Home / Fantasi / PENDEKAR PULAU TENGKORAK / Pembunuhan Massal 2

Share

Pembunuhan Massal 2

last update Last Updated: 2023-09-07 14:52:26

"Kalian hanya mencari mati!" cetus sang Pemimpin perampok yang bahkan tidak sampai mengeluarkan keringat ketika beberapa penduduk berusaha menyerangnya. Sambil menebaskan pedang besarnya, senyum kekejian terus tercetak di bibirnya.

Satu persatu penduduk desa bertumbangan. Darah dari luka-luka terbuka membuat jalanan yang menjadi lokasi pertempuran tak seimbang itu memerah.

Jerit tangis kaum hawa tidak terelakkan lagi melihat suami, saudara, bapak, dan anak mereka bertumbangan gugur bermandikan darah. Benar-benar sebuah pembantaian yang sangat kejam sedang mereka saksikan.

Sebenarnya jika orang-orang kejam tersebut hanya gerombolan perampok biasa, mungkin masih ada sedikit keseimbangan meski penduduk melawan tanpa senjata. Namun karena gerombolan perampok itu berasal dari sebuah perguruan aliran hitam, maka ketimpangan jelas sangat terlihat. Dua ratus laki-laki penduduk desa yang melakukan perlawanan itu berkurang sangat cepat.

Tak sampai setengah jam, habis sudah kaum Adam desa te
Locked Chapter
Continue to read this book on the APP
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Zie febrianto
pelit Thor update nya
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • PENDEKAR PULAU TENGKORAK    Mencari Petunjuk

    "Kenapa sepi sekali," gumamnya dalam hati. Jalu melangkah menuju gapura desa, hingga kemudian berdesir angin dari arah desa Sukasari yang membuatnya menghentikan ayunan kedua kakinya. Penciuman tajamnya menangkap bau amis darah yang menyengat. Benak pemuda delapan belas tahun itu lantas diliputi prasangka buruk. Untuk memastikannya, Jalu pun berlari cepat memasuki gapura desa. "Biadaaaab!" teriaknya keras, begitu menyaksikan jasad-jasad pembantaian yang tergeletak di berbagai tempat. Amarah Jalu pun mendidih. Jari tangannya terkepal erat terbakar oleh emosi yang mengguncang jiwanya. Jalu melangkah perlahan melewati jasad demi jasad yang sudah terbujur kaku. Dari pengamatannya, luka-luka yang menjadi menyebabkan kematian ratusan penduduk desa Sukasari bisa dipastikan dari benda tajam, dan pelakunya jelas memiliki keterampilan menggunakan senjata tajam. Sebab hanya ada beberapa titik vital yang menjadi sasaran tebasan atau tusukan senjata tajam. Hari jalu semakin teriris pedih.

    Last Updated : 2023-09-07
  • PENDEKAR PULAU TENGKORAK    Menjadi Tertuduh

    Jalu mendekati salah satu jasad yang dia lihat dan berjongkok di sampingnya. Tangannya bergerak mencari bukti di bagian dalam seragam yang dikenakan jasad lelaki berusia kurang dari tiga puluh tahun itu. Dari pengalamanya menghancurkan 4 perguruan yang tidak mau tunduk kepadanya, setiap anggota perguruan biasanya memiliki tanda khusus. Bisa berupa tato gambar di tubuh atau segel yang biasanya berupa lempengan logam. "Hmmm … ini gambar apa?" Jalu menggumam pelan ketika dilihatnya di bagian dada kiri jasad tersebut terdapat lambang bergambar gunung yang dilingkari api. Pemuda 18 tahun itu menoleh ke jasad satunya dan kemudian berjalan mendekati jasad yang dalam posisi tengkurap tersebut. Tanpa berpikir panjang tangannya membalik jasad itu untuk memastikan dugaannya. Ya. Jalu menduga jika gambar gunung yang dilingkari api itu merupakan lambang sebuah perguruan. " Ternyata benar." Lagi-lagi pendekar muda berparas rupawan itu menggumam sendiri. Tapi yang membuatnya bingung, tidak ada

    Last Updated : 2023-09-10
  • PENDEKAR PULAU TENGKORAK    Anak Panah Api

    Dari atas pohon yang berada di dalam hutan, Jalu bisa melihat jika segerombolan lelaki berkuda itu terbagi menjadi dua tim dan berpisah jalan. Sosok pendekar digdaya yang baru berusia 18 tahun itu kemudian memutuskan untuk mencari keberadaan Ayu Wulandari selepas rombongan berkuda itu menghilang. Sebenarnya Jalu bisa saja menghabisi mereka semudah membalikkan telapak tangan. Namun hal itu tidak dia lakukan karena lebih fokus untuk menyelamatkan keberadaan Ayu Wulandari. Lesatan tubuh Jalu bergerak ringan dan lincah melewati pepohonan yang berada di dalam hutan. Saat ini dia hanya perlu mencari tahu, perguruan apakah yang memiliki simbol gambar gunung dilingkari api. Tanpa terasa perjalanan Jalu sudah memasuki sebuah hutan angker yang merupakan wilayah kekuasaan perguruan Siluman Neraka. Perguruan tersebut merupakan salah satu perguruan aliran hitam kelas menengah yang beranggotakan kurang lebih empat ratus anggota. Selain itu, ada juga enam orang tetua yang kesemuanya memiliki kea

    Last Updated : 2023-09-11
  • PENDEKAR PULAU TENGKORAK    Topeng Maut

    Dari dua belas orang yang semuanya berseragam merah tersebut, hanya satu yang tidak menggunakan penutup wajah, sebelas lainnya menggunakan topeng yang terbuat dari kulit pohon. "Siapa kau dan apa tujuanmu memasuki hutan ini?" tanya sosok lelaki berkumis tebal yang tidak mengenakan topeng penutup wajah. Jalu mengangkat kedua alisnya. Selepas itu dia tertawa cukup keras seraya memegangi perutnya. Apa yang dilakukannya membuat lelaki berkumis tebal itu tersinggung. Rahangnya mengeras, bola matanya membelalak lebar menatap Jalu penuh amarah. "Bedebah! Apa yang kau tertawakan bocah?" "Kau sungguh aneh, sejak kapan hutan menjadi wilayah terlarang untuk dimasuki seseorang? Apa hutan ini milik nenek moyangmu?" "Bajingan tengik! Kau rupanya sudah bosan hidup dengan berani menantang maut. Dalam sejarahnya, tidak ada satupun orang asing yang bisa keluar hidup-hidup dari hutan ini." Jalu tersenyum menyeringai. Ancaman seperti itu sudah tidak asing lagi didengarnya. Bahkan sudah menjadi

    Last Updated : 2023-09-11
  • PENDEKAR PULAU TENGKORAK    Formasi Topeng Bayangan

    "Woi … sampai kapan aku harus menunggu kalian bicara? Apa menunggu upilku sampai terkumpul segenggam lalu kulemparkan ke muka kalian?" ejek Jalu seraya memasukkan jari telunjuk ke dalam lubang hidungnya. Ketakutan yang dialami Praya seketika menghilang. Ejekan yang dilontarkan Jalu serasa menampar harga dirinya sebagai pemimpin Topeng Maut yang disegani. "Kita habisi dia! Formasi panah api!" teriaknya memberi perintah. Seusai mendapat perintah, sebelas anggota Topeng Maut bergerak memutar membentuk lingkaran yang melingkupi Jalu serta Praya di dalamnya. Jalu hanya bisa diam sambil memperkuat kewaspadaannya. Sebab lawan yang kali ini dia hadapi pasti memiliki formasi lebih menakutkan dari pada formasi yang pernah dia hadapi sebelumnya. Secara perlahan putaran yang dilakukan sebelas anggota Topeng Maut itu semakin cepat. Bahkan dalam beberapa detik berikutnya yang terlihat hanya warna merah berbentuk lingkaran. Angin yang diakibatkan putaran itu menghempas ke sekitar dan menimbul

    Last Updated : 2023-09-12
  • PENDEKAR PULAU TENGKORAK    Perguruan Siluman Neraka

    Gerakan langkah kaki Jalu yang sulit ditebak arahnya membuat dua belas anggota Topeng Maut itu kebingungan. Mereka tampak kesulitan untuk menentukan arah serangan. Sesekali mereka mencoba menyerang, tapi tusukan dan tebasan yang mereka lakukan hanya menerima ruang kosong. Bahkan akibat serangan yang gagal itu malah membuka pertahanan dan kerapatan formasi yang mereka buat. Jalu tersenyum lebar melihat formasi yang dibuat kedua belas lawannya sudah bisa dia ketahui kelemahannya. Untuk itu dia menambahkan lagi kecepatannya dengan tujuan bisa mempersingkat waktu mengalahkan mereka semua. Selain itu dia juga khawatir jika teman-teman lawannya kali ini akan berdatangan, mengingat kobaran api terus menyebar akibat panah api yang gagal mengenai sasaran dan menyasar ke pepohonan serta dedaunan kering. Jika kondisinya fit dan tidak ada racun yang bersarang di tubuhnya, Jalu tentu tidak akan takut menghadapi berapapun banyaknya lawan. Tapi situasi yang dialaminya saat ini benar-benar tidak m

    Last Updated : 2023-09-15
  • PENDEKAR PULAU TENGKORAK    Antisipasi

    "Praya, benarkah apa yang dikatakan Surapati?" Tetua pertama yang memiliki usia lebih tua dibanding lima tetua lain itu menatap Praya begitu lekat, seolah menggambarkan ketidak percayaannya akan berita yang didapatkan. "Benar, Kang Cakra. Ada seorang pendekar muda berwajah tampan yang sudah memasuki wilayah kita." "Pendekar muda?" Tetua pertama bernama Cakrasura itu menebalkan kulit dahinya yang sudah dipenuhi keriput. "Dan kalian Topeng Maut kalah oleh seorang pendekar muda? Lelucon macam apa ini, Praya?" "Aku tidak akan mungkin berani bercanda dengan membawa kematian anggota kita, Kang. Nyatanya memang begitu, pendekar yang sudah menghabisi anggota Topeng Maut di titik utara wajahnya terlihat masih begitu muda," jawab Praya, raut wajahnya menunjukkan rasa takut jika kakang seperguruannya itu sampai menunjukkan emosinya. Dia takut disalahkan karena meninggalkan anggotanya berjibaku dalam kematian. Cakrasura mengelus jenggotnya yang seluruhnya berwarna putih. Apa yang dilaporkan P

    Last Updated : 2023-09-17
  • PENDEKAR PULAU TENGKORAK    Mendapatkan Petunjuk?

    Jalu yang melihat secara langsung bagaimana Wirasoka menjilat bibirnya, langsung teringat dengan Purnomo yang pernah berniat untuk memperkosa Ayu Wulandari. Seketika emosinya pun terangkat naik dan kemudian bangkit berdiri setelah mengetahui niat buruk lelaki setengah baya tersebut. "Seharusnya orang seumuranmu itu lebih banyak mendekatkan diri kepada sang pencipta. Bukannya malah menambah dosa dan membuat orang lain menderita," ujarnya. Wirasoka dan ketujuh orang bayaran yang disewanya secara serta merta menolehkan pandangannya tertuju kepada Jalu. Pendekar muda berparas tampan itu berjalan mendekati Prawira dan Ratih yang juga sedang menatap kehadirannya. "Kalian berdua menyingkirlah. Biar aku yang memberi pelajaran kepada manusia berhati busuk seperti mereka." Prawira terkejut mendengar ucapan Jalu. Lelaki yang hampir seumuran Wirasoka itu tak percaya jika pemuda yang menurutnya masih belum genap dua puluh tahun tersebut mau membantunya. "Tapi mereka jumlahnya tidak sedikit?"

    Last Updated : 2023-09-20

Latest chapter

  • PENDEKAR PULAU TENGKORAK    Rencana Susulan

    Gambaran akan mendapatkan uang yang cukup besar sudah tergambar di dalam benak kelima perampok tersebut. Mereka terus bercanda hingga tiba di depan rumah yang sangatlah besar untuk ukuran di desa. Kalau di Kotaraja mungkin tidaklah heran, tapi di sebuah desa tentu sebuah kemustahilan yang sulit untuk dipercaya ada. Di depan pintu gerbang, beberapa lelaki yang ditugaskan untuk menjaga, menatap heran dengan adanya lima orang yang membawa gerobak. “Kang, apa benar ini rumah Nyi Sundari?” tanya salah satu perampok yang wajahnya terdapat bekas luka memanjang dari kening sampai dagu.“Iya, benar. Kalian siapa dan mau apa datang kemari?” salah satu penjaga balik bertanya.“Kami dari desa sebelah hendak menjual hasil panen, Kang.” Perampok tersebut menjawab dengan ekspresi meyakinkan. “Ikut aku!” Penjaga yang tubuhnya paling kekar membuka pintu gerbang, kemudian masuk ke dalam. Lima orang perampok membawa masuk gerobak yang mereka bawa hingga di halaman.“Tunggu di sini. Kupanggilkan dulu

  • PENDEKAR PULAU TENGKORAK    Keinginan Ayu Wulandari

    Jalu masih sedikit kebingungan dengan sikap yang ditunjukkan Ayu Wulandari. Arah pandangnya lantas tertuju kepada Nyi Sundari dan bertanya kenapa dengan membuka mulut tapi tanpa bersuara.“Ayu tadi menangis histeris ketika melihat darah yang terkumpul di baskom itu, Jalu,” kata Nyi Sundari. Ayu Wulandari langsung menoleh kepada ibunya dan membuka matanya lebar-lebar. Wajahnya langsung merah merona oleh rasa malu. “Oh, darah ini?” Jalu menunjuk baskom kuningan di depannya. “Begini Bi, dalam pertarungan terakhir sebelum berhasil menyelamatkan Ayu, aku mengalami luka dalam karena terkena pukulan. Tadi aku bermeditasi untuk untuk menyembuhkan luka dalam yang kualami. Sekarang aku sudah baik-baik saja, tidak ada yang perlu dikuatirkan,” sambungnya tanpa sekalipun menyebut kata racun. Dia tidak ingin membuat ibu dan anak itu kuatir atas kondisinya. Dalam meditasinya tadi, kelima panca indera Jalu benar-benar tidak berfungsi, sehingga diirinya tidak sadar jika keluarga Nyi Sundari sudah

  • PENDEKAR PULAU TENGKORAK    Tersadar

    Ayu Wulandari beserta ayah dan ibunya tampak terpukul mendengar penuturan Ki Puguh. Berita yang mereka dapat mengenai kondisi Jalu tentu tidak sesuai yang diharapkan. Ketiganya semula berharap jika Jalu hanya kelelahan atau mungkin mengalami luka biasa, tapi tidak tahunya ternyata terkena racun tingkat tinggi. Belum percaya dengan hasil analisa pertamanya, Ki Puguh pun kembali memeriksa darah Jalu. Kali ini darah berwarna hitam dan berbau busuk di dalam baskom yang dia periksa. Tabib tua itu menggeleng pelan. Sungguh dia masih belum bisa percaya jika pemuda berparas tampan itu mampu bertahan hidup dalam kondisi racun yang sudah menjalar di tubuhnya. "Bagaimana, Ki?" tanya Aji. "Pemuda ini memang terkena racun. Aku tidak tahu jenis racun apa yang berada di dalam tubuhnya, tapi aku yakin pasti racun tingkat tinggi." Kali ini Ayu Wulandari tidak bisa menahan suara tangisannya yang akhirnya pecah. Di sisi lain, Nyi Sundari yang mencoba bertahan agar tidak sampai terbawa suasana, akhi

  • PENDEKAR PULAU TENGKORAK    Dugaan Ki Puguh

    Raut wajah gadis cantik itu begitu tegang, takut terjadi sesuatu pada Jalu, Ayu Wulandari pun bergegas keluar untuk mencari ayah dan ibunya yang sedang berada di teras rumah. Namun karena kedua orang tuanya sibuk memberi penjelasan kepada anak buahnya yang bertugas menjual barang dagangan, gadis cantik itupun tidak berani menganggu. Ayu Wulandari hanya bisa menunggu dengan perasaan cemas. Sikapnya menunjukkan kegelisahan yang teramat kuat. “Kau kenapa, Putriku?” tanya Nyi Sundari ketika melihat putrinya mondar-mandir di dekatnya. “Jalu, Bu …” “Kenapa dengan Jalu? Bukankah dia masih di kamarnya?” potong Nyi Sundari. Ayu Wulandari mengangguk, kemudian diraihnya tangan ibunya dan mengajaknya masuk ke dalam rumah. “Ikut aku, Bu. Sepertinya sedang terjadi masalah pada Jalu, aku takut Bu!” ucapnya. Raut wajah Nyi Sundari langsung berubah. Ayunan langkahnya dipercepat agar segera sampai di kamar Jalu. Ibu dan anak itupun masuk ke dalam kamar. Sementara Jalu masih tetap dalam meditasiny

  • PENDEKAR PULAU TENGKORAK    Tekad Ayu Wulandari

    Tanpa perlu diarahkan, puluhan anggota Ageng Pamuju itu membuat 8 tim yang masing-masing berisikan minimal 5 orang. Setiap tim nantinya akan bergerak sesuai arah mata angin yang juga berjumlah 8. “Jika nanti ada dari kalian yang berhasil menemukan penyusup itu, segera cari aku di tempat ini,” kata Ageng Pamuju. “Maaf, ketua, tapi bukankah ketua tadi bilang hendak mencari tempat lain untuk mendirikan perguruan?” tanya seorang anggota. “Itu nanti setelah aku berhasil membunuh penyusup yang sudah memporak-porandakan perguruan kita. Aku beri kalian waktu dua minggu dari sekarang, jika kalian tidak berhasil menemukannya, aku akan menghilang dari dunia persilatan entah untuk berapa lama.” Lebih dari 40 anggota perguruan Gunung Setan itu menatap tak percaya akan ucapan pemimpinnya. Sebagian besar dari mereka tidak punya keluarga, juga tidak memiliki tempat tinggal untuk berlindung dari terik matahari dan air hujan. Selain itu, mereka tidak pernah bekerja secara halal dan selama ini hanya

  • PENDEKAR PULAU TENGKORAK    Perintah Ageng Pamuju

    Ketua perguruan aliran hitam yang berdiri di puncak Gunung Setan itu berjalan meninggalkan bekas perguruannya yang sudah hampir rata dengan tanah. Setelah berjalan hampir lima ratus meter, dilihatnya puluhan orang yang berkumpul di dekat sebuah pohon besar. Bola matanya menyipit untuk memastikan bahwa seragam yang dikenakan sekumpulan orang-orang itu adalah murid-muridnya. Ageng Pamuju pun berjalan mendekat begitu memastikan penglihatannya tidak salah. “Apa yang sedang kalian lakukan di sini?” Sontak orang-orang yang sedang berbicara satu sama lain itu menoleh ke belakang. Begitu mengetahui jika sosok yang baru menegur mereka itu adalah Ageng Pamuju, puluhan murid perguruan Gunung Setan tersebut langsung memberi sikap hormat. “Maaf, Ketua. Kami berkumpul di tempat ini karena bingung tidak tahu harus kemana. Mau kembali ke perguruan, tapi takut jika pendekar itu kembali lagi dan menghabisi kami semua,” balas seorang anggota yang paling senior di antara lainnya. “Sebenarnya kalian

  • PENDEKAR PULAU TENGKORAK    Emosi Ageng Pamuju

    Beberapa saat lamanya beristirahat, rasa lelah yang mendera tubuh Jalu pun berangsur menghilang. Pemuda berparas tampan itupun bangkit berdiri dan diikuti Ayu Wulandari yang juga berdiri setelahnya. “Ayo kita pulang. Ibumu saat ini pasti sangat cemas,” ajak Jalu. Memang benar apa yang dikatakan pemuda itu, Nyi Sundari dalam beberapa hari terakhir kebingungan menunggu kedatangan Jalu dan putrinya yang belum juga kembali. Rasa cemasnya begitu besar akan keselamatan mereka berdua. Bahkan dalam dua hari terakhir dia tidak tidur sama sekali, sehingga Aji sampai memanggil tabib untuk menjaga kesehatan istrinya. Dua hari berikutnya, sudah empat hari Nyi Sundari tidak bisa memejamkan matanya sedikitpun. Tidak hanya itu, bahkan dia pun tidak berhasrat untuk mengisi perutnya. Tubuhnya terduduk lemas di kursi dalam rangkulan suaminya.“Kalaupun mereka ada masalah di perjalanan, aku yakin Jalu pasti akan bisa mengatasinya,” kata Aji menenangkan istrinya. Nyi Sundari hanya diam seribu bahasa.

  • PENDEKAR PULAU TENGKORAK    Bunga yang Layu

    “Bedebah! Pasti penyusup itu yang telah membuat semua anggotaku ketakutan.” Ageng Pamuju merutuk dalam hati. Ada rasa sesal kenapa tadi dia harus mementingkan memenuhi syahwatnya terlebih dahulu dari pada melawan si penyusup. Rasa percayanya yang terlalu tinggi kepada empat orang tetua bawahannya, kini berakibat dia harus sendirian di perguruan yang telah didirikan sejak empat puluh tahun lalu. Lelaki tua yang memiliki ajian awet muda itu berjalan lunglai masuk ke dalam rumahnya. Melihat banyaknya jasad anggota yang telah tewas telah membuatnya mual. Dia berpikir jika tidak mungkin untuk menguburkan semua sendiri, tapi jika bertahan di tempat itu, pasti bau busuk dari jasad yang sudah menjadi bangkai akan membuatnya kesulitan sendiri. Ageng Pamuju memasuki kamanrnya. Dia berpikir harus bisa mengambil langkah selanjutnya untuk kembali mengumpulkan anggota. Nama besar perguruan Gunung Setan harus kembali bergabung di blantika dunia persilatan. Di dalam sebuah bangunan, suasana heni

  • PENDEKAR PULAU TENGKORAK    Kemarahan Ageng Pamuju

    “Baiklah, kalian berdua boleh pergi. Tapi jangan pernah kembali lagi ke tempat ini atau nyawa kalian berdua tidak akan kuberi ampun!” ucap Jalu datar dan mengancam. Reso dan Waji menghela napas lega. Keduanya tanpa berpikir lagi langsung melesat meninggalkan Perguruan Gunung Setan secepat mungkin. Mereka berdua tidak peduli lagi dengan anggota perguruan yang masih bergerombol dalam jarak empat puluhan meter. Kepergian tetua dua dan tetua empat meninggalkan pertanyaan dalam benak ratusan anggota yang kebingungan. Mereka tak menyangka jika dua tetua tersisa yang diharapkan bisa menjadi dewa penolong nyatanya telah pergi tanpa pamit. Rasa takut akan kematian jelas menguasai pikiran setiap anggota perguruan yang masih hidup. Entah siapa yang memulai, tapi tiba-tiba saja anggota yang jumlahnya masih dua pertiga dari keseluruhan anggota perguruan Gunung Setan itu tiba-tiba berhamburan berlarian pergi dari perguruan menyusul Reso dan Waji. Jalu tersenyum tipis melihat hal itu. Dia tidak

DMCA.com Protection Status