‘Apa yang dia katakan? Aku? Penghalang?’
Nada menatap kepergian Delisha dengan air mata yang menggenang. Nada terus menangis hingga sesenggukan setelah kepergian Delisha.
Farhan, nama yang tadi Delisha sebutkan adalah seorang senior laki-laki yang sempat mengisi hatinya saat SMA dulu. Dia lelaki yang baik, sholeh, dan tampan. Namun, karena Delisha bilang dia menyukainya, Nada pun tidak berani mengungkapkan perasaannya.
Itu sudah kejadian lama, bahkan Nada sudah hampir melupakan perasaan itu.
Ia hanya mencintai suaminya, Dirga. Namun, laki-laki itu ternyata malah mencintai wanita lain.
***
“Assalamualaikum,” salam Dirga begitu masuk ke rumahnya.
Nada yang sejak tadi duduk di sofa ruang tengah itu sontak pandangannya beralih pada pintu saat mendengar suara Dirga yang mengucapkan salam.
"Waalaikumsalam," jawab Nada tersenyum ramah.
Ia lantas beranjak dari duduknya dan menghampiri sang suami. Mengambil alih tas yang di pegang suaminya dan mempersilahkan suaminya masuk.
"Mas mau makan dulu? Atau mandi dulu?" tanya Nada bersikap seperti biasa, seolah tak terjadi apa pun. Walau jujur saja hatinya masih sangat sakit dan hancur.
Bagaimana tidak, suaminya meminta agar ia mengizinkannya menikah lagi. Dan wanita simpanannya, datang padanya untuk jangan egois.
"Nanti aja, Mas mau bicara sama kamu," ucap Dirga.
Saliva Nada terasa tertahan di tenggorokan. Dadanya kembali terasa sesak, ia bisa menebak apa yang akan dikatakan oleh Dirga.
Nada membuang rasa sakit di hatinya, ia kembali memasang senyuman lagi. Kemudian berkata, "Iya, kita bicara, tapi nanti setelah kamu mandi dan makan. Kita akan bicara dengan perut kamu yang sudah terisi."
"Nad—"
"Mandi dulu, Mas," sela Nada memotong.
Dirga tak lagi menjawab, ia menatap Nada sebentar kemudian berlalu pergi seraya menghembuskan napas.
Bukan hanya Dirga saja yang menghela napas, tetapi Nada juga.
Setelah melihat Dirga yang berjalan menaiki anak tangga, Nada menaruh tas kerja Dirga di atas meja ruang tengah. Kemudian, dia berjalan ke arah dapur untuk menghangatkan lauk pauk yang sudah ia masak siang tadi.
30 menit kemudian.
Dirga yang baru saja selesai mengisi perutnya itu menatap Nada. "Nad? Aku sama Delisha udah mutusin kalau kita mau—"
"Aku izinkan kamu menikah lagi," sela Nada memotong ucapan suaminya cepat.
Pandangannya melihat lurus ke arah nasi di piring yang tinggal setengahnya lagi. Tak berani menatap sang suami karena takut air mata tumpah membasahi pipi dan ia tak sanggup mengatakan kata lebih lanjut.
Selera makannya pun dengan seketika hilang. Sebenarnya selera makannya sudah hilang sejak saat ia tahu suaminya ingin menikah lagi. Tetapi ia paksa makan demi bayi dalam kandungannya.
Dirga cukup terbelalak. "Kamu ... serius?" tanya Dirga.
Nada menelan saliva yang tertahan di tenggorokan. Ia mengangguk dan berkata, "Tapi ...."
"Tapi apa?" tanya Dirga cepat. "Aku harus bersikap adil? Atau ... kamu tidak mau serumah dengan Delisha? Kamu tidak mau Delisha tinggal di rumah ini?" tanya Dirga menatap Nada dengan tatapan sangat serius.
Nada menelan saliva. Suaminya nampak sangat bersemangat sekali setelah ia berbicara. Membuat dadanya semakin terasa sesak.
Nada menggelengkan kepala. "Aku sama sekali tidak masalah kalau nanti dia mau tinggal di rumah ini. Atau bahkan dia tidur di kamar kita juga aku tidak masalah."
Dirga kembali terbelalak.
"Tapi… aku yang gak bisa tinggal di rumah ini."
"Kamu minta rumah baru? Nad, kamu—"
"Selesaikan hubungan kamu dengan aku, kembalikan aku pada ibuku, baru kamu boleh menikah lagi dan membawa istri barumu ke rumah ini," sela Nada memotong.
Dirga terdiam, dan kemudian menggelengkan kepalanya. "Nggak! Aku gak akan ceraiin kamu!" ucap Dirga.
"Kalau begitu pilih salah satu. Karena sampai mati pun aku gak mau dimadu."
"Tapi aku jatuh cinta pada Delisha, Nad!"
"Ya nikahi dia!” ini pertama kalinya Nada menaikan nada suaranya.
Ia pun melanjutkan, “Barusan aku sudah mengatakan jika aku mengizinkan kamu menikah lagi. Aku juga tidak mau menjadi orang yang egois karena menghalangi kalian. Aku juga tidak mau menjadi orang yang jahat karena membiarkan kalian terus menumpukkan dosa, tapi sebelum kalian menikah, ceraikan aku!"
Dirga kembali menggelengkan lagi kepalanya. "Aku menginginkan kalian!"
"Kamu egois, Mas!"
"Iya aku tau aku egois! Tapi aku sayang sama kalian berdua. Aku gak bisa ninggalin satu di antara kalian. Lagipula, bukankah tidak masalah jika pria mempunyai istri lebih dari satu? Dan lagi, Delisha tidak menuntut lebih! Dia bahkan rela dinikahi siri dan tetap tinggal di rumah kontrakannya."
"Aku tidak mau berbagi suami!” sahut Nada tegas. “Aku tidak mau saat kita berpelukan atau bahkan berhubungan suami istri, tiba-tiba aku ingat kalau kamu juga melakukan hal yang sama pada wanita lain. Hatiku gak setegar itu, Mas!”
Nada berdiri, menatap Dirga dengan wajah memerah karena emosi. “Jadi pilih salah satu. Aku ... atau dia!" Nada beranjak, berjalan ke arah tangga menuju lantai atas.
"Aku tidak bisa memilih satu di antara kalian! Aku tidak akan menceraikan kamu dan aku akan tetap menikahi Delisha secara siri!" ucap Dirga dengan nada suara yang cukup keras.
Nada yang mendengar tidak peduli, ia terus melangkahkan kaki menuju kamarnya.
Setelah pembicaraannya dengan Dirga dan setelah pertemuannya dengan Delisha beberapa hari yang lalu. Nada memang tinggal di satu atap yang sama dengan Dirga, tapi sudah tak tidur di satu kamar yang sama.Di setiap sepertiga malam, pukul 3 dini hari, Nada selalu membisikkan kata cinta di telinga sang suami yang tengah tertidur pulas. Bahkan setelah orang ketiga itu masuk ke rumah tangga mereka pun, diam-diam ia masuk ke kamar di mana Dirga tertidur dan berbisik lirih. Seperti yang selalu ia lakukan.Siang ini, Nada duduk sendirian di meja makan. Ia sama sekali tidak berselera untuk mengisi perut, padahal jam di dinding ruangan sudah menunjukkan pukul 2 siang.Drrrrttt drrttt.Pandangan mata Nada beralih pada ponselnya yang bergetar di samping piring. Dahinya mengernyit saat pesan masuk dari nomor yang tidak ia save terlihat di notifikasi. Dengan dahi yang mengernyit, Nada mengambil ponselnya dan membaca pesan masuk tersebut. Mata Nada terbelalak saat sebuah foto terlihat di layar. D
Marwah diam tak menjawab apa yang Nada tanyakan. "Nada juga mau Mas Dirga bahagia, Mah, dan kebahagiaan itu bukan bersama Nada.” "Maafin Mama Nad ... Maafin Mama ... Maaf Mama tidak bisa mendidik Dirga, Maaf telah membuat kamu terluka separah ini," ucap Marwah sembari menghapus air mata di pipinya, Mata Nada mulai berkaca-kaca lagi. "Mama gak salah kok. Nada malah seneng, setidaknya Nada pernah bahagia sama Mas Dirga. Kita pernah saling jatuh cinta dan memadu kasih," ucap Nada, ia menyentuh perutnya yang masih datar.‘Kita bahkan akan menjadi orangtua,’ batin Nada berucap.Sambil masih terisak, Nada kembali berucap. “Nanti kalo Mas Dirga udah pulang, bilang sama dia, Nada udah siapin semuanya di kamar. Nada pamit ya. Assalamualaikum," pamit Nada mencium punggung tangan Marwah.***Semarang. Nada duduk sendirian di kamarnya dengan tatapan kosong. Ia masih memikirkan pria yang akan menjadi ayah dari buah hatinya itu. Ia merindukan Dirga, ia rindu senyum dan tawa pria itu. Ia masih t
“Astagfirullah….”Deg!Hati Nada berdenyut nyeri ketika melihat layar ponselnya.Terlihat sebuah foto yang memperlihatkan Dirga sedang berada di meja makan, lengkap dengan lauk pauk yang tersaji di atas meja. Dengan jelas Nada juga melihat jika meja makan itu adalah meja makan di rumah yang sebelumnya ia dan Dirga tinggali.Sebuah pesan di bawah foto itulah yang membuat tangan Nada bergetar.[Aku baru saja masak untuk suami kita, Nad. Dia terlihat semangat makan masakan aku. Heheee ….]Tanpa bertanya siapa yang mengiriminya pesan pun, Nada tahu kalau itu adalah Delisha. Kenapa wanita itu terus mengusiknya? Bukankah dia sudah bahagia menikah dengan Dirga?Sambil menahan air matanya, a lantas menyentuh titik 3 di pojok atas dan langsung menekan tulisan blokir.“Siapa, Nak?” tanya Dian.“Orang gak penting, Mi. Udah ayo, pulang,” ucap Nada seraya tersenyum.***Sementara itu, di lain tempat, beberapa hari yang lalu. "Assalamualaikum," salam Dirga begitu masuk ke rumahnya."Wa'alaikumsala
Setelah melihat foto USG dan benda pipih yang menyatakan jika sang istri ternyata sedang hamil, Dirga lantas mengambil selembar surat yang berada di atas meja. Ia membukanya dan mulai membaca. Teruntuk kamu, ayah dari anakku. Assalamualaikum, Mas. Saat kamu membaca surat ini, mungkin aku sudah tidak lagi disampingmu dan sudah pergi. Maaf jika aku pergi tanpa berpamitan karena aku yakin, jika aku berpamitan pun kamu tidak akan mengizinkan. Jadi terpaksa aku pergi saat kamu sedang tidak di rumah. Hmmm ... maaf ya, Mas, kalau selama menjadi istri kamu, aku belum bisa menjadi istri seperti yang kamu inginkan sampai pada akhirnya kamu memilih mencintai wanita lain. Saat kamu mengatakan itu, jujur saja aku marah. Istri mana yang tidak marah dan sakit saat mengetahui suaminya mencintai wanita lain dan bahkan ingin menghalalkan wanita itu. Maaf, Mas. Aku tidak sanggup. Kamu tetap keras dengan keputusan kamu, aku pun begitu. Sampai mati pun aku tetap tidak ingin dimadu. Terserah kamu mau m
"Sial!" gumam Dirga saat sambungan teleponnya terputus. Saat akan menghubungi sang istri kembali, suara ketukan pintu sudah lebih dulu terdengar. Dirga lantas berjalan ke arah pintu dan membukanya. "Kenapa aku hubungi susah terus sih, Mas? Kamu kemana aja?" tanya wanita yang tak lain ialah Delisha. Ia lantas langsung menerobos masuk."Kamu mau apa? Istriku sedang tidak di rumah," ucap Dirga. "Aku tau! Memangnya kenapa kalau dia gak ada di rumah? Bagus malahan, kita jadi lebih leluasa," ucap Delisha. Ia berjalan ke arah meja makan. Berniat menaruh beberapa lauk yang ia bawa."Aku takut menjadi fitnah, Delisha! Kita pria dan wanita yang bukan mahram. Akan bagaimana pandangan tetangga yang melihat nanti?" Dirga mengikuti Delisha. "Halah! Masa bodo dengan yang namanya tetangga! Lagian jaman sudah modern, masa cuma datang bertamu aja jadi fitnah. Harusnya mereka gak usah kepo! Di luar negeri malah banyak kok mereka yang belum menikah tinggal bersama. Tetangga gak ada tuh yang kepo!" D
"Kamu foto aku? Kamu kirim pada Nada?" tanya Dirga menghampiri Delisha. Tadi ia melihat Delisha yang diam-diam mengarahkan ponsel padanya, kemudian terlihat senyum-senyum sendiri. Membuatnya jadi curiga. Ia lantas berniat mengambil ponsel yang sedang di pegang oleh Delisha. Namun, dengan cekatan wanita itu langsung memasukkannya ke dalam tas."Apa sih, Mas? Nada, Nada, Nada! Aku males ya denger namanya! Kenapa yang ada di pikiran kamu itu Nada terus?" Delisha berpura-pura kesal untuk mengalihkan perhatian Dirga agar tak mengambil ponselnya. "Aku tidak menghubungi perempuan itu! Lagian nomorku juga di blok! Aku gak bisa ngehubingin dia!" ucap Delisha dengan nada yang ketus. Dirga diam sebentar tak langsung menjawab. Ia berpikir sejenak, jika nomornya saja sudah di blok, apalagi nomor Delisha. "Hal yang wajar kalau yang ada di pikiranku itu Nada karena dia istriku! Justru jika aku memikirkan kamu lah yang salah karena kamu jelas haram untuk aku pikirkan!" ucap Dirga bersuara."Kalau
“Jadi menikahlah dengan Delisha dan ceraikan Nada! Aku akan mengkhitbah dia setelah iddah-nya selesai.”Mendengar Ryan berkata demikian, Dirga lantas beranjak dari duduknya, ia mendekati Ryan dan memegang kuat kerah baju pria itu.“Aku tidak akan pernah menceraikan Nada! Aku tidak akan pernah melepaskan Nada untuk siapapun!” ucap Dirga menggertakkan gigi.Ryan menepis kasar tangan Dirga di kerah bajunya. “Jangan rakus jadi laki-laki! Ceraikan Nada! Biar aku yang membahagiakan dia! Aku tidak akan melukainya meski dia tak mencintaiku nanti! Aku yakin cinta akan tumbuh di hatinya!”Dirga semakin menggertakkan giginya kesal menatap Ryan, dadanya sudah kembang kempis menahan marah. “Berhenti mengatakan omong kosong! Aku tidak akan pernah menceraikan istriku, dia akan selamanya menjadi istri dan ibu dari anak-anakku! Bukan kamu!” ucap Dirga.“Pffttt, menjadi istrimu selamanya? Faktanya sekarang dia malah pergi darimu, Dirga. Jadi segera selesaikan pernikahan kalian, aku akan benar-benar men
“Aku merindukanmu,” ucap Dirga. Sejak tadi pandangannya tak lepas dari ponsel yang sejak tadi ia pegang. Demi apa pun, jauh dengan Nada ternyata rasanya sakit sekali. Ia begitu sangat kesepian. Sudah hampir seminggu lebih ia tak melihat wajah sang istri yang teduh juga menggemaskan. Dan tak juga mendengar suaranya yang enak di dengar. Ia merindukan semua tentang Nada.Dirga sudah meminta izin pada pihak sekolah untuk libur lebih dulu agar ia bisa menyusul Nada ke Semarang, tetapi tidak mendapatkannya karena ujian semester sedang berlangsung. Sedang ia adalah salah satu wali kelas di salah satu kelas. Sebenarnya bisa saja ia meminta tolong pada guru lain untuk mengambil sebagian tugasnya, tetapi guru lain pun sama sibuknya. Satu-satunya orang yang bisa ia mintai tolong ialah Ryan, sayangnya ia enggan meminta tolong pada pria itu karena tadi pagi, dengan terang-terangan pria itu memintanya untuk menceraikan Nada dan dia mengatakan akan menikahi istrinya. Suami mana yang tidak marah