"Bagus Jalu! Tak peduli kalah ataupun menang, kehormatan haruslah tetap kau jaga!
Selama kau yakin berada dalam kebenaran, pantang kakimu surut ke belakang! Itu baru anak ayah!" seru Ki Respati memuji putranya.
Ya, bagi Ki Respati, sikap ksatria dan martabat seorang pendekar jauh lebih penting tertanam lebih dulu, di dalam dada murid yang juga putranya itu.
Karena dengan dasar sikap ksatria yang telah tertanam dengan kuat, maka ilmu setinggi apa pun tak akan membuat mental putranya itu goyah dan tersesat dari jalan kebenaran di kemudian hari.
Hal itulah dasar karakter yang selalu dipegang teguh oleh seluruh anggota sekte Rajawali Emas, sejak sekte itu berdiri ratusan tahun silam.
"Jalu, ada amanat yang harus kau pegang sebagai penerus dari sekte Rajawali Emas ini.
Mengingat usia ayah sudah 55 tahun lebih, maka sebaiknya sekarang saja kau pegang amanah itu," ujar Ki Respati dengan nada serius.
Ki Respati mengeluarkan sesuatu dari balik bajunya, tampaklah sebuah kain hitam kecil berbentuk bulat dalam genggaman tangannya.
"Nah Jalu! Ayah baru saja semalam mengeluarkan Mustika Rajawali Emas ini dari tubuh Ayah. Kiranya pusaka ini akan lebih berguna di tanganmu kelak.
Tugasmu adalah menemukan pencuri Kitab Pusaka Rajawali Langit dan Pedang Pusaka Rajawali Emas, yang hilang sejak 79 tahun lalu.
Karena hanya pemilik Mustika Rajawali Emas inilah, orang yang akan bisa membaca, memahami, dan mempelajari isi Kitab Rajawali Langit!" ucap tegas dan jelas Ki Respati kepada putranya.
"Maaf Ayahanda, apakah Jalu tak terlalu muda untuk memegang pusaka itu?" tanya Jalu bingung dan heran.
"Tidak Jalu! Justru ayahlah yang terlalu tua untuk mempelajari isi Kitab Pusaka Rajawali Langit itu.
Kurang tepat jika kitab pusaka itu dipelajari oleh ayah, yang usianya sudah setengah abad lebih ini Jalu," sanggah Ki Respati cepat.
"Berarti pencuri kitab pusaka itu juga tidak bisa mempelajari isi kitab pusaka itu ya Ayah. Karena pencuri itu tak memiliki Mustika Rajawali Emas di tangan Ayahanda?" tanya Jalu serius.
"Hahaha! Tentu saja pencuri itu tak akan bisa mempelajari isi Kitab Pusaka itu Jalu!
Dia hanya bisa menjadikan Kitab Pusaka itu sebagai barang pajangan saja di rak kitabnya!" seru Ki Respati seraya tertawa bergelak.
"Sekarang kau telanlah 'Mustika Rajawali Emas' ini Jalu! Agar pusaka itu bisa memilih persemayaman yang sesuai dalam dirimu," seru Ki Respati tak mau dibantah.
Ki Respati langsung memberikan sebuah batu mustika bercahaya keemasan sebesar telur puyuh pada Jalu.
Tanpa ragu Jalu menerima 'Mustika Rajawali Emas' itu dan langsung menelannya, sebagai tanda bakti dan kepatuhannya pada sang ayah yang juga adalah gurunya.
Glekh!
Seketika energi Mustika Rajawali Emas pun masuk dan menjalar di dalam tubuh Jalu. Hawa hangat seketika merayap dan mengalir ke sekujur tubuhnya.
“Tahan dan aturlah pernafasanmu Jalu,” Ki Respati langsung memberikan arahan pada putranya.
Tak lama kemudian, akhirnya Jalu merasakan aliran dan hawa tubuhnya berangsur normal kembali.
Namun keanehan terjadi pada diri Jalu, kini dia merasa indera penglihatannya bertambah tajam dan jelas.
Titik pusat energinya dan gerak tubuhnya juga terasa bertambah penuh dan lebih ringan daripada biasanya.
"Ketahuilah Jalu. Saat ini ayahanda hanya mampu menguasai lima jurus dalam isi Kitab Pusaka Rajawali Langit yang hilang itu.
Di dalam Kitab Pusaka itu terdapat 11 jurus sakti andalan sekte Rajawali Emas kita.
Sementara jika kita bisa menguasai sembilan jurus saja dari isi kitab pusaka itu, maka bisa dikatakan kita sudah berada di tingkat puncak pencapaian seorang pendekar Jalu," ujar Ki Respati, berusaha menjelaskan pada putranya.
"Ayahanda, apakah sampai sekarang pencuri kitab itu belum diketahui siapa pelakunya?" tanya Jalu dengan rasa penasaran.
"Sayangnya belum Jalu. Bahkan kakekmu Raganatha juga dinyatakan hilang, bersamaan dengan kejadian hilangnya dua pusaka pamungkas sekte Rajawali Emas kita ini.
Hhh..! Semuanya masih menjadi misteri hingga saat ini Jalu," ujar Ki Respati dengan wajah berubah muram.
"Ayahanda. Adik Jalu. Ditunggu ibunda untuk makan siang bersama," ucap riang Larasati, yang datang menghampiri mereka berdua di halaman belakang rumah.
"Baik Larasati. Ayo Jalu kita makan bersama," sahut Ki Respati dengan wajah tersenyum.
Akhirnya keluarga Ki Respati makan bersama siang itu, dengan suasana penuh kehangatan dan keceriaan.
***
Malam pun menjelang.
Di rumah kosong tempat pertemuan para ketua sekte tadi siang, nampak telah berkumpul lima sosok para ketua sekte.
"Sayang sekali Ki Antapani tak bisa ikut bersama kita, ada urusan mendadak di sekte Tapak Emas yang harus segera ditanganinya," ujar Ki Taksaka mengabarkan hal itu pada keempat rekannya.
"Wah! Sayang sekali!" seru para ketua sekte lainnya serentak, menyayangkan kabar itu.
"Tapi tak masalah! Kita berlima saja cukup untuk misi yang sangat mudah ini!" seru Ki Taksaka, memberi semangat pada ke empat ketua sekte lainnya.
"Baiklah! Suasana desa Trowulan saat ini sudah sepi dan cukup gelap, kondisi ini sangat mendukung misi kita. Mari kita berangkat sekarang saja!" seru Ki Argabayu, ketua sekte Awan Hitam.
"Baik! Mari kita ke tempat penyimpanan pusaka sekte Rajawali Emas itu dulu, untuk membuktikan keterangan dariku bukanlah sembarang asal tuduh saja!" seru Ki Taksaka, seraya memakai penutup kepala dari kain hitamnya.
Hal itu langsung diikuti oleh keempat ketua sekte lainnya, serentak mereka semua memakai penutup kepala mereka agar tak dikenali orang.
Slaphs! Slaph! ... Slaph!
Akhirnya kelima sosok itu pun melesat cepat bak sekawanan hantu di kegelapan malam itu. Hanya pendaran cahaya rembulan dan kelipan bintang yang menjadi saksi pergerakkan mereka.
***
Sementara di ruang meditasi pribadi ketua sekte Tapak Emas. Nampak sosok Ki Antapani yang tengah tenggelam dalam perenungan batinnya.
'Maafkan aku para leluhur. Aku tak bisa membantu sekte Rajawali Emas, seperti mereka dulu membantu sekte Tapak Emas dari kehancuran.
Karena aku tak tahu harus berdiri di pihak mana dalam masalah ini. Di satu sisi sekte kita berhutang budi yang sangat besar pada sekte Rajawali Emas dahulu kala.
Namun di sisi lain, saat ini sekte Rajawali Emas berada pada posisi sebagai tersangka, karena dituduh telah mencuri pusaka sekte Harimau Besi dan sekte Kera Putih!'
Ya, itulah pertentangan batin yang tengah berkecamuk di dada Ki Antapani, sang ketua sekte Tapak Emas.
Dan di tengah kebingungan dan kebimbangan hatinya. Akhirnya Ki Antapani pun mencari alasan untuk mundur, dari misi bersama lima ketua sekte lainnya malam itu.
‘Kalau tak bisa membalas budi pada sekte Rajawali Emas, lebih baik jangan pula aku ikut menyerbu sekte Rajawali Emas.
Sekte yang pernah sangat berjasa pada sekte Tapak Emas di masa para leluhur dulu’, bisik batin Ki Antapani.
Dengan dasar pertimbangan itulah, akhirnya Ki Antapani mundur dari misinya bersama lima ketua sekte lainnya.
Ya, sesungguhnya firasat Ki Antapani seperti berbisik, bahwa tuduhan Ki Taksaka sang ketua sekte Elang Merah masih belum jelas dan samar kebenarannya.
***
Ki Respati baru saja usai makan malam bersama keluarganya.
Kini mereka sekeluarga tengah saling berbincang akrab di ruang tengah rumah, yang juga merangkap sebagai markas sekte Rajawali Emas.
Ya, Ki Respati beserta istri dan kedua anaknya sama sekali tak menyadari, jika di saat yang sama tengah melesat lima sosok bayangan dengan kecepatan tinggi ke arah markas sekte Rajawali Emas mereka.
Kelima sosok itu langsung berkelebatan ke arah ruang penyimpanan pusaka, yang letaknya berada di samping kanan markas atau kediaman Ki Respati.
Hal yang nampak aneh dan mengherankan adalah, karena salah satu sosok itu terlihat seperti sangat paham sekali, dengan ruang penyimpanan pusaka di markas sekte Rajawali Emas!
Sementara ke empat sosok lainnya nampak hanya mengikuti arah lesatan sosok yang terdepan tersebut, yaitu sosok Ki Taksaka!
Mengapa bisa demikian?!
Karena sesungguhnya sepuh Prana Wisesa, leluhur dari ketua sekte Elang Merah itu telah menggambar denah serta rahasia semua perangkap, yang ada di dalam ruang pusaka sekte Rajawali Emas itu pada secarik kain.Lalu Prana Wisesa mewariskan gambar itu dan menyimpannya di ruang pusaka sekte Elang Merah.Hingga akhirnya sampailah gambar denah rahasia ruang pusaka sekte Rajawali Emas itu pada tangan Ki Taksaka, ketua sekte Elang Merah saat itu.Dan entah telah berapa kali dengan diam-diam Ki Taksaka keluar masuk dalam ruang penyimpanan pusaka sekte Rajawali Emas.Sementara Ki Respati sendiri memang sangat jarang, bahkan hampir tak pernah masuk lagi ke ruang penyimpanan pusaka sektenya itu.Karena memang ruang penyimpanan pusaka itu sudah lama sengaja di kosongkan, dan seluruh pusaka sekte Rajawali Emas yang tersisa telah di pindahkan oleh Ki Respati ke salah satu kamar kosong.Kamar kosong yang berada di dalam markas dan merangkap sebagai kediaman keluarganya.Klaghk! Grrgk! Daambh!Ki Taks
Splaattzh!Belum cukup sampai disitu, dua larik cahaya hitam pekat nampak melesat menembus pusat benturan dan menghajar telak dada Ki Respati.Blaarghk! Krreegh!“Arrghks!” dada kiri dan kanan Ki Respati pun hangus dan melesak seketika, dan dengan diiringi teriakkan kematiannya maka ambruklah sosok Ki Respati ke bumi.Ya, Ki Respati suami Seruni serta ayah dari Jalu dan Larasati! Ketua sekte Rajawali Emas ke 30 telah tewas dengan mengenaskan malam itu!"Mampus kau ketua sekte sampah!" seru puas Ki Taksaka, seraya menghampiri mayat Ki Respati.Dengan seksama dia mendeteksi sekujur tubuh Ki Respati dengan telapak tangannya, yang dilambari ilmu Serap Raga miliknya.'Bedebah! Mustika Rajawali Emas tak ada ditubuhnya!' seru marah dan kecewa bathin Ki Taksaka."Ada apakah Ki Taksaka?!" Ki Mukti Roso berseru heran, saat melihat rekannya itu nampak kecewa, setelah mencari-cari sesuatu pada sosok mayat Ki Respati."Tidak apa-apa Ki Mukti Roso. Aku hanya ingin memastikan kalau dia benar-benar s
“Hei! Apa yang telah kalian lakukan pada putri bedebah itu..?!” seru kaget Ki Taksaka, saat dia melihat tubuh polos Larasati yang tak sadarkan diri di dalam saung.“Ahh! Ki Taksaka, apakah kita tak boleh bersenang-senang dulu sebelum menghabisi gadis itu.Jika kau berminat silahkan saja. Kami bertiga sudah puas menikmatinya, hehe!” seru terkekeh Ki Arga Bayu, dengan senyum penuh kepuasan.“Dasar kalian mata keranjang! Hahahaa!” seru tergelak Ki Mukti Roso memaklumi hasrat bawah ketiga rekannya."Lalu bagaimana baiknya sekarang Ki Taksaka? Kedua anak itu telah tak sadarkan diri kini," tanya Ki Mukti Roso menanti keputusan Ki Taksaka, yang dianggap tetua di antara mereka berlima. "Sebentar! Biar kuperiksa mereka lebih dulu!" seru Ki Taksaka, seraya mendatangi sosok Larasati yang masih tergolek di atas balai saung.Dan kembali Ki Taksaka menerapkan ilmu Serap Raganya, untuk mendeteksi keberadaan energi Mustika Rajawali Emas pada tubuh polos Larasati.'Bedebah! Dimana sebenarnya Ki Res
Braaghhk! Lesatan sosok Ki Tasaka pun terhenti, saat punggungnya menghantam keras batang pohon nangka yang berdiri kokoh di belakang sana. Srrtt! Brughk! Tubuh Ki Taksaka pun langsung merosot dan ambruk terkapar dibawah pohon itu. Blaarrrghks!! Ledakkan menggelegar terdengar, saat empat pukulan ketua sekte menghantam telak sosok Ki Lanangjati. Dan hancur leburlah sudah sosok Ki Lanangjati seketika itu juga, akibat dilabrak 4 pukulan dahsyat yang berlainan sifat dari para ketua sekte yang terarah padanya. Ya, sosok sepuh Ki Lanangjati pun tewas dengan tubuh hancur dan berpencaran cerai berai, hingga tak bisa dikenali lagi! Mengenaskan! Slaph! “Ki Taksaka! Kau tak apa-apa?!" seru Ki Mukti Roso yang melesat lebih dulu menghampiri sosok Ki Taksaka yang terkapar di tanah. Slaph..!! Ketiga rekan ketua sekte lainnyapun segera menyusul melesat ke arah Ki Taksaka. "Akkhsshh! Ahhss ..! A-aku tak apa-apa! Rompi Elang Sutra melindungi tubuhku. Kalian carilah anak
Tak memerlukan waktu lama, tibalah sang nenek di sebuah gubuk yang letaknya tersembunyi di tengah hutan Kambangan. Sebuah kawasan hutan lebat yang masih berada di wilayah Larantuka. Taph! Sang nenek menjejak ringan di depan pintu gubuk kediamannya, lalu masuk ke dalam dengan membawa sosok Larasati. Siapakah sang nenek itu sebenarnya? Sang nenek aslinya bernama Nyi Nariti, seorang pendekar wanita yang namanya dulu pernah menggetarkan rimba persilatan Tlatah Pallawa di masa mudanya. Julukan Nyi Nariti pada jamannya adalah Dewi Seribu Bayang. Sesungguhnya di masa sepuhnya itu Nyi Nariti sama sekali sudah tak berminat turun kembali ke dunia ramai. Apalagi berpikir untuk memiliki dan mendidik seorang murid! Tapi sepertinya, kejadian tak terduga malam itu akan merubah pendiriannya. Siapa yang tahu? *** Sementara sebelum menendang Jalu tadi, sesungguhnya Ki Lanangjati telah menekan sebuah titik di belakang kepala Jalu. Hal yang seketika membuat Jalu tersadar. Dan Ki Lanangjati jug
'Selesai! Wadah energi itu akan pecah dan menyatu selaras dengan energi miliknya, pada saat dia memang sudah benar-benar sanggup 'mengendalikan' power 29 leluhur dalam wadah energi itu!' seru sukma Eyang Wongso Segoro. 'Benar Eyang sepuh. Akan sangat berbahaya bagi tubuhnya, jika wadah energi itu 'pecah' sebelum waktunya', sahut sukma Eyang Sanggalangit. "Benar Sanggalangit. Baiklah aku duluan. BLAPH!' sahut sukma Eyang sepuh Wongso Segoro, seraya undur diri lebih dulu kembali ke alam leluhur. Blaph! Blaph! ... Blaph!Akhirnya semua sukma para leluhur pun kembali ke alamnya. Dan lorong di ruang khusus para leluhur sekte Rajawali Ema pun kembali gelap dan sunyi, seolah tak pernah ada sekumpulan cahaya leluhur yang gemerlapan di dalamnya. Tak lama kemudian. "Ahhhssh..! Lhoo?!" Jalu menggeliatkan tubuhnya perlahan, saat kedua matanya terbuka sadarkan diri. Dan seketika dia jadi terperanjat kaget, saat tak lagi merasakan sesak serta nyeri di dadanya.Tubuhnya terasa sangat bugar, ba
"Heii bocah! Mau kemana kau?!" teriak kasar seorang lelaki, seraya bertolak pinggang menghadang di depan jalan setapak yang hendak dilalui Jalu. "Ini paman, saya mau ke desa Karanglesem," sahut Jalu tenang. Dia tak menyangka bahwa yang sedang berdiri di depannya adalah seorang begal. "Berani sekali kau bocah! Tahukah kau kalau menuju ke desa Karanglesem kamu harus bayar uang perjalanan dulu di sini!" bentak sang begal, seraya memasang wajah 'tergarang' yang diyakininya. "Wahh! Saya tidak tahu kalau lewat jalan ini harus bayar paman. Memangnya saya harus bayar berapa paman?" seru Jalu kaget, seraya bertanya pada sang begal yang menurutnya berwajah 'lucu' itu. "Yakin kau punya uang sebesar 100 kepeng bocah?!" seru sang Begal tak percaya, jika seorang bocah seperti Jalu memiliki uang sebesar itu. "Sudahlah Koplok! Biarkan saja bocah itu lewat! Paling-paling dia akan jadi santapan serigala lapar di dalam sana! Hahaaa!" seru seorang kawannya yang duduk di bawah pohon, pada begal yang
"Bedebah kau bocah dekil! Hiahh! Seth! Wukkh!" maki salah satu di antara dua pemuda itu, seraya berseru meloncat keluarkan tendangan terbangnya ke arah dada Jalu. "Awas Dek!" teriak cemas ibu warung. Jalu tak mau ambil resiko menangkis tendangan itu, cepat melompat Jalu gulingkan tubuhnya keluar dari warung makan itu.Jurus pertama 'Rajawali Sambar Mangsa' pada kitab Rajawali Langit pun langsung di terapkan Jalu. Braagh!Sebuah kursi kayu di warung makan itupun hancur berkeping, terlanda tendangan pemuda brangasan yang meleset dari targetnya itu. "Bedebah..!" pemuda itu pun memaki marah pada Jalu yang berhasil menghindari serangannya. "Sudahlah Mas! Tak apa kalian tidak membayar pesanannya! Pergilah saja! Asal jangan ganggu Anak itu!" seru ibu warung yang tak tega, jika harus melihat si Jalu kembali teraniaya gara-gara membela dirinya. "Diam kau! Ini sudah penghinaan atas sekte kami! Bocah dekil itu tak terampuni lagi!" sentak marah pemuda itu. Pemuda itu ambil piring tanah liat
"Ayo..! Pasang semua umbul dan panji yang masih belum terpasang..! Sebelum para tamu undangan berdatangan siang nanti!Jangan sampai kita di anggap tak siap merayakan hari berdirinya sekte Rajawali Emas yang keenam ini..!" seru Panji mengingatkan para anggota sekte Rajawali Emas, yang bertugas memasang umbul-umbul serta panji-panji sekte Rajawali Emas di sekitar markas.Umbul serta panji sekte Rajawali Emas itu bahkan dipasang hingga sepanjang pohon-pohon di tepi jalan, yang merupakan akses menuju ke markas sekte Rajawali Emas.Hingga saat tiba waktu menjelang siang. Para tamu undangan dari berbagai sekte, para pendekar non sekte, perwakilan ataupun pihak kerajaan dari tiga tlatah, bahkan hingga para tokoh sepuh dunia persilatan, telah mulai berdatangan memasuki markas sekte Rajawali Emas.Ya, siapa yang tak mengenal dan tak mendengar kebesaran nama serta sepak terjang para anggota sekte Rajawali Emas. Sekte yang menyandang nama harum di dunia persilatan, maupun di hati para penduduk T
BLAPH..!Seketika kilau cahaya putih cemerlang yang menyilaukan di atas area Padang Khayangan yang tak bertepi itu pun lenyap.Kini hanya ada warna keemasan pekat di area Padang Khayangan itu. Sunyi ... angin pun bagai tak berhembus saking tenangnya.Jalu ambil posisi bersila dengan sikap teratai, perlahan dia pejamkan kedua matanya. Tak lama Jalu pun tenggelam di alam keheningan yang tercipta. Pasrah ... Mandah ... dan Berserah.*** Dan kehebohan pun terjadi di Tlatah Klikamuka.Ya, semua orang di sana ribut dan panik mencari sosok Jalu, yang bagai hilang ditelan bumi. Mereka semua yakin Jalu bisa mengatasi dan melenyapkan Arya. Karena Arya sendiri tak pernah muncul kembali, setelah duelnya melawan Jalu.Selama 7(tujuh) hari lebih seluruh orang di Tlatah Klikamuka mencari keberadaan Jalu. Mereka menyusuri dengan kapal-kapal laut hingga jauh ke laut lepas, namun tetap saja sosok Jalu tak mereka lihat dan temukan.Pada akhirnya mereka semua menyimpulkan, bahwa Jalu telah mati sampyuh
Sosok Eyang Sokatantra ambyar berkeping, terlabrak pukulan inti 'Poros Bumi Langit' milik Eyang Bardasena.Ya, bola emas berpusar milik Eyang Bardasena itu berhasil menerobos titik benturan pukulan dahsyatnya dengan pukulan milik Eyang Sokatantra.Akibatnya, dengan telak sekali bola emas yang berputar dahsyat itu menghantam dada Eyang Sokatantra. Sungguh dahsyat tak tertahankan memang power Eyang Bardasena saat itu. Kendati sesungguhnya power Eyang Sokatantra berada di atas tingkatan Eyang Barnawa dulu.Ya, keajaiban olah Pernafasan Bathara Bayu yang diperdalam Eyang Bardasena di bawah arahan Jalu, memang telah membuat peningkatan pesat pada powernya.Bahkan bisa dikatakan Eyang Bardasena kini telah memasuki ranah awal di tingkat Ksatria Semesta tingkat tak terbatas, ranah yang sama seperti halnya Jalu. Namun tentu saja power dan daya bathin Eyang Bardasena masih berada beberapa tingkat di bawah Jalu."Hukghs..!" sosok Eyang Bardasena terhuyung ke belakang, namun cepat dia kembali teg
Wuunnggtzz..!!! Weerrsskh..!!Dengung membahana suara cakra emas yang memancarkan cahaya cemerlang terdengar. Cakra emas itu berputar menggila bukan main cepatnya.Seluruh badai angin yang berada di sekitar lokasi pertarungan itu, seketika ikut terhisap masuk dan menyatu dengan pusaran badai raksasa cakra tersebut. BADAS..!Sementara badai halilintar emas tak henti menghujani lokasi pertarungan Arya dan Jalu tersebut. Tengah laut, lokasi pertarungan dua tokoh muda tersakti di jamannya itu, seketika bagai berubah menjadi sebuah wilayah yang terkutuk. Mengerikkan..!Dan yang terdahsyat adalah terbentuknya pusaran laut mega raksasa, yang berpusat di bawah sosok Jalu melayang. Pusaran laut raksasa itu mencakup radius yang sangat luas, hingga menelan pusaran raksasa yang berada di bawah sosok Arya! Inilah kegilaan yang super gila..!"Ca-cakra Semesta..?! Ini Gila..!! Keparat kau Jalu..!!" Arya tersentak kaget dan gentar bukan main. Dia seketika teringat ucapan Maha Gurunya sang Penguasa Ke
"HUAAAHHH..HH..!!!"Teriakkan bergemuruh dari pasukkan perang tiga tlatah membahana badai di pantai Parican saat itu. Dan permukaan air laut di pantai Parican yang biasanya berwarna hijau kebiruan itu, kini telah berubah total menjadi merah darah..!Patih Karna bisa mengerti siasat panglima Indrakila, dengan tidak melabuhkan kapal di pelabuhan pantai Parican. Karena rawan untuk dipakai para pasukkan tlatah Bhineka, yang hendak melarikan diri nantinya.Sungguh siasat yang cukup mematikan langkah pihak musuh. Sebuah siasat yang hanya berarti dua pilihan untuk pihak musuh, tetap menyerang dan melawan, atau mati di negeri orang..!Sungguh sebuah kesalahan fatal dari siasat dan pemikiran Panglima Besar pasukkan Bhineka, Arya.Arya tak memperhitungkan, bahwa persatuan dan persahabatan tlatah Pallawa, Klikamuka, serta Ramayana semakin bertambah solid, setelah perang besar yang terjadi 5(lima) tahun yang lalu.Arya benar-benar kurang memperhitungkan hal yang sebenarnya sangat fatal itu.***
"Bedebah kau Bardasena..! Bisakah sopan sedikit saat berbicara denganku! Simpan arakmu brengsek..!" seru marah Eyang Sokatantra.Ya, Eyang Sokatantra sangat keki dan merasa diremehkan oleh sikap Bardasena, yang berbicara dengannya sambil minum arak."Hmm. Sokatantra kita sudah sama sepuh, dan kita sudah sama tahu apa itu arti basa basi dan sikap munafik. Apa bedanya sikapku yang minum arak, dengan kata-kata makian kasarmu itu padaku! Hahahaa!" seru Eyang Bardasena tergelak, membalikkan teguran Eyang Sokatantra dengan sindirannya."Hmm. Baik Bardasena! Kita mulai saja pertarungan kita sekarang!" karuan Eyang Sokatantra bertambah keki, mendengar ucapan Eyang Bardasena yang dengan telak membalikkan teguran dengan sindiran tajamnya.Glk, glk, glk!"Baik Sokatantra! Sebaiknya kita juga bertarung agak ke tengah laut sana! Kasihan jika ada prajurit yang tewas karena pukulan kita yang meleset," ucap tegas Eyang Bardasena, menyambut tantangan Eyang Sokatantra.Slaph..!! Slaphh..!!Dua tokoh se
"MEREKA DI BELAKANG KITA..! BERSIAPLAH..!" seru lantang sang Mahapatih Suryalaga.Dia memimpin pasukkan penjaga di pantai Parican untuk mundur, agar pasukkan musuh terpancing untuk maju mengejar mereka, yang disangka gentar oleh pasukkan musuh.Cepat sekali ke 9 ribu pasukkan yang dipimpin sang patih Suryalaga tersebut membentuk barisan di sisi kiri dan kanan depan pasukkan sang Maharaja, yang telah berbaris di depan perbatasan kotaraja. Hingga Pasukkan Tlatah Klikamuka dan sekutunya kini membentuk formasi huruf 'U'.Srraakh.! Spyaarrsshk..!Sang Maharaja lolos keris pusaka 'Ki Nogo Suryo' dan acungkan keris pusaka itu ke arah langit. Seketika selarik kilatan terang melesat dari keris pusaka itu menembus awan, langit pun nampak semakin terang, walaupun matahari belum lagi menyorotkan sinar terangnya di pagi hari itu."ESA HILANG DUA TERBILANG..! PARA KSATRIA KLIKAMUKA..!! SERAANNGG..!!" seru lantang sang Maharaja, seraya acungkan 'Ki Nogo Suryo' ke arah depan dan membedal maju kudanya
HUUOOONNKKHH...!!!Suara gaung terompet/sangkha bergema membahana dari tepian batas laut di pantai Parican. Suara gaungnya mengoyak kesunyian pagi, dan menembus hingga ke dinding perbatasan kotaraja Klikamuka.Ya, itulah gaung terompet/sangkha dari pihak armada perang Tlatah Bhineka, hal yang menandakan armada pasukkan Bhineka akan bergerak menyerang ke wilayah Klikamuka!"PASUKKAN BHINEKA..! MAJUU..!!" seru lantang panglima besar mereka Arya. Sebuah seruan yang dilambari power tenaga dalamnya, hingga menembus gendang telinga segenap pasukkan kapal armada tlatah Bhineka itu."MAJUU..!!""SERANNGG..!!"Seruan Arya segera di ikuti oleh seruan komando para pimpinan kapal pasukkan armadanya. Serentak seluruh armada kapal perang tlatah Bhineka meluruk maju dengan cepat, melesat menuju tepi pantai Parican untuk mendaratkan 25 ribu lebih pasukkannya.Sementara jauh di belakang armada perang Bhineka itu."ARMADA RAMAYANA..!! KEJAR DAN SERANGG MEREKA..!!" seru lantang sang Patih Karna Ekatama
"Heeii..! Utusan Arya keparat..! Lekas ambil surat dari Tuanmu itu, dan berikan kembali pada junjunganmu si Arya itu!" seru keras sang Maharaja Klikamuka."Ba-baik paduka..!" seru gugup sang utusan yang merasa gentar, karena dia merasa sedang berada di sarang harimau. Segera di ambil dan dilipatnya kembali surat maklumat dari junjungannya, yang kini penuh dengan ludah itu."Katakan pada junjunganmu si Arya itu! Surat maklumatnya hanyalah sampah di mata rakyat Tlatah Klikamuka ini! Cepat keluar..!" seru sang Maharaja Klikamuka murka."Ba-baik Paduka!" dengan menyahut gugup, sang utusan itu segera keluar dari istana Klikamuka. Nampak wajahnya pucat pasi, dia sadar perang tak bisa terhindarkan lagi kini.Sepanjang jalan menuju kembali ke pantai, dia mengamati kekuatan pasukkan dan perlengkapan perang Tlatah Klikamuka itu. Dan hatinya menjadi bergetar ngeri, karena ternyata jumlah pasukkan Tlatah Klikamuka setara dengan jumlah pasukkan kerajaan Bhineka!Hal yang meleset dari perkiraan jun