"Habis dari mana kamu jam segini baru pulang, huh?" tanya Dirga dengan dagu yang sedikit terangkat dan tangannya bahkan mulai berkacak pinggang. Dia mendekati Nada, wajahnya berubah marah. Nada menelan saliva, merasakan ketegangan yang tiba-tiba memenuhi udara di antara mereka."Kamu beres ngajar jam satu, kan? Jarak dari komplek perumahan si Farhan itu ke sini paling cuma 20 menit. Apalagi di jam-jam kerja seperti ini, jalanan jarang banget macet dan gak terlalu ramai," kata Dirga dengan nada semakin menekan. “Sekarang sudah jam dua lebih, Nada. Dari mana saja jam segini kamu baru sampai ke rumah, huh?" Dirga menatapnya tajam, suaranya penuh tuduhan. Nada merasakan gelombang kecemasan yang mengalir dalam dirinya, bibirnya bergetar tanpa suara.Mata Dirga menelusuri wajah istrinya, penuh dengan kecurigaan. Napasnya terdengar berat saat dia menunggu jawaban yang akan terucap dari bibir Nada. Dia ingin tahu, apakah Nada akan berkata jujur atau justru sebaliknya. Keheningan yang menceka
"Sayangnya, kepalaku sudah terlanjur mendidih!" kata Dirga, suaranya bergetar menahan kemarahan. Karena enggan meluapkan emosinya lebih jauh dan takut kata-kata toxic keluar dari mulutnya, Dirga akhirnya memilih untuk pergi dari hadapan Nada, berniat menenangkan diri. Namun, tiba-tiba langkahnya terhenti. Nada memegang siku lengannya dengan erat, tatapannya penuh harap dan putus asa, seolah berusaha menahan Dirga dari pergi dan memohon agar dia mendengar penjelasannya."Biar aku jelaskan dulu, Mas. Aku akui aku salah karena berbohong, tapi kan aku barusan bilang kalau aku melakukannya karena situasi." Nada menarik napas dalam-dalam, berusaha menenangkan suaranya yang bergetar. "Tadi aku melihat kamu kayak lagi kesel dan aku pikir kamu sedang ada masalah di sekolah. Kalau aku jujur bilang makan di luar sama Kak Farhan, aku yakin kamu bakalan marah, jadi aku gak jujur sama kamu." Matanya menatap Dirga dengan penuh harap. "Tadi aku niatnya mau jujur setelah kesel kamu hilang dan bisa di
"Kemarin bagaimana? Kalian bertengkar?" tanya Ryan pada Dirga yang sedang duduk di kursi kafe seraya memegang kepala. Karena hari ini weekend dan Dirga malas berada di rumah, akhirnya ia memilih untuk menghubungi Ryan dan mengajaknya keluar. Mendengar Ryan bertanya seperti itu, Dirga lantas menoleh, menatap Ryan dengan tatapan kesal. "Menurutmu? Setelah melihat dia dengan cinta pertamanya bersama, aku akan diam saja begitu? Jelas aku langsung menyidangnya begitu dia pulang dan kami berdebat." "Dia ... mengelak?" "Jelas dia mengelak," jawab Dirga. "Apa yang terjadi kemarin? Hanya salah paham saja kan pasti? Aku yakin Nada tidak seperti yang kita bayangkan. Apa yang dia katakan? Ceritakan," ucap Ryan penasaran."Masih belum jelas betul atau tidaknya, tapi sekarang aku malah semakin curiga." "Kenapa?" tanya Ryan menatap Dirga dengan tatapan serius. "Kemarin ...." Dirga lantas menceritakan apa yang terjadi kemarin. Tentang apa saja yang ia dan Nada bicarakan. "Dia berbohong, Yan! P
"Apa? Kamu ingin meminta cerai agar bisa bersama dengan cinta pertamamu itu?" Nada langsung menggelengkan kepalanya. "Kamu apaan sih? Siapa yang ingin cerai?!" ucap Nada dengan bibir yang mengerucut. "Terus? Apa?" "Dengerin aku dulu makanya, aku—" Nada tak meneruskan lagi ucapannya saat dering ponselnya kembali terdengar. Dia kembali menatap layar ponselnya lagi dan melihat nama yang tertera di layar ponsel. Bukan hanya Nada saja yang melihat, tetapi Dirga pun sama. Dirga menghela napas panjang, sementara Nada, ia memejamkan mata setelah melihat nama Farhan di layar ponselnya."Kamu urus saja dulu kekasih gelapmu itu! Aku capek!" ucap Dirga berjalan melewati Nada begitu saja dan langsung menaiki anak tangga. Sementara Nada, karena enggan sang suami kembali marah lagi padanya. Akhirnya ia menggeser panel merah di layar ponsel dan mengirimi pesan singkat pada Farhan dengan mengatakan jika nanti ia akan menghubunginya lagi karena ia sedang sibuk. Nada lantas berjalan menaiki anak t
"Jadi suamimu salah paham atas kejadian saat kita makan di luar hari Jumat kemarin?" tanya Farhan, suaranya rendah namun penuh keprihatinan.Farhan sengaja pulang di jam istirahat karena ingin bertemu dengan Nada. Sejak menerima pesan dari Nada yang menyatakan ingin berhenti mengajari putrinya, hatinya tidak tenang dan pikirannya dipenuhi kekhawatiran. Kenapa tiba-tiba Nada ingin berhenti? Pertanyaan itu terus berputar di kepalanya. Dan saat ia menghubungi Nada, wanita itu sama sekali tidak bisa dia hubungi dan nomornya malah tidak aktif. Nada memang sengaja mematikan data ponselnya untuk menghindari pertengkaran dengan Dirga. Ia bahkan sama sekali tidak menyentuh ponselnya itu karena takut saat ia sedang memegang ponsel, Dirga melihatnya dan malah berpikir ia sedang bertukar pesan dengan Farhan. Jadi ia menghindari hal-hal yang akan membuat suaminya salah paham. Mendengar pertanyaan Farhan, Nada lantas mengangguk. "Iya, katanya teman Mbaknya melihat kita di mall dan temannya itu f
"Menyatukanmu dengan Dirga? Jangan harap! Aku malah akan membuat hubunganmu dengan Dirga semakin memburuk," ucap Delisha. Saat ini, ia sudah berdiri di depan rumah Nada dan Dirga. Dia memang sengaja datang ke rumah Nada untuk bicara di jam-jam yang mendekati Dirga pulang. Agar drama yang ia mainkan terlihat oleh Dirga dan kemarahan Dirga pada Nada semakin memuncak nanti. Setelah berdiri di depan teras rumah, Delisha mengetuk pintu rumah. Ceklek.Pintu akhirnya terbuka."Hai," ucap Delisha seraya melambaikan tangan. Ia memasang senyuman semanis mungkin dan tangannya mulai terlipat di bawah dada. "Mau apa kamu ke sini?" tanya Nada dengan nada yang ketus.Jujur saja, setelah pertengkarannya dengan sang suami, entah mengapa ia mencurigai wanita di hadapannya itu. Berpikir jika yang terjadi dengan rumah tangganya sekarang ada sangkut pautnya dengan Delisha."Ya mau bertemu dengan kamu lah," jawab Delisha dengan kedua tangan yang terlipat di bawah dada. "Mau apa?" Tidak mau kalah, Nad
"Astaghfirullah," ucap Dirga. Dia yang baru saja menghentikan laju mobilnya di depan teras rumah itu melihat Nada yang baru saja mendaratkan sebuah tamparan di pipi Delisha. "Kenapa Nada menampar, Delisha?" Dirga lantas keluar dari mobil dan memasuki pagar rumahnya. "Kasihan Mas Dirga, Nad. Dia sangat mencintai kamu." Sedikit jelas Dirga mendengar apa yang Delisha katakan karena wanita itu berbicara dengan nada yang terdengar emosional."Aaaaaarhhh!" "Delisha?" Dirga melihat Delisha yang terjatuh dari 3 anak tangga teras rumahnya. Melihatnya membuat Dirga berjalan cepat menghampiri wanita itu. "Kamu tidak apa-apa?" tanya Dirga pada Delisha. Kemudian membantu wanita itu untuk berdiri. "Gak pa-pa, Mas, tapi agak nyeri sedikit di pergelangan kakiku, kayaknya kakiku terkilir." Delisha lantas beranjak dari posisinya, namun ternyata kakinya benar-benar terasa sakit saat ditekan. "Ssshh ... aahhh ...." "Dia bohong, Mas! Dia lagi akting! Kamu jangan percaya sama racun yang dia keluarin d
"Lepas!" sarkas Dirga menepis tangan sang istri dengan tenaga yang lumayan kuat hingga Nada terjatuh. "Auuwhh!" Nada memegang pinggang bagian belakangnya saat terjatuh. Membuat Dirga yang melihatnya cukup kaget. Dia lantas membantu Nada untuk beranjak. "Kamu tidak apa-apa?" tanya Dirga. Nada yang sudah berdiri itu menatap sang suami dengan tatapan kesal, ia menepis tangan Dirga yang memegangnya. Tanpa menjawab apa pun, ia langsung berbalik dan masuk ke rumah begitu saja. "Astaghfirullah," ucap Dirga mengusap wajah begitu frustasi. "Kamu bicara dengan istrimu, Mas. Bicara dengan kepala dingin dan jangan dengan emosi," ucap Delisha bersuara, "Aku pulang dulu." Delisha kembali meneruskan langkahnya, masih dengan langkah terpincang-pincang dengan sesekali dia mendesah nyeri. "Sshhh ...." Dirga yang melihatnya kini merasa dilema, ia harus masuk untuk bicara dengan Nada. Atau harus mengantarkan Delisha yang kakinya terkilir karena ulah sang istri. Karena merasa bersalah, Dirga akhirn