Pagi itu Devi terbangun dari tidurnya. Ia menoleh kearah samping, ia mendapati sang suami tidur di sampingnya.Dia tidak sadar kapan suami masuk kamar. Yang ia ingat kemarin setelah ikut bersih-bersih ia tiduran saja di ranjang dan ternyata sampai pagi.Devi pelan-pelan menghampiri Rendi. Benih-benih cinta kini mulai bertumbuh semenjak kebersamaannya. Ia membelai pelan pipi yang bertulang tegas itu hingga sang empu terbangun dari tidurnya.Rendi menyambut dengan membelai tangan Devi dan membiarkan tangannya membelai pipi. Ia memejamkan matanya untuk menikmati setiap sentuhan yang ia rasakan.Rendi bangun dan merengkuh tubuh Devi, kini sudah tidak ada lagi penghalang di antara mereka. Pandangan mereka beradu. Rendi Langsung memajukan dirinya dan mendekatkan bibirnya, Devi yang melihat gerakan Rendi menyambutnya dengan memejamkan kedua matanya.Bibir mereka saling bertaut. Suara Lenguhannya yang membuat Rendi begitu semakin bersemangat hingga titik terakhir.Rendi terkapar di atas badan
“Dev, berasnya habis. Nanti ke pasar!“ ucap Mbok Inah dengan wajah masam lalu berlalu begitu saja. Devi yang sedang asik main Facebook di teras lalu berdiri dengan malas, hendak berganti pakaian dan tetek bengeknya.Ia menghampiri Rendi yang sedang membaca koran harian.“Sayang, aku mau ke pasar dulu ya, nganterin siMbok.“Rendi hanya mengangguk dan meneruskan kembali bacaan yang sempat tertunda.Pak Ujang pun sudah siap sembari menunggu ia mengelap kaca mobilnya.Tak lama mbok Inah keluar dan disusul dengan Devi.Saat Devi hendak membuka pintu mobil depan Pak Ujang, Mbok Inah langsung datang menyerobotnya.“Kamu di belakang! Toh juga gak tau daerah sini!“ usir Mbok Inah sembari menghenyakkan tubuhnya ke jok mobil dan menutup pintu dengan keras.Devi hanya menggeleng lalu masuk mobil, sekarang ia berada di belakang Pak Ujang. Menanggapi Mbok Inah hanya membuat tensi naik saja.“Pak, nanti mampir ke ATM sebentar ya!“ ucap Devi ketika sudah ditengah perjalanan.“Baik, Non. Itu sebentar
“Loh, Lin. Kenapa kamu makan di sini?“ tanya Mbok Inah yang melihat anaknya sedang makan di meja belakang dekat dapur.“Katanya, mulai sekarang kita harus makan di sini, Bu,” jawab Lina masih dengan mulut yang mengunyah.“Siapa yang nyuruh?““Istrinya Om.““Kurang ajar sekali dia. Belum lama tinggal di sini sudah berani ngobrak-abrik kawasanku!“ desis Mbok Inah dengan tangannya yang mengepal. Perasaan yang kalang kabut sejak tadi membuat emosinya semakin meningkat. Saat ingin kakinya melangkah untuk mendatangi Devi. Hatinya terbesit untuk menahan, saat ini yang diperlukan bukan otot namun otak. “Lin, dengarkan Ibu! Kamu harus bisa merayu Tuan! Sebisa mungkin ia jatuh cinta ke kamu!“ ucap Mbok Inah mengingatkan yang ke berapa kalinya.Lina sempat menghentikan kunyahannya, ia menatap ke arah ibunya untuk memastikan.“Emang kamu mau selamanya jadi anak babu! Ini kesempatan kita untuk menggeser Devi dari sini!“ ucap Mbok Inah dengan tangan memegangi bahunya Lina untuk meyakinkan.Lina m
“Mas, Devi pergi ke kontrakan ya, mau ngecek,” pamit Devi di pagi hari ketika Rendi sedang menbaca koran di teras.“Besok aja lah, Dek. Ini kan hari minggu,” ucap Rendi yang kebetulan hari ini dia juga bebas. Para pekerja di kebun pada libur di tanggal merah.“Justru itu, Mas. Kalau minggu kan pada penghuni kontrakan tidak ada yang berangkat kerja atau kuliah, jadi bisa nagih sewa sama silahturahmi juga,” jelas Devi sambil memasang jam tangan.“Rumah sepi,dong. Ibu juga pergi senam tadi, ya sudahlah, hati-hati di jalan, ya!““Oke, jalan dulu ya,” ucap Devi sambil mencium takzim punggung tangannya.Devi pergi bersama Pak Ujang. Semenjak menjadi Istrinya Rendi, sifat manjanya kembali hadir di dirinya.Sepergian Devi, Mbok Inah membawakan segelas anggur untuk Rendi. “Monggo diminum, Tuan!““loh, saya kan gak meminta, Mbok?“ “Ini baik untuk kesehatan kalau sesekali meminumnya, Tuan.“Dengan tak enak hati ia mengambil cangkir yang dibawa Mbok Inah. Lalu ia meneguknya dan sempat terhenti k
Bu,” lirih Lina mencekal tangan Ibunya untuk menghentikan. “Kenapa, Lin?“Lina menggeleng pelan.“Maksudmu apa, Lin. Kita harus cepat bertindak sebelum mereka pulang. Hampir habis nasib kita!““Tapi, Bu.“ Lina masih kekeh memegang erat tangan Ibunya.“Sudah, ayo!“ Mbok Inah menghempaskan tangan Lina agak kasar, ia berdiri dan melangkah ke arah kamar Rendi.Dengan melangkah gontai Lina mengikuti dari belakang perasaannya lesu.Ingin sekali jujur ke ibunya, tapi takut untuk bicara.Lina memilin ujung bajunya dan menatap setiap gerak-gerik Ibunya yang sedang berjongkok menatap jeli ke arah lantai. Ia tersenyum getir menatap Ibunya yang kegirangan mendapatkan apa yang dicari.“Lin, lihat! Ibu sudah mendapatkan,” terang Inah dengan mata yang berbinar.“Bu,” lirih Lina.“Ayo, kita kembali ke kamar. Kita selamanya tetap di rumah ini! Tidak akan ada yang bisa mengusir kita.“ Dengan mantap Inah berjalan ke arah kamarnya dengan tangan satunya yang dia naikkan ke atas.“Bu, Lina ingin berkata
“Mbok! Mbok Inah!“ teriak Veni sambil masuk ke dalam.Saat melewati buffet kaca ia terkejut melihat barang koleksinya raib tak tersisa.Matanya membeliak lalu ia bergegas menuju ke kamar Mbok Inah. Veni membuka pintu kamar yang tidak terkunci dan langsung masuk ke dalam.Kosong, ia membuka lemari Mbok Inah dan mendapati sudah tidak ada isinya.Kurang ajar! Ia kabur tanpa berpamitan dengan dirinya bahkan sudah membawa barang miliknya.Ia menghenyakkan badannya ke ranjang. Tangannya memijit pelipisnya yang mendadak pusing.Belum sempat untuk mengajak tes DNA rupanya sudah kabur duluan. Iya kini meyakini bahwa semua itu hanya rekayasa Mbok Inah dan semakin yakin masalah itu hanya fitnah untuk Rendi.Ia mendesah pelan dan beranjak untuk ke dapur, perutnya sudah meminta jatah melalui nada yang keluar.Begitu terkejutnya ia saat membuka lemari penyimpanan alat memasak yang sudah kosong melompong.Bahkan teflon pun tak tersisa satu pun.Veni mendengkus dan mengambil ponselnya untuk memesan
Temaram lampu malam yang sedang menyinari ruangan berukuran 3x3 itu tak membantu penglihatan Hasan, ia habis mendapat bogem mentah yang bersarang di pelupuk matanya. Samar-samar ia memandang langit kamar, beberapa kali menekan sekitar pelipisnya untuk mengurangi rasa sakit, memijitnya. Ia menoleh ke arah lelaki yang bertubuh kekar yang sedang memandang dirinya dengan matanya menyipit dan kedua tangannya bersedekap. Ia lah yang meninju muka Hasan.Berulangkali ia memukul dan menendang perut Hasan. Namun ia belum mencapai rasa puas. Apalagi saat mendengar Hasan meracau menyebut dirinya sendiri telah membunuh anak sendiri.Ia begitu membenci teman narapidana yang kasusnya membunuh anak sendiri. Itu merupakan sebuah penghinaan atas dasar lelaki. Tubuhnya yang lebih tinggi dan tegap membuat ia bisa mengalahkan Hasan dengan mudahnya.Hasan pun begitu, ia merasa disinilah ia menebus dosa yang pernah ia lakukan. Ia hanya berpasrah diri saat dirinya disiksa, baginya rasa sakit badannya tak mel
Temaram lampu malam yang sedang menyinari ruangan berukuran 3x3 itu tak membantu penglihatan Hasan, ia habis mendapat bogem mentah yang bersarang di pelupuk matanya. Samar-samar ia memandang langit kamar, beberapa kali menekan sekitar pelipisnya untuk mengurangi rasa sakit, memijitnya. Ia menoleh ke arah lelaki yang bertubuh kekar yang sedang memandang dirinya dengan matanya menyipit dan kedua tangannya bersedekap. Ia lah yang meninju muka Hasan.Berulangkali ia memukul dan menendang perut Hasan. Namun ia belum mencapai rasa puas. Apalagi saat mendengar Hasan meracau menyebut dirinya sendiri telah membunuh anak sendiri.Ia begitu membenci teman narapidana yang kasusnya membunuh anak sendiri. Itu merupakan sebuah penghinaan atas dasar lelaki. Tubuhnya yang lebih tinggi dan tegap membuat ia bisa mengalahkan Hasan dengan mudahnya.Hasan pun begitu, ia merasa disinilah ia menebus dosa yang pernah ia lakukan. Ia hanya berpasrah diri saat dirinya disiksa, baginya rasa sakit badannya tak me
Bab 73Rita menutup jendela rumah juga kamarnya saat ia menyadari hari telah sore. Perasaannya menjadi lega setelah menggugat cerai Danu. Ya meskipun hasil sidang belum turun tapi Ia yakin pasti ia akan memenangkan kasus ini.Ia menuju dapur. Membuka kotak makanan yang berisi cabe itu dan hendak memasak mie.Saat ia mengambil kotak itu, ia teringat saat Devi mengajari ilmu cara menyimpan sayur yang benar seperti apa. Ia pun jadi merindukan Raihan, saat kebersamaan dengan Reyhan juga Devi kini kenangan itu hadir kembali.Ia juga sempat menyesali dulu telah mengusir Devi malam-malam dan penyesalan itu selalu mengganggu tiap malam tidurnya.Rasty menghalau pikirannya dan membuka plastik bungkus mie itu dan langsung memasukkannya ke panci yang sudah berisi air mendidih. Ia memasukkan perlahan dan memotong beberapa cabe lalu ikut dimasukkan bersama mie tadi.Rasa rindu kepada Raihan membuat ia ingin berkunjung ke pusara RehanIngin sekali ia ke sana namun ia menyadari hari telah sore. Akhi
4Rasti pun menggeser tubuhnya sedikit ke samping meski rasa sakit yang kian mendera di area perutnya tapi tenggorokannya juga menjerit minta untuk diisi. Rasti berusaha kuat untuk mengambil air minum itu hingga naas, bukannya air minum yang ia dapatkan melainkan tubuhnya terjatuh terjerembab ke lantai dan dan infus yang ada di tangannya terlepas begitu saja hingga keluarlah darah dari tangan Rasti itu."To ... tolong," suaranya terdengar parau. Kenapa susah sekali ia bersuara. Ia meringis dan membiarkan darah menetes dari tangannya. Ia hanya bisa menatap nanar. 5 menit berlalu.Seorang perawat datang hendak mengecek keadaan Rasty.Ia terkejut saat mendapati Rasty yang sudah berada di lantai.Perawat itu pun gegas memapah Rasty dan menidurkan kembali ke atas ranjang.Bu ... Bu. Bangun, Bu!" Ia menggoyangkan badan Rasty yang kelopak matanya sudah setengah menutup.Ia gegas membetulkan letak infusnya kembali dan membersihkan darah yang berceceran ke mana-mana."Sus, A–aku mau minum," l
PEMBALASAN ISTRI TERSAKITIAku pun kembali mengajak orang suruhan ku ini untuk meninggalkan rumah sakit ini. Sebab aku sudah tidak mau lagi berurusan dengan Rasti sekarang semuanya antara aku dan Rasti sudah selesai.***POV authorDi sisi lain Devi dan Rendy yang tengah berbahagia bersama keluarga mereka sebab kehadiran calon keluarga baru di rahim Devi. Terlebih lagi Devi dan Rendy yang sangat menantikan sosok mungil itu.Devi sudah merasa tidak sabar akan kehadiran bayi yang selama ini dia impikan. "Terima kasih ya Sayang sudah memberikan calon penerus Rendy Junior disini, aku semakin cinta sama kamu aku janji akan menyayangimu dan menjagamu dengan segenap jiwaku," ucap Rendy sembari menggenggam erat tangan Devi dan mengelus perut Devi yang masih rata itu. Lantas Rendy mencium tangan Devi dan Devi pun tersenyum menanggapi ucapan Rendy yang meski terkesan gombal tapi tetaplah hal itu tulus dari dalam hati Rendy. Mungkin memang Rendy terlihat tidak sempurna karena kekurangan pada f
PEMBALASAN ISTRI TERSAKITIBAB 70Akan tetapi setidaknya aku selama ini selalu menyenangkan hatimu bukan? jadi kurasa itu semua sudah impas atas apa yang kau berikan padaku dan atas apa yang kau dapatkan dariku," uapku sembari tersenyum mengejek pada Rasti."Dasar sialan! kau benar-benar laki-laki sialan Om! Menyesal aku pernah mengenalmu dan menyesal aku sudah memberikan segalanya padamu!" pekik Rasti sembari menatapku dengan tatapan sinisnya itu. Dia kira aku peduli dengan semua itu tentu saja tidak. Bukankah dalam sebuah hubungan itu adalah simbiosis mutualisme? gimana kita saling membutuhkan dan kita saling mendapatkan hasilnya, kurasa hal itu juga yang sedang terjadi dalam hubunganku dan juga Rasti. Rasti yang membutuhkan uang dan aku yang membutuhkan kehangatan. Bukankah hal itu adil? jadi di mana letak aku tega padanya?" gumamku dalam hati. "Enggak usah banyak drama Rasti, cepat kamu tinggalkan rumah ini sebab rumah ini sudah ada yang membeli dan sebentar lagi akan ditempati.
PEMBALASAN ISTRI TERSAKITIMereka pun akhirnya mau bubarkan diri tanpa menghiraukan lagi kondisi Rasti yang sebenarnya dia merasakan sakit di area perutnya itu.***POV DANUAku meremas rambutku dengan kasar aku sangat frustasi saat mengetahui kalau perusahaan yang kebangun dengan susah payah ini sudah di ujung tanduk. Hanya tinggal menghitung hari dan jam saja usaha yang kubangun dengan tetesan keringat itu pun akan bangkrut atau gulung tikar. Terpaksa aku harus mengambil kembali rumah yang sudah kuberikan untuk Rasti untuk aku jual sebagai tambahan penutup hutang-hutangku yang jumlahnya tidak sedikit. Lumayan rumah itu dijual di sekitar laku tiga ratus juta sedangkan hutangku masih sekitar dua miliar lagi. Aku pun tidak tahu harus kemana mencari kekurangan hutang yang aku miliki ini, aku sudah memperingatkan Rasti untuk segera meninggalkan rumah itu tetapi saat pembeli rumah tersebut mengatakan padaku jika rumah itu belum kosong sebab masih ditinggali oleh Rasti aku pun berinisiat
4PEMBALASAN ISTRI TERSAKITIkalau begitu saya permisi dulu ya bu-pak Mari," pamit sang dokter dan akhirnya tubuhnya menghilang dari pandangan orang-orang yang ada di rumah itu.***"Selamat ya Pak ini istri bapak sudah hamil usia empat Minggu dan ini kantung janinnya juga sudah terlihat ya," ucap sang dokter pada Rendi dan juga Devi yang tengah berbaring di atas ranjang pasien dengan posisi perutnya yang sedikit terbuka untuk di USG. Rendi yang melihat dengan antusias pun menarik kedua sudut bibirnya ke atas sehingga membentuk lengkungan senyum yang sangat manis begitupun dengan Devi dia merasa sangat bahagia dengan berita yang ia tahu kali ini dari suaminya saat dia baru saja tersadar dari pingsannya tadi."Alhamdulillah ya Allah Enkau akhirnya berikan titipanmu padaku setelah ujian yang kau berikan padaku selama ini," ucap Devi dalam hatinya. Setelah dokter selesai memeriksa perut Devi, Rendy pun membantu Devi untuk bangun dari posisi berbaringnya. Lantas mereka berdua mengikuti
PEMBALASAN ISTRI TERSAKITIBab 67"Hueeek!" teriak Devi sambil berlari ke arah kamar mandi seraya menutup mulutnya.Napasnya terengah-engah, tanpa aba-aba rasa mual itu hadir begitu saja. Badannya terasa begitu lemas. Ia mencoba mengeluarkan isi di dalam perutnya. Tapi semua itu terasa sia-sia, tidak ada sebutir nasi pun yang lolos dari tenggorokannya. Kedua tangannya berpegangan dengan wastafel untuk menopang badannya.Hueeek!Mual itu kembali mengganggu Devi. Ia meremas perutnya. Kini bukan hanya mual yang didera. Bertambah sudah rasa pusing menguasai dirinya.Devi merosot. Ia bersandar dengan tembok.Ia mencoba mengingat makanan apa saja yang sudah masuk di tubuhnya.Ia memejamkan matanya mengingat-ingat, ia rasa Ia hanya makan di rumah selepas kepergian makan dari pemancingan itu."Ya, aku harus menanyakan ke Ibu, apakah beliau juga keracunan," batinnya.Belum sempat ia berdiri rasa pusing itu kembali mendera hingga ia merasakan semua menjadi gelap.10 menit berlalu ...."REN!
Rasti memunguti pakaiannya satu per satu dengan Isak tangisnya. Setelah melakukan Danu pergi begitu saja meninggalkan Rasty seorang diri dengan meninggalkan beberapa lembar uang.Rasty meremas uang itu lalu melemparkannya asal. Ia beranjak dan meraih handuk. Kini ia merasa jijik dengan badannya sendiri.Berkali-kali ia membersihkan badannya dengan sabun. Menggosok terus. Bilas kasih sabun terus berulang kali hingga menimbulkan lecet di beberapa bagian tubuhnya.Tak sampai situ Ia memangkas habis rambut panjangnya. Ia benar-benar seperti sudah kehilangan hasrat dalam hidup.Ia memandangi dirinya di depan cermin. Perempuan dengan rambut yang sangat pendek, tidak rata panjang pendeknya dengan perut buncit.Rasty meraung lagi. Ia menjerit dan langsung membanting barang yang berada di sekitarnya.Terus saja ia melakukan sesuatu yang merugikannya. Ia hanya ingin melampiaskan kekecewaannya. Sampai ia merasakan kelelahan. Ia pun bersender di tembok dan merosot begitu saja. Hingga i menyad
Akhirnya mereka pun sampai ke tempat pemancingan. Satu persatu turun dari mobil.Susunan batu-batu yang dibuat seperti taman juga beberapa tanaman yang ditata sedemikian rupa di pintu masuk pemancingan itu membuat siapa pun yang melewati menjadi nyaman. Banyak sekali pengunjung yang bepoto di area situ.Devi meraih lengan Rendi. Mereka jalan bergandengan, dengan pelan-pelan mereka menuruni anak tangga untuk menuju ke tempat makan. Beberapa gazebo yang berjejer mereka lewati. Mereka berjalan agak menunduk untuk memberi salam yang yang berada di dalam gazebo itu. Gazebo itu memang di peruntukan untuk yang makan di sana. Per Gazebo per kelompok. Mereka terus berjalan menuju Gazebo yang berada di tengah kolam. Gazebo itu dibuat bagi siapapun yang mau makan di sana sembari lihat ikan berseliweran di bawahnya.Untuk menuju ke sana mereka harus melewati jembatan buatan. Tapak demi setapak mereka lalui. Akhirnya ada satu Gazebo yang masih kosong. Akhirnya mereka masuk dan menghenyakkan