"Astaghfirullah," ucap Dirga. Dia yang baru saja menghentikan laju mobilnya di depan teras rumah itu melihat Nada yang baru saja mendaratkan sebuah tamparan di pipi Delisha. "Kenapa Nada menampar, Delisha?" Dirga lantas keluar dari mobil dan memasuki pagar rumahnya. "Kasihan Mas Dirga, Nad. Dia sangat mencintai kamu." Sedikit jelas Dirga mendengar apa yang Delisha katakan karena wanita itu berbicara dengan nada yang terdengar emosional."Aaaaaarhhh!" "Delisha?" Dirga melihat Delisha yang terjatuh dari 3 anak tangga teras rumahnya. Melihatnya membuat Dirga berjalan cepat menghampiri wanita itu. "Kamu tidak apa-apa?" tanya Dirga pada Delisha. Kemudian membantu wanita itu untuk berdiri. "Gak pa-pa, Mas, tapi agak nyeri sedikit di pergelangan kakiku, kayaknya kakiku terkilir." Delisha lantas beranjak dari posisinya, namun ternyata kakinya benar-benar terasa sakit saat ditekan. "Ssshh ... aahhh ...." "Dia bohong, Mas! Dia lagi akting! Kamu jangan percaya sama racun yang dia keluarin d
"Lepas!" sarkas Dirga menepis tangan sang istri dengan tenaga yang lumayan kuat hingga Nada terjatuh. "Auuwhh!" Nada memegang pinggang bagian belakangnya saat terjatuh. Membuat Dirga yang melihatnya cukup kaget. Dia lantas membantu Nada untuk beranjak. "Kamu tidak apa-apa?" tanya Dirga. Nada yang sudah berdiri itu menatap sang suami dengan tatapan kesal, ia menepis tangan Dirga yang memegangnya. Tanpa menjawab apa pun, ia langsung berbalik dan masuk ke rumah begitu saja. "Astaghfirullah," ucap Dirga mengusap wajah begitu frustasi. "Kamu bicara dengan istrimu, Mas. Bicara dengan kepala dingin dan jangan dengan emosi," ucap Delisha bersuara, "Aku pulang dulu." Delisha kembali meneruskan langkahnya, masih dengan langkah terpincang-pincang dengan sesekali dia mendesah nyeri. "Sshhh ...." Dirga yang melihatnya kini merasa dilema, ia harus masuk untuk bicara dengan Nada. Atau harus mengantarkan Delisha yang kakinya terkilir karena ulah sang istri. Karena merasa bersalah, Dirga akhirn
"Kandungan saya baik-baik saja kan, Bu Bidan? Tidak ada yang perlu dikhawatirkan? Bayinya tidak apa-apa?" tanya Nada dengan raut wajah yang masih panik dan khawatir. "Alhamdulillah baik-baik saja, tapi untuk sementara waktu jangan terlalu lelah dan jangan terlalu stress. Dan yang paling penting, hati-hati juga. Jangan sampai terjatuh lagi." Nada membuang napas lega setelah Bu Bidan mengatakan jika janinnya baik-baik saja. Tadi, setelah melihat ada noda darah di atas sprei ranjang, ia langsung bergegas ke bidan terdekat untuk memeriksakan kandungannya. Ia pendarahan karena terjatuh saat tak sengaja Dirga dorong tadi. Setelah keluar dari ruang bidan, Nada keluar untuk menunggu obat. Jarum jam di dinding ruangan tersebut sudah menunjukkan pukul 6 sore. Nada menatap layar ponsel, tak ada panggilan masuk dari sang suami. Membuatnya menjadi kesal. 'Dia sama sekali tidak mengkhawatirkan aku setelah membuat aku jatuh? Cih! Sepertinya sekarang aku benar-benar kalah. Delisha jauh lebih pint
"Habis dari mana kamu, huh? Menemui selingkuhanmu?" tanya Dirga dengan nada yang sarkas. Setelah mengantarkan Delisha pulang ke rumahnya, ia pun langsung pulang. Ia yang sudah kesal pada Nada itu kini semakin kesal karena tak melihat keberadaan Nada di rumah. Dirga sempat menurunkan emosinya saat adzan magrib berkumandang dan memilih untuk pergi ke masjid. Tetapi setelah pulang dari masjid dan melihat rumah yang masih sepi, ia kembali marah lagi. Hampir 2 jam ia menunggu Nada sejak setelah pulang mengantarkan Delisha, akhirnya di pukul setengah tujuh malam, Nada pulang juga. "Terserah kamu lah, Mas, mau ngomong apa, aku bodo amat!" jawab Nada dengan suara yang datar. "Mulai berani kurang ajar ya kamu sama suami?!" Nada yang tadi berniat hendak menaiki anak tangga itu menghentikan langkah, kemudian menatap Dirga dengan raut wajah yang kesal. "Aku ngomong biasa aja loh, Mas. Gak pake suara tinggi. Kurang ajar sebelah mananya sih? Justru yang kurang ajar itu kamu! Setelah bikin is
"Aku sudah berhenti bekerja dengan Kak Farhan. Kemarin saat dia menelfon aku, itu karena aku baru saja kirim pesan kalau aku berhenti. Bukan dia yang sengaja menghubungi aku. Demi apa pun aku tidak punya hubungan apa pun dengan dia, Mas." "Kamu berhenti kerja?" tanya Dirga memastikan. Manatap Nada dengan tatapan serius dan kaget. Nada memberikan anggukan, ia lantas mengambil ponsel yang tadi ia taruh di atas nakas. Mencari pesan dengan nama Farhan dan langsung memperlihatkan pesan yang ia kirim pada Farhan tempo hari. "Ada tanggal dan jamnya, aku gak bohong sama kamu," ucap Nada.Dirga melihat pesan di layar, ternyata benar kata sang istri. Istrinya itu mengirimkan pesan jika dia berhenti bekerja."Tadi siang aku kerja di hari terakhir, sekalian bicara dengan Kak Farhan juga tentang keputusan aku yang mau berhenti. Dan alhamdulillahnya dia mengizinkan aku berhenti setelah aku mengatakan alasannya. Demi kamu, walau tidak enak hati aku tetap mengatakannya pada dia. Untung saja dia m
"Ini kali ya kantornya Mbak Nina?" gumam Ryan, dia datang untuk mencari tahu sesuatu. Kemarin ia berjanji untuk membantu Nada mencari tahu tentang foto yang Mbak Nina kirim pada Dirga. Ia ingin tahu, dari teman yang mana Mbak Nina mendapatkan foto itu. Beruntung hari ini ia libur dan tidak ada mata pelajarannya. Jadi ia bisa mencari tahu hari ini juga. "Aku tunggu di sini saja, kantor biasa masuk jam delapan, kan? Ini masih jam setengah delapan. Mudah-mudahan Mbak Nina belum datang," ucap Ryan. Ia menunggu di dalam mobil yang ia parkirkan di seberang sebuah perusahaan. Hampir 15 menit menunggu, akhirnya yang ia tunggu datang juga. Dengan jelas ia melihat Nina di dalam mobil yang masuk ke perusahaan tersebut. Ia lantas keluar dari mobilnya juga dan menyebrang jalan. "Pak?" panggil Dirga pada satpam yang berjaga. "Mobil yang tadi itu mobilnya Mbak Nina?" "Aahh, yang silver itu? Iya, Mas. Itu Mbak Nina." "Bisa minta tolong, Pak. Katakan pada Mbak Nina kalau ada yang mencarinya. Ka
"Terima kasih, Pak," ucap Ryan pada seorang pria yang duduk di depan layar monitor memperlihatkan CCTV. Setelah kesulitan mendapatkan izin, akhirnya ia bisa juga melihat hasil CCTV dari restoran. Dia lantas keluar, bersama dengan Nina. Wanita itu tadi ikut dengannya untuk mencari informasi. "Bagaimana sekarang? Masih berpikir Nada wanita murahan setelah melihat CCTV?" tanya Ryan pada Nina. Nina yang ditanya itu diam tak menjawab. Ia jadi merasa bersalah karena sudah menuduh Nada tanpa bukti yang kuat. "Aku dengar Mbak Nina tidak suka pada Nada? Kenapa?" tanya Ryan. "Padahal Nada baik loh, aku mengenal dia sejak lama. Dia adik kelasku waktu SMA. Sedikit jelas aku tahu bagaimana sifat dia. Orang yang tidak suka dengan dia biasanya karena dia iri." "Aku tidak iri pada dia!" sahut Nina. "Terus kenapa Mbak Nina gak suka sama Nada? Salah dia apa?" "Bukan urusan kamu! Sudah, sekarang antarkan aku ke kantor lagi!" ucap Nina berjalan pergi. Ryan membuang napas kasar, ia mengikuti lang
"Bagaimana keadaan Nada? Sudah membaik?" tanya Ryan begitu masuk ke ruang guru dan dilihatnya Dirga yang sedang duduk di kursinya sibuk dengan buku-bukunya. Dirga yang mendengar pun sontak menatap Ryan dengan alis yang bertaut. "Kamu tahu kalau Nada baru saja pendarahan?" tanya Dirga. "Ya tahu. Orang kemarin aku gak sengaja liat dia yang baru aja keluar dari bidan, aku anterin aja dia sampe depan komplek rumah kalian. Kamu jangan marah dan berpikir aku tega membiarkan dia jalan sendiri saat masuk komplek padahal dia baru saja pendarahan. Aku sudah menawarkan dia untuk diantar sampai rumah, tapi dia menolak. Katanya gak enak karena aku jadi makin jauh pulangnya. Aku juga udah paksa gak masalah, tapi dia juga maksa gak mau. Jadi ya sudah." Dirga menelan salivanya saat mendengar penjelasan Ryan. Jadi kemarin yang mengantarkan istrinya sampai di depan komplek seperti yang menjadi bahan gosip para tetangganya itu bukanlah Farhan, tetapi Ryan?"Astaghfirullah," ucap Dirga, ia memegang ke
Marwah tak henti-hentinya menangis. Bagaimana tidak, pria yang hidup dengannya hampir 30 tahun itu kini mengkhianati cinta dengan menikah lagi tanpa sepengetahuannya.Dan yang lebih gila, sang suami menikahi wanita yang lebih pantas menjadi putrinya. Lebih gila lagi, wanita itu adalah wanita yang hampir saja merusak rumah tangga putra mereka dan sempat menjadi simpanan putra mereka. Hatinya hancur, sakit tak terkira. Dadanya terasa sesak, nyeri seperti ribuan jarum berhasil menusuk hatinya. Tenggorokannya juga tercekat, hingga rasanya sulit sekali menarik napas dan menghirup udara. Ia begitu sangat sulit bernapas seperti ikan yang dilempar ke daratan."Mah?" panggil Dendi. Pandangan Marwah lantas beralih pada asal suara. Dilihatnya sang suami yang baru saja membuka pintu. Marwah yang sejak tadi duduk di tepi ranjang seraya terisak itu sontak beranjak dan berkata, "Kamu? Mau apa kamu ke sini, huh?" tanya Marwah dengan nada yang ketus. Nada suaranya juga terdengar gemetar."Aku minta
"Mau apa kamu ke sini?" Nada berbicara dengan ketus saat melihat Delisha yang baru saja datang. Delisha tak menjawab, ia malah memutar kedua bola matanya malas saat Nada bertanya. "Maaass?" ucapnya memanggil suaminya semakin mengacuhkan. Nada yang merasa geram itu lantas mendekati Delisha, kemudian memegang pergelangan tangan Delisha dan menariknya keluar. "Mau apa kamu? Lepas!" ucap Delisha dengan nada yang ketus saat Nada menariknya kasar. Sedang Nada, ia tidak peduli, ia malah semakin kasar menarik Delisha untuk keluar. Karena jujur saja, ia benar-benar geram dan muak sekali menghadapi Delisha yang kini tingkahnya semakin di luar batas. "Sayang?" panggil Dirga mengikuti sang istri yang berjalan keluar. Nina dan Ryan juga mengikuti langkah kaki Nada yang berjalan keluar. "Pelan-pelan, aku sedang hamil!" ketus Delisha, ia melepas dengan kasar tangan Nada saat mereka sudah berada di ruang depan. "Bagaimana kalau aku terjatuh dan bayiku kenapa-kenapa, huh?" "Bagus kalau
Dendi sama sekali tidak memperdulikan ucapan Delisha yang melarangnya untuk pulang. Walau wanita itu terus berteriak hingga membuat gendang telinganya terganggu, Dendi terus melangkah pergi. Setelah hampir 30 menit berada di perjalanan, akhirnya mobil yang Dendi kemudikan berhenti juga di depan sebuah halaman. Ia lantas keluar dari mobil dan masuk."Assalamualaikum," salam Dendi begitu masuk rumah. Dilihatnya rumah yang terlihat ramai dengan anak dan juga menantunya. Terkecuali putri sulungnya. Alih-alih mendapatkan sambutan baik dari anak dan menantunya, ia malah di tatap dengan tatapan sinis. Apalagi Nina, putrinya itu menatapnya dengan tatapan yang terlihat benci penuh amarah."Mau apa Papa ke sini?" tanya Nina dengan nada yang ketus. Menatap sang ayah dengan tatapan benci. Karena jujur saja ia sama sekali tidak menyangka dan juga tak percaya jika sang ayah yang selama ini ia hormati, ia segani dan ia anggap sebagai panutannya dan bahkan ia berharap bisa mempunyai suami yang pers
"Kenapa kamu datang ke acara pernikahan Nina? Sudah aku bilang untuk jangan bertingkah!" ucap Dendi dengan nada yang ketus pada Delisha. Walau diketusi, Delisha nampak acuh tak acuh. Ia duduk bersandar pada sofa seraya memainkan jari-jari lentiknya dan raut wajahnya terlihat santai seolah tak terjadi apa pun. 'Aku menunggu hari ini dengan tidak sabar, mana mungkin melewatkannya begitu saja,' ucap Delisha di dalam hati, "Dan akhirnya, semua yang terjadi hari ini benar-benar sesuai dengan ekspektasiku. Mereka semua nampak sangat kaget dan si Marwah itu hancur! Setelah urusanku dengan si Marwah itu selesai, tiba nantinya giliranmu Nada," batin Delisha lagi. Senyuman nampak terlihat di bibirnya saat ia sibuk dengan isi hati dalam lamunannya. Melihat Delisha yang malah tersenyum saat ia sedang banyak bicara, Dendi mulai geram dan kesal sekali. "Delisha! Aku sedang berbicara denganmu! Tatap suamimu jika sedang bicara!" "Apa sih? Berisik!" ucap Delisha mulai menatap pria paruh baya yan
"Apa? Jadi si Delisha itu sekarang istri dari ...." Ryan menatap Dirga tak percaya setelah mendengar pria itu bercerita tentang apa yang terjadi tadi siang. Kini, mereka semua sedang berkumpul di kediaman rumah Marwah. Nina dan Ryan nampak terlihat sangat shock. Hari di mana seharusnya menjadi hari paling membahagiakan, malah menjadi sebaliknya. Bahkan mereka yang seharusnya malam ini menikmati waktu bersama, harus mengesampingkannya dulu karena masalah yang dibuat oleh Delisha. Mendengar respon Ryan setelah ia bercerita, Dirga mengangguk. "Iya, perempuan sialan itu tadi mengatakannya dan Papa sama sekali tidak mengelak. Dia malah meminta maaf pada Mama, itu artinya yang dikatakan oleh si Delisha itu memang benar." Ryan dan Nina tak bersuara, sama-sama bingung bagaimana harus merespon. Apalagi Nina, ia begitu sangat shock mendengar ayahnya kembali menikah lagi dengan seorang wanita yang lebih pantas menjadi anaknya. "Demi apa pun aku benar-benar tidak habis pikir!" ucap Ryan,
"Apa maksud dari ucapanmu, huh?" tanya Nada, ia pun sama bingungnya. Pikiran buruk mulai terlintas di pikirannya. Apalagi melihat Delisha yang dengan berani menyelipkan tangan di siku lengan ayah mertuanya. Sedang ia tahu, jika keluarga suaminya adalah keluarga yang cukup agamis. Jelas tidak mungkin jika sang ayah mertua tetap diam saat di sentuh oleh wanita lain selain mahramnya. Jika demikian, itu artinya ...."Kok kamu masih tanya sih, Nad. Masa apa yang aku lakukan masih belum jelas dan tidak membuat kalian mengerti." "Delisha? Cukup! Kamu pergi dari sini dan jangan membuat keributan!" ucap Dendi."Apa sih, Mas? Kamu diam dan jangan banyak bicara! Aku sudah cukup lama menunggu hari ini tiba!" jawab Delisha. "Mas? Dia memanggil kamu Mas, Pah?! Apa maksudnya ini, huh?" tanya Marwah pada sang suami. Suaranya sedikit gemetar saat berbicara."Papa akan jelaskan nanti saat di rumah, Mah," jawab Dendi."Kenapa harus nanti sih, Mas? Sekarang saja," jawab Delisha dengan senyuman yang se
"Apa maksudnya keluarga? Jangan aneh-aneh ya, kamu! Pergi kamu dari sini!" usir Marwah dengan nada yang ketus. Raut wajahnya terlihat merah padam menahan marah. "Dasar perempuan tidak tahu diri! Sudah ditolak, masih saja mengejar anakku. Punya malu dong!" "Cih!" Delisha mengalihkan pandangan ke arah lain dan mendecih sinis. Ia juga nampak tersenyum smirk, senyuman jahat nampak terlihat begitu jelas di wajahnya. "Kamu tuh ada masalah apa sih sama aku, Sha? Kamu gak capek apa terus ganggu hidup aku? Aku tuh capek tau ngadepin kamu terus," sahut Nada bersuara. Pandangan Delisha lantas beralih pada Nada. "Sampai mati pun aku akan terus ada di sekitaran kamu, Nad. Aku akan terus menjadi bayang-bayang kamu dan akan terus mengganggu kamu," jawab Delisha, kali ini ia tidak memasang senyuman smirk, tapi senyumnya nampak terlihat sangat manis. Sayangnya, senyuman manis itu malah membuat Nada ngeri melihatnya. "Aku akan terus ada dalam pandanganmu, Nad," lanjutnya lagi. "Teruslah bermimpi,
"Dia di sini?" gumam Dirga saat membaca pesan dari Ryan yang mengatakan jika Delisha kini sedang berada di ruangan yang sama dengannya. "Kenapa, Mas?" tanya Nada saat dengan tak sengaja mendengar gumaman Dirga. Dirga lantas memperlihatkan layar ponselnya pada Nada seraya berkata, "Ryan bilang kalau Delisha ada di sini," jawab Dirga. "Delisha ada di sini? Mau apa di ke sini?" Nada bertanya walau ia tahu jika sang suami pasti tidak tahu jawabannya. "Mas? Bagaimana kalau dia buat masalah di sini." "Kamu jangan jauh-jauh dari aku," ucap Dirga mulai meraih telapak tangan Nada dan menggenggamnya. "Aku curiga dia datang ke sini mau berulah. Dia sama sekali tidak diundang, terus tiba-tiba ada di sini, jelas ini aneh, kan?" Nada diam sebentar sebelum akhirnya menjawab, otaknya nampak bekerja keras hingga akhirnya ia berkata, "Mas? Aku rasa saat aku tidak sengaja melihat dia di rumah sakit tempo hari itu, dia juga pasti melihat aku. Ada kemungkinan dia tahu aku ke dokter kandungan dan dia
"Yakin yang Nada dan ibumu lihat itu Delisha?" tanya Ryan setelah mendengar cerita yang baru saja Dirga katakan padanya. Dirga mengangguk. "Nada bilang kalau dia yakin itu Delisha, dan dia bilang kalau ibuku juga yakin kalau itu Delisha. Cuma ya belum pasti saja si Delisha itu datang ke rumah sakit untuk menemui dokter kandungan atau ke dokter spesialis yang lain." "Perlukah ku cari tahu?" Dirga menggelengkan kepalanya cepat. "Tidak usah, untuk apa? Dia bukan urusan kita. Untuk apa kita mengurusi hidup dia? Kita juga punya kesibukan masing-masing. Semisal dia betulan ke dokter kandungan, ya sudah ... kenapa memangnya? Mungkin dia sudah menikah, kan? Atau, semisal dia ke dokter spesialis yang lain, ya biarkan saja. Mungkin dia sakit dan sedang memeriksakan diri. Tidak usah pedulikan dia." "Ya memang, aku juga tidak peduli dia datang ke rumah sakit untuk apa. Tapi masalahnya kita bisa meminta pertanggung jawaban dia atas apa yang dia lakukan pada Nada. Dia membodohi kita dan secara