Share

Bab 004. RENCANA BUSUK DAN FITNAH

"Terimakasih ya. Nama kamu siapa?" Jalu ucapkan rasa terima kasihnya seraya bertanya.

"Ahh, itu bukan apa-apa. Namaku Kirana, aku tinggal di Desa Karanglesem. Nama kau siapa dan dari desa mana?" sahut Kirana ramah, seraya balik bertanya.

"Wah! Desa Karanglesem lumayan jauh dari Trowulan Kirana. Namaku Jalu," sentak Jalu kaget, seraya menyebut namanya.

"Iya Mas Jalu. Kebetulan Ayahanda mengajakku ke sini, karena ada beberapa ketua sekte yang juga ikut datang bersama Ayahku ke desa ini,” sahut ramah Kirana.

Kirana langsung memberikan panggilan 'Mas' pada Jalu, karena dia memperkirakan usia Jalu lebih tua darinya.

Dan Kirana juga seperti melihat pancaran kharisma yang membuatnya merasa segan dan respek pada diri Jalu.

"Wah! Rupanya Ayahmu adalah seorang ketua sekte juga ya Kirana. Pantas saja jurusmu tadi sangat hebat!" seru Jalu kagum dan memuji Kirana.

"Mas Jalu kenapa sampai dikeroyok oleh Arya dan teman-temannya tadi?" tanya Kirana penasaran, tanpa pedulikan pujian dari Jalu

Lalu Jalu pun akhirnya menceritakan kejadian yang sebenarnya pada Kirana, tanpa ada yang disembunyikannya.

***

Sementara tak jauh dari pasar itu.

Nampak 6 ketua sekte tengah berbincang serius di sebuah rumah kosong milik Ki Braja Denta, sang ketua sekte Harimau Besi.

"Pokoknya nanti malam kita akan geledah markas bobrok sekte Rajawali Emas itu!

Jika memang benar pusaka 'Baju Harimau Besi' milik sekteku yang hilang berada di sana, seperti kata Ki Taksaka!

Maka akan kubantai habis seluruh keluarga sekte Rajawali Emas itu!" seru keras Ki Braja Denta, seraya menatap ke arah Ki Taksaka.

“Aku berani menjamin kebenaran kabar itu Ki Braja Denta!” seru mantap Ki Taksaka. Dia adalah ketua sekte Elang Merah, yang juga adalah ayah dari Kirana! 

"Benar! Kita habisi saja sekte pencuri pusaka yang hina dan tak berguna itu!" seru keempat ketua sekte lainnya.

"Tenanglah kalian semuanya! Karena aku mendapat keterangan itu dari orang yang sangat terpercaya!" seru Ki Taksaka yakin, pada kelima rekannya itu.

Namun diam-diam Ki Taksaka menyembunyikan senyum culas di wajahnya, seraya memalingkan wajahnya ke arah lain.

'Hahahaa! Habislah kau kini hingga ke akar-akarnya, sekte sampah!' seru batin Ki Taksaka tertawa puas.

"Baiklah! Sebaiknya nanti malam jangan sampai ada yang lolos satu pun, dari anggota keluarga Ki Respati pecundang itu!" seru Ki Mukti Roso, ketua sekte Kera Putih.

"Benar Ki Mukti Roso! Pastikan jangan ada yang sampai tahu, bahwa kitalah yang telah menghabisi keluarga sekte Rajawali Emas!" sahut Ki Argabayu, ketua sekte Naga Terbang.

Akhirnya pembicaraan para ketua sekte itu pun beralih pada topik lain yang tak kalah seru, mengenai sebuah pertarungan akbar dari tiga tokoh sepuh dunia persilatan saat itu.

"Hmm! Entah sepuh tlatah mana yang akan memenangkan pertarungan ‘Pendekar Tiga Tlatah’ nantinya.

Menurut kalian sepuh Tlatah mana yang akan menang, dalam pertarungan yang digelar setiap 10 tahun sekali itu?" tanya Ki Mukti Roso, meminta pendapat ketua sekte lainnya.

"Ya, wakil pendekar Tlatah Pallawa kita sudah dua kali mengalami kekalahan dalam pertarungan 'Pendekar Tiga Tlatah' itu.

Kalau tak salah pertarungan ketiga tokoh sepuh itu akan berlangsung bulan depan," ucap Ki Taksaka dengan raut wajah kecewa.

"Hmm. Kemampuan Eyang sepuh Cakradewa dari Tlatah Klikamuka memang masih terlalu dahsyat.

Sehingga Eyang sepuh Shindupalla wakil Tlatah kita Pallawa, maupun Eyang sepuh Pandunatha wakil dari Tlatah Ramayana bisa di kalahkan oleh eyang sepuh Cakradewa pada 10 tahun yang lalu.

Tapi selalu akan ada perkembangan dan ilmu dahsyat baru, yang di ciptakan oleh ketiga tokoh sepuh itu dalam 10 tahun kemudian," timpal Ki Antapani, sang ketua sekte Tapak Emas.

"Ketiga tokoh sepuh itu memang tak memiliki sekte, namun kemampuan ketiganya bagai dewa yang turun ke bumi.

Andai mereka bertiga mendirikan sekte, sepertinya sekte kita bukanlah apa-apa bagi sekte yang mereka dirikan," ucap Ki Taksaka jujur.

***

Sementara kembali di pasar Trowulan.

"Kirana tak akan mau berteman dengan Mas Jalu, kalau Mas Jalu juga menolak pemberian beras ini!" seru Kirana dengan wajah cemberut.

Ya, Kirana sengaja membelikan beras untuk dibawa pulang oleh Jalu, sesuai dengan harga lima ekor ayam yang akan di jual Jalu.

Karena memang sebelumnya pemberian Kirana berupa uang ditolak oleh Jalu.

"Ahh!" Jalu tersentak kaget, saat melihat Kirana datang lagi padanya dengan membawa beras.

Ya, jujur saja Jalu memang tengah kebingungan memikirkan beras untuk keluarganya, yang harus dibawanya pulang saat itu juga.

Tadinya Jalu mengira Kirana akan pergi, setelah dia menolak pemberian uang dari anak perempuan itu.

"Ba-baiklah Kirana. Terimakasih, aku terima pemberianmu ini. Dan aku menganggapnya sebagai suatu pinjaman darimu Kirana," ucap Jalu serak menahan keharuan hatinya.

Benak dan hati Jalu pun langsung merekam baik-baik wajah Kirana dalam ingatannya. Sebuah wajah yang tak akan terlupakan dan mendapatkan janji dari hati terdalamnya.

'Kau begitu baik Kirana, padahal kita juga baru kenal hari ini. Aku berjanji suatu saat akan membalas dan mengembalikan budi baikmu ini Kirana', batin Jalu berjanji dan bertekad.

"Nah, begitu dong Mas Jalu," ucap Kirana riang.

Entah mengapa hati Kirana menjadi begitu sedih dan bersimpati pada nasib yang menimpa Jalu, padahal dia juga baru saja mengenal Jalu.

Ya, ketabahan dan keberanian Jalu dalam memperjuangkan haknya, walau untuk itu dia harus menerima penganiayaan dari Arya cs tadi.

Rupanya hal itulah yang telah menggugah perasaan iba dan kagum sekaligus simpati di hati Kirana terhadap Jalu.

Akhirnya Jalu pun pulang dengan membawa bungkusan beras yang cukup besar itu ke rumahnya.

Sesampainya dia di rumah, orang pertama yang berkomentar tentang keadaan Jalu adalah sang ibu, Nyi Seruni.

"Ya ampun Jalu! Kenapa wajahmu memar dan bengkak seperti itu?! Kamu kenapa Nak?!" seru Seruni cemas, melihat putra kesayangannya pulang dalam keadaan babak belur begitu.

"Tidak apa-apa kok Bu. Tadi ayamnya terlepas, dan Jalu sampai menabrak batang pohon kelapa untuk menangkapnya kembali,” sahut Jalu berbohong, untuk menenangkan hati ibunya.

"Aduh! Kalau begitu biar ibu akan masakkan air panas untukmu, lalu kau seka wajahmu dengan air hangat ya Jalu," ucap Nyi Seruni dengan nada sayang dan prihatin.  

"Baik Bu," ucap Jalu lega karena merasa telah berhasil mengelabui ibunya, agar tak merasa cemas lagi padanya.

Namun sayangnya saat Jalu masuk ke ruang tengah, dirinya langsung terlihat oleh ayah dan kakaknya.

Maka Jalu pun maklum, bahwa mereka berdua tak mungkin bisa di kelabui seperti halnya sang ibu tadi.  

"Jalu! Kau ikutlah ayah ke belakang sebentar!" seru cepat Ki Respati, seraya mendahului Jalu berjalan ke halaman belakang rumah mereka.

Jalu langsung saja mengikuti langkah sang ayah dengan hati berdebar tegang.

"Jalu! Katakan saja terus terang pada ayah. Siapa yang telah menganiayamu hingga babak belur seperti itu?!" tanya Ki Respati tegas.

"Ahh! Ehh! Anak-anak anggota sekte Harimau Besi dan sekte Kera Putih, Ayah," sahut Jalu agak gugup dan terbata.

"Apakah kamu diam saja atau melawan? Berapa orang mereka?!" tanya tegas sang ayah lagi.

"Jalu melawan Ayah, dan jumlah mereka ada empat orang," sahut jujur Jalu apa adanya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status