“Begitu bagaimana, Tante?““Lebih baik kamu bangun! Ayo jenguk Rendi sama-sama!“Ajaknya sambil mengajar Devi berdiri.Devi mengangguk dan berjalan keluar dari pemakaman menuju mobil Rita. Tanpa sepatah kata yang terucap dari bibir Devi. Bagaikan mayat hidup yang sedang berjalan. Tanpa hasrat dia duduk di dalam mobil.Pikirannya begitu kalut. Kacau, rasanya ia tidak bisa menerima informasi demi informasi yang membuat ia semakin terpuruk.Tidak lama mobil terparkir. Rita menggandeng Devi untuk masuk ke dalam rumah sakit dan menuju ke ruangan Rendi.Menyusuri lorong demi lorong dengan ruangan bernuansa putih. Seringkali berpapasan dengan suster yang sibuk mondar-mandir dengan kerjaannya.Tidak lama mereka sampai di depan ruangan Rendi. Rita mengintip lewat jendela. Terlihat Veni yang ketiduran di samping Rendi dengan kepala bersender di tangan Rendi.Rita perlahan menggeser pintu agar tidak menimbulkan suara. Namun kepekaan Rendi begitu tajam.Kepalanya mendongak untuk melihat siapa g
"Owh ini toh, si penyebab Tuan kecelakaan,” desis Inah mengarah ke Devi.“Maksudnya?“ Devi yang mendapat cibiran seperti itu langsung protes ke embaknya.“Sudah! Jangan buat ribut di rumah ini! Rendi lagi sakit! Butuh ketenangan!“ Potong Veni yang membuat Inah tersenyum menghina ke arah Devi. Merasa dibela.Sejak pandang pertama ia sudah tidak suka melihat perempuan yang datang, apalagi kemarin Rita sempat memperlihatkan salinan Video yang ia bawa pulang.Sangat jelas perempuan itu yang membuat Rendi tertabrak.Apalagi dia sudah lama berada di rumah ini ia tak ingin tersingkirkan. Apalagi ia sudah mempersiapkan anaknya untuk diperkenalkan dan mau dijodohkan sama Rendi.“Mbok Inah, tolong malam ini masak agak banyak ya, soalnya Devi calon istrinya Rendi mulai tinggal di sini!“ suruh Veni membuat ia terhenyak dari lamunannya.“Apa, Nyonya. Dia mau tinggal di sini? Tidak maulah. Mbok tidak setuju. Dilihat dari wajahnya aja terlihat orang gak baik! Mumpung belum terlanjur, Nyonya!““Belu
Rita datang menjenguk Rendi sekalian mengajak Devi untuk ke kantor polisi yang sempat tertunda.Devi pun bersiap-siap untuk pergi bersama Rita.Setelah ijin ke Rendi dan Ibunya mereka pun berangkat.Sesampainya kantor polisi ia hendak menjenguk Hasan untuk tau kondisinya sebelum menambah masa penahanannya.Devi menatap nanar ke Hasan melalui dinding kaca yang menjadi sekat mereka. Tak ada obrolan dan sepatah kata terucap di antara mereka. Devi melihat jelas lelaki yang di depannya ada memar di matanya dan bibirnya yang lecet. Devi hanya bergeming sedangkan Rita sibuk memberi laporan ke atasan. Setelah masa berkunjung habis, Devi menyempatkan mengucapkan beberapa kata.“Bayi yang kau bunuh itu darah dagingmu, anakmu sendiri!“ desis Devi sambil beranjak tanpa mengindahkan jawaban Lawa bicaranya itu Hasan terhenyak mendengar penuturan Devi. Selama ini dia hanya menghalau perasaan ke bayi. Sekarang Mantan istrinya mengatakan kalau itu anaknya. Pantas saja kemarin ia menggendong bayiny
Devi menunggu hari esok dengan jantung berdegup lebih kencang yang tidak seperti biasanya. Kali ini dia kembali menjalani kehidupan rumah tangga yang pernah gagal. Meskipun ia sudah mengenal Rendi beserta keluarganya namun di hatinya masih ada rasa trauma dan ketakutan.Takut akan gagal lagi. Berulang kali ia ingin menepiskan pikiran buruknya dengan bermain ponsel. Namun pikiran-pikiran itu masih menghantuinya.Devi melihat ke layar ponsel dan membuka YouTube untuk mencari hiburan. Berulang kali iya menaik turunkan layar ponsel untuk mencari hiburan yang sekiranya menghibur. Namun ia malah mendapatkan berita trending bulan lalu.Devi terkejut dan benar-benar syok melihat video yang sedang berputar itu, tangannya masih memegang ponselnya dengan bergetar.Ia melihat Ibu mertuanya sedang melolong kesakitan di tengah kerumunan orang-orang yang menonton. Ia melihat dengan jelas bagaimana Ibu mertuanya menemui ajal. Untuk membayangkan rasa sakitnya saja begitu ngeri. Dikalungkan Ban mobil
Rendi mengangguk. Devi memelankan mobilnya dan memarkir disampng jalan, dekat bunga dijual.Sederet penjual bunga melambai-lambai ke arah Devi untuk mempromosikan dagangannya. Devi langsung menghampiri penjual bunga di depan mobilnya dan membeli sekeranjang kecil bunga mawar dan juga satu botol air mineral.Pemakaman tidak jauh dari mobil terparkir hanya cukup menyeberang dan berjalan kaki saja mereka akan sampai.Setelah membayar Devi menjemput Rendi dan menggandengnya berjalan.Tidak lama mereka sampai di pemakaman Reyhan.membungkuk sambil memungut beberapa daun yang jatuh ke pusara anaknya.Menuangkan air yang ia bawa. Lalu menaburkan bunganya.Devi membelai pelan pusara Reyhan.Mengecupnya seperti mengecup Reyhan. Air matanya menitik keluar. “Sebentar lagi kamu punya papa baru, Nak. Papa yang akan membahagiakan Mama kelak,” lirih Devi dengan terisak.“Maafkan Mama, maafkan Mama saat kamu masih hidup di dunia ini, mama tidak sepenuhnya merawat kamu dan malah sibuk bekerja,” ucap
Rendi menatap kmolekan calon istrinya itu. Sempurna.Devi tersenyum ke arah Rendi yang sudah berganti pakaian dengan setelan Jas. Bahkan dia tidak nampak orang yang cacat. Berdiri Tegak menatap dirinya hingga mampu membuatnya tersipu malu.Mereka sama-sama diam menunggu sampai perias menyelesaikan tugasnya. Rambut Devi di sanggul di tambah dengan bunga melati disampingnya. Devi menatap dirinya lewat pantulan cermin.Bahkan ia memuji dirinya sendiri yang terlihat cantik dan anggun dengan apa yang dipakainya saat ini.Di luar ruangan sudah rame menuggu Devi dan Rendi. Untuk ijab kabulnya di tempat Nurul. Setelah itu keluarga Rendi akan membawa para tamu undangan dan saksi ke rumahnya untuk jamuan makan.Awalnya Devi ingin tetap berada di rumah Bu Nurul sampai Hari pernikahannya. Tapi hatinya tidak kuat mengingat semua kejadian dan tempat yang ia tinggali. Semua kenangan tentang Reyhan yang membuatnya semakin sedih. Akhirnya Devi memilih tinggal di rumah Rendi dengan alih-alih merawat R
“Alhamdulillah.“Devi ikut merasa kebahagiaan saat kata sumpah akad terucap. Kini ia sah menjadi seorang Istri dan menantu di keluarga Rendi.Veni merangkulnya, mencium keningnya.“Semoga berbahagia, Nak. Sekarang kamu menjadi anakku, ingatkan Ibu nanti kalau berbuat salah,” lirih Veni.Devi mengangguk dan membalas pelukan Ibu mertuanya.Nurul memandangi mereka dengan bahagia. Hari itu juga Devi resmi diboyong dan sah menjadi bagian keluarga Rendi.Mereka bergegas kembali ke mobilnya untuk ke rumah Veni. Nurul sekeluarga ikut sekalian mengantar Devi.Sesampainya rumah.Mbok Inah dan dua orang sudah berada di depan untuk menyambut para tamu.Devi mengernyit melihat perempuan di samping Mbok Inah dengan pakaian yang mencolok berupa dress setengah lutut berwarna keemasan dan wajahnya dipoles mak up dengan lipstik merah menyala. Mungkinkah dia anaknya yang kemarin mau tinggal di sini? Tapi kenapa terlihat seumuran dengannya. Ah bodo amat!Devi menghiraukan para pembantu yang terlihat s
Sesampainya dapur, Mbok Inah berkacak pinggang ke arah Reni yang sibuk mencuci piring.“Ren! Kamu ya bilang sama nyonya kalau aku nganggur?“ Reni yang merasa dipanggil hanya menoleh tanpa menjawab pertanyaan dari Mbok Inah dan kembali bekerja.“Ren, kamu itu ditanya sama yang lebih tua harusnya menjawab!“Reni menghela napasnya dan hatinya gondok juga merasa jengah.“Nyonya itu nggak buta, pasti tau kalo ada kerjaan numpuk! Bukannya mbantuin malah banyak bicara!“ sungut Reni.Sudah lama ia tak suka dengan Mbok Inah yang sok tukang ngatur.“Eh. Mulai kurang ajar kamu ya! Jangan lupa dulu kamu kesini karena siapa. Kalau aku tidak menawarkan ke kamu. Kujamin kamu sekarang masih nganggur!“Reni bergeming, ingin sekali memberontak dan mengadukan tingkahnya ke atasan. Namun ia tau diri. Pasti akan diputar balikkan fakta sama Mbok Inah seperti yang lalu.Mbok Inah yang merasa dicuekin Langsung beranjak meninggalkan Reni sendirian dengan cucian piringnya yang masih menumpuk.Dengan celinguka