Beranda / Fantasi / PENDEKAR PULAU TENGKORAK / Kemarahan Ageng Pamuju

Share

Kemarahan Ageng Pamuju

Penulis: Alfonzo Perez
last update Terakhir Diperbarui: 2024-01-10 14:57:33

“Baiklah, kalian berdua boleh pergi. Tapi jangan pernah kembali lagi ke tempat ini atau nyawa kalian berdua tidak akan kuberi ampun!” ucap Jalu datar dan mengancam.

Reso dan Waji menghela napas lega. Keduanya tanpa berpikir lagi langsung melesat meninggalkan Perguruan Gunung Setan secepat mungkin. Mereka berdua tidak peduli lagi dengan anggota perguruan yang masih bergerombol dalam jarak empat puluhan meter.

Kepergian tetua dua dan tetua empat meninggalkan pertanyaan dalam benak ratusan anggota yang kebingungan. Mereka tak menyangka jika dua tetua tersisa yang diharapkan bisa menjadi dewa penolong nyatanya telah pergi tanpa pamit.

Rasa takut akan kematian jelas menguasai pikiran setiap anggota perguruan yang masih hidup. Entah siapa yang memulai, tapi tiba-tiba saja anggota yang jumlahnya masih dua pertiga dari keseluruhan anggota perguruan Gunung Setan itu tiba-tiba berhamburan berlarian pergi dari perguruan menyusul Reso dan Waji.

Jalu tersenyum tipis melihat hal itu. Dia tidak
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • PENDEKAR PULAU TENGKORAK    Bunga yang Layu

    “Bedebah! Pasti penyusup itu yang telah membuat semua anggotaku ketakutan.” Ageng Pamuju merutuk dalam hati. Ada rasa sesal kenapa tadi dia harus mementingkan memenuhi syahwatnya terlebih dahulu dari pada melawan si penyusup. Rasa percayanya yang terlalu tinggi kepada empat orang tetua bawahannya, kini berakibat dia harus sendirian di perguruan yang telah didirikan sejak empat puluh tahun lalu. Lelaki tua yang memiliki ajian awet muda itu berjalan lunglai masuk ke dalam rumahnya. Melihat banyaknya jasad anggota yang telah tewas telah membuatnya mual. Dia berpikir jika tidak mungkin untuk menguburkan semua sendiri, tapi jika bertahan di tempat itu, pasti bau busuk dari jasad yang sudah menjadi bangkai akan membuatnya kesulitan sendiri. Ageng Pamuju memasuki kamanrnya. Dia berpikir harus bisa mengambil langkah selanjutnya untuk kembali mengumpulkan anggota. Nama besar perguruan Gunung Setan harus kembali bergabung di blantika dunia persilatan. Di dalam sebuah bangunan, suasana heni

    Terakhir Diperbarui : 2024-01-14
  • PENDEKAR PULAU TENGKORAK    Emosi Ageng Pamuju

    Beberapa saat lamanya beristirahat, rasa lelah yang mendera tubuh Jalu pun berangsur menghilang. Pemuda berparas tampan itupun bangkit berdiri dan diikuti Ayu Wulandari yang juga berdiri setelahnya. “Ayo kita pulang. Ibumu saat ini pasti sangat cemas,” ajak Jalu. Memang benar apa yang dikatakan pemuda itu, Nyi Sundari dalam beberapa hari terakhir kebingungan menunggu kedatangan Jalu dan putrinya yang belum juga kembali. Rasa cemasnya begitu besar akan keselamatan mereka berdua. Bahkan dalam dua hari terakhir dia tidak tidur sama sekali, sehingga Aji sampai memanggil tabib untuk menjaga kesehatan istrinya. Dua hari berikutnya, sudah empat hari Nyi Sundari tidak bisa memejamkan matanya sedikitpun. Tidak hanya itu, bahkan dia pun tidak berhasrat untuk mengisi perutnya. Tubuhnya terduduk lemas di kursi dalam rangkulan suaminya.“Kalaupun mereka ada masalah di perjalanan, aku yakin Jalu pasti akan bisa mengatasinya,” kata Aji menenangkan istrinya. Nyi Sundari hanya diam seribu bahasa.

    Terakhir Diperbarui : 2024-04-07
  • PENDEKAR PULAU TENGKORAK    Perintah Ageng Pamuju

    Ketua perguruan aliran hitam yang berdiri di puncak Gunung Setan itu berjalan meninggalkan bekas perguruannya yang sudah hampir rata dengan tanah. Setelah berjalan hampir lima ratus meter, dilihatnya puluhan orang yang berkumpul di dekat sebuah pohon besar. Bola matanya menyipit untuk memastikan bahwa seragam yang dikenakan sekumpulan orang-orang itu adalah murid-muridnya. Ageng Pamuju pun berjalan mendekat begitu memastikan penglihatannya tidak salah. “Apa yang sedang kalian lakukan di sini?” Sontak orang-orang yang sedang berbicara satu sama lain itu menoleh ke belakang. Begitu mengetahui jika sosok yang baru menegur mereka itu adalah Ageng Pamuju, puluhan murid perguruan Gunung Setan tersebut langsung memberi sikap hormat. “Maaf, Ketua. Kami berkumpul di tempat ini karena bingung tidak tahu harus kemana. Mau kembali ke perguruan, tapi takut jika pendekar itu kembali lagi dan menghabisi kami semua,” balas seorang anggota yang paling senior di antara lainnya. “Sebenarnya kalian

    Terakhir Diperbarui : 2024-04-13
  • PENDEKAR PULAU TENGKORAK    Tekad Ayu Wulandari

    Tanpa perlu diarahkan, puluhan anggota Ageng Pamuju itu membuat 8 tim yang masing-masing berisikan minimal 5 orang. Setiap tim nantinya akan bergerak sesuai arah mata angin yang juga berjumlah 8. “Jika nanti ada dari kalian yang berhasil menemukan penyusup itu, segera cari aku di tempat ini,” kata Ageng Pamuju. “Maaf, ketua, tapi bukankah ketua tadi bilang hendak mencari tempat lain untuk mendirikan perguruan?” tanya seorang anggota. “Itu nanti setelah aku berhasil membunuh penyusup yang sudah memporak-porandakan perguruan kita. Aku beri kalian waktu dua minggu dari sekarang, jika kalian tidak berhasil menemukannya, aku akan menghilang dari dunia persilatan entah untuk berapa lama.” Lebih dari 40 anggota perguruan Gunung Setan itu menatap tak percaya akan ucapan pemimpinnya. Sebagian besar dari mereka tidak punya keluarga, juga tidak memiliki tempat tinggal untuk berlindung dari terik matahari dan air hujan. Selain itu, mereka tidak pernah bekerja secara halal dan selama ini hanya

    Terakhir Diperbarui : 2024-07-29
  • PENDEKAR PULAU TENGKORAK    Dugaan Ki Puguh

    Raut wajah gadis cantik itu begitu tegang, takut terjadi sesuatu pada Jalu, Ayu Wulandari pun bergegas keluar untuk mencari ayah dan ibunya yang sedang berada di teras rumah. Namun karena kedua orang tuanya sibuk memberi penjelasan kepada anak buahnya yang bertugas menjual barang dagangan, gadis cantik itupun tidak berani menganggu. Ayu Wulandari hanya bisa menunggu dengan perasaan cemas. Sikapnya menunjukkan kegelisahan yang teramat kuat. “Kau kenapa, Putriku?” tanya Nyi Sundari ketika melihat putrinya mondar-mandir di dekatnya. “Jalu, Bu …” “Kenapa dengan Jalu? Bukankah dia masih di kamarnya?” potong Nyi Sundari. Ayu Wulandari mengangguk, kemudian diraihnya tangan ibunya dan mengajaknya masuk ke dalam rumah. “Ikut aku, Bu. Sepertinya sedang terjadi masalah pada Jalu, aku takut Bu!” ucapnya. Raut wajah Nyi Sundari langsung berubah. Ayunan langkahnya dipercepat agar segera sampai di kamar Jalu. Ibu dan anak itupun masuk ke dalam kamar. Sementara Jalu masih tetap dalam meditasiny

    Terakhir Diperbarui : 2024-07-31
  • PENDEKAR PULAU TENGKORAK    Tersadar

    Ayu Wulandari beserta ayah dan ibunya tampak terpukul mendengar penuturan Ki Puguh. Berita yang mereka dapat mengenai kondisi Jalu tentu tidak sesuai yang diharapkan. Ketiganya semula berharap jika Jalu hanya kelelahan atau mungkin mengalami luka biasa, tapi tidak tahunya ternyata terkena racun tingkat tinggi. Belum percaya dengan hasil analisa pertamanya, Ki Puguh pun kembali memeriksa darah Jalu. Kali ini darah berwarna hitam dan berbau busuk di dalam baskom yang dia periksa. Tabib tua itu menggeleng pelan. Sungguh dia masih belum bisa percaya jika pemuda berparas tampan itu mampu bertahan hidup dalam kondisi racun yang sudah menjalar di tubuhnya. "Bagaimana, Ki?" tanya Aji. "Pemuda ini memang terkena racun. Aku tidak tahu jenis racun apa yang berada di dalam tubuhnya, tapi aku yakin pasti racun tingkat tinggi." Kali ini Ayu Wulandari tidak bisa menahan suara tangisannya yang akhirnya pecah. Di sisi lain, Nyi Sundari yang mencoba bertahan agar tidak sampai terbawa suasana, akhi

    Terakhir Diperbarui : 2024-08-01
  • PENDEKAR PULAU TENGKORAK    Keinginan Ayu Wulandari

    Jalu masih sedikit kebingungan dengan sikap yang ditunjukkan Ayu Wulandari. Arah pandangnya lantas tertuju kepada Nyi Sundari dan bertanya kenapa dengan membuka mulut tapi tanpa bersuara.“Ayu tadi menangis histeris ketika melihat darah yang terkumpul di baskom itu, Jalu,” kata Nyi Sundari. Ayu Wulandari langsung menoleh kepada ibunya dan membuka matanya lebar-lebar. Wajahnya langsung merah merona oleh rasa malu. “Oh, darah ini?” Jalu menunjuk baskom kuningan di depannya. “Begini Bi, dalam pertarungan terakhir sebelum berhasil menyelamatkan Ayu, aku mengalami luka dalam karena terkena pukulan. Tadi aku bermeditasi untuk untuk menyembuhkan luka dalam yang kualami. Sekarang aku sudah baik-baik saja, tidak ada yang perlu dikuatirkan,” sambungnya tanpa sekalipun menyebut kata racun. Dia tidak ingin membuat ibu dan anak itu kuatir atas kondisinya. Dalam meditasinya tadi, kelima panca indera Jalu benar-benar tidak berfungsi, sehingga diirinya tidak sadar jika keluarga Nyi Sundari sudah

    Terakhir Diperbarui : 2024-08-03
  • PENDEKAR PULAU TENGKORAK    Rencana Susulan

    Gambaran akan mendapatkan uang yang cukup besar sudah tergambar di dalam benak kelima perampok tersebut. Mereka terus bercanda hingga tiba di depan rumah yang sangatlah besar untuk ukuran di desa. Kalau di Kotaraja mungkin tidaklah heran, tapi di sebuah desa tentu sebuah kemustahilan yang sulit untuk dipercaya ada. Di depan pintu gerbang, beberapa lelaki yang ditugaskan untuk menjaga, menatap heran dengan adanya lima orang yang membawa gerobak. “Kang, apa benar ini rumah Nyi Sundari?” tanya salah satu perampok yang wajahnya terdapat bekas luka memanjang dari kening sampai dagu.“Iya, benar. Kalian siapa dan mau apa datang kemari?” salah satu penjaga balik bertanya.“Kami dari desa sebelah hendak menjual hasil panen, Kang.” Perampok tersebut menjawab dengan ekspresi meyakinkan. “Ikut aku!” Penjaga yang tubuhnya paling kekar membuka pintu gerbang, kemudian masuk ke dalam. Lima orang perampok membawa masuk gerobak yang mereka bawa hingga di halaman.“Tunggu di sini. Kupanggilkan dulu

    Terakhir Diperbarui : 2024-08-25

Bab terbaru

  • PENDEKAR PULAU TENGKORAK    Rencana Susulan

    Gambaran akan mendapatkan uang yang cukup besar sudah tergambar di dalam benak kelima perampok tersebut. Mereka terus bercanda hingga tiba di depan rumah yang sangatlah besar untuk ukuran di desa. Kalau di Kotaraja mungkin tidaklah heran, tapi di sebuah desa tentu sebuah kemustahilan yang sulit untuk dipercaya ada. Di depan pintu gerbang, beberapa lelaki yang ditugaskan untuk menjaga, menatap heran dengan adanya lima orang yang membawa gerobak. “Kang, apa benar ini rumah Nyi Sundari?” tanya salah satu perampok yang wajahnya terdapat bekas luka memanjang dari kening sampai dagu.“Iya, benar. Kalian siapa dan mau apa datang kemari?” salah satu penjaga balik bertanya.“Kami dari desa sebelah hendak menjual hasil panen, Kang.” Perampok tersebut menjawab dengan ekspresi meyakinkan. “Ikut aku!” Penjaga yang tubuhnya paling kekar membuka pintu gerbang, kemudian masuk ke dalam. Lima orang perampok membawa masuk gerobak yang mereka bawa hingga di halaman.“Tunggu di sini. Kupanggilkan dulu

  • PENDEKAR PULAU TENGKORAK    Keinginan Ayu Wulandari

    Jalu masih sedikit kebingungan dengan sikap yang ditunjukkan Ayu Wulandari. Arah pandangnya lantas tertuju kepada Nyi Sundari dan bertanya kenapa dengan membuka mulut tapi tanpa bersuara.“Ayu tadi menangis histeris ketika melihat darah yang terkumpul di baskom itu, Jalu,” kata Nyi Sundari. Ayu Wulandari langsung menoleh kepada ibunya dan membuka matanya lebar-lebar. Wajahnya langsung merah merona oleh rasa malu. “Oh, darah ini?” Jalu menunjuk baskom kuningan di depannya. “Begini Bi, dalam pertarungan terakhir sebelum berhasil menyelamatkan Ayu, aku mengalami luka dalam karena terkena pukulan. Tadi aku bermeditasi untuk untuk menyembuhkan luka dalam yang kualami. Sekarang aku sudah baik-baik saja, tidak ada yang perlu dikuatirkan,” sambungnya tanpa sekalipun menyebut kata racun. Dia tidak ingin membuat ibu dan anak itu kuatir atas kondisinya. Dalam meditasinya tadi, kelima panca indera Jalu benar-benar tidak berfungsi, sehingga diirinya tidak sadar jika keluarga Nyi Sundari sudah

  • PENDEKAR PULAU TENGKORAK    Tersadar

    Ayu Wulandari beserta ayah dan ibunya tampak terpukul mendengar penuturan Ki Puguh. Berita yang mereka dapat mengenai kondisi Jalu tentu tidak sesuai yang diharapkan. Ketiganya semula berharap jika Jalu hanya kelelahan atau mungkin mengalami luka biasa, tapi tidak tahunya ternyata terkena racun tingkat tinggi. Belum percaya dengan hasil analisa pertamanya, Ki Puguh pun kembali memeriksa darah Jalu. Kali ini darah berwarna hitam dan berbau busuk di dalam baskom yang dia periksa. Tabib tua itu menggeleng pelan. Sungguh dia masih belum bisa percaya jika pemuda berparas tampan itu mampu bertahan hidup dalam kondisi racun yang sudah menjalar di tubuhnya. "Bagaimana, Ki?" tanya Aji. "Pemuda ini memang terkena racun. Aku tidak tahu jenis racun apa yang berada di dalam tubuhnya, tapi aku yakin pasti racun tingkat tinggi." Kali ini Ayu Wulandari tidak bisa menahan suara tangisannya yang akhirnya pecah. Di sisi lain, Nyi Sundari yang mencoba bertahan agar tidak sampai terbawa suasana, akhi

  • PENDEKAR PULAU TENGKORAK    Dugaan Ki Puguh

    Raut wajah gadis cantik itu begitu tegang, takut terjadi sesuatu pada Jalu, Ayu Wulandari pun bergegas keluar untuk mencari ayah dan ibunya yang sedang berada di teras rumah. Namun karena kedua orang tuanya sibuk memberi penjelasan kepada anak buahnya yang bertugas menjual barang dagangan, gadis cantik itupun tidak berani menganggu. Ayu Wulandari hanya bisa menunggu dengan perasaan cemas. Sikapnya menunjukkan kegelisahan yang teramat kuat. “Kau kenapa, Putriku?” tanya Nyi Sundari ketika melihat putrinya mondar-mandir di dekatnya. “Jalu, Bu …” “Kenapa dengan Jalu? Bukankah dia masih di kamarnya?” potong Nyi Sundari. Ayu Wulandari mengangguk, kemudian diraihnya tangan ibunya dan mengajaknya masuk ke dalam rumah. “Ikut aku, Bu. Sepertinya sedang terjadi masalah pada Jalu, aku takut Bu!” ucapnya. Raut wajah Nyi Sundari langsung berubah. Ayunan langkahnya dipercepat agar segera sampai di kamar Jalu. Ibu dan anak itupun masuk ke dalam kamar. Sementara Jalu masih tetap dalam meditasiny

  • PENDEKAR PULAU TENGKORAK    Tekad Ayu Wulandari

    Tanpa perlu diarahkan, puluhan anggota Ageng Pamuju itu membuat 8 tim yang masing-masing berisikan minimal 5 orang. Setiap tim nantinya akan bergerak sesuai arah mata angin yang juga berjumlah 8. “Jika nanti ada dari kalian yang berhasil menemukan penyusup itu, segera cari aku di tempat ini,” kata Ageng Pamuju. “Maaf, ketua, tapi bukankah ketua tadi bilang hendak mencari tempat lain untuk mendirikan perguruan?” tanya seorang anggota. “Itu nanti setelah aku berhasil membunuh penyusup yang sudah memporak-porandakan perguruan kita. Aku beri kalian waktu dua minggu dari sekarang, jika kalian tidak berhasil menemukannya, aku akan menghilang dari dunia persilatan entah untuk berapa lama.” Lebih dari 40 anggota perguruan Gunung Setan itu menatap tak percaya akan ucapan pemimpinnya. Sebagian besar dari mereka tidak punya keluarga, juga tidak memiliki tempat tinggal untuk berlindung dari terik matahari dan air hujan. Selain itu, mereka tidak pernah bekerja secara halal dan selama ini hanya

  • PENDEKAR PULAU TENGKORAK    Perintah Ageng Pamuju

    Ketua perguruan aliran hitam yang berdiri di puncak Gunung Setan itu berjalan meninggalkan bekas perguruannya yang sudah hampir rata dengan tanah. Setelah berjalan hampir lima ratus meter, dilihatnya puluhan orang yang berkumpul di dekat sebuah pohon besar. Bola matanya menyipit untuk memastikan bahwa seragam yang dikenakan sekumpulan orang-orang itu adalah murid-muridnya. Ageng Pamuju pun berjalan mendekat begitu memastikan penglihatannya tidak salah. “Apa yang sedang kalian lakukan di sini?” Sontak orang-orang yang sedang berbicara satu sama lain itu menoleh ke belakang. Begitu mengetahui jika sosok yang baru menegur mereka itu adalah Ageng Pamuju, puluhan murid perguruan Gunung Setan tersebut langsung memberi sikap hormat. “Maaf, Ketua. Kami berkumpul di tempat ini karena bingung tidak tahu harus kemana. Mau kembali ke perguruan, tapi takut jika pendekar itu kembali lagi dan menghabisi kami semua,” balas seorang anggota yang paling senior di antara lainnya. “Sebenarnya kalian

  • PENDEKAR PULAU TENGKORAK    Emosi Ageng Pamuju

    Beberapa saat lamanya beristirahat, rasa lelah yang mendera tubuh Jalu pun berangsur menghilang. Pemuda berparas tampan itupun bangkit berdiri dan diikuti Ayu Wulandari yang juga berdiri setelahnya. “Ayo kita pulang. Ibumu saat ini pasti sangat cemas,” ajak Jalu. Memang benar apa yang dikatakan pemuda itu, Nyi Sundari dalam beberapa hari terakhir kebingungan menunggu kedatangan Jalu dan putrinya yang belum juga kembali. Rasa cemasnya begitu besar akan keselamatan mereka berdua. Bahkan dalam dua hari terakhir dia tidak tidur sama sekali, sehingga Aji sampai memanggil tabib untuk menjaga kesehatan istrinya. Dua hari berikutnya, sudah empat hari Nyi Sundari tidak bisa memejamkan matanya sedikitpun. Tidak hanya itu, bahkan dia pun tidak berhasrat untuk mengisi perutnya. Tubuhnya terduduk lemas di kursi dalam rangkulan suaminya.“Kalaupun mereka ada masalah di perjalanan, aku yakin Jalu pasti akan bisa mengatasinya,” kata Aji menenangkan istrinya. Nyi Sundari hanya diam seribu bahasa.

  • PENDEKAR PULAU TENGKORAK    Bunga yang Layu

    “Bedebah! Pasti penyusup itu yang telah membuat semua anggotaku ketakutan.” Ageng Pamuju merutuk dalam hati. Ada rasa sesal kenapa tadi dia harus mementingkan memenuhi syahwatnya terlebih dahulu dari pada melawan si penyusup. Rasa percayanya yang terlalu tinggi kepada empat orang tetua bawahannya, kini berakibat dia harus sendirian di perguruan yang telah didirikan sejak empat puluh tahun lalu. Lelaki tua yang memiliki ajian awet muda itu berjalan lunglai masuk ke dalam rumahnya. Melihat banyaknya jasad anggota yang telah tewas telah membuatnya mual. Dia berpikir jika tidak mungkin untuk menguburkan semua sendiri, tapi jika bertahan di tempat itu, pasti bau busuk dari jasad yang sudah menjadi bangkai akan membuatnya kesulitan sendiri. Ageng Pamuju memasuki kamanrnya. Dia berpikir harus bisa mengambil langkah selanjutnya untuk kembali mengumpulkan anggota. Nama besar perguruan Gunung Setan harus kembali bergabung di blantika dunia persilatan. Di dalam sebuah bangunan, suasana heni

  • PENDEKAR PULAU TENGKORAK    Kemarahan Ageng Pamuju

    “Baiklah, kalian berdua boleh pergi. Tapi jangan pernah kembali lagi ke tempat ini atau nyawa kalian berdua tidak akan kuberi ampun!” ucap Jalu datar dan mengancam. Reso dan Waji menghela napas lega. Keduanya tanpa berpikir lagi langsung melesat meninggalkan Perguruan Gunung Setan secepat mungkin. Mereka berdua tidak peduli lagi dengan anggota perguruan yang masih bergerombol dalam jarak empat puluhan meter. Kepergian tetua dua dan tetua empat meninggalkan pertanyaan dalam benak ratusan anggota yang kebingungan. Mereka tak menyangka jika dua tetua tersisa yang diharapkan bisa menjadi dewa penolong nyatanya telah pergi tanpa pamit. Rasa takut akan kematian jelas menguasai pikiran setiap anggota perguruan yang masih hidup. Entah siapa yang memulai, tapi tiba-tiba saja anggota yang jumlahnya masih dua pertiga dari keseluruhan anggota perguruan Gunung Setan itu tiba-tiba berhamburan berlarian pergi dari perguruan menyusul Reso dan Waji. Jalu tersenyum tipis melihat hal itu. Dia tidak

DMCA.com Protection Status