"Hahh! Ka-kalian brengsek!" seru marah dan terkejut Jalu bukan main, dia langsung memaki dan mendekati kawanan remaja itu.
Dilihatnya dengan marah dan sedih bangkai kelima ekor ayamnya yang telah mati, dengan leher remuk dihantam lesatan 5 buah batu kerikil. Jalu bergegas menghampiri keempat remaja yang nampak masih tergelak mengejeknya, kendati mereka melihat kemarahan di wajah Jalu. "Hahahaa! Kau mau apa ke sini?! Apa mau kami buat lehermu seperti kelima ayammu itu, hahh?!" seru tergelak seorang remaja diantara kawanan itu, seraya mengintimidasi Jalu. Plakkh! Secepat kilat Jalu menampar keras anak yang berkata mengancamnya itu. “Akhssh!” remaja yang bernama Arya itu tertampar telak seraya mengaduh kesakitan. Karena dia merasa terlalu yakin, jika Jalu tak mungkin bernyali menamparnya. "Sialan! Kau berani menamparku anak gembel! Hiahh!” seru marah Arya memaki, tendangan putarnya langsung melesat cepat ke arah kepala Jalu. Daghhk! Gludug, gludukh! Jalu yang memang telah siaga berhasil menangkis tendangan Arya itu. Namun karena dirinya kalah tenaga dalam, ia pun terdorong deras ke belakang. Jalu sengaja gulingkan tubuhnya, untuk meredam daya hempas tendangan Arya. Lalu.. Seth! Taph! Jalu meloncat bersalto dan kembali tegak menjejak tanah dalam posisi bersiaga. "Aku tak cari permusuhan dengan kalian! Tapi mengapa kalian selalu menggangguku?! Kalian harus mengganti rugi kematian lima ekor ayamku!" seru Jalu lantang. Tak nampak rasa ketakutan sama sekali dalam nada suara dan wajah Jalu. Padahal dia menyadari, baik kemampuan jurus maupun tenaga dalam dia masih berada di bawah mereka semua. "Diam kau sekte gembel! Kau tak pantas berada di dekat kami! Kami dari sekte ternama 'Kera Putih' dan 'Harimau Besi' tak ingin dekat-dekat dengan anak dari sekte sampah sepertimu! Cepat kau pergi jauh-jauh dan menggelinding dari sini!" teriak seorang teman dari Arya. "Tidak Dipa! Aku belum puas jika belum menghajar anak tak tahu diri ini!" seru Arya pada putra ketua sekte Kera Putih itu, seraya bersiap dengan jurus Harimau Besinya. Tangan Arya nampak telah membentuk cakar seekor Harimau. Tak heran, karena Arya memang putra dari ketua sekte Harimau Besi, Ki Braja Denta. "Aku tak akan pergi dari sini! Sebelum kalian mengganti harga kelima ekor ayamku!" seru Jalu tegas, matanya menatap marah pada Jalu. Ya, Jalu teringat pada beras yang harus dibelinya untuk makan keluarganya nanti, hal yang membuatnya menjadi nekat. "Anak cari mati! Hiahh!” Weshh! Arya berseru keras, seraya kembali ayunkan cakarnya kearah dada, yang juga dibarengi dengan tendangan keras ke arah pinggang Jalu. Daghk! Paghh! Jalu berhasil menangkis ayunan cakar Arya, namun pinggangnya tersepak telak oleh sisi telapak kaki Arya. Wesh! Gusraghk! ‘Akhs!” Jalu berseru pendek, tubuhnya terhempas ke samping dan ambruk ke tanah. Dia segera menggulingkan tubuhnya bermaksud menjauh. Namun sialnya, Jalu malah berguling mendekat ke arah tiga rekan Arya. Blaaghk..! Spontan salah seorang diantara ketiga teman Arya langsung ayunkan sebuah tendangan, yang mengenai telak punggung Jalu. "Heghs!" erang sesak Jalu, seketika tubuhnya terhentak keras. Rasa sakit dan sesak di pinggang dan punggungnya membuat Jalu cukup kesulitan untuk berdiri kembali. Bagh! Bukh! ... Plakh! Dan tanpa aba-aba lagi, keempat remaja itu langsung saja memberikan hajaran berupa tendangan, injakkan, dan pukulan, yang mendera di sekujur tubuh Jalu. Sementara Jalu hanya bisa melindungi wajah dengan dua tangannya, dan menekuk kakinya untuk melindungi area vitalnya. Hal yang mengagumkan saat kejadian itu adalah, sama sekali tak terdengar teriakkan mengaduh ataupun keluhan dari mulut Jalu. Jalu nampak hanya menggigit bibirnya menahan rasa sesak dan sakit, akibat hajaran membabi buta keempat remaja liar itu. Orang-orang di pasar hanya bisa diam dan terkesima melihat kejadian itu, karena mereka mengenali siapa keempat remaja jahat yang menghajar dan mengeroyok Jalu. Ya, mereka semua merasa iba pada Jalu, namun mereka juga merasa takut dan ngeri dengan tokoh-tokoh di belakang ke empat remaja sok jagoan itu. "Hei hentikan!” Seth! Terdengar seruan seorang anak perempuan, yang langsung melesat masuk dalam arena perkelahian itu. Bakhh! Paghk! Plaghk! Tendangan dan pukulan berantai anak perempuan itu telak mengenai punggung, wajah, serta dada para remaja pengeroyok Jalu. "Akhs! Uhgs! Hakssh!" seruan-seruan mengaduh kesakitan terdengar dari empat remaja brandalan itu. "Adik Kirana! Apa yang kau lakukan?!" seru Arya terkejut, dia rupanya mengenali anak perempuan berusia 9 tahunan tersebut. Namun anehnya ketiga rekannya langsung terdiam, saat mendengar nama Kirana disebut oleh Arya. Ya, mereka semua mengenal siapa Kirana! Karena Kirana adalah putri dari ketua sekte 'Elang Merah', sekte paling ternama dan berpengaruh di wilayah Larantuka. "Arya! Cepat bawa teman-temanmu menjauh dari sini!" seru marah Kirana, seraya menatap tajam ke arah Arya. Sungguh anak perempuan yang gagah berani! Namun nampak jelas tanda-tanda, jika nantinya Kirana akan menjadi seorang gadis yang cantik jelita. Hidungnya yang mancung, dan matanya yang bening di bawah naungan bulu mata lentik. Serta ada sebuah tanda yang menjadikan Kirana cukup mudah diingat dan dikenali orang, yaitu sebuah titik tahi lalat yang berada tepat di tengah pertemuan kedua alis matanya. Tanpa menjawab, keempat remaja sombong yang sok jago itu segera meninggalkan tempat itu. Meninggalkan begitu saja sosok Jalu yang masih meringkuk di atas tanah dengan tubuh lebam di sana sini, akibat hajaran dari Arya dan ketiga temannya. Kirana segera menghampiri sosok Jalu dan membantunya duduk, dilihatnya kondisi Jalu yang cukup mengenaskan. Anak laki yang sepantaran dengannya itu nampak mengalirkan darah di sudut bibirnya. Kirana segera mengeluarkan sebuah guci kecil, dari balik selendang yang dijadikan ikat pinggangnya. "Kau minum saja pil ini ya," ucap Kirana tersenyum, seraya menyerahkan sebuah pil untuk luka dalam Jalu. Sebuah pil ramuan khusus dari sekte Elang Merah. Jalu hanya bisa menganggukkan kepalanya, sungguh dia memang merasa badannya bagai habis diinjak-injak gajah. Dadanya terasa sangat sesak, perutnya mual, dan kepalanya seperti berdengung dan berputar-putar. Rupanya beberapa tendangan Arya cs tadi juga beberapa kali menghajar telinganya. Sungguh keji! "Pak boleh minta air putihnya," ucap Kirana pada pemilik warung makan, yang sejak tadi hanya bisa menonton keramaian dan kerusuhan yang terjadi di depan warungnya. "Ohh! Baik Den Ayu!" seru sang pemilik warung makan dengan wajah ramah. Dia pun segera mengambilkan segelas air putih untuk Kirana. Jalu segera meminum pil yang diberikan Kirana. Dan seketika itu juga dia merasakan rasa sesak serta denyut pusing di kepalanya perlahan mereda. Hanya saja perutnya terasa mual tak tertahankan. Jalu pun berjalan cepat agak terhuyung ke arah pohon waru di samping warung, lalu.. "Hoekssh! Hoekssh!" Jalu memuntahkan isi perutnya di bawah pohon waru itu. Nampak warna merah darah juga mewarnai muntahan isi perutnya. Tetapi ajaibnya, setelah memuntahkan isi perutnya, Jalu pun merasakan perutnya kembali terasa lega, dan rasa mual itu seketika menghilang. 'Sungguh pil yang mujarab!' bathin Jalu."Terimakasih ya. Nama kamu siapa?" Jalu ucapkan rasa terima kasihnya seraya bertanya."Ahh, itu bukan apa-apa. Namaku Kirana, aku tinggal di Desa Karanglesem. Nama kau siapa dan dari desa mana?" sahut Kirana ramah, seraya balik bertanya."Wah! Desa Karanglesem lumayan jauh dari Trowulan Kirana. Namaku Jalu," sentak Jalu kaget, seraya menyebut namanya."Iya Mas Jalu. Kebetulan Ayahanda mengajakku ke sini, karena ada beberapa ketua sekte yang juga ikut datang bersama Ayahku ke desa ini,” sahut ramah Kirana.Kirana langsung memberikan panggilan 'Mas' pada Jalu, karena dia memperkirakan usia Jalu lebih tua darinya.Dan Kirana juga seperti melihat pancaran kharisma yang membuatnya merasa segan dan respek pada diri Jalu."Wah! Rupanya Ayahmu adalah seorang ketua sekte juga ya Kirana. Pantas saja jurusmu tadi sangat hebat!" seru Jalu kagum dan memuji Kirana."Mas Jalu kenapa sampai dikeroyok oleh Arya dan teman-temannya tadi?" tanya Kirana penasaran, tanpa pedulikan pujian dari JaluLalu Jalu
"Bagus Jalu! Tak peduli kalah ataupun menang, kehormatan haruslah tetap kau jaga!Selama kau yakin berada dalam kebenaran, pantang kakimu surut ke belakang! Itu baru anak ayah!" seru Ki Respati memuji putranya.Ya, bagi Ki Respati, sikap ksatria dan martabat seorang pendekar jauh lebih penting tertanam lebih dulu, di dalam dada murid yang juga putranya itu.Karena dengan dasar sikap ksatria yang telah tertanam dengan kuat, maka ilmu setinggi apa pun tak akan membuat mental putranya itu goyah dan tersesat dari jalan kebenaran di kemudian hari.Hal itulah dasar karakter yang selalu dipegang teguh oleh seluruh anggota sekte Rajawali Emas, sejak sekte itu berdiri ratusan tahun silam."Jalu, ada amanat yang harus kau pegang sebagai penerus dari sekte Rajawali Emas ini.Mengingat usia ayah sudah 55 tahun lebih, maka sebaiknya sekarang saja kau pegang amanah itu," ujar Ki Respati dengan nada serius.Ki Respati mengeluarkan sesuatu dari balik bajunya, tampaklah sebuah kain hitam kecil berbent
Karena sesungguhnya sepuh Prana Wisesa, leluhur dari ketua sekte Elang Merah itu telah menggambar denah serta rahasia semua perangkap, yang ada di dalam ruang pusaka sekte Rajawali Emas itu pada secarik kain.Lalu Prana Wisesa mewariskan gambar itu dan menyimpannya di ruang pusaka sekte Elang Merah.Hingga akhirnya sampailah gambar denah rahasia ruang pusaka sekte Rajawali Emas itu pada tangan Ki Taksaka, ketua sekte Elang Merah saat itu.Dan entah telah berapa kali dengan diam-diam Ki Taksaka keluar masuk dalam ruang penyimpanan pusaka sekte Rajawali Emas.Sementara Ki Respati sendiri memang sangat jarang, bahkan hampir tak pernah masuk lagi ke ruang penyimpanan pusaka sektenya itu.Karena memang ruang penyimpanan pusaka itu sudah lama sengaja di kosongkan, dan seluruh pusaka sekte Rajawali Emas yang tersisa telah di pindahkan oleh Ki Respati ke salah satu kamar kosong.Kamar kosong yang berada di dalam markas dan merangkap sebagai kediaman keluarganya.Klaghk! Grrgk! Daambh!Ki Taks
Splaattzh!Belum cukup sampai disitu, dua larik cahaya hitam pekat nampak melesat menembus pusat benturan dan menghajar telak dada Ki Respati.Blaarghk! Krreegh!“Arrghks!” dada kiri dan kanan Ki Respati pun hangus dan melesak seketika, dan dengan diiringi teriakkan kematiannya maka ambruklah sosok Ki Respati ke bumi.Ya, Ki Respati suami Seruni serta ayah dari Jalu dan Larasati! Ketua sekte Rajawali Emas ke 30 telah tewas dengan mengenaskan malam itu!"Mampus kau ketua sekte sampah!" seru puas Ki Taksaka, seraya menghampiri mayat Ki Respati.Dengan seksama dia mendeteksi sekujur tubuh Ki Respati dengan telapak tangannya, yang dilambari ilmu Serap Raga miliknya.'Bedebah! Mustika Rajawali Emas tak ada ditubuhnya!' seru marah dan kecewa bathin Ki Taksaka."Ada apakah Ki Taksaka?!" Ki Mukti Roso berseru heran, saat melihat rekannya itu nampak kecewa, setelah mencari-cari sesuatu pada sosok mayat Ki Respati."Tidak apa-apa Ki Mukti Roso. Aku hanya ingin memastikan kalau dia benar-benar s
“Hei! Apa yang telah kalian lakukan pada putri bedebah itu..?!” seru kaget Ki Taksaka, saat dia melihat tubuh polos Larasati yang tak sadarkan diri di dalam saung.“Ahh! Ki Taksaka, apakah kita tak boleh bersenang-senang dulu sebelum menghabisi gadis itu.Jika kau berminat silahkan saja. Kami bertiga sudah puas menikmatinya, hehe!” seru terkekeh Ki Arga Bayu, dengan senyum penuh kepuasan.“Dasar kalian mata keranjang! Hahahaa!” seru tergelak Ki Mukti Roso memaklumi hasrat bawah ketiga rekannya."Lalu bagaimana baiknya sekarang Ki Taksaka? Kedua anak itu telah tak sadarkan diri kini," tanya Ki Mukti Roso menanti keputusan Ki Taksaka, yang dianggap tetua di antara mereka berlima. "Sebentar! Biar kuperiksa mereka lebih dulu!" seru Ki Taksaka, seraya mendatangi sosok Larasati yang masih tergolek di atas balai saung.Dan kembali Ki Taksaka menerapkan ilmu Serap Raganya, untuk mendeteksi keberadaan energi Mustika Rajawali Emas pada tubuh polos Larasati.'Bedebah! Dimana sebenarnya Ki Res
Braaghhk! Lesatan sosok Ki Tasaka pun terhenti, saat punggungnya menghantam keras batang pohon nangka yang berdiri kokoh di belakang sana. Srrtt! Brughk! Tubuh Ki Taksaka pun langsung merosot dan ambruk terkapar dibawah pohon itu. Blaarrrghks!! Ledakkan menggelegar terdengar, saat empat pukulan ketua sekte menghantam telak sosok Ki Lanangjati. Dan hancur leburlah sudah sosok Ki Lanangjati seketika itu juga, akibat dilabrak 4 pukulan dahsyat yang berlainan sifat dari para ketua sekte yang terarah padanya. Ya, sosok sepuh Ki Lanangjati pun tewas dengan tubuh hancur dan berpencaran cerai berai, hingga tak bisa dikenali lagi! Mengenaskan! Slaph! “Ki Taksaka! Kau tak apa-apa?!" seru Ki Mukti Roso yang melesat lebih dulu menghampiri sosok Ki Taksaka yang terkapar di tanah. Slaph..!! Ketiga rekan ketua sekte lainnyapun segera menyusul melesat ke arah Ki Taksaka. "Akkhsshh! Ahhss ..! A-aku tak apa-apa! Rompi Elang Sutra melindungi tubuhku. Kalian carilah anak
Tak memerlukan waktu lama, tibalah sang nenek di sebuah gubuk yang letaknya tersembunyi di tengah hutan Kambangan. Sebuah kawasan hutan lebat yang masih berada di wilayah Larantuka. Taph! Sang nenek menjejak ringan di depan pintu gubuk kediamannya, lalu masuk ke dalam dengan membawa sosok Larasati. Siapakah sang nenek itu sebenarnya? Sang nenek aslinya bernama Nyi Nariti, seorang pendekar wanita yang namanya dulu pernah menggetarkan rimba persilatan Tlatah Pallawa di masa mudanya. Julukan Nyi Nariti pada jamannya adalah Dewi Seribu Bayang. Sesungguhnya di masa sepuhnya itu Nyi Nariti sama sekali sudah tak berminat turun kembali ke dunia ramai. Apalagi berpikir untuk memiliki dan mendidik seorang murid! Tapi sepertinya, kejadian tak terduga malam itu akan merubah pendiriannya. Siapa yang tahu? *** Sementara sebelum menendang Jalu tadi, sesungguhnya Ki Lanangjati telah menekan sebuah titik di belakang kepala Jalu. Hal yang seketika membuat Jalu tersadar. Dan Ki Lanangjati jug
'Selesai! Wadah energi itu akan pecah dan menyatu selaras dengan energi miliknya, pada saat dia memang sudah benar-benar sanggup 'mengendalikan' power 29 leluhur dalam wadah energi itu!' seru sukma Eyang Wongso Segoro. 'Benar Eyang sepuh. Akan sangat berbahaya bagi tubuhnya, jika wadah energi itu 'pecah' sebelum waktunya', sahut sukma Eyang Sanggalangit. "Benar Sanggalangit. Baiklah aku duluan. BLAPH!' sahut sukma Eyang sepuh Wongso Segoro, seraya undur diri lebih dulu kembali ke alam leluhur. Blaph! Blaph! ... Blaph!Akhirnya semua sukma para leluhur pun kembali ke alamnya. Dan lorong di ruang khusus para leluhur sekte Rajawali Ema pun kembali gelap dan sunyi, seolah tak pernah ada sekumpulan cahaya leluhur yang gemerlapan di dalamnya. Tak lama kemudian. "Ahhhssh..! Lhoo?!" Jalu menggeliatkan tubuhnya perlahan, saat kedua matanya terbuka sadarkan diri. Dan seketika dia jadi terperanjat kaget, saat tak lagi merasakan sesak serta nyeri di dadanya.Tubuhnya terasa sangat bugar, ba