Aku bukan anak yang ambisius. Aku hanya anak seperti yang lainnya yang menginginkan kehidupan sekolah menengah atas yang sehat. Hanya saja beberapa rintangan mungkin bisa hadir dalam kehidupanku saat itu. Saat semua sahabatku masuk ke SMA favorit mereka, dan hanya aku sendiri yang tidak. Apa kau bisa bayangkan betapa sakitnya?
Aku merenungi hal ini selama kurang lebih seminggu lamanya. Berdiam diri di kamar dan memandangi nilaiku yang kurang 5 point lagi agar bisa masuk bersama semua sahabatku. Semua ucapan semangat dari orang-orang pun rasanya tak bisa mengembalikan semangatku yang benar-benar hilang. Aku kacau saat itu hanya karena hancurnya mimpi awalku.
Ah, kau benar juga. Aku belum memperkenalkan diriku. Namaku Azkayra Laila Annisa. Kau bisa memanggilku Kayra. Nama yang bagus, bukan? Itu adalah nama pemberian ayahku saat aku masih berusia 6 bulan kandungan. Yap, aku anak pertama. Mungkin itu yang membuat ayahku bersemangat mencarikan nama untuk buah hatinya.
Kembali lagi pada ceritaku. Setelah seminggu aku merenung, aku mendaftarkan diri di SMA swasta yang cukup favorit di kotaku. Dan ini hari pertama aku aku masuk sekolah.
"Halo semua! Perkenalkan, namaku Azkayra Laila Annisa. Umurku 16 tahun. Alasan aku mengambil SMA ini karena...."
"Karena tidak lolos tes SMA favorit, hahahaha!"
Sial, mulut siapa itu? Aku melirik ke asal suara itu. Seorang laki-laki yang duduk di sudut dengan baju dan rambut berantakan melihatku. Dengan..... senyum.
Sial, apakah dia mengenalku?
"Ah, tidak. Aku memilih SMA ini karena aku melihat banyak prestasi yang hadir dari siswa berpotensi di SMA ini. Dan aku, ingin menjadi salah satu siswa berpotensi itu. Terimakasih!"
Sorak sorai tepuk tangan riuh menyambutku. Aku kembali duduk dengan tetap bertanya-tanya siapa laki-laki itu. Aku menunggu gilirannya memperkenalkan diri.
Satu persatu teman sekelasku mulai memperkenalkan diri hingga bunyi bel pulang berbunyi. Ah, sial. Pria itu tidak mendapat giliran untuk memperkenalkan diri.
Aku mengambil buku di meja, memasukkannya kedalam tas dan berjalan keluar kelas. Pintu kelas sangat ramai hingga aku memutuskan untuk keluar paling akhir.
"Kayra, nama yang bagus!"
Ah, suara itu tidak asing. Aku menoleh. Yap! Benar saja. Pria itu menyapaku. Matanya coklat cerah dengan kulit putih. Kelopak matanya sipit dan rambutnya yang sedikit ikal. Hei! Kenapa aku jadi memperhatikan rupanya?
"Makasih."
Aku langsung memalingkan muka dan berlari keluar kelas. Aku masih kesal dengannya karena ucapannya saat perkenalan tadi. Berani sekali dia berkata seperti itu. Ya, memang benar itu alasanku, tapi dia tidak pantas mengatakan itu, apalagi di depan orang banyak yang akan menjadi teman-teman baruku. Sial!
"Bunda! Assalamualaikum!" ucapku saat sampai di rumah.
"Waalaikumsalam Kay, bagaimana sekolahmu?"
"Ah, baik bun, aku belum terlalu banyak berkenalan dengan mereka. Tapi sepertinya mereka orang baik."
"Benarkah? Bunda harap kamu bisa berteman dengan mereka seperti kamu berteman dengan Sabil dan Aul ya!"
"Haha, aamiin bunda. Doain ya! Kay mau masuk kamar dulu."
Aku merebahkan diriku. Baru hari pertama memang. Tidak cukup melelahkan tapi badanku cukup lelah untuk hari ini. Aku cukup suka dengan seragam sekolahku yang beda dari sekolah lain. Seperti yang kukatakan pada bunda, aku belum berkenalan dengan banyak teman hari ini. Aku hanya berbicara dengan seorang laki-laki yang... aku saja tak sempat menanyakan siapa namanya.
Aku membuka tas, melepas kaus kaki dan bergegas keluar kamar untuk makan siang. Bunda masak ayam balado siang ini. Lumayan! Aku sungguh lapar.
"Bun, cinta pertama bunda gimana, sih?"
Shit, pertanyaan macam apa itu? Terdengar aneh bagiku yang belum pernah merasakan jatuh cinta pada lawan jenis.
Bunda terlihat menahan tawa. Aku malu sekali.
"Kay udah besar, ya?" ledeknya.
Gila, jadi bunda selama ini menganggap aku masih anak-anak?
"Bukan gitu, bun, aku cuma pengen tau," jawabku. "Aah, tapi ngga usah deh, kayanya cerita bunda membosankan," kataku lagi sambil tertawa.
Bunda ikut tertawa sambil sedikit mengomel. Meyakinkan aku bahwa kisah cintanya lebih romantis dari Romeo and Juliet. Hahaha.
Hey, apa katamu? Kau tidak percaya bahwa aku belum pernah merasakan cinta pertama? Sial. Ya, inilah aku. Aku kurang tertarik pada hal semacam itu. Bagiku itu hanya buang-buang waktu saja, mengingat Sabil yang selalu cerita tentang kesedihan hatinya dan patah hatinya berulang kali. Aku saja sampai bosan.
Aku menengadahkan wajahku. Siapa dia? Lagi-lagi terlintas di pikiran. Matanya benar-benar coklat namun wajahnya itu, ah! Sudahlah. Kenapa aku jadi terus-terusan memikirkan siapa dia? Tapi sungguh aneh, dia tau beberapa hal yang bahkan aku belum menyebutkan saat perkenalan diri.
Suara hujan deras membangunkanku. Rupanya aku tertidur hingga matahari yang tadi ceria telah kembali disembunyikan oleh cakrawala. Dingin sekali sore ini. Aku bergegas keluar untuk membersihkan diri dan sholat. Lalu, aku memutuskan kembali ke kamarku. Mengambil handphone dan...
"Hai, Kayra," sebuah pesan w******p dari entah siapa dia masuk ke handphone-ku.
Aku melirik namanya. Angin. Begitu yang tertera di profilnya. Siapa ini? Ah sudahlah, paling juga orang iseng.
Aku menutup handphone lalu menarik selimut dan kembali tidur. Aneh juga, Angin, nama macam apa itu? Hahaha. Aku tertawa kecil di balik selimutku.
Alarm berbunyi dan dinginnya semerbak pagi pun mulai menusuk tulang. Aku bersiap berangkat sekolah. Bohong rasanya jika aku tidak penasaran dengan sosok laki-laki kelas kemarin. Dan bohong pula jika aku mengatakan tidak ingin menemuinya di sekolah nanti. Walau hanya sekedar melihatnya. Tidak, jangan katakan bahwa aku jatuh cinta padanya. Aku hanya penasaran sebenarnya siapa dia. Dan aku hanya ingin mendengarkan gilirannya memperkenalkan diri di depan kelas.
"Bagus juga sekolah ini," gumamku saat kakiku melangkah masuk ke gerbang. Satpam yang ramah tertawa riang bersama segerombolan anak yang lewat seolah menyambut setiap pagi kerjanya dengan semangat. Kelasku masih jauh, aku harus berjalan sekitar 3 menit agar sampai disana. Sekolah ini memang sangat luas.
Aku melangkahkan kakiku masuk kelas. Mencari tempat duduk dan.. duduk. Mengambil handphone dan melihat pesan yang masuk kemarin. Aku kembali melihat profil kontak yang bernama Angin. Tidak ada foto dan info lain. Siapa dia?
"Hai, Azkayra?"
Aku menoleh. Sosok perempuan dengan rambut sebahu dan senyum manis tersenyum padaku.
"Ah, iya. Aku Azkayra," jawabku
Gadis itu menodongkan tangan mengajakku berjabat tangan. Aku menyambutnya dengan senyum.
"Alin. Salam kenal ya," lanjutnya.
"Hai Lin, kau bisa memanggilku Kayra jika kau mau," ucapku kemudian.
Hari kedua. Awalan yang bagus. Aku sudah mendapat teman baru. Tentu bukan yang misterius seperti dia. Ah benar juga, dimana dia? Aku belum melihatnya dari tadi.
Aku mengedarkan pandanganku ke seluruh ruang kelas. Saat sepasang kaki jenjang melangkahkan kaki masuk dengan angkuh. Tingginya sekitar 170 cm, dan benar saja. Itu dia! Laki-laki yang hampir membuatku mati penasaran.
"Kay! Liatin apa?" ucap Alin mengagetkanku. Aku hanya tersenyum lalu kembali memandang objek yang ingin kupandang sejak kemarin.
"Kau kenal dia? Aku tidak tau namanya siapa. Tapi aku yakin dia akan menjadi kandidat favorit BK tahun ini. Bayangkan saja, hari pertama kemarin dia sudah berkelahi dengan 2 orang kakak kelas," lanjut Alin
Aku sedikit terkejut. Bagaimana mungkin aku tidak tahu jika berita itu tersebar luas? Sebenarnya siapa dia? Aku melihatnya lagi. Masih sama seperti penampilannya yang kemarin. Dan tiba-tiba, dia melihatku. Sungguh! Aku terpaku tak dapat mengalihkan pandanganku. Dia tersenyum padaku seolah tau apa yang aku katakan dalam hati. Sial. Siapa kau sebenarnya?
"Ahhhh, Kayraaaaaa!!!" Aul menepuk bahuku dengan sangat keras. "Kenapa kau tak tanya siapa dia?" ucapnya lagi."Diamlah Aul," jawabku.Benar juga. Memang bukan hal sulit bagiku jika aku mau bertanya siapa dia, namanya, alamat, dan kenapa dia bisa tahu alasanku dan... nama panggilanku, Kayra. Tapi tidak semudah itu. Auranya benar-benar misterius sehingga akupun tak mampu berkata apa-apa saat melihatnya."Tapi aneh juga ya, kok dia bisa tahu?" ucap Sabil.Aku mengangkat bahuku. "Entahlah, lagi pula aku tidak terlalu peduli padanya. Aku hanya ingin tahu darimana dia tahu tentangku," jawabku.Aul masih berdiri terpaku dengan tangan di dagu. Dia sepertinya akan mati penasaran jika tetap tidak tahu tentang pria itu. Kurang lebih namanya saja. Aku tersenyum melihat sahabatku yang satu ini. Menarik tangannya dan memaksanya duduk."Hei, sudahlah. Mending kau ceritakan padaku, bagaimana hari pertama kalian masuk sekolah? Ah sudah pasti seru sih,
Ucapan Alin tadi benar-benar mengurungkan niatku yang sudah kubangun sejak tadi malam. Aku memalingkan pandanganku pada Alin. Melihatnya yang ternyata sejak tadi memperhatikanku."Sudahlah, Kay. Ayo kita ke kantin. Aku dengar makanan kantin sekolah ini benar-benar enak. Aku pengen coba," ucapnya seraya menarik tanganku keluar kelas. Aku beranjak dari tempat dudukku tanpa memindahkan mataku dari laki-laki itu. Dia tetap memperhatikanku dengan senyum seraya melipat kedua tangannya dan kakinya yang sudah terangkat ke atas meja. Bunda selalu memperingatkanku agar tidak melihat orang dari penampilannya. Tapi sepertinya orang yang satu ini benar-benar menunjukkan kepribadian dari penampilannya. Jadi, tak salah jika aku merasa dia modelan bad boy."Kay, mau pesen apa?" ucap Alin"Ah, terserah kau aja."Beberapa menit menunggu, pesanan kami pun datang."Kay, kau kenapa sih, selalu mandangin dia?"Deg, aku harus jawab apa? Jangan sampai Alin me
Aku pulang pukul 5 sore. Setelah puas seharian menatap wajah Alin dan menelan semua guyonan kami. Aku melangkah seraya memikirkan apa yang Alin katakan tadi. Naufal, nama itu. Apakah benar nama itu benar akan menjadi cinta pertamaku? Aku berjalan seraya merogoh kantongku. Mencari handphone dan mengirim pesan pada bunda bahwa aku akan sampai sebentar lagi. Aku sudah berada di gerbang perumahan sekarang. Tinggal beberapa blok lagi dan aku akan sampai rumah. Ah benar juga, aku belum memberitahu kalian, bukan? Aku hanya tinggal berdua dengan bunda. Ayah sudah lebih dulu berangkat ke surga saat aku duduk di kelas 1 SMP. Ayah benar-benar orang baik, begitu juga bunda. Aku bahagia memiliki mereka bedua. Aku juga tidak punya kakak atau adik. Aku anak semata wayang yang benar-benar menjadi harapan bunda saat ini dan sampai selamanya. Jadi, jangan pernah lagi menanyakan dimana ayah dan saudaraku. Haha.Hari ini benar-benar melelahkan. Hingga rasanya malam ini aku hanya ingin menutup ma
Hari ini bagiku cukup melelahkan. Dan entah kenapa mood-ku hari ini sangat buruk. Aku bergegas pulang dan menolak ajakan Alin untuk ke toko buku dengan alasan sakit kepala. Sebenarnya memang sakit sih meskipun tidak terlalu. Aku sampai dirumah disambut bunda yang sedang asyik menjahit. Ya, itu pekerjaan bunda. Aku hanya bergantung pada bunda dan pekerjaannya."Assalamualaikum Bunda," ucapku.Bunda yang melihatku tersenyum lega. "Waalaikumsalam Kay, makan sana!" ujarnya.Aku bergegas masuk kamar dan tak sabar untuk merebahkan badanku. Aku memutuskan mendengarkan musik saja. Aku membuka handphone saat tiba-tiba sebuah notifikasi pesan whatsapp muncul.Alin : [Kay, gimana keadaanmu?]Kayra : [Aku udah rebahan Lin, semoga nanti enakan.]Alin : [send a photo]Alin : [Aku pengen beli jam tangan. Pilih satu diantara dua yang ku kirim!]Aku mengunduh foto yang dikirim Alin. Dua jam tangan warna putih dan biru. Aku dominan menyuka
"Kukuruyuukkkk!"Suara ayam jago tetangga membangunkanku. Namun ada yang aneh. Aku mendengar suara 'ngorok' yang entah darimana datangnya. Aku mencari-cari asal suara itu hingga aku menemukan handphone-ku yang.... masih tersambung dengan Naufal. Aku terkejut setengah mati. Jadi telponnya tidak mati semalaman? Astaga!Aku mencoba tenang, kuangkat pelan-pelan handphone-ku sepelan mungkin agar Naufal tidak terbangun."Kayra?" Astaga! Aku terkejut lebih hebat dari sebelumnya hingga tanpa sadar menjatuhkan handphone-ku."Kayra? Udah enakan badannya?" ucap bunda yang entah sejak kapan berada di pintu kamarku."Udah bunda, tapi masih nggak enak," jawabku.Bunda mengangguk. "Keluar ya, bunda masakin bubur," ucap bunda lagi. Aku hanya mengangguk seraya melihat bunda keluar dari kamar. Setelah bunda keluar, aku buru-buru mengambil kembali handphone yang jatuh ke lantai. Sial."Hufftt, untung nggak kenapa-kenapa," ucapku pelan.
"Belum reda juga panasnya Kau, udah minum obat?" tanya Naufal. Aku hanya mengangguk. Panas alami mulai kurasakan menjalar di sekujur tubuhku. Aku yang sejak kemarin lemas menjadi semakin lemas saja sepertinya."Kayra! katanya mau makan somay," ujar Alin mencairkan suasana yang canggung tadi. Aku membenarkan ekspresi wajahku dan menata ulang dudukku. Begitu juga Naufal yang entah sejak kapan sibuk dengan kantong celana jeans-nya."Aku ambilin mangkok ya," ucap Alin yang kemudian pergi begitu saja keluar kamar. Sejenak tadi aku lega dan sekarang aku mulai canggung dan badanku mulai memanas lagi. Apa kau sadar? Alin baru saja meninggalkanku berdua dengan Naufal. Kalau begini ceritanya, dia bukannya mencairkan suasana tapi malah membuat suasana makin canggung saja.Sesekali aku menatap Naufal. Dia tersenyum melihatku."Hai Kay, it's first time kita ketemu," ucapnya dengan senyum yang manisnya melebihi gula murni. Aku pun ikut tersenyum melihatnya."Iya