Dengan langkah mengendap, Lina tetap nekat untuk menuju ke bekas kamarnya dulu. Perlahan ia melangkah hingga deru napasnya terdengar. Pandangan matanya tak terlepas mengawasi wanita yang duduk di Sofa membelakangi dirinya.Dia tidak menyadari Devi sedang mengarahkan kamera ponsel hendak berselfi ria, namun malah mendapati sesuatu yang mencurigakan dan langsung memantau Lina lewat kamera ponsel. Lina bernapas lega ketika sampai kamar, dia melangkah cepat dan meraba ke atas lemari yang terakhir ia melempar dokumen begitu saja.Setelah mendapatkan apa yang dituju, Lina berbalik dan keluar kamar dengan langkah pelan, saat tatapannya mengarah ke sofa ia sedikit menyimpulkan senyumannya ketika tidak mendapati Devi lagi. Ia setengah berlari keluar melalui dapur dan halaman samping rumah. Ia begitu riang berjalan dengan mengayunkan tangannya.Sebentar lagi ia akan pamer ke ibunya kalau aksinya berhasil dan dengan mudahnya ia mendapatkan.Kepalanya sedikit mendongak dan matanya menyipit saa
“Katakan dengan rinci!“ sentak Devi sambil mencengkeram rahang Lina.Lina menggeleng,dia begitu takut dengan ekspresi Devi.Plak!Belum sempat Lina membuka mulutnya kembali. Devi sudah menghujaminya dengan tamparan.“Sebenarnya, a–aku tidak hamil,” Akhirnya kata itu terucap dari mulut Lina. Meskipun suaranya begitu lirih namun itu terdengar jelas oleh Devi.Devi menggeleng dan langsung menghempaskan wajah Devi. Ia benar-benar tak habis pikir. Rumah tangganya sudah dipermainkan begitu saja.Devi berdiri. Napasnya tersengal. Begitu mudahnya orang lain menghancurkan keluarganya. “Lebih baik aku beri sedikit pelajaran biar jera,” batinnya.Ia pun berbalik dan keluar gubuk untuk menetralkan emosinya. Ada perasaan lega ketika mengetahui suaminya tidak menghamili Lina dan ada kekecewaan terutama dirinya yang dengan mudahnya memberi peluang keluarga Mbok Inah hingga mereka dengan beraninya mengatur siasat.“Non, Ferdi lagi perjalanan ke arah sini. Tadi saya sudah share lokasi,” ucap Pak Ujan
“Tommy, kita harus cari Lina sampai ketemu!“ suruh Mbok Inah dengan bibir bergetar.Ia Mondar-mandir di halaman kontrakan.Kemarin ia sempat mengejar Lina dan melihat jelas Lina disekap dan dibawa pergi.Namun nyalinya menciut dan ia memilih kembali pulang, dan kini ia menyadari sikapnya yang terlalu pecundang. “Lagian kenapa, Ibu menahanku saat melajukan motor untuk membuntuti mobil itu?“ tanya Tommy tak habis pikir.“Aku hanya takut,” lirihnya dengan tatapan kosong.“Lebih baik kita laporkan ke Polisi saja!“ usulnya.“Tidak, tidak! Nanti kita Ketahuan kalau kamu pernah menyelakai mobil Devi,” sergah Mbok Inah. Tommy mengambil napasnya berat dan menatap netra si ibu yang berkaca-kaca. Kulitnya sudah mengeriput dibagian area mata. Ia tak habis pikir saat terlintas teringat awal ia diminta menghamili anaknya demi menguasai harta majikannya. Ibu Lina yang akan jadi calon mertuanya mempunyai pikiran yang begitu tidak mengenakan. Bahkan dengan bodohnya ia menuruti kemauan Ibunya saat b
“Sekarang paham kan,kenapa Devi bawa Lina kembali.“Devi menatap Ibu mertua juga suaminya secara bergantian. Rendi tampak berpikir sebentar. Setelahnya ia manggut-manggut. Ia menduga istrinya itu membawa Lina kembali untuk dijadikan saksi di pengadilan nanti.“Cerdas,” jawab Rendi sambil menepuk bahu Devi.“Menantu Ibu ini memang tak diragukan lagi kecerdasannya,” Ibu menggeleng dengan mengulaskan senyuman kecil ke arah Devi. “Enggak cerdas, Bu. Alhamdulillah semua berjalan lancar,” kilah Devi.“Tetapi, Ibu tetap bangga padamu, Nak. Sekarang istirahatlah. Pasti capek kan?““Iya, Bu sebentar.“ “Ibu masuk ke kamar dulu, ya. Kepala Ibu mendadak pening, nih,” ungkap Veni sambil memijat keningnya. Ia masih sedikit shock dengan apa yang terjadi. Orang yang sangat ia percaya ternyata mempunyai niat sangat busuk.“Baik, Bu,” jawab Devi.“Ibu pasti terpukul mendengar pengakuan Lina tadi.“ Rendi menerka dibalik punggung Ibunya yang sedang berlalu ke kamarnya.“Ia. Soalnya sudah lama bersama.
Bu, maafin Lina,” rintihnya dalam kamar yang dulu ia tinggali bersama ibunya.Kenangan demi kenengan saat bersama dengan Ibunya berkelebat begitu saja di benaknya.Sebentar lagi ia akan dipisahkan dengan waktu yang belum ditentukan. Ia merenung dalam kamar, ingin makan pun, nafsunya sudah hilang entah kemana. Berulangkali ia mengatur napasnya yang serasa sesak.“Sudah siap?“ tanya Devi menghampiri Lina.Lina mengangguk dan melangkah pelan meninggalkan kamar. Sudut netranya memanas. Sebentar lagi ia akan menjadi anak durhaka bagi ibunya. Ia sendiri yang telah menjebloskan ibunya juga Tommy yang berjuang mati-matian untuknya.“Sudah makan? tanya Devi menyentakkan lamunannya. Lina pun hanya mengangguk dan mereka berjalan keluar.. Venny dan Rendi sudah menunggu di kursi tamu. Hari ini adalah hari yang besar untuk mereka. Satu dengan lainnya sama-sama merasakan rasa tegang dalam dada.Pak Ujang pun sesekali melirik ke dalam rumah dengan rasa gelisah. Ditambah ia juga pernah ikut mencul
"Pak Ujang, Mbak Veni ada di rumah?" tanya Rita yang berjalan masuk ke rumah Veni, karena mobilnya tidak dimasukin ke parkiran membuat Pak Ujang tidak menyadari kedatangannya.Rita hanya berhenti di depan rumah meninggalkan mobilnya di depan pintu pagar. Rencananya Ia hanya mampir sebentar lalu akan pergi lagi."Iya, sekarang lagi di rumah, Mbak," jawab Pak Ujang."Oh, ya makasih, ya." Rita pun langsung masuk ke dalam rumah tanpa mengetuk pintu dan langsung membuka pintu itu karena saking seringnya dan juga masih keluarga sendiri."Mbak ... Mbak Veni," sapanya sedikit mengeraskan suara sambil masuk ke rumah. Merasa suaranya terpanggil, dengan tergesa Veni meninggalkan rutinitasnya yang sedang ingin membuat kue dan sedikit berlari kearah asal suara."Loh, Rita, kenapa wajahmu kusut begitu?" tanya Veni dengan wajah mengernyit melihat area mata Rita yang sembab.Bukan malah menjawab Rita malah menangis dan sesenggukan, membuat sang empu rumah menjadi salah tingkah."Mbak, sebentar lagi
Akhirnya mereka pun sampai ke tempat pemancingan. Satu persatu turun dari mobil.Susunan batu-batu yang dibuat seperti taman juga beberapa tanaman yang ditata sedemikian rupa di pintu masuk pemancingan itu membuat siapa pun yang melewati menjadi nyaman. Banyak sekali pengunjung yang bepoto di area situ.Devi meraih lengan Rendi. Mereka jalan bergandengan, dengan pelan-pelan mereka menuruni anak tangga untuk menuju ke tempat makan. Beberapa gazebo yang berjejer mereka lewati. Mereka berjalan agak menunduk untuk memberi salam yang yang berada di dalam gazebo itu. Gazebo itu memang di peruntukan untuk yang makan di sana. Per Gazebo per kelompok. Mereka terus berjalan menuju Gazebo yang berada di tengah kolam. Gazebo itu dibuat bagi siapapun yang mau makan di sana sembari lihat ikan berseliweran di bawahnya.Untuk menuju ke sana mereka harus melewati jembatan buatan. Tapak demi setapak mereka lalui. Akhirnya ada satu Gazebo yang masih kosong. Akhirnya mereka masuk dan menghenyakkan
Rasti memunguti pakaiannya satu per satu dengan Isak tangisnya. Setelah melakukan Danu pergi begitu saja meninggalkan Rasty seorang diri dengan meninggalkan beberapa lembar uang.Rasty meremas uang itu lalu melemparkannya asal. Ia beranjak dan meraih handuk. Kini ia merasa jijik dengan badannya sendiri.Berkali-kali ia membersihkan badannya dengan sabun. Menggosok terus. Bilas kasih sabun terus berulang kali hingga menimbulkan lecet di beberapa bagian tubuhnya.Tak sampai situ Ia memangkas habis rambut panjangnya. Ia benar-benar seperti sudah kehilangan hasrat dalam hidup.Ia memandangi dirinya di depan cermin. Perempuan dengan rambut yang sangat pendek, tidak rata panjang pendeknya dengan perut buncit.Rasty meraung lagi. Ia menjerit dan langsung membanting barang yang berada di sekitarnya.Terus saja ia melakukan sesuatu yang merugikannya. Ia hanya ingin melampiaskan kekecewaannya. Sampai ia merasakan kelelahan. Ia pun bersender di tembok dan merosot begitu saja. Hingga i menyad