"Kurang ajar! Jadi mereka betulan kemari?!" Kedua tangan Dirga langsung mengepal, urat-uratnya menonjol di bawah kulit. Matanya menyipit, pandangan tajamnya menusuk Farhan seperti belati. Wajahnya memerah, dan rahangnya mengeras, siap menerkam seperti singa yang mengincar mangsa, mengoyak mangsanya hingga tak tersisa sampai ke tulang-tulang.Melihat raut wajah Dirga yang berubah drastis, sontak membuat Ryan was-was. Dirga tampak seperti bom waktu yang siap meledak. Ia takut Dirga nekat dan membuat keributan di tempat yang ramai seperti ini. Apalagi jaman sekarang, tanpa izin apa pun orang-orang selalu mengambil video dan langsung menyebarkannya tanpa izin juga. Dan biasanya, kasus pertengkaran yang pemicunya dianggap orang ketiga dalam rumah tangga selalu viral dan view-nya melonjak. "Sabar," ucap Ryan, menepuk bahu Dirga dengan pelan, mencoba meredakan ketegangan yang semakin memuncak."Sabar katamu?" Dirga menatap Ryan dengan mata berkilat marah. "Istriku bersama pria lain dan mer
"Habis dari mana kamu jam segini baru pulang, huh?" tanya Dirga dengan dagu yang sedikit terangkat dan tangannya bahkan mulai berkacak pinggang. Dia mendekati Nada, wajahnya berubah marah. Nada menelan saliva, merasakan ketegangan yang tiba-tiba memenuhi udara di antara mereka."Kamu beres ngajar jam satu, kan? Jarak dari komplek perumahan si Farhan itu ke sini paling cuma 20 menit. Apalagi di jam-jam kerja seperti ini, jalanan jarang banget macet dan gak terlalu ramai," kata Dirga dengan nada semakin menekan. “Sekarang sudah jam dua lebih, Nada. Dari mana saja jam segini kamu baru sampai ke rumah, huh?" Dirga menatapnya tajam, suaranya penuh tuduhan. Nada merasakan gelombang kecemasan yang mengalir dalam dirinya, bibirnya bergetar tanpa suara.Mata Dirga menelusuri wajah istrinya, penuh dengan kecurigaan. Napasnya terdengar berat saat dia menunggu jawaban yang akan terucap dari bibir Nada. Dia ingin tahu, apakah Nada akan berkata jujur atau justru sebaliknya. Keheningan yang menceka
"Sayangnya, kepalaku sudah terlanjur mendidih!" kata Dirga, suaranya bergetar menahan kemarahan. Karena enggan meluapkan emosinya lebih jauh dan takut kata-kata toxic keluar dari mulutnya, Dirga akhirnya memilih untuk pergi dari hadapan Nada, berniat menenangkan diri. Namun, tiba-tiba langkahnya terhenti. Nada memegang siku lengannya dengan erat, tatapannya penuh harap dan putus asa, seolah berusaha menahan Dirga dari pergi dan memohon agar dia mendengar penjelasannya."Biar aku jelaskan dulu, Mas. Aku akui aku salah karena berbohong, tapi kan aku barusan bilang kalau aku melakukannya karena situasi." Nada menarik napas dalam-dalam, berusaha menenangkan suaranya yang bergetar. "Tadi aku melihat kamu kayak lagi kesel dan aku pikir kamu sedang ada masalah di sekolah. Kalau aku jujur bilang makan di luar sama Kak Farhan, aku yakin kamu bakalan marah, jadi aku gak jujur sama kamu." Matanya menatap Dirga dengan penuh harap. "Tadi aku niatnya mau jujur setelah kesel kamu hilang dan bisa di
"Kemarin bagaimana? Kalian bertengkar?" tanya Ryan pada Dirga yang sedang duduk di kursi kafe seraya memegang kepala. Karena hari ini weekend dan Dirga malas berada di rumah, akhirnya ia memilih untuk menghubungi Ryan dan mengajaknya keluar. Mendengar Ryan bertanya seperti itu, Dirga lantas menoleh, menatap Ryan dengan tatapan kesal. "Menurutmu? Setelah melihat dia dengan cinta pertamanya bersama, aku akan diam saja begitu? Jelas aku langsung menyidangnya begitu dia pulang dan kami berdebat." "Dia ... mengelak?" "Jelas dia mengelak," jawab Dirga. "Apa yang terjadi kemarin? Hanya salah paham saja kan pasti? Aku yakin Nada tidak seperti yang kita bayangkan. Apa yang dia katakan? Ceritakan," ucap Ryan penasaran."Masih belum jelas betul atau tidaknya, tapi sekarang aku malah semakin curiga." "Kenapa?" tanya Ryan menatap Dirga dengan tatapan serius. "Kemarin ...." Dirga lantas menceritakan apa yang terjadi kemarin. Tentang apa saja yang ia dan Nada bicarakan. "Dia berbohong, Yan! P
"Apa? Kamu ingin meminta cerai agar bisa bersama dengan cinta pertamamu itu?" Nada langsung menggelengkan kepalanya. "Kamu apaan sih? Siapa yang ingin cerai?!" ucap Nada dengan bibir yang mengerucut. "Terus? Apa?" "Dengerin aku dulu makanya, aku—" Nada tak meneruskan lagi ucapannya saat dering ponselnya kembali terdengar. Dia kembali menatap layar ponselnya lagi dan melihat nama yang tertera di layar ponsel. Bukan hanya Nada saja yang melihat, tetapi Dirga pun sama. Dirga menghela napas panjang, sementara Nada, ia memejamkan mata setelah melihat nama Farhan di layar ponselnya."Kamu urus saja dulu kekasih gelapmu itu! Aku capek!" ucap Dirga berjalan melewati Nada begitu saja dan langsung menaiki anak tangga. Sementara Nada, karena enggan sang suami kembali marah lagi padanya. Akhirnya ia menggeser panel merah di layar ponsel dan mengirimi pesan singkat pada Farhan dengan mengatakan jika nanti ia akan menghubunginya lagi karena ia sedang sibuk. Nada lantas berjalan menaiki anak t
"Jadi suamimu salah paham atas kejadian saat kita makan di luar hari Jumat kemarin?" tanya Farhan, suaranya rendah namun penuh keprihatinan.Farhan sengaja pulang di jam istirahat karena ingin bertemu dengan Nada. Sejak menerima pesan dari Nada yang menyatakan ingin berhenti mengajari putrinya, hatinya tidak tenang dan pikirannya dipenuhi kekhawatiran. Kenapa tiba-tiba Nada ingin berhenti? Pertanyaan itu terus berputar di kepalanya. Dan saat ia menghubungi Nada, wanita itu sama sekali tidak bisa dia hubungi dan nomornya malah tidak aktif. Nada memang sengaja mematikan data ponselnya untuk menghindari pertengkaran dengan Dirga. Ia bahkan sama sekali tidak menyentuh ponselnya itu karena takut saat ia sedang memegang ponsel, Dirga melihatnya dan malah berpikir ia sedang bertukar pesan dengan Farhan. Jadi ia menghindari hal-hal yang akan membuat suaminya salah paham. Mendengar pertanyaan Farhan, Nada lantas mengangguk. "Iya, katanya teman Mbaknya melihat kita di mall dan temannya itu f
"Menyatukanmu dengan Dirga? Jangan harap! Aku malah akan membuat hubunganmu dengan Dirga semakin memburuk," ucap Delisha. Saat ini, ia sudah berdiri di depan rumah Nada dan Dirga. Dia memang sengaja datang ke rumah Nada untuk bicara di jam-jam yang mendekati Dirga pulang. Agar drama yang ia mainkan terlihat oleh Dirga dan kemarahan Dirga pada Nada semakin memuncak nanti. Setelah berdiri di depan teras rumah, Delisha mengetuk pintu rumah. Ceklek.Pintu akhirnya terbuka."Hai," ucap Delisha seraya melambaikan tangan. Ia memasang senyuman semanis mungkin dan tangannya mulai terlipat di bawah dada. "Mau apa kamu ke sini?" tanya Nada dengan nada yang ketus.Jujur saja, setelah pertengkarannya dengan sang suami, entah mengapa ia mencurigai wanita di hadapannya itu. Berpikir jika yang terjadi dengan rumah tangganya sekarang ada sangkut pautnya dengan Delisha."Ya mau bertemu dengan kamu lah," jawab Delisha dengan kedua tangan yang terlipat di bawah dada. "Mau apa?" Tidak mau kalah, Nad
"Astaghfirullah," ucap Dirga. Dia yang baru saja menghentikan laju mobilnya di depan teras rumah itu melihat Nada yang baru saja mendaratkan sebuah tamparan di pipi Delisha. "Kenapa Nada menampar, Delisha?" Dirga lantas keluar dari mobil dan memasuki pagar rumahnya. "Kasihan Mas Dirga, Nad. Dia sangat mencintai kamu." Sedikit jelas Dirga mendengar apa yang Delisha katakan karena wanita itu berbicara dengan nada yang terdengar emosional."Aaaaaarhhh!" "Delisha?" Dirga melihat Delisha yang terjatuh dari 3 anak tangga teras rumahnya. Melihatnya membuat Dirga berjalan cepat menghampiri wanita itu. "Kamu tidak apa-apa?" tanya Dirga pada Delisha. Kemudian membantu wanita itu untuk berdiri. "Gak pa-pa, Mas, tapi agak nyeri sedikit di pergelangan kakiku, kayaknya kakiku terkilir." Delisha lantas beranjak dari posisinya, namun ternyata kakinya benar-benar terasa sakit saat ditekan. "Ssshh ... aahhh ...." "Dia bohong, Mas! Dia lagi akting! Kamu jangan percaya sama racun yang dia keluarin d
Marwah tak henti-hentinya menangis. Bagaimana tidak, pria yang hidup dengannya hampir 30 tahun itu kini mengkhianati cinta dengan menikah lagi tanpa sepengetahuannya.Dan yang lebih gila, sang suami menikahi wanita yang lebih pantas menjadi putrinya. Lebih gila lagi, wanita itu adalah wanita yang hampir saja merusak rumah tangga putra mereka dan sempat menjadi simpanan putra mereka. Hatinya hancur, sakit tak terkira. Dadanya terasa sesak, nyeri seperti ribuan jarum berhasil menusuk hatinya. Tenggorokannya juga tercekat, hingga rasanya sulit sekali menarik napas dan menghirup udara. Ia begitu sangat sulit bernapas seperti ikan yang dilempar ke daratan."Mah?" panggil Dendi. Pandangan Marwah lantas beralih pada asal suara. Dilihatnya sang suami yang baru saja membuka pintu. Marwah yang sejak tadi duduk di tepi ranjang seraya terisak itu sontak beranjak dan berkata, "Kamu? Mau apa kamu ke sini, huh?" tanya Marwah dengan nada yang ketus. Nada suaranya juga terdengar gemetar."Aku minta
"Mau apa kamu ke sini?" Nada berbicara dengan ketus saat melihat Delisha yang baru saja datang. Delisha tak menjawab, ia malah memutar kedua bola matanya malas saat Nada bertanya. "Maaass?" ucapnya memanggil suaminya semakin mengacuhkan. Nada yang merasa geram itu lantas mendekati Delisha, kemudian memegang pergelangan tangan Delisha dan menariknya keluar. "Mau apa kamu? Lepas!" ucap Delisha dengan nada yang ketus saat Nada menariknya kasar. Sedang Nada, ia tidak peduli, ia malah semakin kasar menarik Delisha untuk keluar. Karena jujur saja, ia benar-benar geram dan muak sekali menghadapi Delisha yang kini tingkahnya semakin di luar batas. "Sayang?" panggil Dirga mengikuti sang istri yang berjalan keluar. Nina dan Ryan juga mengikuti langkah kaki Nada yang berjalan keluar. "Pelan-pelan, aku sedang hamil!" ketus Delisha, ia melepas dengan kasar tangan Nada saat mereka sudah berada di ruang depan. "Bagaimana kalau aku terjatuh dan bayiku kenapa-kenapa, huh?" "Bagus kalau
Dendi sama sekali tidak memperdulikan ucapan Delisha yang melarangnya untuk pulang. Walau wanita itu terus berteriak hingga membuat gendang telinganya terganggu, Dendi terus melangkah pergi. Setelah hampir 30 menit berada di perjalanan, akhirnya mobil yang Dendi kemudikan berhenti juga di depan sebuah halaman. Ia lantas keluar dari mobil dan masuk."Assalamualaikum," salam Dendi begitu masuk rumah. Dilihatnya rumah yang terlihat ramai dengan anak dan juga menantunya. Terkecuali putri sulungnya. Alih-alih mendapatkan sambutan baik dari anak dan menantunya, ia malah di tatap dengan tatapan sinis. Apalagi Nina, putrinya itu menatapnya dengan tatapan yang terlihat benci penuh amarah."Mau apa Papa ke sini?" tanya Nina dengan nada yang ketus. Menatap sang ayah dengan tatapan benci. Karena jujur saja ia sama sekali tidak menyangka dan juga tak percaya jika sang ayah yang selama ini ia hormati, ia segani dan ia anggap sebagai panutannya dan bahkan ia berharap bisa mempunyai suami yang pers
"Kenapa kamu datang ke acara pernikahan Nina? Sudah aku bilang untuk jangan bertingkah!" ucap Dendi dengan nada yang ketus pada Delisha. Walau diketusi, Delisha nampak acuh tak acuh. Ia duduk bersandar pada sofa seraya memainkan jari-jari lentiknya dan raut wajahnya terlihat santai seolah tak terjadi apa pun. 'Aku menunggu hari ini dengan tidak sabar, mana mungkin melewatkannya begitu saja,' ucap Delisha di dalam hati, "Dan akhirnya, semua yang terjadi hari ini benar-benar sesuai dengan ekspektasiku. Mereka semua nampak sangat kaget dan si Marwah itu hancur! Setelah urusanku dengan si Marwah itu selesai, tiba nantinya giliranmu Nada," batin Delisha lagi. Senyuman nampak terlihat di bibirnya saat ia sibuk dengan isi hati dalam lamunannya. Melihat Delisha yang malah tersenyum saat ia sedang banyak bicara, Dendi mulai geram dan kesal sekali. "Delisha! Aku sedang berbicara denganmu! Tatap suamimu jika sedang bicara!" "Apa sih? Berisik!" ucap Delisha mulai menatap pria paruh baya yan
"Apa? Jadi si Delisha itu sekarang istri dari ...." Ryan menatap Dirga tak percaya setelah mendengar pria itu bercerita tentang apa yang terjadi tadi siang. Kini, mereka semua sedang berkumpul di kediaman rumah Marwah. Nina dan Ryan nampak terlihat sangat shock. Hari di mana seharusnya menjadi hari paling membahagiakan, malah menjadi sebaliknya. Bahkan mereka yang seharusnya malam ini menikmati waktu bersama, harus mengesampingkannya dulu karena masalah yang dibuat oleh Delisha. Mendengar respon Ryan setelah ia bercerita, Dirga mengangguk. "Iya, perempuan sialan itu tadi mengatakannya dan Papa sama sekali tidak mengelak. Dia malah meminta maaf pada Mama, itu artinya yang dikatakan oleh si Delisha itu memang benar." Ryan dan Nina tak bersuara, sama-sama bingung bagaimana harus merespon. Apalagi Nina, ia begitu sangat shock mendengar ayahnya kembali menikah lagi dengan seorang wanita yang lebih pantas menjadi anaknya. "Demi apa pun aku benar-benar tidak habis pikir!" ucap Ryan,
"Apa maksud dari ucapanmu, huh?" tanya Nada, ia pun sama bingungnya. Pikiran buruk mulai terlintas di pikirannya. Apalagi melihat Delisha yang dengan berani menyelipkan tangan di siku lengan ayah mertuanya. Sedang ia tahu, jika keluarga suaminya adalah keluarga yang cukup agamis. Jelas tidak mungkin jika sang ayah mertua tetap diam saat di sentuh oleh wanita lain selain mahramnya. Jika demikian, itu artinya ...."Kok kamu masih tanya sih, Nad. Masa apa yang aku lakukan masih belum jelas dan tidak membuat kalian mengerti." "Delisha? Cukup! Kamu pergi dari sini dan jangan membuat keributan!" ucap Dendi."Apa sih, Mas? Kamu diam dan jangan banyak bicara! Aku sudah cukup lama menunggu hari ini tiba!" jawab Delisha. "Mas? Dia memanggil kamu Mas, Pah?! Apa maksudnya ini, huh?" tanya Marwah pada sang suami. Suaranya sedikit gemetar saat berbicara."Papa akan jelaskan nanti saat di rumah, Mah," jawab Dendi."Kenapa harus nanti sih, Mas? Sekarang saja," jawab Delisha dengan senyuman yang se
"Apa maksudnya keluarga? Jangan aneh-aneh ya, kamu! Pergi kamu dari sini!" usir Marwah dengan nada yang ketus. Raut wajahnya terlihat merah padam menahan marah. "Dasar perempuan tidak tahu diri! Sudah ditolak, masih saja mengejar anakku. Punya malu dong!" "Cih!" Delisha mengalihkan pandangan ke arah lain dan mendecih sinis. Ia juga nampak tersenyum smirk, senyuman jahat nampak terlihat begitu jelas di wajahnya. "Kamu tuh ada masalah apa sih sama aku, Sha? Kamu gak capek apa terus ganggu hidup aku? Aku tuh capek tau ngadepin kamu terus," sahut Nada bersuara. Pandangan Delisha lantas beralih pada Nada. "Sampai mati pun aku akan terus ada di sekitaran kamu, Nad. Aku akan terus menjadi bayang-bayang kamu dan akan terus mengganggu kamu," jawab Delisha, kali ini ia tidak memasang senyuman smirk, tapi senyumnya nampak terlihat sangat manis. Sayangnya, senyuman manis itu malah membuat Nada ngeri melihatnya. "Aku akan terus ada dalam pandanganmu, Nad," lanjutnya lagi. "Teruslah bermimpi,
"Dia di sini?" gumam Dirga saat membaca pesan dari Ryan yang mengatakan jika Delisha kini sedang berada di ruangan yang sama dengannya. "Kenapa, Mas?" tanya Nada saat dengan tak sengaja mendengar gumaman Dirga. Dirga lantas memperlihatkan layar ponselnya pada Nada seraya berkata, "Ryan bilang kalau Delisha ada di sini," jawab Dirga. "Delisha ada di sini? Mau apa di ke sini?" Nada bertanya walau ia tahu jika sang suami pasti tidak tahu jawabannya. "Mas? Bagaimana kalau dia buat masalah di sini." "Kamu jangan jauh-jauh dari aku," ucap Dirga mulai meraih telapak tangan Nada dan menggenggamnya. "Aku curiga dia datang ke sini mau berulah. Dia sama sekali tidak diundang, terus tiba-tiba ada di sini, jelas ini aneh, kan?" Nada diam sebentar sebelum akhirnya menjawab, otaknya nampak bekerja keras hingga akhirnya ia berkata, "Mas? Aku rasa saat aku tidak sengaja melihat dia di rumah sakit tempo hari itu, dia juga pasti melihat aku. Ada kemungkinan dia tahu aku ke dokter kandungan dan dia
"Yakin yang Nada dan ibumu lihat itu Delisha?" tanya Ryan setelah mendengar cerita yang baru saja Dirga katakan padanya. Dirga mengangguk. "Nada bilang kalau dia yakin itu Delisha, dan dia bilang kalau ibuku juga yakin kalau itu Delisha. Cuma ya belum pasti saja si Delisha itu datang ke rumah sakit untuk menemui dokter kandungan atau ke dokter spesialis yang lain." "Perlukah ku cari tahu?" Dirga menggelengkan kepalanya cepat. "Tidak usah, untuk apa? Dia bukan urusan kita. Untuk apa kita mengurusi hidup dia? Kita juga punya kesibukan masing-masing. Semisal dia betulan ke dokter kandungan, ya sudah ... kenapa memangnya? Mungkin dia sudah menikah, kan? Atau, semisal dia ke dokter spesialis yang lain, ya biarkan saja. Mungkin dia sakit dan sedang memeriksakan diri. Tidak usah pedulikan dia." "Ya memang, aku juga tidak peduli dia datang ke rumah sakit untuk apa. Tapi masalahnya kita bisa meminta pertanggung jawaban dia atas apa yang dia lakukan pada Nada. Dia membodohi kita dan secara