Setelah hampir dua jam berlalu, Perlahan Devi membuka kelopak matanya, kepalanya masih terasa pusing dan pandangannya sedikit kabur lalu ia memejamkan kembali dan sekarang semua sudah terlihat jelas.Ia mengintari pandangannya ke ruangan, masih sama.Pandangannya terhenti pada sosok yang sedang duduk dengan kepala tertelungkup. Ia memejamkan matanya kembali untuk mengingat, kilasan dan potongan kecil kenangan saat ia tertabrak.Ia menggeleng pelan saat teringat kejadian yang membuat ia tak sadarkan diri berupa sinar yang menyilaukan mata dan hantaman yang keras saat ia tak bisa mengendalikan Rem pada mobilnya.Keringatnya keluar membasahi anak rambut dan pipi, tangannya mencengkram pada sprei yang ia tempati.Napasnya memburu saat mengingat adegan kecelakaan itu.Perlahan kenangan berganti saat ia berbicara dengan mbok Inah lalu ia membanting pintu mobilnya dengan keras.Ia kini menyadari alasan kenapa ia berada di sini. Terbaring Lemah hingga berhari-hari.Ia menatap lelaki yang mas
Devi masuk ke rumah dengan langkah santai.“Rumah sebesar ini siapa yang membersihkan, Bu?“Devi menatap lekat ke arah Veni tanpa berkedip. Ia hanya ingin memastikan apakah mau berkata jujur atau berkilah.“Itu dulu ada Mbok Inah dan Mbak Reni, tapi sekarang hanya Mbak Reni,” jawabnya.Devi mengangguk, rupanya mereka sudah mengusir ataukah menyembunyikan dari dirinya. Devi mengedikkan bahunya. Lalu Rendi mendekat dan meraih lengannya untuk menggandeng mengajak ke kamar.Devi bergeming dan pura-pura lupa di mana tempat kamarnya. “Nanti kita ke bengkel ya!“ ajak Devi.Rendi mengangguk. Dia jadi merasa bersalah karena tidak menindaklanjuti ke pihak berwajib terkait kecelakaan yang menimpa Devi.Devi menghenyakkan badannya ke ranjang yang sudah berganti sprei. Tatapannya mengintari ruangan kamar. Masih sama tidak ada yang berbeda. Rendi masuk menyusul Devi dan ikut duduk di tepi ranjang, memandangi Devi yang masih sibuk dengan imajinasinya.Perlahan ia menaruh tangannya ke pundak Devi.
Dengan langkah mengendap, Lina tetap nekat untuk menuju ke bekas kamarnya dulu. Perlahan ia melangkah hingga deru napasnya terdengar. Pandangan matanya tak terlepas mengawasi wanita yang duduk di Sofa membelakangi dirinya.Dia tidak menyadari Devi sedang mengarahkan kamera ponsel hendak berselfi ria, namun malah mendapati sesuatu yang mencurigakan dan langsung memantau Lina lewat kamera ponsel. Lina bernapas lega ketika sampai kamar, dia melangkah cepat dan meraba ke atas lemari yang terakhir ia melempar dokumen begitu saja.Setelah mendapatkan apa yang dituju, Lina berbalik dan keluar kamar dengan langkah pelan, saat tatapannya mengarah ke sofa ia sedikit menyimpulkan senyumannya ketika tidak mendapati Devi lagi. Ia setengah berlari keluar melalui dapur dan halaman samping rumah. Ia begitu riang berjalan dengan mengayunkan tangannya.Sebentar lagi ia akan pamer ke ibunya kalau aksinya berhasil dan dengan mudahnya ia mendapatkan.Kepalanya sedikit mendongak dan matanya menyipit saa
“Katakan dengan rinci!“ sentak Devi sambil mencengkeram rahang Lina.Lina menggeleng,dia begitu takut dengan ekspresi Devi.Plak!Belum sempat Lina membuka mulutnya kembali. Devi sudah menghujaminya dengan tamparan.“Sebenarnya, a–aku tidak hamil,” Akhirnya kata itu terucap dari mulut Lina. Meskipun suaranya begitu lirih namun itu terdengar jelas oleh Devi.Devi menggeleng dan langsung menghempaskan wajah Devi. Ia benar-benar tak habis pikir. Rumah tangganya sudah dipermainkan begitu saja.Devi berdiri. Napasnya tersengal. Begitu mudahnya orang lain menghancurkan keluarganya. “Lebih baik aku beri sedikit pelajaran biar jera,” batinnya.Ia pun berbalik dan keluar gubuk untuk menetralkan emosinya. Ada perasaan lega ketika mengetahui suaminya tidak menghamili Lina dan ada kekecewaan terutama dirinya yang dengan mudahnya memberi peluang keluarga Mbok Inah hingga mereka dengan beraninya mengatur siasat.“Non, Ferdi lagi perjalanan ke arah sini. Tadi saya sudah share lokasi,” ucap Pak Ujan
“Tommy, kita harus cari Lina sampai ketemu!“ suruh Mbok Inah dengan bibir bergetar.Ia Mondar-mandir di halaman kontrakan.Kemarin ia sempat mengejar Lina dan melihat jelas Lina disekap dan dibawa pergi.Namun nyalinya menciut dan ia memilih kembali pulang, dan kini ia menyadari sikapnya yang terlalu pecundang. “Lagian kenapa, Ibu menahanku saat melajukan motor untuk membuntuti mobil itu?“ tanya Tommy tak habis pikir.“Aku hanya takut,” lirihnya dengan tatapan kosong.“Lebih baik kita laporkan ke Polisi saja!“ usulnya.“Tidak, tidak! Nanti kita Ketahuan kalau kamu pernah menyelakai mobil Devi,” sergah Mbok Inah. Tommy mengambil napasnya berat dan menatap netra si ibu yang berkaca-kaca. Kulitnya sudah mengeriput dibagian area mata. Ia tak habis pikir saat terlintas teringat awal ia diminta menghamili anaknya demi menguasai harta majikannya. Ibu Lina yang akan jadi calon mertuanya mempunyai pikiran yang begitu tidak mengenakan. Bahkan dengan bodohnya ia menuruti kemauan Ibunya saat b
“Sekarang paham kan,kenapa Devi bawa Lina kembali.“Devi menatap Ibu mertua juga suaminya secara bergantian. Rendi tampak berpikir sebentar. Setelahnya ia manggut-manggut. Ia menduga istrinya itu membawa Lina kembali untuk dijadikan saksi di pengadilan nanti.“Cerdas,” jawab Rendi sambil menepuk bahu Devi.“Menantu Ibu ini memang tak diragukan lagi kecerdasannya,” Ibu menggeleng dengan mengulaskan senyuman kecil ke arah Devi. “Enggak cerdas, Bu. Alhamdulillah semua berjalan lancar,” kilah Devi.“Tetapi, Ibu tetap bangga padamu, Nak. Sekarang istirahatlah. Pasti capek kan?““Iya, Bu sebentar.“ “Ibu masuk ke kamar dulu, ya. Kepala Ibu mendadak pening, nih,” ungkap Veni sambil memijat keningnya. Ia masih sedikit shock dengan apa yang terjadi. Orang yang sangat ia percaya ternyata mempunyai niat sangat busuk.“Baik, Bu,” jawab Devi.“Ibu pasti terpukul mendengar pengakuan Lina tadi.“ Rendi menerka dibalik punggung Ibunya yang sedang berlalu ke kamarnya.“Ia. Soalnya sudah lama bersama.
Bu, maafin Lina,” rintihnya dalam kamar yang dulu ia tinggali bersama ibunya.Kenangan demi kenengan saat bersama dengan Ibunya berkelebat begitu saja di benaknya.Sebentar lagi ia akan dipisahkan dengan waktu yang belum ditentukan. Ia merenung dalam kamar, ingin makan pun, nafsunya sudah hilang entah kemana. Berulangkali ia mengatur napasnya yang serasa sesak.“Sudah siap?“ tanya Devi menghampiri Lina.Lina mengangguk dan melangkah pelan meninggalkan kamar. Sudut netranya memanas. Sebentar lagi ia akan menjadi anak durhaka bagi ibunya. Ia sendiri yang telah menjebloskan ibunya juga Tommy yang berjuang mati-matian untuknya.“Sudah makan? tanya Devi menyentakkan lamunannya. Lina pun hanya mengangguk dan mereka berjalan keluar.. Venny dan Rendi sudah menunggu di kursi tamu. Hari ini adalah hari yang besar untuk mereka. Satu dengan lainnya sama-sama merasakan rasa tegang dalam dada.Pak Ujang pun sesekali melirik ke dalam rumah dengan rasa gelisah. Ditambah ia juga pernah ikut mencul
"Pak Ujang, Mbak Veni ada di rumah?" tanya Rita yang berjalan masuk ke rumah Veni, karena mobilnya tidak dimasukin ke parkiran membuat Pak Ujang tidak menyadari kedatangannya.Rita hanya berhenti di depan rumah meninggalkan mobilnya di depan pintu pagar. Rencananya Ia hanya mampir sebentar lalu akan pergi lagi."Iya, sekarang lagi di rumah, Mbak," jawab Pak Ujang."Oh, ya makasih, ya." Rita pun langsung masuk ke dalam rumah tanpa mengetuk pintu dan langsung membuka pintu itu karena saking seringnya dan juga masih keluarga sendiri."Mbak ... Mbak Veni," sapanya sedikit mengeraskan suara sambil masuk ke rumah. Merasa suaranya terpanggil, dengan tergesa Veni meninggalkan rutinitasnya yang sedang ingin membuat kue dan sedikit berlari kearah asal suara."Loh, Rita, kenapa wajahmu kusut begitu?" tanya Veni dengan wajah mengernyit melihat area mata Rita yang sembab.Bukan malah menjawab Rita malah menangis dan sesenggukan, membuat sang empu rumah menjadi salah tingkah."Mbak, sebentar lagi