Karena sesungguhnya sepuh Prana Wisesa, leluhur dari ketua sekte Elang Merah itu telah menggambar denah serta rahasia semua perangkap, yang ada di dalam ruang pusaka sekte Rajawali Emas itu pada secarik kain.
Lalu Prana Wisesa mewariskan gambar itu dan menyimpannya di ruang pusaka sekte Elang Merah.
Hingga akhirnya sampailah gambar denah rahasia ruang pusaka sekte Rajawali Emas itu pada tangan Ki Taksaka, ketua sekte Elang Merah saat itu.
Dan entah telah berapa kali dengan diam-diam Ki Taksaka keluar masuk dalam ruang penyimpanan pusaka sekte Rajawali Emas.
Sementara Ki Respati sendiri memang sangat jarang, bahkan hampir tak pernah masuk lagi ke ruang penyimpanan pusaka sektenya itu.
Karena memang ruang penyimpanan pusaka itu sudah lama sengaja di kosongkan, dan seluruh pusaka sekte Rajawali Emas yang tersisa telah di pindahkan oleh Ki Respati ke salah satu kamar kosong.
Kamar kosong yang berada di dalam markas dan merangkap sebagai kediaman keluarganya.
Klaghk! Grrgk! Daambh!
Ki Taksaka berhasil membuka pusat ruang penyimpanan pusaka, tempat dulu Kitab Pusaka Rajawali Langit dan Pedang pusaka Rajawali Emas berada.
Sebuah ruang yang sebetulnya merupakan bagian tersulit, untuk di tembus seorang pencuri terlihai dan tersakti sekali pun.
Dan sengaja Ki Taksaka membawa keempat ketua sekte yang bersamanya ke ruang tersulit itu. Untuk membuat keempat ketua sekte percaya, bahwa pihak sekte Rajawali Emaslah yang mencuri pusaka milik sekte Harimau Besi!
"Hah! Bedebah! Ternyata benar 'Baju Harimau Besi' pusaka sekteku yang hilang berada di sarang sekte gembel ini!
Ini benar-benar tak terampuni" seru murka Ki Braja Denta, dengan mata mencorong dan tubuh bergetar menahan amarah dan kebenciannya.
"Terkutuk kau Respati! Ternyata Tongkat Besi Kuning pusaka milik sekteku juga di sini! Kurang ajar!!" seru bergetar Ki Mukti Roso, ketua sekte Kera Putih.
Ya, Ki Mukti Roso memang sudah hampir seminggu ini tak memeriksa ruang pusaka sektenya. Karuan saja dia menjadi sangat terkejut dan murka, saat melihat pusakanya telah berpindah ke ruang pusaka rahasia sekte Rajawali Emas itu.
Kedua ketua sekte Harimau Besi dan Kera Putih segera mengambil kembali pusaka milik sekte mereka.
Lalu seperti sepakat, kelima sosok itu kembali melesat keluar dari ruang penyimpanan pusaka sekte Rajawali Emas itu.
Ya, niat mereka berlima sama, yaitu membasmi semua anggota sekte Rajawali Emas hingga ke akar-akarnya!
Slaph! Slaph! ... Slaph!
Kelima sosok itu langsung melesat ke arah bangunan utama yang telah tua pada markas sekte Rajawali Emas itu, yang juga merupakan kediaman Ki Respati dan keluarganya.
"Basmi mereka..!" seru lantang Ki Mukti Roso, saat melihat keempat anggota keluarga Ki Respati, yang tengah bercengkrama di ruang tengah kediamannya.
Daun jendela ruangan tengah kediaman Ki Respati yang terbuka, ternyata memudahkan kelima sosok itu menemukan target mereka.
"Hiahhh..!” Weesshh..!
Ki Mukti Roso berseru keras, seraya langsung lontarkan Pukulan Luruh Gunung miliknya.
Seberkas cahaya putih terang pun seketika melesat ke arah ruang tengah kediaman Ki Respati, menerobos jendela yang terbuka itu.
Degh!
“Awas Seruni! Larasati! Jalu! Cepat kalian keluar lewat belakang!" seru Ki Respati terkejut bukan kepalang, saat ia merasakan hawa pukulan gelombang panas yang menuju ke arah keluarganya.
Seth! Taph!
Larasati dan Jalu bergegas melesat berlari, seraya menarik dan merangkul sang ibu. Mereka pun melesat ke arah pintu belakang markas, menuruti perintah ayah mereka.
"Hiahh!” Wuusshh! secepat kilat Ki Respati berseru keras seraya dorong telapak tangannya, memapaki gelombang pukulan cahaya putih yang di lontarkan Ki Mukti Roso.
Selarik cahaya putih keemasan melesat cepat dari kedua tapak tangan Ki Respati, yang membentuk posisi cakar Rajawali.
Blaarrghkks..!
Terjadilah ledakkan dahsyat tepat di tengah jendela ruang tengah yang terbuka itu, akibat benturan pukulan jarak jauh Ki Mukti Roso dan Ki Respati.
Daun jendela yang terbuat dari kayu jati itupun ambyar berkeping, hingga mengakibatkan jendela serta dindingnya jebol dan terkuak melebar.
Spraathss..! Daarggh..!
Namun selarik inti pukulan cahaya putih Ki Mukti Roso terus melesat menembus titik benturan, lalu melabrak ke arah dada Ki Respati.
Ki Respati pun hanya bisa silangkan sepasang tangannya di depan dada, dan mengerahkan seluruh tenaga dalamnya di kedua pergelangan tangannya itu sebagai perisai. Hingga,
"Arrgghk..!” Wushh! Braaghk!
Ki Respati berseru keras, saat Pukulan Luruh Gunung yang di lepaskan Ki Mukti Roso menerjang ambyar perisai dua tangannya. Dadanya pun terhantam telak hingga membuatnya terhempas menabrak dinding.
"Haksh!” Huphs!
Ki Respati muntahkan segumpal darah segar dari mulutnya, lalu dia segera melenting tegak kembali dan bersiap kerahkan jurus ke-5 dalam kitab Rajawali Langit yang menjadi pamungkasnya, Kibas Sayap Neraka!
Byaarsh.!
Seketika kedua tangan Ki Respati di selimuti kobaran api hitam, mirip seperti sayap Rajawali. Hawa panas pun langsung menebar di sekitar sosok Ki Respati.
"Hahahaaa! Hanya sampai jurus kelima sajakah penguasaan ketua sekte Rajawali Emas saat ini?! Sungguh lemah dan menyedihkan!" seru lantang Ki Taksaka, seraya terbahak mengejek Ki Respati.
Ya, Ki Taksaka sedikit banyak cukup mengerti gaya jurus Rajawali langit. Walau tetap saja dia tak bisa mempelajari dan memahami isi kitab Rajawali Langit, yang tersimpan di rak kitab pusaka sekte Elang Merah.
"Kalian kejar dan habisi saja ibu dan dua anaknya itu! Pecundang yang satu ini serahkan saja padaku!" seru Ki Taksaka dengan nada jumawa pada ketua sekte lainnya.
Slaph! ... Slaph!
Tiga ketua sekte lain melesat cepat, mengejar Jalu, Larasati, serta Seruni, yang berusaha melarikan diri melalui pintu belakang rumah.
Sementara Ki Mukti Roso masih menemani Ki Taksaka dan bersiap menyerang Ki Respati bila dirasa perlu.
Namun dia yakin, Ki Taksaka pasti tak akan kesulitan menghabisi ketua sekte Rajawali Emas itu.
Sungguh dalam hati Ki Taksaka sedang bersenandung riang, karena dia memang punya tujuan lain dalam upayanya memfitnah keluarga sekte Rajawali Emas.
Ya, ternyata Ki Taksaka berhasrat mengambil secara paksa Mustika Rajawali Emas, yang pastinya berada dalam tubuh salah seorang di antara keluarga sekte Rajawali Emas. Keji!
"Siapa kau?! Bagaimana kau bisa mengenali jurusku?!" seru Ki Respati kaget.
Ya, Ki Respati tentu saja merasa terkejut dan heran, karena lawannya yang mengenakan kain penutup wajah itu mengetahui jurus yang di keluarkannya.
"Hiahh!” Byaarsshk..! Tanpa menjawab Ki Taksaka langsung ledakkan tiga perempat powernya.
Seketika gelombang energi panas angin berwarna kemerahan menebar di sekitar sosoknya. Hawa panas yang sanggup membuat kulit tubuh siapa pun yang berada dekat dengannya bagai tersengat jilatan api.
Ki Taksaka segera terapkan jurus pukulan Elang Menembus Badai.
Sosoknya kini diselimuti api merah berkobar, sedangkan kedua cakar tangannya nampak hitam berkilat diselimuti kobaran api hitam.
"Bedebah! Rupanya kau dari sekte Elang Merah! Ki Taksaka keparat!" teriak Ki Respati, yang rupanya juga mengenali jurus yang di terapkan Ki Taksaka.
"Hahahaa! Akhirnya kau mengenaliku Ki Respati! Sayang sekali kesempatan bernafasmu sudah hampir habis!" seru Ki Taksaka seraya tergelak.
"Hiahh!” Wuusshh..!
Ki Respati lontarkan pukulan Kibas Sayap Nerakanya ke arah Ki Taksaka.
Dua gelombang api hitam berkobar melesat deras ke arah Ki Taksaka. Bagaikan dua buah sayap Rajawali yang menebarkan hawa super panas di sekitar arena pertarungan.
"Hiahh!” Spraath! Wuussh!
Ki Taksaka langsung sambut pukulan itu dengan dorongkan kedua cakar hitamnya ke arah gelombang pukulan Ki Respati.
Dan melesatlah dua larik cahaya hitam yang di selubungi kobaran bara merah, dua larik cakar hitam itu pun langsung memapasi pukulan Ki Respati.
Blaaammpsh..!
Ledakkan dahsyat benturan dua pukulan pun terjadi, nampak pukulan Kibas Sayap Neraka milik Ki Respati seketika ambyar pecah dan musnah, terlabrak oleh pukulan Elang Menembus Badai milik Ki Taksaka.
Splaattzh!Belum cukup sampai disitu, dua larik cahaya hitam pekat nampak melesat menembus pusat benturan dan menghajar telak dada Ki Respati.Blaarghk! Krreegh!“Arrghks!” dada kiri dan kanan Ki Respati pun hangus dan melesak seketika, dan dengan diiringi teriakkan kematiannya maka ambruklah sosok Ki Respati ke bumi.Ya, Ki Respati suami Seruni serta ayah dari Jalu dan Larasati! Ketua sekte Rajawali Emas ke 30 telah tewas dengan mengenaskan malam itu!"Mampus kau ketua sekte sampah!" seru puas Ki Taksaka, seraya menghampiri mayat Ki Respati.Dengan seksama dia mendeteksi sekujur tubuh Ki Respati dengan telapak tangannya, yang dilambari ilmu Serap Raga miliknya.'Bedebah! Mustika Rajawali Emas tak ada ditubuhnya!' seru marah dan kecewa bathin Ki Taksaka."Ada apakah Ki Taksaka?!" Ki Mukti Roso berseru heran, saat melihat rekannya itu nampak kecewa, setelah mencari-cari sesuatu pada sosok mayat Ki Respati."Tidak apa-apa Ki Mukti Roso. Aku hanya ingin memastikan kalau dia benar-benar s
“Hei! Apa yang telah kalian lakukan pada putri bedebah itu..?!” seru kaget Ki Taksaka, saat dia melihat tubuh polos Larasati yang tak sadarkan diri di dalam saung.“Ahh! Ki Taksaka, apakah kita tak boleh bersenang-senang dulu sebelum menghabisi gadis itu.Jika kau berminat silahkan saja. Kami bertiga sudah puas menikmatinya, hehe!” seru terkekeh Ki Arga Bayu, dengan senyum penuh kepuasan.“Dasar kalian mata keranjang! Hahahaa!” seru tergelak Ki Mukti Roso memaklumi hasrat bawah ketiga rekannya."Lalu bagaimana baiknya sekarang Ki Taksaka? Kedua anak itu telah tak sadarkan diri kini," tanya Ki Mukti Roso menanti keputusan Ki Taksaka, yang dianggap tetua di antara mereka berlima. "Sebentar! Biar kuperiksa mereka lebih dulu!" seru Ki Taksaka, seraya mendatangi sosok Larasati yang masih tergolek di atas balai saung.Dan kembali Ki Taksaka menerapkan ilmu Serap Raganya, untuk mendeteksi keberadaan energi Mustika Rajawali Emas pada tubuh polos Larasati.'Bedebah! Dimana sebenarnya Ki Res
Braaghhk! Lesatan sosok Ki Tasaka pun terhenti, saat punggungnya menghantam keras batang pohon nangka yang berdiri kokoh di belakang sana. Srrtt! Brughk! Tubuh Ki Taksaka pun langsung merosot dan ambruk terkapar dibawah pohon itu. Blaarrrghks!! Ledakkan menggelegar terdengar, saat empat pukulan ketua sekte menghantam telak sosok Ki Lanangjati. Dan hancur leburlah sudah sosok Ki Lanangjati seketika itu juga, akibat dilabrak 4 pukulan dahsyat yang berlainan sifat dari para ketua sekte yang terarah padanya. Ya, sosok sepuh Ki Lanangjati pun tewas dengan tubuh hancur dan berpencaran cerai berai, hingga tak bisa dikenali lagi! Mengenaskan! Slaph! “Ki Taksaka! Kau tak apa-apa?!" seru Ki Mukti Roso yang melesat lebih dulu menghampiri sosok Ki Taksaka yang terkapar di tanah. Slaph..!! Ketiga rekan ketua sekte lainnyapun segera menyusul melesat ke arah Ki Taksaka. "Akkhsshh! Ahhss ..! A-aku tak apa-apa! Rompi Elang Sutra melindungi tubuhku. Kalian carilah anak
Tak memerlukan waktu lama, tibalah sang nenek di sebuah gubuk yang letaknya tersembunyi di tengah hutan Kambangan. Sebuah kawasan hutan lebat yang masih berada di wilayah Larantuka. Taph! Sang nenek menjejak ringan di depan pintu gubuk kediamannya, lalu masuk ke dalam dengan membawa sosok Larasati. Siapakah sang nenek itu sebenarnya? Sang nenek aslinya bernama Nyi Nariti, seorang pendekar wanita yang namanya dulu pernah menggetarkan rimba persilatan Tlatah Pallawa di masa mudanya. Julukan Nyi Nariti pada jamannya adalah Dewi Seribu Bayang. Sesungguhnya di masa sepuhnya itu Nyi Nariti sama sekali sudah tak berminat turun kembali ke dunia ramai. Apalagi berpikir untuk memiliki dan mendidik seorang murid! Tapi sepertinya, kejadian tak terduga malam itu akan merubah pendiriannya. Siapa yang tahu? *** Sementara sebelum menendang Jalu tadi, sesungguhnya Ki Lanangjati telah menekan sebuah titik di belakang kepala Jalu. Hal yang seketika membuat Jalu tersadar. Dan Ki Lanangjati jug
'Selesai! Wadah energi itu akan pecah dan menyatu selaras dengan energi miliknya, pada saat dia memang sudah benar-benar sanggup 'mengendalikan' power 29 leluhur dalam wadah energi itu!' seru sukma Eyang Wongso Segoro. 'Benar Eyang sepuh. Akan sangat berbahaya bagi tubuhnya, jika wadah energi itu 'pecah' sebelum waktunya', sahut sukma Eyang Sanggalangit. "Benar Sanggalangit. Baiklah aku duluan. BLAPH!' sahut sukma Eyang sepuh Wongso Segoro, seraya undur diri lebih dulu kembali ke alam leluhur. Blaph! Blaph! ... Blaph!Akhirnya semua sukma para leluhur pun kembali ke alamnya. Dan lorong di ruang khusus para leluhur sekte Rajawali Ema pun kembali gelap dan sunyi, seolah tak pernah ada sekumpulan cahaya leluhur yang gemerlapan di dalamnya. Tak lama kemudian. "Ahhhssh..! Lhoo?!" Jalu menggeliatkan tubuhnya perlahan, saat kedua matanya terbuka sadarkan diri. Dan seketika dia jadi terperanjat kaget, saat tak lagi merasakan sesak serta nyeri di dadanya.Tubuhnya terasa sangat bugar, ba
"Heii bocah! Mau kemana kau?!" teriak kasar seorang lelaki, seraya bertolak pinggang menghadang di depan jalan setapak yang hendak dilalui Jalu. "Ini paman, saya mau ke desa Karanglesem," sahut Jalu tenang. Dia tak menyangka bahwa yang sedang berdiri di depannya adalah seorang begal. "Berani sekali kau bocah! Tahukah kau kalau menuju ke desa Karanglesem kamu harus bayar uang perjalanan dulu di sini!" bentak sang begal, seraya memasang wajah 'tergarang' yang diyakininya. "Wahh! Saya tidak tahu kalau lewat jalan ini harus bayar paman. Memangnya saya harus bayar berapa paman?" seru Jalu kaget, seraya bertanya pada sang begal yang menurutnya berwajah 'lucu' itu. "Yakin kau punya uang sebesar 100 kepeng bocah?!" seru sang Begal tak percaya, jika seorang bocah seperti Jalu memiliki uang sebesar itu. "Sudahlah Koplok! Biarkan saja bocah itu lewat! Paling-paling dia akan jadi santapan serigala lapar di dalam sana! Hahaaa!" seru seorang kawannya yang duduk di bawah pohon, pada begal yang
"Bedebah kau bocah dekil! Hiahh! Seth! Wukkh!" maki salah satu di antara dua pemuda itu, seraya berseru meloncat keluarkan tendangan terbangnya ke arah dada Jalu. "Awas Dek!" teriak cemas ibu warung. Jalu tak mau ambil resiko menangkis tendangan itu, cepat melompat Jalu gulingkan tubuhnya keluar dari warung makan itu.Jurus pertama 'Rajawali Sambar Mangsa' pada kitab Rajawali Langit pun langsung di terapkan Jalu. Braagh!Sebuah kursi kayu di warung makan itupun hancur berkeping, terlanda tendangan pemuda brangasan yang meleset dari targetnya itu. "Bedebah..!" pemuda itu pun memaki marah pada Jalu yang berhasil menghindari serangannya. "Sudahlah Mas! Tak apa kalian tidak membayar pesanannya! Pergilah saja! Asal jangan ganggu Anak itu!" seru ibu warung yang tak tega, jika harus melihat si Jalu kembali teraniaya gara-gara membela dirinya. "Diam kau! Ini sudah penghinaan atas sekte kami! Bocah dekil itu tak terampuni lagi!" sentak marah pemuda itu. Pemuda itu ambil piring tanah liat
"Ohh! Jadi kau mau melawan ya! Hiahhh! Wesh!" seru si remaja itu, seraya ayunkan kakinya menyepak ke arah wajah anak perempuan itu. "Ahh! Mbak Ranti!" seru sang adik, yang melihat hal itu. Sementara sang kakak hanya bisa menutupi wajahnya dengan dua tangannya saja. Draph, draph, ... draph. Daghk!Sebuah tumit kaki lain terayun dan berbenturan dengan tulang kering kaki si remaja itu. Hingga membuat kaki si remaja itu membalik ke samping dengan tubuh ikut berputar. "Adawhsk!" teriak kesakitan menggeletar dari mulut si remaja liar itu. Dia jatuh terduduk seraya memegangi tulang kering kakinya, yang terasa nyeri dan berdenyut panas.Sementara rekan gerombolannya kini langsung mengepung seorang anak laki sepantaran mereka, yang tampak tengah berjongkok menyapa dua anak yatim piatu itu. "Kamu tak apa-apa?" tanya anak laki yang datang belakangan itu, yang ternyata adalah Jalu adanya.Ya, Jalu tengah berjalan-jalan melihat keramaian kota kadipaten, saat dari kejauhan dia melihat segerombo
BLAPH..!Seketika kilau cahaya putih cemerlang yang menyilaukan di atas area Padang Khayangan yang tak bertepi itu pun lenyap.Kini hanya ada warna keemasan pekat di area Padang Khayangan itu. Sunyi ... angin pun bagai tak berhembus saking tenangnya.Jalu ambil posisi bersila dengan sikap teratai, perlahan dia pejamkan kedua matanya. Tak lama Jalu pun tenggelam di alam keheningan yang tercipta. Pasrah ... Mandah ... dan Berserah.*** Dan kehebohan pun terjadi di Tlatah Klikamuka.Ya, semua orang di sana ribut dan panik mencari sosok Jalu, yang bagai hilang ditelan bumi. Mereka semua yakin Jalu bisa mengatasi dan melenyapkan Arya. Karena Arya sendiri tak pernah muncul kembali, setelah duelnya melawan Jalu.Selama 7(tujuh) hari lebih seluruh orang di Tlatah Klikamuka mencari keberadaan Jalu. Mereka menyusuri dengan kapal-kapal laut hingga jauh ke laut lepas, namun tetap saja sosok Jalu tak mereka lihat dan temukan.Pada akhirnya mereka semua menyimpulkan, bahwa Jalu telah mati sampyuh
Sosok Eyang Sokatantra ambyar berkeping, terlabrak pukulan inti 'Poros Bumi Langit' milik Eyang Bardasena.Ya, bola emas berpusar milik Eyang Bardasena itu berhasil menerobos titik benturan pukulan dahsyatnya dengan pukulan milik Eyang Sokatantra.Akibatnya, dengan telak sekali bola emas yang berputar dahsyat itu menghantam dada Eyang Sokatantra. Sungguh dahsyat tak tertahankan memang power Eyang Bardasena saat itu. Kendati sesungguhnya power Eyang Sokatantra berada di atas tingkatan Eyang Barnawa dulu.Ya, keajaiban olah Pernafasan Bathara Bayu yang diperdalam Eyang Bardasena di bawah arahan Jalu, memang telah membuat peningkatan pesat pada powernya.Bahkan bisa dikatakan Eyang Bardasena kini telah memasuki ranah awal di tingkat Ksatria Semesta tingkat tak terbatas, ranah yang sama seperti halnya Jalu. Namun tentu saja power dan daya bathin Eyang Bardasena masih berada beberapa tingkat di bawah Jalu."Hukghs..!" sosok Eyang Bardasena terhuyung ke belakang, namun cepat dia kembali teg
Wuunnggtzz..!!! Weerrsskh..!!Dengung membahana suara cakra emas yang memancarkan cahaya cemerlang terdengar. Cakra emas itu berputar menggila bukan main cepatnya.Seluruh badai angin yang berada di sekitar lokasi pertarungan itu, seketika ikut terhisap masuk dan menyatu dengan pusaran badai raksasa cakra tersebut. BADAS..!Sementara badai halilintar emas tak henti menghujani lokasi pertarungan Arya dan Jalu tersebut. Tengah laut, lokasi pertarungan dua tokoh muda tersakti di jamannya itu, seketika bagai berubah menjadi sebuah wilayah yang terkutuk. Mengerikkan..!Dan yang terdahsyat adalah terbentuknya pusaran laut mega raksasa, yang berpusat di bawah sosok Jalu melayang. Pusaran laut raksasa itu mencakup radius yang sangat luas, hingga menelan pusaran raksasa yang berada di bawah sosok Arya! Inilah kegilaan yang super gila..!"Ca-cakra Semesta..?! Ini Gila..!! Keparat kau Jalu..!!" Arya tersentak kaget dan gentar bukan main. Dia seketika teringat ucapan Maha Gurunya sang Penguasa Ke
"HUAAAHHH..HH..!!!"Teriakkan bergemuruh dari pasukkan perang tiga tlatah membahana badai di pantai Parican saat itu. Dan permukaan air laut di pantai Parican yang biasanya berwarna hijau kebiruan itu, kini telah berubah total menjadi merah darah..!Patih Karna bisa mengerti siasat panglima Indrakila, dengan tidak melabuhkan kapal di pelabuhan pantai Parican. Karena rawan untuk dipakai para pasukkan tlatah Bhineka, yang hendak melarikan diri nantinya.Sungguh siasat yang cukup mematikan langkah pihak musuh. Sebuah siasat yang hanya berarti dua pilihan untuk pihak musuh, tetap menyerang dan melawan, atau mati di negeri orang..!Sungguh sebuah kesalahan fatal dari siasat dan pemikiran Panglima Besar pasukkan Bhineka, Arya.Arya tak memperhitungkan, bahwa persatuan dan persahabatan tlatah Pallawa, Klikamuka, serta Ramayana semakin bertambah solid, setelah perang besar yang terjadi 5(lima) tahun yang lalu.Arya benar-benar kurang memperhitungkan hal yang sebenarnya sangat fatal itu.***
"Bedebah kau Bardasena..! Bisakah sopan sedikit saat berbicara denganku! Simpan arakmu brengsek..!" seru marah Eyang Sokatantra.Ya, Eyang Sokatantra sangat keki dan merasa diremehkan oleh sikap Bardasena, yang berbicara dengannya sambil minum arak."Hmm. Sokatantra kita sudah sama sepuh, dan kita sudah sama tahu apa itu arti basa basi dan sikap munafik. Apa bedanya sikapku yang minum arak, dengan kata-kata makian kasarmu itu padaku! Hahahaa!" seru Eyang Bardasena tergelak, membalikkan teguran Eyang Sokatantra dengan sindirannya."Hmm. Baik Bardasena! Kita mulai saja pertarungan kita sekarang!" karuan Eyang Sokatantra bertambah keki, mendengar ucapan Eyang Bardasena yang dengan telak membalikkan teguran dengan sindiran tajamnya.Glk, glk, glk!"Baik Sokatantra! Sebaiknya kita juga bertarung agak ke tengah laut sana! Kasihan jika ada prajurit yang tewas karena pukulan kita yang meleset," ucap tegas Eyang Bardasena, menyambut tantangan Eyang Sokatantra.Slaph..!! Slaphh..!!Dua tokoh se
"MEREKA DI BELAKANG KITA..! BERSIAPLAH..!" seru lantang sang Mahapatih Suryalaga.Dia memimpin pasukkan penjaga di pantai Parican untuk mundur, agar pasukkan musuh terpancing untuk maju mengejar mereka, yang disangka gentar oleh pasukkan musuh.Cepat sekali ke 9 ribu pasukkan yang dipimpin sang patih Suryalaga tersebut membentuk barisan di sisi kiri dan kanan depan pasukkan sang Maharaja, yang telah berbaris di depan perbatasan kotaraja. Hingga Pasukkan Tlatah Klikamuka dan sekutunya kini membentuk formasi huruf 'U'.Srraakh.! Spyaarrsshk..!Sang Maharaja lolos keris pusaka 'Ki Nogo Suryo' dan acungkan keris pusaka itu ke arah langit. Seketika selarik kilatan terang melesat dari keris pusaka itu menembus awan, langit pun nampak semakin terang, walaupun matahari belum lagi menyorotkan sinar terangnya di pagi hari itu."ESA HILANG DUA TERBILANG..! PARA KSATRIA KLIKAMUKA..!! SERAANNGG..!!" seru lantang sang Maharaja, seraya acungkan 'Ki Nogo Suryo' ke arah depan dan membedal maju kudanya
HUUOOONNKKHH...!!!Suara gaung terompet/sangkha bergema membahana dari tepian batas laut di pantai Parican. Suara gaungnya mengoyak kesunyian pagi, dan menembus hingga ke dinding perbatasan kotaraja Klikamuka.Ya, itulah gaung terompet/sangkha dari pihak armada perang Tlatah Bhineka, hal yang menandakan armada pasukkan Bhineka akan bergerak menyerang ke wilayah Klikamuka!"PASUKKAN BHINEKA..! MAJUU..!!" seru lantang panglima besar mereka Arya. Sebuah seruan yang dilambari power tenaga dalamnya, hingga menembus gendang telinga segenap pasukkan kapal armada tlatah Bhineka itu."MAJUU..!!""SERANNGG..!!"Seruan Arya segera di ikuti oleh seruan komando para pimpinan kapal pasukkan armadanya. Serentak seluruh armada kapal perang tlatah Bhineka meluruk maju dengan cepat, melesat menuju tepi pantai Parican untuk mendaratkan 25 ribu lebih pasukkannya.Sementara jauh di belakang armada perang Bhineka itu."ARMADA RAMAYANA..!! KEJAR DAN SERANGG MEREKA..!!" seru lantang sang Patih Karna Ekatama
"Heeii..! Utusan Arya keparat..! Lekas ambil surat dari Tuanmu itu, dan berikan kembali pada junjunganmu si Arya itu!" seru keras sang Maharaja Klikamuka."Ba-baik paduka..!" seru gugup sang utusan yang merasa gentar, karena dia merasa sedang berada di sarang harimau. Segera di ambil dan dilipatnya kembali surat maklumat dari junjungannya, yang kini penuh dengan ludah itu."Katakan pada junjunganmu si Arya itu! Surat maklumatnya hanyalah sampah di mata rakyat Tlatah Klikamuka ini! Cepat keluar..!" seru sang Maharaja Klikamuka murka."Ba-baik Paduka!" dengan menyahut gugup, sang utusan itu segera keluar dari istana Klikamuka. Nampak wajahnya pucat pasi, dia sadar perang tak bisa terhindarkan lagi kini.Sepanjang jalan menuju kembali ke pantai, dia mengamati kekuatan pasukkan dan perlengkapan perang Tlatah Klikamuka itu. Dan hatinya menjadi bergetar ngeri, karena ternyata jumlah pasukkan Tlatah Klikamuka setara dengan jumlah pasukkan kerajaan Bhineka!Hal yang meleset dari perkiraan jun
"Gusti Prabu. Sebagai tlatah sahabat, manalah mungkin kami dari Tlatah Pallawa hanya berdiam diri saja. Sementara dahulu Tlatah Klikamuka juga telah dengan sukarela membantu Tlatah Pallawa, dimasa-masa sulit kami.Jalu juga menghaturkan salam dari Maharaja Wucitra Samaradewa untuk Gusti Prabu Sri Baduga Maladewa disini. Semoga Klikamuka tetap jaya dan makmur," ucap Jalu santun, dia memang dititipi pesan itu oleh sang Maharaja Wucitra Samaradewa sebelum berangkat."Ahh! Sahabatku Maharaja Wucitra Samaradewa! Tlatah Klikamuka tak akan pernah melupakan uluran persahabatan ini!" seru sang Maharaja Sri Baduga Maladewa, dengan suara agak serak terharu."Maaf Gusti Prabu! Jalu hendak melihat langsung posisi pasukkan musuh saat ini. Mohon ijinnya, nanti biarlah Panglima pasukkan musuh yang bernama Arya itu menjadi lawan Jalu saja," ucap Jalu yang menjadi penasaran dengan armada pasukkan tlatah Bhineka. Sekaligus dia ingin melihat, apakah sosok Arya benar-benar berada di tengah pasukkan musuh i