Share

Bab 002. SEKTE YANG TERLUPAKAN

Craasshk!

Kelebatan cahaya merah secepat kilat menebas leher Raganatha, yang kala itu hanya bisa terpaku dengan mata terbelalak ngeri.

Blukh! Gludug, gludugh!

Kepala Raganatha seketika terlepas mencelat dari lehernya. Darah muncrat dari batang leher Raganatha, sebelum akhirnya tubuh itu ambruk dengan kepala menggelinding di lantai ruangan.

Ya, Raganatha! Pengkhianat sekte Rajawali Emas, yang ternyata adalah adik kandung dari Ki Somanatha telah tewas dengan cara mengenaskan.

"Hahahaaa! Dengan ini sekte Elang Merah akan menguasai wilayah Larantuka di Tlatah Pallawa ini!

Habislah kau Sekte Rajawali Emas! Mampuslah kau Bilowo Djati!" seru keras Eyang Prana Wisesa seraya tergelak puas.

Ya, bisanya Eyang Prana Wisesa menjebol ruang penyimpanan pusaka sekte Rajawali Emas, tak lain adalah berkat keterangan si pengkhianat Raganatha.

Bahkan Raganatha juga mengatakan pada Prana Wisesa, bahwa sudah setengah tahun lamanya ayahnya Eyang Bilowo Djati berada di ruang khusus laku leluhur sekte Rajawali Emas.

Sehingga dengan mudahnya Prana Wisesa menyelinap masuk dan mencuri dua Pusaka Pamungkas sekte Rajawali Emas!

Tanpa dia merasa takut akan berhadapan dengan Eyang Bilowo Djati, yang selama ini menjadi momok yang menciutkan nyalinya.

Dan masa kejayaan sekte Elang Merah di wilayah Larantuka, yang termasuk dalam Tlatah Pallawa pun dimulai sejak saat itu.

Sementara sang waktu terus bergulir...

***

Hingga tibalah 79 tahun kemudian.

Suatu pagi di desa Trowulan.

Pagi masihlah menyisakan embun di dedaunan. Saat seorang anak lelaki berusia sekitar 10 tahunan nampak sedang berlatih gerak jurus, di sebuah halaman sebuah bangunan tua yang cukup luas.

Dia berlatih ditemani oleh sang kakak wanitanya yang berusia 16 tahun. Dengan rambut di kepang dua, nampak kakak perempuan anak laki tersebut lebih luwes dan terampil dalam memainkan jurus yang sama.

"Jalu! Berlatihlah lebih serius! Lihat Larasati kakakmu!" seru seorang pria paruh baya, yang berdiri mengamati gerak jurus kedua anak itu.

Sepasang mata pria paruh baya itu menatap tajam putra bungsunya itu. Dia merasa kesal dengan sikap ogah-ogahan Jalu dalam berlatih.

"Iya Ayah!" sahut Jalu, dan barulah dia mulai serius memainkan jurus-jurus Rajawalinya.

"Nah begitu Jalu! Bagus!" seru sang ayah senang, melihat gerakkan Jalu yang kini menjadi sangat sempurna.

Ya, ternyata sekte Rajawali Emas masih ada hingga saat itu, walau anggotanya kini hanya tinggal Larasati dan Jalu saja. Keduanya adalah putra putri dari ketua sekte Rajawali Emas ke 30 saat itu, Ki Respati.

Nampak bangunan sekte yang sudah tua dengan papan nama sekte yang telah keropos pula ditelan usia. Semua hal itu seolah menunjukkan betapa minimnya anggaran sekte Rajawali Emas.

Hal yang dikarenakan memang sudah puluhan tahun sekte Rajawali Emas tak mendapatkan anggota baru.

Ya, pasca hilangnya dua pusaka pamungkas sekte, pamor sekte 'Rajawali Emas' terus memudar dan akhirnya seolah terlupakan.

Padahal dahulu kala, sekte Rajawali Emas adalah sekte yang sangat disegani kawan maupun lawan. Anggota atau murid-muridnya pun berdatangan dari hampir seluruh 5 wilayah di Tlatah Pallawa.

Namun kini?!

Semua bekas kejayaan sekte Rajawali Emas bagai lenyap ditelan perputaran waktu.

Tak ada lagi orang ataupun muda mudi yang sudi datang ke markas sekte Rajawali Emas, baik untuk sekedar bertanya-tanya, apalagi untuk bergabung dan menimba ilmu di sekte itu. Sepi!

Hal yang memang tak bisa dipungkiri pasti terjadi.

Karena tingkat kemampuan Ki Respati sebagai ketua sekte Rajawali Emas ke 30 saat itu, berada jauh di bawah kemampuan para ketua sekte lain yang berkembang pesat di wilayah Larantuka.

Hal ini tak lain disebabkan hilangnya pusaka Kitab Rajawali Langit yang berisi 11 jurus sakti Rajawali Surga Neraka. Dan juga pusaka Pedang Rajawali Emas sejak 79 tahun yang lalu.

Hal yang mengakibatkan makin menurunnya penguasaan atas 11 jurus dalam Kitab Rajawali Langit dari para ketua sekte berikutnya.

Sedangkan Ki Respati sendiri hanya mampu menguasai 5 jurus, dari 11 jurus sakti Rajawali Surga Neraka.

Dalam sejarah sekte Rajawali Emas, hanya pada masa ketua sekte ke 18 yang bernama Eyang Sangga Langit, sekte Rajawali Emas mencapai masa keemasan dan puncak kejayaannya.

Karena Eyang Sangga Langit telah berhasil menguasai ke 11 jurus Rajawali Surga Neraka dengan  sempurna.

Sementara sebut saja sekte Elang Merah, sekte Kera Putih, sekte Naga Terbang, sekte Harimau Besi, sekte Awan Hitam dan juga sekte Tapak Emas.

Keenam sekte itu memiliki ketua atau sesepuh yang berkemampuan tinggi. Rata-rata para ketua sekte itu sudah menguasai kitab pusaka sektenya dengan sempurna. Atau paling rendahnya sudah menguasai 3/4 dari kitab pusaka sekte mereka.

Dan dengan banyaknya anggota-anggota baru yang bergabung dan membayar biaya pelatihan serta biaya hidup mereka pada keenam sekte tersebut.

Maka soal anggaran pembangunan dan pemenuhan fasilitas sekte, tentu saja merupakan hal mudah bagi keenam sekte itu.

Hal dan kondisi yang tentunya sangat jauh berbeda bak bumi dan langit, dengan kondisi anggaran di sekte Rajawali Emas!

Bagusnya halaman belakang di markas sekte Rajawali Emas cukup luas, hingga bisa dimanfaatkan oleh Ki Respati dan keluarganya untuk bercocok tanam serta memelihara ternak ayam.

Sehingga bisa dibilang cukuplah, kalau hanya sekedar untuk menyambung hidup mereka sekeluarga saja.

Seusai berlatih dan sarapan, Jalu diperintah sang ayah untuk menjual 5 ekor ayam yang mereka pelihara untuk dijual ke pasar.

Dan uang hasil penjualannya akan langsung digunakan Jalu untuk membeli beras, serta keperluan lainnya di rumah mereka.

Sesampainya Jalu di pasar, dia langsung menuju ke lokasi penadah hewan yang hendak dijual di pasar itu.

Dan mau tak mau Jalu harus melalui sebuah warung makan, yang letaknya tak jauh dari lokasi para penadah ayam di pasar itu.

Sebuah warung makan yang sebenarnya enggan dilalui oleh Jalu, jika dia tidak dalam keadaan terpaksa.

"Wah! Teman-teman lihatlah! Anak dari sekte Rajawali Sungsang mau jualan ayam! Hahahaaa!" seru seorang anak usia belasan terbahak mengejek, seraya menunjuk ke arah Jalu yang hendak lewat di depan warung makan.

“Apa?! Rajawali Sungsang?! Hahaha!” terdengar seruan bernada mengejek dan terbahak dari tiga anak lain seusianya di warung makan itu.

"Hush! Arya! Jangan begitulah, mungkin dia kini sudah merubah nama sektenya menjadi sekte Ayam Panggang! Hahahaaa!" timpal seorang lagi di antara mereka.

Dan kembali tawa bergelak dari keempat anak lelaki di warung makan itu terdengar bersahutan.

Pandangan wajah mereka semuanya tertuju pada Jalu, dengan pandangan sinis dan menghina.

Jalu hanya diam saja, saat nama sektenya dijadikan bahan olok-olok kumpulan anak-anak itu.

Karena memang dirinya sudah terbiasa menerima makian dan hinaan dari anggota sekte lain, yang mengenalnya sebagai putra dari ketua sekte Rajawali Emas.

Dan Jalu juga tahu, siapa anak-anak usia belasan yang tak jauh dari dirinya yang berusia 10 tahun itu.

Ya, mereka adalah para anggota muda dari sekte-sekte yang memang letaknya berdekatan, atau hanya berlainan desa saja dengan sekte Rajawali Emas. 

Kebetulan pasar di desa Trowulan merupakan pasar teramai, di antara pasar ketiga desa lain di sekitarnya.

Maka pasar Trowulan otomatis dijadikan pasar tempat tongkrongan favorit bagi para anggota sekte baik tua maupun muda di wilayah Larantuka.

Namun tentu saja pasar di pusat kota Larantukalah yang terbesar dan teramai di antara semuanya, tapi memang letaknya cukup jauh bagi Jalu untuk ke sana.

Dengan menahan kekesalan hati dan menulikan kupingnya, Jalu terus berjalan melewati kumpulan remaja tanggung yang memuakkan itu.

Dikempitnya kelima ekor ayam yang dibawanya, tiga ekor di ketiak kanan sementara dua ekor di ketiak kirinya. Namun tiba-tiba saja,  

Stakh! Kekh! ... Kekh! Tiga ekor ayam terkulai mati.

Stakh! Stakh! ... Kekkh! Kekhh! Dua ekor ayam lagi menyusul mati.

"Hahh! ...

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status