Mobil Hasan dan Rendi melaju dengan kecepatan tinggi dan kebetulan rumah sakit yang dituju tidak terlalu jauh. Sehingga tidak memakan waktu lama.Hasan yang memandu perjalanan mereka.Hingga sesampainya parkiran. Devi sudah keluar dulu dan menghampiri Hasan.“Ruangan mana, Hasan?“ tanya Devi tidak sabar.“Ruang anggrek nomor 12,” jawabnya sambil menatap sendu ke arah Devi.“Ayo, Bu Nurul yang cepat, Devi rindu sekali dengan Reyhan,” ucapnya sambil mengapit lengan Nurul.Masih dengan senyum yang mengembang Devi berjalan ke arah ruangan.Setelah sampai Devi langsung membuka pintu ruangan.Langkahnya berhenti sejenak. Tatapannya mengintari ruangan. Ada dua ranjang di dalam ruangan dan cuma ada satu yang diisi itupun ada suster yang berdiri di depan Pasien.Mata Devi berkerut memandang dan langsung menghampirinya. Ia yakin yang dijaga suster pasti Reyhan-anaknya.“Kenapa wajahnya ditutup! Nanti anakku gak bisa bernapas!“ ujar Devi sambil menyibak kasar kain putih yang menutupi seluruh bad
Hingga Rendi yang melihat kejadian itu dengan sigap berlari mengejar dan mendorong Devi dan na'as.Kecelakaan tidak bisa dihindari. Teriakan demi teriakan dan bunyi klakson memenuhi udara saat ini.Bahkan yang mengendarai mobil begitu kaget dan tidak bisa mengerem mendadak hingga roda mobilnya melindas kaki Rendi yang terkapar di jalanan setelah terpelanting.Seketika pandangan Rendi mengabur dan tidak sadarkan diri setelah berteriak begitu kencang.Sedangkan Devi yang sudah berada di samping jalan akibat dorongan hanya melongo menatap kerumunan yang sedang terjadi saat itu.Ia tidak tahu siapa yang kecelakaan dan siapa yang mendorongnya.Dia bangkit kembali dan berjalan ke arah rumah Nurul.'Tunggu Mama, Nak! Kamu pasti kedinginan,” lirih Devi sambil berjalan dengan cepat.sesampainya rumah Nurul. Devi langsung mengambil dan keluar lagi menuju rumah sakit.Menciumi selimutnya sambil berjalan.“Bau keringatmu masih menempel, Nak.“ Devi sampai ke rumah sakit kembali dengan mengojek.
Sesampainya rumah sakit, Veni langsung menuju ke ruangan Reyhan.“Maafkan Tante, Reyhan. Andaikan malam itu Tante tidak mengusirnya. Seharusnya hari ini kamu masih mainan sama Tante.“ Rita merengkuh badan Reyhan yang sudah terbungkus kain mori. Menciumi inci demi inci wajah mungil yang kini sudah membiru. Meletakkan kembali dengan kasih sayang yang begitu mendalam.“Bapak yang mengurus pemakaman ini?“ tanyanya menghadap ke Parno.Parno mengangguk pelan.“Nanti tolong kasih tau saya, di mana makamnya biar saya susul. Saya mau menengok Rendi dulu. Di ruangan anggrek.““Rendi sakit?“ Nurul mendengar itu langsung terbangun dari tempat duduknya.“Iya, Rendi kecelakaan, saya barusan dikasih tahu sama Ibunya.“Devi yang sebelumnya tidak menggubris. Akhirnya menoleh mendengar ucapan Rita. Hatinya bergejolak teringat perjalanan tadi. Mungkinkah yang kecelakaan itu Rendi?Ah, tidak mungkin!“Dev, kamu harus tabah. Semua terjadi karena kehendak Allah. Maafkan Tante yang memaksamu keluar rumah ke
"Iya, Mbak. Biar aku saja yang cari tahu. Aku juga curiga kenapa Reyhan bisa meninggal tiba-tiba.““Reyhan?““Iya, Reyhan anakknya Devi yang disukai Rendi.““Innalilahi wa Inna ilaihi Raji'un. Masya Allah. Devi? Sudah punya anak?“ tanya Veni terkejut.“Masih bayi, Mbak. Kalau diceritain panjang pokoknya. Nanti aku ceritakan. Aku mau ngecek CCTV lokasi kejadian.“Rita meninggalkan Veni sendiri dan berjalan ke arah Satpam. Karena sebelumnya dia sudah dikasih tahu sama Veni. Akhirnya setelah sampai tempat Sampat dan sudah meminta izin. Dengan tatapan yang teliti Rita dan Satpam yang jaga mengamati dengan seksama dari waktu detik.Akhirnya menemukan penyebab kecelakaan itu.Rendi yang mau menyelamatkan Devi malah dia yang ditabrak.Rita manggut-manggut. “Sebaiknya aku menemui Dokter yang menangani Reyhan,” gumamnya sambil berjalan ke arah di mana Reyhan dirawat.“Sus. Maaf mengganggu. Mau tanya? Dokter yang menangani pasien bayi yang baru meninggal itu siapa, ya?“ tanya Rita ke Suster ya
“TANGKAP MALING ITU! CEPAT JANGAN BIARKAN LOLOS!!““Ambil Ban mobil itu, kalungkan ke leher!““BAKAR! BAKAR!““MALING JANGAN BIARKAN HIDUP!“Berderap langkah kaki bersahutan berlari mengejar Sepasang anak Ibu yang sudah ngos-ngosan.Teriakan demi teriakan memenuhi pasar Tanah Abang Jakarta yang terkenal ramai.Ibu anak yang sengaja mengambil uang dari seorang pengunjung pasar dengan hanya modal nekat dan apesnya mereka ketahuan dan langsung dikejar massa.Hasan lari terbirit-birit lima langkah lebih cepat meninggalkan Ibunya di belakang.Niat hati ingin menambah bekal buat pergi keluar kota. Tapi nasib baik sedang tidak berpihak ke mereka.Mereka Ketahuan.Susah payah mereka berlari. Sekuat tenaga mereka kerahkan. Mereka tidak bisa menandingi massa. Apalagi Massa semakin bertambah tiap langkah mereka.Teriakan dan makian keluar dari mulut mereka.Endang dan Hasan terlihat makin ketakutan ketika Massa sudah mendekati mereka. Hasan mengerahkan kekuatannya menerobos mereka.Hingga pas me
“Begitu bagaimana, Tante?““Lebih baik kamu bangun! Ayo jenguk Rendi sama-sama!“Ajaknya sambil mengajar Devi berdiri.Devi mengangguk dan berjalan keluar dari pemakaman menuju mobil Rita. Tanpa sepatah kata yang terucap dari bibir Devi. Bagaikan mayat hidup yang sedang berjalan. Tanpa hasrat dia duduk di dalam mobil.Pikirannya begitu kalut. Kacau, rasanya ia tidak bisa menerima informasi demi informasi yang membuat ia semakin terpuruk.Tidak lama mobil terparkir. Rita menggandeng Devi untuk masuk ke dalam rumah sakit dan menuju ke ruangan Rendi.Menyusuri lorong demi lorong dengan ruangan bernuansa putih. Seringkali berpapasan dengan suster yang sibuk mondar-mandir dengan kerjaannya.Tidak lama mereka sampai di depan ruangan Rendi. Rita mengintip lewat jendela. Terlihat Veni yang ketiduran di samping Rendi dengan kepala bersender di tangan Rendi.Rita perlahan menggeser pintu agar tidak menimbulkan suara. Namun kepekaan Rendi begitu tajam.Kepalanya mendongak untuk melihat siapa g
"Owh ini toh, si penyebab Tuan kecelakaan,” desis Inah mengarah ke Devi.“Maksudnya?“ Devi yang mendapat cibiran seperti itu langsung protes ke embaknya.“Sudah! Jangan buat ribut di rumah ini! Rendi lagi sakit! Butuh ketenangan!“ Potong Veni yang membuat Inah tersenyum menghina ke arah Devi. Merasa dibela.Sejak pandang pertama ia sudah tidak suka melihat perempuan yang datang, apalagi kemarin Rita sempat memperlihatkan salinan Video yang ia bawa pulang.Sangat jelas perempuan itu yang membuat Rendi tertabrak.Apalagi dia sudah lama berada di rumah ini ia tak ingin tersingkirkan. Apalagi ia sudah mempersiapkan anaknya untuk diperkenalkan dan mau dijodohkan sama Rendi.“Mbok Inah, tolong malam ini masak agak banyak ya, soalnya Devi calon istrinya Rendi mulai tinggal di sini!“ suruh Veni membuat ia terhenyak dari lamunannya.“Apa, Nyonya. Dia mau tinggal di sini? Tidak maulah. Mbok tidak setuju. Dilihat dari wajahnya aja terlihat orang gak baik! Mumpung belum terlanjur, Nyonya!““Belu
Rita datang menjenguk Rendi sekalian mengajak Devi untuk ke kantor polisi yang sempat tertunda.Devi pun bersiap-siap untuk pergi bersama Rita.Setelah ijin ke Rendi dan Ibunya mereka pun berangkat.Sesampainya kantor polisi ia hendak menjenguk Hasan untuk tau kondisinya sebelum menambah masa penahanannya.Devi menatap nanar ke Hasan melalui dinding kaca yang menjadi sekat mereka. Tak ada obrolan dan sepatah kata terucap di antara mereka. Devi melihat jelas lelaki yang di depannya ada memar di matanya dan bibirnya yang lecet. Devi hanya bergeming sedangkan Rita sibuk memberi laporan ke atasan. Setelah masa berkunjung habis, Devi menyempatkan mengucapkan beberapa kata.“Bayi yang kau bunuh itu darah dagingmu, anakmu sendiri!“ desis Devi sambil beranjak tanpa mengindahkan jawaban Lawa bicaranya itu Hasan terhenyak mendengar penuturan Devi. Selama ini dia hanya menghalau perasaan ke bayi. Sekarang Mantan istrinya mengatakan kalau itu anaknya. Pantas saja kemarin ia menggendong bayiny