Nada menatap Dirga tak percaya, kenapa suaminya sejahat itu padanya?
“D-Delisha?” bibir Nada terbata.
Dirga dan Delisha memang satu tempat kerja, mereka sama-sama guru di sebuah sekolah internasional. Nada tidak pernah sekalipun mencurigai sahabatnya itu, walaupun berkali-kali mendapati pesan Delisha masuk ke ponsel suaminya.
Ia kira, itu hanya masalah pekerjaan. Saat Dirga sering izin pergi bersama Delisha pun ia tidak terlalu memikirkannya.
“Sejak kapan, Mas… K-kenapa kamu tega….” air mata Nada mengalir, membuatnya tidak bisa menyelesaikan kata-katanya.
Dirga hanya menundukkan kepala. “Mas mohon, izinkan Mas mengkhitbah Delisha, Nad.”
Nada berdiri, sama sekali tidak menjawab permohonan Dirga tersebut. Lantas, ia berbalik memutar tubuh. Ia memilih pergi menaiki tangga menuju kamarnya tanpa menjawab keinginan Dirga.
Tidak akan mencium bau surga bagi para wanita yang meminta cerai pada suaminya tanpa alasan.
Nada menangis sesegukan di kamarnya, kenapa harus sesakit ini? Kenapa harus ada orang ketiga di rumah tangganya.
Sekuat apa pun istri pertama, tetap saja hatinya akan tergores luka jika melihat suaminya masuk ke kamar istri kedua.
Tak pernah Nada bayangkan juga jika suatu hari nanti Delisha masuk ke rumah ini. Kemudian Dirga akan tidur dalam satu kamar yang sama dengan Delisha.
Mereka akan tidur sembari berpelukan seperti yang sering ia lakukan dengan suaminya. Membayangkannya saja sudah membuat hatinya hancur apalagi jika itu benar-benar terjadi.
***
Setelah kejadian kemarin sore saat Dirga meminta mengizinkannya untuk boleh berpoligami, Nada masih belum memberikan jawabannya. Hatinya masih belum bisa menerima.
Ia tidak menyapa suaminya di pagi hari, hanya membuatkan sarapan, sebelum kembali ke kamar tamu. Baru setelah Dirga pergi bekerja, Nada keluar kamar.
Ia berniat menenangkan diri, dan akhirnya memutuskan pergi ke masjid As-Salam, tempat di mana dulu sang suami mengkhitbahnya. Tak berselang lama kemudian, seseorang menghampiri dan duduk di samping Nada tanpa persetujuan.
“Nad,” sapa wanita itu.
Delisha, orang itu Delisha.
Nada menoleh menatap Delisha sebentar lalu kembali berpura-pura fokus pada Al-Quran yang sejak tadi ia pegang. Tak ada rasa canggung, keraguan apalagi rasa bersalah yang terlihat di wajah wanita itu.
"Maafkan aku Nad. Maaf aku telah lancang mencintai suamimu," ucap Delisha langsung.
Nada berhenti membaca Al-Quran. Ia menggigit bibir bawahnya kuat. Rasa sesak kembali terasa. Nada masih membungkam mulutnya, tak mau bicara apalagi menatap wajah wanita itu lagi.
"Berbagilah denganku, Nad. Aku mohon," ucap Delisha.
Mata Nada mulai berkaca-kaca dan setetes air mata membasahi halaman Al-Quran yang dipegangnya. Nada masih tak habis fikir dengan apa yang wanita itu katakan, tidakkah wanita itu sedikit saja mempunyai rasa malu?
Ingin rasanya Nada menampar dan mencaci maki wanita di sampingnya, tapi akal sehatnya mengatakan jangan! Ia tepat berada di hadapan rumah Allah, mana mungkin ia mencaci ciptaan-Nya tepat di hadapan pencipta-Nya.
"Kami saling mencintai, Nad. Aku mohon, izinkan kami untuk menikah, jangan jadi penghalang cinta kami, Nad.”
Nada mengangkat kepalanya. “Tidakkah kamu punya malu mengatakan itu kepadaku, Del?”
"Kamu tentu mengerti agama kan, Nad? Jika Mas Dirga menemui aku setiap hari, hanya akan menumpukkan dosa! Aku wanita yang jelas haram untuknya, jadi aku memintanya untuk halalkan aku. Aku juga tidak mau terus menumpukkan dosa!"
Nada menutup Al-Quran setelah mengucapkan shadaqallah di dalam hati. Ia menatap Delisha dengan mata yang memerah. Tangannya sudah mencengkeram Al-Quran tersebut.
Nada merasa kasihan dengan janin yang dikandungnya. ‘Maafkan Bunda, Nak. Kamu harus mendengar ucapan menjijikan itu dari mulut wanita ini.’
“Kami saling mencintai,” Delisha masih belum puas, jadi ia berkata lagi. “Lagipula aku tau kamu tidak mencintai Mas Dirga. Aku tau kamu mencintai Kak Farhan. Iya kan?"
Nada sontak menatap sinis ke arah Delisha, ia tak mengerti dengan apa yang Delisha katakan.
“Apa?” sahut Nada.
"Aku mohon, kamu jangan egois! Kamu bahkan gak mencintai Mas Dirga. Jadi, biarkan aku dan Mas Dirga bersama," ucap Delisha, sebelum wanita itu berdiri dan melangkahkan kakinya pergi meninggalkan Nada.
‘Apa yang dia katakan? Aku? Penghalang?’Nada menatap kepergian Delisha dengan air mata yang menggenang. Nada terus menangis hingga sesenggukan setelah kepergian Delisha. Farhan, nama yang tadi Delisha sebutkan adalah seorang senior laki-laki yang sempat mengisi hatinya saat SMA dulu. Dia lelaki yang baik, sholeh, dan tampan. Namun, karena Delisha bilang dia menyukainya, Nada pun tidak berani mengungkapkan perasaannya.Itu sudah kejadian lama, bahkan Nada sudah hampir melupakan perasaan itu.Ia hanya mencintai suaminya, Dirga. Namun, laki-laki itu ternyata malah mencintai wanita lain.***“Assalamualaikum,” salam Dirga begitu masuk ke rumahnya.Nada yang sejak tadi duduk di sofa ruang tengah itu sontak pandangannya beralih pada pintu saat mendengar suara Dirga yang mengucapkan salam."Waalaikumsalam," jawab Nada tersenyum ramah. Ia lantas beranjak dari duduknya dan menghampiri sang suami. Mengambil alih tas yang di pegang suaminya dan mempersilahkan suaminya masuk. "Mas mau makan du
Setelah pembicaraannya dengan Dirga dan setelah pertemuannya dengan Delisha beberapa hari yang lalu. Nada memang tinggal di satu atap yang sama dengan Dirga, tapi sudah tak tidur di satu kamar yang sama.Di setiap sepertiga malam, pukul 3 dini hari, Nada selalu membisikkan kata cinta di telinga sang suami yang tengah tertidur pulas. Bahkan setelah orang ketiga itu masuk ke rumah tangga mereka pun, diam-diam ia masuk ke kamar di mana Dirga tertidur dan berbisik lirih. Seperti yang selalu ia lakukan.Siang ini, Nada duduk sendirian di meja makan. Ia sama sekali tidak berselera untuk mengisi perut, padahal jam di dinding ruangan sudah menunjukkan pukul 2 siang.Drrrrttt drrttt.Pandangan mata Nada beralih pada ponselnya yang bergetar di samping piring. Dahinya mengernyit saat pesan masuk dari nomor yang tidak ia save terlihat di notifikasi. Dengan dahi yang mengernyit, Nada mengambil ponselnya dan membaca pesan masuk tersebut. Mata Nada terbelalak saat sebuah foto terlihat di layar. D
Marwah diam tak menjawab apa yang Nada tanyakan. "Nada juga mau Mas Dirga bahagia, Mah, dan kebahagiaan itu bukan bersama Nada.” "Maafin Mama Nad ... Maafin Mama ... Maaf Mama tidak bisa mendidik Dirga, Maaf telah membuat kamu terluka separah ini," ucap Marwah sembari menghapus air mata di pipinya, Mata Nada mulai berkaca-kaca lagi. "Mama gak salah kok. Nada malah seneng, setidaknya Nada pernah bahagia sama Mas Dirga. Kita pernah saling jatuh cinta dan memadu kasih," ucap Nada, ia menyentuh perutnya yang masih datar.‘Kita bahkan akan menjadi orangtua,’ batin Nada berucap.Sambil masih terisak, Nada kembali berucap. “Nanti kalo Mas Dirga udah pulang, bilang sama dia, Nada udah siapin semuanya di kamar. Nada pamit ya. Assalamualaikum," pamit Nada mencium punggung tangan Marwah.***Semarang. Nada duduk sendirian di kamarnya dengan tatapan kosong. Ia masih memikirkan pria yang akan menjadi ayah dari buah hatinya itu. Ia merindukan Dirga, ia rindu senyum dan tawa pria itu. Ia masih t
“Astagfirullah….”Deg!Hati Nada berdenyut nyeri ketika melihat layar ponselnya.Terlihat sebuah foto yang memperlihatkan Dirga sedang berada di meja makan, lengkap dengan lauk pauk yang tersaji di atas meja. Dengan jelas Nada juga melihat jika meja makan itu adalah meja makan di rumah yang sebelumnya ia dan Dirga tinggali.Sebuah pesan di bawah foto itulah yang membuat tangan Nada bergetar.[Aku baru saja masak untuk suami kita, Nad. Dia terlihat semangat makan masakan aku. Heheee ….]Tanpa bertanya siapa yang mengiriminya pesan pun, Nada tahu kalau itu adalah Delisha. Kenapa wanita itu terus mengusiknya? Bukankah dia sudah bahagia menikah dengan Dirga?Sambil menahan air matanya, a lantas menyentuh titik 3 di pojok atas dan langsung menekan tulisan blokir.“Siapa, Nak?” tanya Dian.“Orang gak penting, Mi. Udah ayo, pulang,” ucap Nada seraya tersenyum.***Sementara itu, di lain tempat, beberapa hari yang lalu. "Assalamualaikum," salam Dirga begitu masuk ke rumahnya."Wa'alaikumsala
Setelah melihat foto USG dan benda pipih yang menyatakan jika sang istri ternyata sedang hamil, Dirga lantas mengambil selembar surat yang berada di atas meja. Ia membukanya dan mulai membaca. Teruntuk kamu, ayah dari anakku. Assalamualaikum, Mas. Saat kamu membaca surat ini, mungkin aku sudah tidak lagi disampingmu dan sudah pergi. Maaf jika aku pergi tanpa berpamitan karena aku yakin, jika aku berpamitan pun kamu tidak akan mengizinkan. Jadi terpaksa aku pergi saat kamu sedang tidak di rumah. Hmmm ... maaf ya, Mas, kalau selama menjadi istri kamu, aku belum bisa menjadi istri seperti yang kamu inginkan sampai pada akhirnya kamu memilih mencintai wanita lain. Saat kamu mengatakan itu, jujur saja aku marah. Istri mana yang tidak marah dan sakit saat mengetahui suaminya mencintai wanita lain dan bahkan ingin menghalalkan wanita itu. Maaf, Mas. Aku tidak sanggup. Kamu tetap keras dengan keputusan kamu, aku pun begitu. Sampai mati pun aku tetap tidak ingin dimadu. Terserah kamu mau m
"Sial!" gumam Dirga saat sambungan teleponnya terputus. Saat akan menghubungi sang istri kembali, suara ketukan pintu sudah lebih dulu terdengar. Dirga lantas berjalan ke arah pintu dan membukanya. "Kenapa aku hubungi susah terus sih, Mas? Kamu kemana aja?" tanya wanita yang tak lain ialah Delisha. Ia lantas langsung menerobos masuk."Kamu mau apa? Istriku sedang tidak di rumah," ucap Dirga. "Aku tau! Memangnya kenapa kalau dia gak ada di rumah? Bagus malahan, kita jadi lebih leluasa," ucap Delisha. Ia berjalan ke arah meja makan. Berniat menaruh beberapa lauk yang ia bawa."Aku takut menjadi fitnah, Delisha! Kita pria dan wanita yang bukan mahram. Akan bagaimana pandangan tetangga yang melihat nanti?" Dirga mengikuti Delisha. "Halah! Masa bodo dengan yang namanya tetangga! Lagian jaman sudah modern, masa cuma datang bertamu aja jadi fitnah. Harusnya mereka gak usah kepo! Di luar negeri malah banyak kok mereka yang belum menikah tinggal bersama. Tetangga gak ada tuh yang kepo!" D
"Kamu foto aku? Kamu kirim pada Nada?" tanya Dirga menghampiri Delisha. Tadi ia melihat Delisha yang diam-diam mengarahkan ponsel padanya, kemudian terlihat senyum-senyum sendiri. Membuatnya jadi curiga. Ia lantas berniat mengambil ponsel yang sedang di pegang oleh Delisha. Namun, dengan cekatan wanita itu langsung memasukkannya ke dalam tas."Apa sih, Mas? Nada, Nada, Nada! Aku males ya denger namanya! Kenapa yang ada di pikiran kamu itu Nada terus?" Delisha berpura-pura kesal untuk mengalihkan perhatian Dirga agar tak mengambil ponselnya. "Aku tidak menghubungi perempuan itu! Lagian nomorku juga di blok! Aku gak bisa ngehubingin dia!" ucap Delisha dengan nada yang ketus. Dirga diam sebentar tak langsung menjawab. Ia berpikir sejenak, jika nomornya saja sudah di blok, apalagi nomor Delisha. "Hal yang wajar kalau yang ada di pikiranku itu Nada karena dia istriku! Justru jika aku memikirkan kamu lah yang salah karena kamu jelas haram untuk aku pikirkan!" ucap Dirga bersuara."Kalau
“Jadi menikahlah dengan Delisha dan ceraikan Nada! Aku akan mengkhitbah dia setelah iddah-nya selesai.”Mendengar Ryan berkata demikian, Dirga lantas beranjak dari duduknya, ia mendekati Ryan dan memegang kuat kerah baju pria itu.“Aku tidak akan pernah menceraikan Nada! Aku tidak akan pernah melepaskan Nada untuk siapapun!” ucap Dirga menggertakkan gigi.Ryan menepis kasar tangan Dirga di kerah bajunya. “Jangan rakus jadi laki-laki! Ceraikan Nada! Biar aku yang membahagiakan dia! Aku tidak akan melukainya meski dia tak mencintaiku nanti! Aku yakin cinta akan tumbuh di hatinya!”Dirga semakin menggertakkan giginya kesal menatap Ryan, dadanya sudah kembang kempis menahan marah. “Berhenti mengatakan omong kosong! Aku tidak akan pernah menceraikan istriku, dia akan selamanya menjadi istri dan ibu dari anak-anakku! Bukan kamu!” ucap Dirga.“Pffttt, menjadi istrimu selamanya? Faktanya sekarang dia malah pergi darimu, Dirga. Jadi segera selesaikan pernikahan kalian, aku akan benar-benar men