"Sedang melancarkan rencana baru lagi? Rencana apa yang sekarang sedang kamu lakukan?" Delisha terperanjat saat melihat Ryan yang berdiri di depannya. Langkahnya terhenti seketika, mata mereka bertemu dalam keheningan yang tegang.Sejak tadi, Ryan memang mendengar pembicaraan Dirga dan Delisha. Ekspresinya datar, tapi matanya menyiratkan ketidakpercayaan. Sama seperti Dirga, ia tidak bisa mempercayai kata-kata Delisha tentang penyesalan dan permintaan maaf. "A–aku ... aku—""Pfftttt ... sepertinya dugaanku dan Dirga benar. Kamu tidak tulus meminta maaf dan sedang merencanakan sesuatu. Katakan. Apa yang sedang kamu rencanakan? Aaahhh ... aku tebak. Kamu akan berpura-pura menyesal, kemudian mendekati Dirga perlahan agar dia kembali percaya padamu lagi. Lalu setelah itu, kamu akan menjebak dia tidur denganmu. Saat Dirga bangun, kamu akan berpura-pura menangis seolah menjadi korban. Lalu akhirnya meminta tanggung jawab. Begitu?"Delisha menatap Ryan dengan tatapan tak percaya. Berpikir
"Aku pun menyesal sudah banyak mengatakan kata dan mengatai dia dengan kata-kata menyakitkan," ucap Dirga setelah mendengar cerita Ryan yang mengatakan jika kemarin sore dia melihat Delisha melakukan hal baik pada orang lain."Tapi ... jujur saja aku masih sedikit ragu, hal apa yang membuat dia berubah sedrastis itu? Bukankah ini aneh? Tidak salah kan kalau aku mencurigai dia?" "Kita berhusnudzon saja," jawab Dirga, "Ya mungkin belum lama ini dia tertampar oleh sesuatu sampai akhirnya dia menyadari kalau yang dia lakukan selama ini salah. Kita kan tidak tahu hari-hari yang dia lalui bagaimana. Lagipula Allah itu maha membolak-balikkan hati, tidak ada yang tidak mungkin dalam perihal hidayah yang Dia berikan pada manusia." "Aaahhh ... iya, kamu bener juga. Aku sampai melupakan kekuasaan Allah," jawab Ryan. "Aku baru ingat. Saat dia datang ke rumah sakit, ibuku banyak mengatakan kata hinaan pada dia. Mengatakan kata-kata yang cukup menyakitkan dan suaranya terdengar lantang. Aku yaki
1 pekan kemudian. Nada tersenyum melihat Lily yang dengan semangat membereskan buku-bukunya. "Karena sudah selesai, simpan bukunya dan makan siang," ucap Farhan pada putrinya, senyuman lembut terukir di wajahnya. Ia kemudian mengalihkan pandangan pada Nada. "Kamu juga pasti belum makan siang, kan, Nad? Kamu ikut makan saja dengan Lily," ujarnya.Nada membuka mulut hendak menjawab, ingin menolak halus ajakan Farhan, tapi sebelum sempat berkata apa-apa, Lily sudah lebih dulu melompat mendekat pada Ayahnya dengan mata berbinar. "Abi? Lily ingin makan di luar. Ayo kita makan di luar bersama Ibu Nada," ajak Lily dengan penuh antusias.Nada dan Farhan sontak saling beradu pandang sejenak, memasang raut wajah bingung di wajah masing-masing.Makan di luar bersama?Nada termenung sejenak. Makan bersama dengan pria tanpa istri dan anaknya? Bukankah nanti orang-orang malah akan beranggapan jika mereka adalah keluarga kecil yang bahagia?Nada memejamkan mata sejenak, berusaha mengusir pikiran t
[Nina? Apa ini adik iparmu? Aku tidak sengaja melihatnya.] Send! Delisha mengirimkan pesan tersebut beserta dengan sebuah foto yang tadi ia ambil. Sengaja mengirimkannya pada kakak dari Dirga karena ia tahu, Nada dengan satu kakak iparnya tidak begitu akur. Saat menjalin hubungan terlarang dengan Dirga, pria itu sempat mengatakan jika hubungannya dengan Nada tidak begitu disukai oleh kakak keduanya entah karena apa alasannya. Dan sebuah ide yang tadi terlintas di pikiran Delisha agar namanya tetap bersih tapi ia ingin Dirga melihat Nada sedang bersama pria lain ialah dengan memanfaatkan Nina. Ia akan menjadikan Nina sebagai perantara rusaknya hubungan Dirga dan Nada, tanpa harus ia yang turun tangan. Tadi, ia mencari sosial media Nina. Ia yakin jika Dirga dan kakaknya pasti saling mengikuti di aplikasi Ig. Jadi ia mencarinya dan ternyata berhasil. Setelah menemukan akun milik Nina, Delisha juga mencari akun yang dirasa dia adalah teman dari Nina. Dia akan berpura-pura untuk menj
"Foto siapa itu? Eeehhh ... itu, Nada? Dengan ... Farhan?" tanya Ryan saat dengan sengaja ia mengintip foto di layar ponsel Dirga. Untuk memastikan yang ia lihat itu benar atau tidak, Ryan langsung mengambil ponsel di tangan Dirga dan melihatnya dengan seksama. "Ini betulan Nada? Dengan Farhan? Kok bisa mereka bersama?" tanya Ryan pada Dirga, "Ini siapa yang kirim? Aaahhh ... jangan-jangan si Delisha lagi, ya? Kan! Benar sudah dugaanku kalau perubahannya tuh pasti gak beneran! Dia gak beneran berubah, Ga! Ini pasti dia yang edit lagi, sama tuh kaya foto editan yang dia buat waktu itu. Yang seolah-olah kalian nikah." "Ini bukan Delisha yang kirim," jawab Dirga dengan pandangan mata yang melihat lurus. Menahan segala sesak, kesal dan tidak nyaman di hatinya. Yakin tidak yakin dengan apa yang sang kakak katakan. Nada bersama Farhan? Di mall? Untuk apa? Apa jangan-jangan cinta lama kembali bersemi? Memikirkannya membuat Dirga semakin tidak tenang hati. "Yakin bukan Delisha? Kalau
"Kurang ajar! Jadi mereka betulan kemari?!" Kedua tangan Dirga langsung mengepal, urat-uratnya menonjol di bawah kulit. Matanya menyipit, pandangan tajamnya menusuk Farhan seperti belati. Wajahnya memerah, dan rahangnya mengeras, siap menerkam seperti singa yang mengincar mangsa, mengoyak mangsanya hingga tak tersisa sampai ke tulang-tulang.Melihat raut wajah Dirga yang berubah drastis, sontak membuat Ryan was-was. Dirga tampak seperti bom waktu yang siap meledak. Ia takut Dirga nekat dan membuat keributan di tempat yang ramai seperti ini. Apalagi jaman sekarang, tanpa izin apa pun orang-orang selalu mengambil video dan langsung menyebarkannya tanpa izin juga. Dan biasanya, kasus pertengkaran yang pemicunya dianggap orang ketiga dalam rumah tangga selalu viral dan view-nya melonjak. "Sabar," ucap Ryan, menepuk bahu Dirga dengan pelan, mencoba meredakan ketegangan yang semakin memuncak."Sabar katamu?" Dirga menatap Ryan dengan mata berkilat marah. "Istriku bersama pria lain dan mer
"Habis dari mana kamu jam segini baru pulang, huh?" tanya Dirga dengan dagu yang sedikit terangkat dan tangannya bahkan mulai berkacak pinggang. Dia mendekati Nada, wajahnya berubah marah. Nada menelan saliva, merasakan ketegangan yang tiba-tiba memenuhi udara di antara mereka."Kamu beres ngajar jam satu, kan? Jarak dari komplek perumahan si Farhan itu ke sini paling cuma 20 menit. Apalagi di jam-jam kerja seperti ini, jalanan jarang banget macet dan gak terlalu ramai," kata Dirga dengan nada semakin menekan. “Sekarang sudah jam dua lebih, Nada. Dari mana saja jam segini kamu baru sampai ke rumah, huh?" Dirga menatapnya tajam, suaranya penuh tuduhan. Nada merasakan gelombang kecemasan yang mengalir dalam dirinya, bibirnya bergetar tanpa suara.Mata Dirga menelusuri wajah istrinya, penuh dengan kecurigaan. Napasnya terdengar berat saat dia menunggu jawaban yang akan terucap dari bibir Nada. Dia ingin tahu, apakah Nada akan berkata jujur atau justru sebaliknya. Keheningan yang menceka
"Sayangnya, kepalaku sudah terlanjur mendidih!" kata Dirga, suaranya bergetar menahan kemarahan. Karena enggan meluapkan emosinya lebih jauh dan takut kata-kata toxic keluar dari mulutnya, Dirga akhirnya memilih untuk pergi dari hadapan Nada, berniat menenangkan diri. Namun, tiba-tiba langkahnya terhenti. Nada memegang siku lengannya dengan erat, tatapannya penuh harap dan putus asa, seolah berusaha menahan Dirga dari pergi dan memohon agar dia mendengar penjelasannya."Biar aku jelaskan dulu, Mas. Aku akui aku salah karena berbohong, tapi kan aku barusan bilang kalau aku melakukannya karena situasi." Nada menarik napas dalam-dalam, berusaha menenangkan suaranya yang bergetar. "Tadi aku melihat kamu kayak lagi kesel dan aku pikir kamu sedang ada masalah di sekolah. Kalau aku jujur bilang makan di luar sama Kak Farhan, aku yakin kamu bakalan marah, jadi aku gak jujur sama kamu." Matanya menatap Dirga dengan penuh harap. "Tadi aku niatnya mau jujur setelah kesel kamu hilang dan bisa di