"Apa maksud dari ucapanmu, huh?" tanya Nada, ia pun sama bingungnya. Pikiran buruk mulai terlintas di pikirannya. Apalagi melihat Delisha yang dengan berani menyelipkan tangan di siku lengan ayah mertuanya. Sedang ia tahu, jika keluarga suaminya adalah keluarga yang cukup agamis. Jelas tidak mungkin jika sang ayah mertua tetap diam saat di sentuh oleh wanita lain selain mahramnya. Jika demikian, itu artinya ...."Kok kamu masih tanya sih, Nad. Masa apa yang aku lakukan masih belum jelas dan tidak membuat kalian mengerti." "Delisha? Cukup! Kamu pergi dari sini dan jangan membuat keributan!" ucap Dendi."Apa sih, Mas? Kamu diam dan jangan banyak bicara! Aku sudah cukup lama menunggu hari ini tiba!" jawab Delisha. "Mas? Dia memanggil kamu Mas, Pah?! Apa maksudnya ini, huh?" tanya Marwah pada sang suami. Suaranya sedikit gemetar saat berbicara."Papa akan jelaskan nanti saat di rumah, Mah," jawab Dendi."Kenapa harus nanti sih, Mas? Sekarang saja," jawab Delisha dengan senyuman yang se
"Apa? Jadi si Delisha itu sekarang istri dari ...." Ryan menatap Dirga tak percaya setelah mendengar pria itu bercerita tentang apa yang terjadi tadi siang. Kini, mereka semua sedang berkumpul di kediaman rumah Marwah. Nina dan Ryan nampak terlihat sangat shock. Hari di mana seharusnya menjadi hari paling membahagiakan, malah menjadi sebaliknya. Bahkan mereka yang seharusnya malam ini menikmati waktu bersama, harus mengesampingkannya dulu karena masalah yang dibuat oleh Delisha. Mendengar respon Ryan setelah ia bercerita, Dirga mengangguk. "Iya, perempuan sialan itu tadi mengatakannya dan Papa sama sekali tidak mengelak. Dia malah meminta maaf pada Mama, itu artinya yang dikatakan oleh si Delisha itu memang benar." Ryan dan Nina tak bersuara, sama-sama bingung bagaimana harus merespon. Apalagi Nina, ia begitu sangat shock mendengar ayahnya kembali menikah lagi dengan seorang wanita yang lebih pantas menjadi anaknya. "Demi apa pun aku benar-benar tidak habis pikir!" ucap Ryan,
"Kenapa kamu datang ke acara pernikahan Nina? Sudah aku bilang untuk jangan bertingkah!" ucap Dendi dengan nada yang ketus pada Delisha. Walau diketusi, Delisha nampak acuh tak acuh. Ia duduk bersandar pada sofa seraya memainkan jari-jari lentiknya dan raut wajahnya terlihat santai seolah tak terjadi apa pun. 'Aku menunggu hari ini dengan tidak sabar, mana mungkin melewatkannya begitu saja,' ucap Delisha di dalam hati, "Dan akhirnya, semua yang terjadi hari ini benar-benar sesuai dengan ekspektasiku. Mereka semua nampak sangat kaget dan si Marwah itu hancur! Setelah urusanku dengan si Marwah itu selesai, tiba nantinya giliranmu Nada," batin Delisha lagi. Senyuman nampak terlihat di bibirnya saat ia sibuk dengan isi hati dalam lamunannya. Melihat Delisha yang malah tersenyum saat ia sedang banyak bicara, Dendi mulai geram dan kesal sekali. "Delisha! Aku sedang berbicara denganmu! Tatap suamimu jika sedang bicara!" "Apa sih? Berisik!" ucap Delisha mulai menatap pria paruh baya yan
Dendi sama sekali tidak memperdulikan ucapan Delisha yang melarangnya untuk pulang. Walau wanita itu terus berteriak hingga membuat gendang telinganya terganggu, Dendi terus melangkah pergi. Setelah hampir 30 menit berada di perjalanan, akhirnya mobil yang Dendi kemudikan berhenti juga di depan sebuah halaman. Ia lantas keluar dari mobil dan masuk."Assalamualaikum," salam Dendi begitu masuk rumah. Dilihatnya rumah yang terlihat ramai dengan anak dan juga menantunya. Terkecuali putri sulungnya. Alih-alih mendapatkan sambutan baik dari anak dan menantunya, ia malah di tatap dengan tatapan sinis. Apalagi Nina, putrinya itu menatapnya dengan tatapan yang terlihat benci penuh amarah."Mau apa Papa ke sini?" tanya Nina dengan nada yang ketus. Menatap sang ayah dengan tatapan benci. Karena jujur saja ia sama sekali tidak menyangka dan juga tak percaya jika sang ayah yang selama ini ia hormati, ia segani dan ia anggap sebagai panutannya dan bahkan ia berharap bisa mempunyai suami yang pers
"Mau apa kamu ke sini?" Nada berbicara dengan ketus saat melihat Delisha yang baru saja datang. Delisha tak menjawab, ia malah memutar kedua bola matanya malas saat Nada bertanya. "Maaass?" ucapnya memanggil suaminya semakin mengacuhkan. Nada yang merasa geram itu lantas mendekati Delisha, kemudian memegang pergelangan tangan Delisha dan menariknya keluar. "Mau apa kamu? Lepas!" ucap Delisha dengan nada yang ketus saat Nada menariknya kasar. Sedang Nada, ia tidak peduli, ia malah semakin kasar menarik Delisha untuk keluar. Karena jujur saja, ia benar-benar geram dan muak sekali menghadapi Delisha yang kini tingkahnya semakin di luar batas. "Sayang?" panggil Dirga mengikuti sang istri yang berjalan keluar. Nina dan Ryan juga mengikuti langkah kaki Nada yang berjalan keluar. "Pelan-pelan, aku sedang hamil!" ketus Delisha, ia melepas dengan kasar tangan Nada saat mereka sudah berada di ruang depan. "Bagaimana kalau aku terjatuh dan bayiku kenapa-kenapa, huh?" "Bagus kalau
Marwah tak henti-hentinya menangis. Bagaimana tidak, pria yang hidup dengannya hampir 30 tahun itu kini mengkhianati cinta dengan menikah lagi tanpa sepengetahuannya.Dan yang lebih gila, sang suami menikahi wanita yang lebih pantas menjadi putrinya. Lebih gila lagi, wanita itu adalah wanita yang hampir saja merusak rumah tangga putra mereka dan sempat menjadi simpanan putra mereka. Hatinya hancur, sakit tak terkira. Dadanya terasa sesak, nyeri seperti ribuan jarum berhasil menusuk hatinya. Tenggorokannya juga tercekat, hingga rasanya sulit sekali menarik napas dan menghirup udara. Ia begitu sangat sulit bernapas seperti ikan yang dilempar ke daratan."Mah?" panggil Dendi. Pandangan Marwah lantas beralih pada asal suara. Dilihatnya sang suami yang baru saja membuka pintu. Marwah yang sejak tadi duduk di tepi ranjang seraya terisak itu sontak beranjak dan berkata, "Kamu? Mau apa kamu ke sini, huh?" tanya Marwah dengan nada yang ketus. Nada suaranya juga terdengar gemetar."Aku minta
"Mbaknya positif hamil ... usia kandungan sudah jalan 5 minggu," ucap seorang dokter wanita di depan Nada, dengan nada lembut dan senyumanNada mengerjap, masih tidak percaya dengan apa yang didengarnya. Dua detik kemudian, ia tersenyum bahagia dengan setetes air mata menggenang.Ia akan segera menjadi seorang ibu. Ibu untuk anaknya Dirga, suaminya yang dinikahinya setengah tahun lalu.Hubungannya dengan Dirga memang terbilang singkat. Mereka menikah karena dijodohkan dan pendekatan mereka tidak terlalu lama. Hanya sebulan setelah diperkenalkan oleh kedua orang tua.Sejak melihat Dirga yang pertama kali, Nada langsung jatuh hati. Bagaimana tidak, suaminya itu mempunyai paras yang lumayan tampan, gagah dan dalam hal mendekatinya, saat itu Dirga terbilang pria romantis.Nada memegang perutnya yang masih rata. ‘Selamat datang, Nak… semoga kamu tumbuh sehat dan membuat Ummi dan Abi-mu semakin harmonis dan bahagia….’Setelah mendengar satu dua wejangan lagi, Nada pun keluar dari ruangan do
Nada menatap Dirga tak percaya, kenapa suaminya sejahat itu padanya?“D-Delisha?” bibir Nada terbata.Dirga dan Delisha memang satu tempat kerja, mereka sama-sama guru di sebuah sekolah internasional. Nada tidak pernah sekalipun mencurigai sahabatnya itu, walaupun berkali-kali mendapati pesan Delisha masuk ke ponsel suaminya.Ia kira, itu hanya masalah pekerjaan. Saat Dirga sering izin pergi bersama Delisha pun ia tidak terlalu memikirkannya.“Sejak kapan, Mas… K-kenapa kamu tega….” air mata Nada mengalir, membuatnya tidak bisa menyelesaikan kata-katanya.Dirga hanya menundukkan kepala. “Mas mohon, izinkan Mas mengkhitbah Delisha, Nad.”Nada berdiri, sama sekali tidak menjawab permohonan Dirga tersebut. Lantas, ia berbalik memutar tubuh. Ia memilih pergi menaiki tangga menuju kamarnya tanpa menjawab keinginan Dirga.Tidak akan mencium bau surga bagi para wanita yang meminta cerai pada suaminya tanpa alasan.Nada menangis sesegukan di kamarnya, kenapa harus sesakit ini? Kenapa harus ad
Marwah tak henti-hentinya menangis. Bagaimana tidak, pria yang hidup dengannya hampir 30 tahun itu kini mengkhianati cinta dengan menikah lagi tanpa sepengetahuannya.Dan yang lebih gila, sang suami menikahi wanita yang lebih pantas menjadi putrinya. Lebih gila lagi, wanita itu adalah wanita yang hampir saja merusak rumah tangga putra mereka dan sempat menjadi simpanan putra mereka. Hatinya hancur, sakit tak terkira. Dadanya terasa sesak, nyeri seperti ribuan jarum berhasil menusuk hatinya. Tenggorokannya juga tercekat, hingga rasanya sulit sekali menarik napas dan menghirup udara. Ia begitu sangat sulit bernapas seperti ikan yang dilempar ke daratan."Mah?" panggil Dendi. Pandangan Marwah lantas beralih pada asal suara. Dilihatnya sang suami yang baru saja membuka pintu. Marwah yang sejak tadi duduk di tepi ranjang seraya terisak itu sontak beranjak dan berkata, "Kamu? Mau apa kamu ke sini, huh?" tanya Marwah dengan nada yang ketus. Nada suaranya juga terdengar gemetar."Aku minta
"Mau apa kamu ke sini?" Nada berbicara dengan ketus saat melihat Delisha yang baru saja datang. Delisha tak menjawab, ia malah memutar kedua bola matanya malas saat Nada bertanya. "Maaass?" ucapnya memanggil suaminya semakin mengacuhkan. Nada yang merasa geram itu lantas mendekati Delisha, kemudian memegang pergelangan tangan Delisha dan menariknya keluar. "Mau apa kamu? Lepas!" ucap Delisha dengan nada yang ketus saat Nada menariknya kasar. Sedang Nada, ia tidak peduli, ia malah semakin kasar menarik Delisha untuk keluar. Karena jujur saja, ia benar-benar geram dan muak sekali menghadapi Delisha yang kini tingkahnya semakin di luar batas. "Sayang?" panggil Dirga mengikuti sang istri yang berjalan keluar. Nina dan Ryan juga mengikuti langkah kaki Nada yang berjalan keluar. "Pelan-pelan, aku sedang hamil!" ketus Delisha, ia melepas dengan kasar tangan Nada saat mereka sudah berada di ruang depan. "Bagaimana kalau aku terjatuh dan bayiku kenapa-kenapa, huh?" "Bagus kalau
Dendi sama sekali tidak memperdulikan ucapan Delisha yang melarangnya untuk pulang. Walau wanita itu terus berteriak hingga membuat gendang telinganya terganggu, Dendi terus melangkah pergi. Setelah hampir 30 menit berada di perjalanan, akhirnya mobil yang Dendi kemudikan berhenti juga di depan sebuah halaman. Ia lantas keluar dari mobil dan masuk."Assalamualaikum," salam Dendi begitu masuk rumah. Dilihatnya rumah yang terlihat ramai dengan anak dan juga menantunya. Terkecuali putri sulungnya. Alih-alih mendapatkan sambutan baik dari anak dan menantunya, ia malah di tatap dengan tatapan sinis. Apalagi Nina, putrinya itu menatapnya dengan tatapan yang terlihat benci penuh amarah."Mau apa Papa ke sini?" tanya Nina dengan nada yang ketus. Menatap sang ayah dengan tatapan benci. Karena jujur saja ia sama sekali tidak menyangka dan juga tak percaya jika sang ayah yang selama ini ia hormati, ia segani dan ia anggap sebagai panutannya dan bahkan ia berharap bisa mempunyai suami yang pers
"Kenapa kamu datang ke acara pernikahan Nina? Sudah aku bilang untuk jangan bertingkah!" ucap Dendi dengan nada yang ketus pada Delisha. Walau diketusi, Delisha nampak acuh tak acuh. Ia duduk bersandar pada sofa seraya memainkan jari-jari lentiknya dan raut wajahnya terlihat santai seolah tak terjadi apa pun. 'Aku menunggu hari ini dengan tidak sabar, mana mungkin melewatkannya begitu saja,' ucap Delisha di dalam hati, "Dan akhirnya, semua yang terjadi hari ini benar-benar sesuai dengan ekspektasiku. Mereka semua nampak sangat kaget dan si Marwah itu hancur! Setelah urusanku dengan si Marwah itu selesai, tiba nantinya giliranmu Nada," batin Delisha lagi. Senyuman nampak terlihat di bibirnya saat ia sibuk dengan isi hati dalam lamunannya. Melihat Delisha yang malah tersenyum saat ia sedang banyak bicara, Dendi mulai geram dan kesal sekali. "Delisha! Aku sedang berbicara denganmu! Tatap suamimu jika sedang bicara!" "Apa sih? Berisik!" ucap Delisha mulai menatap pria paruh baya yan
"Apa? Jadi si Delisha itu sekarang istri dari ...." Ryan menatap Dirga tak percaya setelah mendengar pria itu bercerita tentang apa yang terjadi tadi siang. Kini, mereka semua sedang berkumpul di kediaman rumah Marwah. Nina dan Ryan nampak terlihat sangat shock. Hari di mana seharusnya menjadi hari paling membahagiakan, malah menjadi sebaliknya. Bahkan mereka yang seharusnya malam ini menikmati waktu bersama, harus mengesampingkannya dulu karena masalah yang dibuat oleh Delisha. Mendengar respon Ryan setelah ia bercerita, Dirga mengangguk. "Iya, perempuan sialan itu tadi mengatakannya dan Papa sama sekali tidak mengelak. Dia malah meminta maaf pada Mama, itu artinya yang dikatakan oleh si Delisha itu memang benar." Ryan dan Nina tak bersuara, sama-sama bingung bagaimana harus merespon. Apalagi Nina, ia begitu sangat shock mendengar ayahnya kembali menikah lagi dengan seorang wanita yang lebih pantas menjadi anaknya. "Demi apa pun aku benar-benar tidak habis pikir!" ucap Ryan,
"Apa maksud dari ucapanmu, huh?" tanya Nada, ia pun sama bingungnya. Pikiran buruk mulai terlintas di pikirannya. Apalagi melihat Delisha yang dengan berani menyelipkan tangan di siku lengan ayah mertuanya. Sedang ia tahu, jika keluarga suaminya adalah keluarga yang cukup agamis. Jelas tidak mungkin jika sang ayah mertua tetap diam saat di sentuh oleh wanita lain selain mahramnya. Jika demikian, itu artinya ...."Kok kamu masih tanya sih, Nad. Masa apa yang aku lakukan masih belum jelas dan tidak membuat kalian mengerti." "Delisha? Cukup! Kamu pergi dari sini dan jangan membuat keributan!" ucap Dendi."Apa sih, Mas? Kamu diam dan jangan banyak bicara! Aku sudah cukup lama menunggu hari ini tiba!" jawab Delisha. "Mas? Dia memanggil kamu Mas, Pah?! Apa maksudnya ini, huh?" tanya Marwah pada sang suami. Suaranya sedikit gemetar saat berbicara."Papa akan jelaskan nanti saat di rumah, Mah," jawab Dendi."Kenapa harus nanti sih, Mas? Sekarang saja," jawab Delisha dengan senyuman yang se
"Apa maksudnya keluarga? Jangan aneh-aneh ya, kamu! Pergi kamu dari sini!" usir Marwah dengan nada yang ketus. Raut wajahnya terlihat merah padam menahan marah. "Dasar perempuan tidak tahu diri! Sudah ditolak, masih saja mengejar anakku. Punya malu dong!" "Cih!" Delisha mengalihkan pandangan ke arah lain dan mendecih sinis. Ia juga nampak tersenyum smirk, senyuman jahat nampak terlihat begitu jelas di wajahnya. "Kamu tuh ada masalah apa sih sama aku, Sha? Kamu gak capek apa terus ganggu hidup aku? Aku tuh capek tau ngadepin kamu terus," sahut Nada bersuara. Pandangan Delisha lantas beralih pada Nada. "Sampai mati pun aku akan terus ada di sekitaran kamu, Nad. Aku akan terus menjadi bayang-bayang kamu dan akan terus mengganggu kamu," jawab Delisha, kali ini ia tidak memasang senyuman smirk, tapi senyumnya nampak terlihat sangat manis. Sayangnya, senyuman manis itu malah membuat Nada ngeri melihatnya. "Aku akan terus ada dalam pandanganmu, Nad," lanjutnya lagi. "Teruslah bermimpi,
"Dia di sini?" gumam Dirga saat membaca pesan dari Ryan yang mengatakan jika Delisha kini sedang berada di ruangan yang sama dengannya. "Kenapa, Mas?" tanya Nada saat dengan tak sengaja mendengar gumaman Dirga. Dirga lantas memperlihatkan layar ponselnya pada Nada seraya berkata, "Ryan bilang kalau Delisha ada di sini," jawab Dirga. "Delisha ada di sini? Mau apa di ke sini?" Nada bertanya walau ia tahu jika sang suami pasti tidak tahu jawabannya. "Mas? Bagaimana kalau dia buat masalah di sini." "Kamu jangan jauh-jauh dari aku," ucap Dirga mulai meraih telapak tangan Nada dan menggenggamnya. "Aku curiga dia datang ke sini mau berulah. Dia sama sekali tidak diundang, terus tiba-tiba ada di sini, jelas ini aneh, kan?" Nada diam sebentar sebelum akhirnya menjawab, otaknya nampak bekerja keras hingga akhirnya ia berkata, "Mas? Aku rasa saat aku tidak sengaja melihat dia di rumah sakit tempo hari itu, dia juga pasti melihat aku. Ada kemungkinan dia tahu aku ke dokter kandungan dan dia
"Yakin yang Nada dan ibumu lihat itu Delisha?" tanya Ryan setelah mendengar cerita yang baru saja Dirga katakan padanya. Dirga mengangguk. "Nada bilang kalau dia yakin itu Delisha, dan dia bilang kalau ibuku juga yakin kalau itu Delisha. Cuma ya belum pasti saja si Delisha itu datang ke rumah sakit untuk menemui dokter kandungan atau ke dokter spesialis yang lain." "Perlukah ku cari tahu?" Dirga menggelengkan kepalanya cepat. "Tidak usah, untuk apa? Dia bukan urusan kita. Untuk apa kita mengurusi hidup dia? Kita juga punya kesibukan masing-masing. Semisal dia betulan ke dokter kandungan, ya sudah ... kenapa memangnya? Mungkin dia sudah menikah, kan? Atau, semisal dia ke dokter spesialis yang lain, ya biarkan saja. Mungkin dia sakit dan sedang memeriksakan diri. Tidak usah pedulikan dia." "Ya memang, aku juga tidak peduli dia datang ke rumah sakit untuk apa. Tapi masalahnya kita bisa meminta pertanggung jawaban dia atas apa yang dia lakukan pada Nada. Dia membodohi kita dan secara