya bertanya."Ahh, itu bukan apa-apa. Namaku Kirana, aku tinggal di Desa Karanglesem. Nama kau siapa dan dari desa mana?" sahut Kirana ramah, seraya balik bertanya."Wah! Desa Karanglesem lumayan jauh dari Trowulan Kirana. Namaku Jalu," sentak Jalu kaget, seraya menyebut namanya."Iya Mas Jalu. Kebetulan Ayahanda mengajakku ke sini, karena ada beberapa ketua sekte yang juga ikut datang bersama Ayahku ke desa ini,” sahut ramah Kirana.Kirana langsung memberikan panggilan 'Mas' pada Jalu, karena dia memperkirakan usia Jalu lebih tua darinya.Dan Kirana juga seperti melihat pancaran kharisma yang membuatnya merasa segan dan respek pada diri Jalu."Wah! Rupanya Ayahmu adalah seorang ketua sekte juga ya Kirana. Pantas saja jurusmu tadi sangat hebat!" seru Jalu kagum dan memuji Kirana."Mas Jalu kenapa sampai dikeroyok oleh Arya dan teman-temannya tadi?" tanya Kirana penasaran, tanpa pedulikan pujian dari JaluLalu Jalu
"Bagus Jalu! Tak peduli kalah ataupun menang, kehormatan haruslah tetap kau jaga!Selama kau yakin berada dalam kebenaran, pantang kakimu surut ke belakang! Itu baru anak ayah!" seru Ki Respati memuji putranya.Ya, bagi Ki Respati, sikap ksatria dan martabat seorang pendekar jauh lebih penting tertanam lebih dulu, di dalam dada murid yang juga putranya itu.Karena dengan dasar sikap ksatria yang telah tertanam dengan kuat, maka ilmu setinggi apa pun tak akan membuat mental putranya itu goyah dan tersesat dari jalan kebenaran di kemudian hari.Hal itulah dasar karakter yang selalu dipegang teguh oleh seluruh anggota sekte Rajawali Emas, sejak sekte itu berdiri ratusan tahun silam."Jalu, ada amanat yang harus kau pegang sebagai penerus dari sekte Rajawali Emas ini.Mengingat usia ayah sudah 55 tahun lebih, maka sebaiknya sekarang saja kau pegang amanah itu," ujar Ki Respati dengan nada serius.Ki Respati mengeluarkan sesuatu dari balik bajunya, tampaklah sebuah kain hitam kecil berbent
Karena sesungguhnya sepuh Prana Wisesa, leluhur dari ketua sekte Elang Merah itu telah menggambar denah serta rahasia semua perangkap, yang ada di dalam ruang pusaka sekte Rajawali Emas itu pada secarik kain.Lalu Prana Wisesa mewariskan gambar itu dan menyimpannya di ruang pusaka sekte Elang Merah.Hingga akhirnya sampailah gambar denah rahasia ruang pusaka sekte Rajawali Emas itu pada tangan Ki Taksaka, ketua sekte Elang Merah saat itu.Dan entah telah berapa kali dengan diam-diam Ki Taksaka keluar masuk dalam ruang penyimpanan pusaka sekte Rajawali Emas.Sementara Ki Respati sendiri memang sangat jarang, bahkan hampir tak pernah masuk lagi ke ruang penyimpanan pusaka sektenya itu.Karena memang ruang penyimpanan pusaka itu sudah lama sengaja di kosongkan, dan seluruh pusaka sekte Rajawali Emas yang tersisa telah di pindahkan oleh Ki Respati ke salah satu kamar kosong.Kamar kosong yang berada di dalam markas dan merangkap sebagai kediaman keluarganya.Klaghk! Grrgk! Daambh!Ki Taks
Splaattzh!Belum cukup sampai disitu, dua larik cahaya hitam pekat nampak melesat menembus pusat benturan dan menghajar telak dada Ki Respati.Blaarghk! Krreegh!“Arrghks!” dada kiri dan kanan Ki Respati pun hangus dan melesak seketika, dan dengan diiringi teriakkan kematiannya maka ambruklah sosok Ki Respati ke bumi.Ya, Ki Respati suami Seruni serta ayah dari Jalu dan Larasati! Ketua sekte Rajawali Emas ke 30 telah tewas dengan mengenaskan malam itu!"Mampus kau ketua sekte sampah!" seru puas Ki Taksaka, seraya menghampiri mayat Ki Respati.Dengan seksama dia mendeteksi sekujur tubuh Ki Respati dengan telapak tangannya, yang dilambari ilmu Serap Raga miliknya.'Bedebah! Mustika Rajawali Emas tak ada ditubuhnya!' seru marah dan kecewa bathin Ki Taksaka."Ada apakah Ki Taksaka?!" Ki Mukti Roso berseru heran, saat melihat rekannya itu nampak kecewa, setelah mencari-cari sesuatu pada sosok mayat Ki Respati."Tidak apa-apa Ki Mukti Roso. Aku hanya ingin memastikan kalau dia benar-benar s
“Hei! Apa yang telah kalian lakukan pada putri bedebah itu..?!” seru kaget Ki Taksaka, saat dia melihat tubuh polos Larasati yang tak sadarkan diri di dalam saung.“Ahh! Ki Taksaka, apakah kita tak boleh bersenang-senang dulu sebelum menghabisi gadis itu.Jika kau berminat silahkan saja. Kami bertiga sudah puas menikmatinya, hehe!” seru terkekeh Ki Arga Bayu, dengan senyum penuh kepuasan.“Dasar kalian mata keranjang! Hahahaa!” seru tergelak Ki Mukti Roso memaklumi hasrat bawah ketiga rekannya."Lalu bagaimana baiknya sekarang Ki Taksaka? Kedua anak itu telah tak sadarkan diri kini," tanya Ki Mukti Roso menanti keputusan Ki Taksaka, yang dianggap tetua di antara mereka berlima. "Sebentar! Biar kuperiksa mereka lebih dulu!" seru Ki Taksaka, seraya mendatangi sosok Larasati yang masih tergolek di atas balai saung.Dan kembali Ki Taksaka menerapkan ilmu Serap Raganya, untuk mendeteksi keberadaan energi Mustika Rajawali Emas pada tubuh polos Larasati.'Bedebah! Dimana sebenarnya Ki Res
Braaghhk! Lesatan sosok Ki Tasaka pun terhenti, saat punggungnya menghantam keras batang pohon nangka yang berdiri kokoh di belakang sana. Srrtt! Brughk! Tubuh Ki Taksaka pun langsung merosot dan ambruk terkapar dibawah pohon itu. Blaarrrghks!! Ledakkan menggelegar terdengar, saat empat pukulan ketua sekte menghantam telak sosok Ki Lanangjati. Dan hancur leburlah sudah sosok Ki Lanangjati seketika itu juga, akibat dilabrak 4 pukulan dahsyat yang berlainan sifat dari para ketua sekte yang terarah padanya. Ya, sosok sepuh Ki Lanangjati pun tewas dengan tubuh hancur dan berpencaran cerai berai, hingga tak bisa dikenali lagi! Mengenaskan! Slaph! “Ki Taksaka! Kau tak apa-apa?!" seru Ki Mukti Roso yang melesat lebih dulu menghampiri sosok Ki Taksaka yang terkapar di tanah. Slaph..!! Ketiga rekan ketua sekte lainnyapun segera menyusul melesat ke arah Ki Taksaka. "Akkhsshh! Ahhss ..! A-aku tak apa-apa! Rompi Elang Sutra melindungi tubuhku. Kalian carilah anak
Tak memerlukan waktu lama, tibalah sang nenek di sebuah gubuk yang letaknya tersembunyi di tengah hutan Kambangan. Sebuah kawasan hutan lebat yang masih berada di wilayah Larantuka. Taph! Sang nenek menjejak ringan di depan pintu gubuk kediamannya, lalu masuk ke dalam dengan membawa sosok Larasati. Siapakah sang nenek itu sebenarnya? Sang nenek aslinya bernama Nyi Nariti, seorang pendekar wanita yang namanya dulu pernah menggetarkan rimba persilatan Tlatah Pallawa di masa mudanya. Julukan Nyi Nariti pada jamannya adalah Dewi Seribu Bayang. Sesungguhnya di masa sepuhnya itu Nyi Nariti sama sekali sudah tak berminat turun kembali ke dunia ramai. Apalagi berpikir untuk memiliki dan mendidik seorang murid! Tapi sepertinya, kejadian tak terduga malam itu akan merubah pendiriannya. Siapa yang tahu? *** Sementara sebelum menendang Jalu tadi, sesungguhnya Ki Lanangjati telah menekan sebuah titik di belakang kepala Jalu. Hal yang seketika membuat Jalu tersadar. Dan Ki Lanangjati jug