"Belum reda juga panasnya Kau, udah minum obat?" tanya Naufal. Aku hanya mengangguk. Panas alami mulai kurasakan menjalar di sekujur tubuhku. Aku yang sejak kemarin lemas menjadi semakin lemas saja sepertinya.
"Kayra! katanya mau makan somay," ujar Alin mencairkan suasana yang canggung tadi. Aku membenarkan ekspresi wajahku dan menata ulang dudukku. Begitu juga Naufal yang entah sejak kapan sibuk dengan kantong celana jeans-nya.
"Aku ambilin mangkok ya," ucap Alin yang kemudian pergi begitu saja keluar kamar. Sejenak tadi aku lega dan sekarang aku mulai canggung dan badanku mulai memanas lagi. Apa kau sadar? Alin baru saja meninggalkanku berdua dengan Naufal. Kalau begini ceritanya, dia bukannya mencairkan suasana tapi malah membuat suasana makin canggung saja.
Sesekali aku menatap Naufal. Dia tersenyum melihatku.
"Hai Kay, it's first time kita ketemu," ucapnya dengan senyum yang manisnya melebihi gula murni. Aku pun ikut tersenyum melihatnya.
"Iya
Aku bukan anak yang ambisius. Aku hanya anak seperti yang lainnya yang menginginkan kehidupan sekolah menengah atas yang sehat. Hanya saja beberapa rintangan mungkin bisa hadir dalam kehidupanku saat itu. Saat semua sahabatku masuk ke SMA favorit mereka, dan hanya aku sendiri yang tidak. Apa kau bisa bayangkan betapa sakitnya?Aku merenungi hal ini selama kurang lebih seminggu lamanya. Berdiam diri di kamar dan memandangi nilaiku yang kurang 5 point lagi agar bisa masuk bersama semua sahabatku. Semua ucapan semangat dari orang-orang pun rasanya tak bisa mengembalikan semangatku yang benar-benar hilang. Aku kacau saat itu hanya karena hancurnya mimpi awalku.Ah, kau benar juga. Aku belum memperkenalkan diriku. Namaku Azkayra Laila Annisa. Kau bisa memanggilku Kayra. Nama yang bagus, bukan? Itu adalah nama pemberian ayahku saat aku masih berusia 6 bulan kandungan. Yap, aku anak pertama. Mungkin itu yang membuat ayahku bersemangat mencarikan nama untuk buah hatinya.
"Ahhhh, Kayraaaaaa!!!" Aul menepuk bahuku dengan sangat keras. "Kenapa kau tak tanya siapa dia?" ucapnya lagi."Diamlah Aul," jawabku.Benar juga. Memang bukan hal sulit bagiku jika aku mau bertanya siapa dia, namanya, alamat, dan kenapa dia bisa tahu alasanku dan... nama panggilanku, Kayra. Tapi tidak semudah itu. Auranya benar-benar misterius sehingga akupun tak mampu berkata apa-apa saat melihatnya."Tapi aneh juga ya, kok dia bisa tahu?" ucap Sabil.Aku mengangkat bahuku. "Entahlah, lagi pula aku tidak terlalu peduli padanya. Aku hanya ingin tahu darimana dia tahu tentangku," jawabku.Aul masih berdiri terpaku dengan tangan di dagu. Dia sepertinya akan mati penasaran jika tetap tidak tahu tentang pria itu. Kurang lebih namanya saja. Aku tersenyum melihat sahabatku yang satu ini. Menarik tangannya dan memaksanya duduk."Hei, sudahlah. Mending kau ceritakan padaku, bagaimana hari pertama kalian masuk sekolah? Ah sudah pasti seru sih,
Ucapan Alin tadi benar-benar mengurungkan niatku yang sudah kubangun sejak tadi malam. Aku memalingkan pandanganku pada Alin. Melihatnya yang ternyata sejak tadi memperhatikanku."Sudahlah, Kay. Ayo kita ke kantin. Aku dengar makanan kantin sekolah ini benar-benar enak. Aku pengen coba," ucapnya seraya menarik tanganku keluar kelas. Aku beranjak dari tempat dudukku tanpa memindahkan mataku dari laki-laki itu. Dia tetap memperhatikanku dengan senyum seraya melipat kedua tangannya dan kakinya yang sudah terangkat ke atas meja. Bunda selalu memperingatkanku agar tidak melihat orang dari penampilannya. Tapi sepertinya orang yang satu ini benar-benar menunjukkan kepribadian dari penampilannya. Jadi, tak salah jika aku merasa dia modelan bad boy."Kay, mau pesen apa?" ucap Alin"Ah, terserah kau aja."Beberapa menit menunggu, pesanan kami pun datang."Kay, kau kenapa sih, selalu mandangin dia?"Deg, aku harus jawab apa? Jangan sampai Alin me
Aku pulang pukul 5 sore. Setelah puas seharian menatap wajah Alin dan menelan semua guyonan kami. Aku melangkah seraya memikirkan apa yang Alin katakan tadi. Naufal, nama itu. Apakah benar nama itu benar akan menjadi cinta pertamaku? Aku berjalan seraya merogoh kantongku. Mencari handphone dan mengirim pesan pada bunda bahwa aku akan sampai sebentar lagi. Aku sudah berada di gerbang perumahan sekarang. Tinggal beberapa blok lagi dan aku akan sampai rumah. Ah benar juga, aku belum memberitahu kalian, bukan? Aku hanya tinggal berdua dengan bunda. Ayah sudah lebih dulu berangkat ke surga saat aku duduk di kelas 1 SMP. Ayah benar-benar orang baik, begitu juga bunda. Aku bahagia memiliki mereka bedua. Aku juga tidak punya kakak atau adik. Aku anak semata wayang yang benar-benar menjadi harapan bunda saat ini dan sampai selamanya. Jadi, jangan pernah lagi menanyakan dimana ayah dan saudaraku. Haha.Hari ini benar-benar melelahkan. Hingga rasanya malam ini aku hanya ingin menutup ma
Hari ini bagiku cukup melelahkan. Dan entah kenapa mood-ku hari ini sangat buruk. Aku bergegas pulang dan menolak ajakan Alin untuk ke toko buku dengan alasan sakit kepala. Sebenarnya memang sakit sih meskipun tidak terlalu. Aku sampai dirumah disambut bunda yang sedang asyik menjahit. Ya, itu pekerjaan bunda. Aku hanya bergantung pada bunda dan pekerjaannya."Assalamualaikum Bunda," ucapku.Bunda yang melihatku tersenyum lega. "Waalaikumsalam Kay, makan sana!" ujarnya.Aku bergegas masuk kamar dan tak sabar untuk merebahkan badanku. Aku memutuskan mendengarkan musik saja. Aku membuka handphone saat tiba-tiba sebuah notifikasi pesan whatsapp muncul.Alin : [Kay, gimana keadaanmu?]Kayra : [Aku udah rebahan Lin, semoga nanti enakan.]Alin : [send a photo]Alin : [Aku pengen beli jam tangan. Pilih satu diantara dua yang ku kirim!]Aku mengunduh foto yang dikirim Alin. Dua jam tangan warna putih dan biru. Aku dominan menyuka
"Kukuruyuukkkk!"Suara ayam jago tetangga membangunkanku. Namun ada yang aneh. Aku mendengar suara 'ngorok' yang entah darimana datangnya. Aku mencari-cari asal suara itu hingga aku menemukan handphone-ku yang.... masih tersambung dengan Naufal. Aku terkejut setengah mati. Jadi telponnya tidak mati semalaman? Astaga!Aku mencoba tenang, kuangkat pelan-pelan handphone-ku sepelan mungkin agar Naufal tidak terbangun."Kayra?" Astaga! Aku terkejut lebih hebat dari sebelumnya hingga tanpa sadar menjatuhkan handphone-ku."Kayra? Udah enakan badannya?" ucap bunda yang entah sejak kapan berada di pintu kamarku."Udah bunda, tapi masih nggak enak," jawabku.Bunda mengangguk. "Keluar ya, bunda masakin bubur," ucap bunda lagi. Aku hanya mengangguk seraya melihat bunda keluar dari kamar. Setelah bunda keluar, aku buru-buru mengambil kembali handphone yang jatuh ke lantai. Sial."Hufftt, untung nggak kenapa-kenapa," ucapku pelan.