Selama bekerja menjadi karyawan magang Grace mengubah penampilannya. Ia selalu menggunakan rambut palsu berwarna hitam dengan model sebahu, ia juga menggunakan kacamata cukup tebal untuk menyamarkan penampilannya. Bukan hanya itu, pakaian yang ia kenakan juga sangat longgar dan tidak modern. Tetapi, semua bayangan ketakutan Grace ternyata hanya ketakutannya, faktanya di lapangan semua baik-baik saja. Hingga satu bulan ia berada di Johanson Corporation, ia sama sekali tidak pernah bertemu dengan keluarga Johanson. Grace ditempatkan di bagian keuangan, tidak banyak yang dikerjakan, para karyawan juga memperlakukan Grace selayaknya karyawan magang dan Grace berusaha bekerja dengan baik. Akan tetapi ketenangan Grace selama satu bulan bekerja buyar seketika. Hidupnya sebagai karyawan magang yang damai berubah menjadi awal kisah hidupnya yang seperti layaknya seorang gadis yang bermain sebuah drama sambil menaiki sebuah roller coaster di mulai dari kepala ruangan memanggilnya dan mengat
Satu bulan kemudian, yang Grace takutkan belum terjadi. Sepertinya William belum mengenalinya, sepertinya begitu meski ia sendiri sebenernya tidak yakin. William yang sekarang menjadi bos di tempatnya magang hanya menumpuk dokumen-dokumen pekerjaan yang tidak ada habisnya di meja kerjanya membuat Grace bekerja begitu keras, hampir setiap malam Grace harus lembur karena pekerjaan yang diberikan oleh William benar-benar tidak bisa di ajak berkompromi. Ingin rasanya Grace mengumpat dan memaki-maki William setiap hari karena menjadikannya seperti seekor sapi perah. Bagaimana tidak? Setiap hari ia harus pulang pukul sembilan malam dan pukul tujuh pagi ia harus berada di perusahaan kembali. Atasannya memperlakukannya dengan sikap dingin, gemar memerintah seenaknya, kaku, tidak pernah mengajaknya berbicara dengannya dan bersahabat. William juga selalu menatap Grace dengan tatapan yang mengisyaratkan permusuhan seolah-olah Grace memiliki kesalahan, bukankah William tidak mengenalinya hing
Dua tahun kemudian di Moscow. William baru saja tiba di Moscow karena ibunya yang sangat cerewet itu memintanya untuk datang ke kota itu untuk mewakili ibunya dalam rangka menghadiri sebuah pameran perhiasan. Seharusnya ini adalah tugas Sydney karena pekerjaan ini adalah bidangnya. Tetapi, nyatanya Sidney adik gadisnya itu justru memiliki urusan yang lebih penting. Urusan yang katanya tidak bisa ditinggalkan. Jadilah William harus mengalah untuk menghadiri pameran perhiasan yang bertabur dengan berlian, benda yang sama sekali tidak ia mengerti meski ia telah didampingi oleh satu asisten ibunya yang sangat terlatih di dalam bidang perhiasan. William berulang kali menguap karena merasa bosan menyaksikan orang-orang yang terkagum-kagum melihat desain perhiasan yang bertabur berlian di depannya. Bagi William melihat perhiasan mewah bukan hal yang aneh karena sejak kecil ia terbiasa melihat ibu dan neneknya, mereka menggambar rancangan perhiasan kemudian berangkainya menjadi berwujud
"Of course. I'm fine," jawab Alicia dengan nada acuh. Sikap Alicia memang sedikit unik, ia selalu menjaga jarak dengan siapa pun termasuk Ford yang merupakan model sekaligus kekasihnya. Ford mendekati Alicia dan membelai rambutnya. Gerakannya sangat lembut dan penuh kasih sayang. "Kau marah kepadaku?" "Apa hakku marah kepadamu?" "Ayolah, kau sangat manis jika marah, sayangku." Ford bangkit dari duduknya. Ia berdiri di samping Alicia yang duduk dengan posisi malas di kursi. "Kau manajerku sekaligus kekasihku jadi kau berhak memanfaatkan kekasihmu ini, tepatnya kau bisa memeras tenagaku sesukamu," ucap Alicia dengan nada ketus. Selalu begitu, Ford sama sekali tidak terkejut dengan mulut pedas kekasihnya. "Kau kasar sekali sayangku, kita adalah pasangan yang paling serasi. Suatu saat kita akan membangun bisnis kita, membangun sebuah agensi model melebihi Le Model," kata Ford dengan nada bersungguh-sungguh. Alicia mencebik. Ia memutar bola matanya dengan enggan, Ford adala
"Aku memiliki tugas untukmu," kata William. Ia mendekati di mana adiknya berada. "Berikan saja kepada sekretarisku," jawab Leonel cepat. Ia tidak memerlukan waktu lama jika hanya untuk mengajukan penolakan. "Kau bahkan belum bertanya tugas apa yang akan aku berikan kepadamu." "Arhg...! Aku enggan, pekerjaan itu pasti melelahkan. Aku tahu siapa dirimu," ucap Leonel sambil mengempaskan tubuhnya sendiri ke atas ranjang dengan posisi tertelungkup. "Kau ini pemalas sekali." William memukul pelan adiknya menggunakan bantal. Leonel membalikkan badannya, ia kembali menguap dan berucap, "Santai itu perlu, tapi malas itu wajib." Semua orang di rumah itu tahu prinsip hidup Leonel, ia tidak akan sudi berpikir terlalu banyak, ia tidak akan mau melakukan sesuatu yang dianggapnya terlalu menguras tenaga dan pikirannya. Setiap hal yang di lakukannya di hitung dengan cermat agar tidak merugikan dirinya, tidak mengganggu waktunya bermain game dan tidak mengurangi jatah tidurnya. Hidup
Chapter 7 MOSCOW. "Ck...." Alicia meletakkan pensil di tangannya kemudian ia menutup buku agenda di depannya. Wajahnya tampak kesal karena lagi-lagi Ford memanggilnya untuk datang ke dalam ruangan kerjanya, Alicia tahu Ford selalu memanggilnya berkaitan dengan kontrak baru yang berhasil didapatkannya yang akhir-akhir ini membuat Alicia kewalahan. Ford seolah tidak peduli dengan waktu dan tenaganya. Sekarang Alicia merasa bukan lagi seperti seorang wanita biasa yang memiliki waktu santai dan bersenang-senang, bahkan Alicia merasa tidak bisa lagi menggambar dengan tenang karena waktunya nyaris habis untuk pekerjaannya dan setibanya di tempat tinggalnya ia kelelahan lalu tertidur. Alicia memasuki ruangan kerja Ford kemudian duduk di kursi tepat di depan meja kerja Ford. "Ada apa kau memanggilku?" tanyanya sedikit ketus. "Sayangku, kuucapkan selamat kepadamu, kau benar-benar mengejutkan. Kau tahu, Alicia? Aku baru saja menyetujui sebuah kontrak baru untukmu." Mata Ford tampak berkil
Chapter 8 Dengan perasaan tidak menentu Grace mengemudikan mobilnya menuju tempat tinggalnya. Sesampainya di dalam kamar Grace menghempaskan tubuhnya ke atas tempat tidur dan memejamkan mata, sementara pikirannya kembali mengembara pada dua tahun yang lalu di mana ia dan William kembali dari pesta makan malam. Sepanjang acara perjamuan makan malam Grace beberapa kali meneguk anggur di gelasnya karena orang-orang di sekitarnya yang terus mendentingkan gelas kepada Grace, ia tidak mungkin menolak karena khawatir dianggap tidak sopan. Apa lagi perjamuan itu di hadiri oleh orang-orang penting sehingga Grace sebisa mungkin menerima ajakan mereka bersulang. Lagi-lagi demi kesopanan. Paginya Grace membuka mata kepalnya terasa berdenyut dan merasakan ada sesuatu yang tidak benar, bukan hanya kepalanya yang berdenyut tetapi seluruh tubuhnya terasa sakit. Pinggangnya juga berada di dalam kungkungan lengan kekar seorang pria, lebih parahnya lagi mereka berdua tidak mengenakan pakaian. Grace
Chapter 9Setelah membiarkan William memeluknya beberapa saat, Grace mengubah posisinya menjadi duduk. Telapak tangannya menutupi bagian depan dadanya. "Di mana pakaianku?""Kau tidak memerlukan itu," jawab William yang juga telah mengubah posisinya."Willy, aku harus kembali ke asrama," kata Grace lirih."Tempatmu di sini, tinggal bersamaku," ujar William dengan nada diktator.Grace menghela napasnya. Demi Tuhan, William sekarang adalah orang yang paling dibenci oleh Grace tetapi pria itu bersikap seolah ia tidak memiliki dosa apa pun kepada Grace.Suatu saat aku akan membalas semua perbuatanmu kepadaku, William. Tidak peduli kau seorang Johanson. Bahkan jika langit terbelah dua sekalipun aku tidak akan pernah memaafkanmu.Tanpa memedulikan ucapan William, Grace menurunkan kakinya bermaksud melangkah menuju kamar mandi. Namun, baru saja satu langkah ia tak mampu lagi melanjutkan langkahnya karena area sensitif di antara kedua pahanya terasa sangat sakit. Ia terduduk dan tangisnya kem
Chapter 21RealizedGrace memasuki tempat tinggalnya yang tampak tidak lagi rapi meski hanya ditinggalkan kurang lebih dua puluh empat jam. Menurut Grace, mungkin Meghan merasa telah memenangkan permainannya dan bisa menguasai tempat itu. Ruang santai di apartemen seolah berubah menjadi tempat tinggal Meghan, di atas sofa tergeletak beberapa kantong belanja, dua tumpuk kotak sepatu yang masih utuh tertutup, juga beberapa kotak sepatu yang dibiarkan terbuka, juga beberapa buah tas berada di sana. Sebuah cermin kecil berbentuk bulat dengan pinggiran berwarna putih dan kotak make-up tergeletak di atas meja bersama beberapa kaleng bir yang tampaknya telah kosong. Grace hanya tersenyum tipis melihat tempat tinggalnya yang nyaman berubah menjadi seperti tempat antah berantah. Nina menatap Grace seolah melemparkan pertanyaan melalui tatapannya dan dijawab oleh Grace dengan menaikkan kedua alisnya bersamaan dengan kedua bahunya yang mengedik. Baru saja Grace berniat hendak mengajak Nina un
Chapter 20InnocentGrace tertawa hambar. "Kau kecewa padaku. Tapi, aku lebih kecewa padamu." Ia menelan ludah. "Willy, kau menghianati pernikahan kita yang baru saja berjalan beberapa bulan," ucapnya pelan. Dadanya dilingkupi rasa kecewa meski ia sendiri sebenarnya sedikit ragu terhadap prasangkanya sendiri."Kau mengenalku sejak kecil," ucap William dengan dingin. "Kukira kau adalah orang yang paling memahamiku dan seharusnya kau percaya kepadaku. Kukira hubungan kita memiliki ikatan yang sangat kuat. Ternyata aku salah. Kau bahkan meninggalkanku, meninggalkan tempat tinggal kita hanya karena badai sekecil ini." "Sekecil ini?" Grace tidak mengerti, perselingkuhan bukan perkara kecil, seperti dirinya yang lahir dari perselingkuhan kedua orang tua kandungnya. Ia tidak ingin ada perselingkuhan di dalam hidupnya lagi, ia tidak ingin ada bayi yang akan terlahir dari hubungan perselingkuhan lagi. "Kau bahkan tidak memiliki bukti dari tuduhanmu, kau tidak melihat dengan mata kepalamu sa
Chapter 19 Dissapoint 2 Ketika William tiba di area parkir sebuah gedung apartemen, William buru-buru keluar dari mobilnya karena ia mendapati Grace, Nina dan Aida. Ia mendekati ketiga orang itu dan meraih lengan Grace. "Grace, kita harus bicara." William menatap mata Grace yang tampak sedikit bengkak. Ia tahu jika istrinya pasti baru saja menangis. Grace membalas tatapan William dengan dingin. "Tidak sekarang." Nina masuk ke dalam mobil, sedangkan Aida tidak. Ia menepuk pundak Grace. "Kurasa kalian memang harus berbicara." Grace menghela napasnya. "Tidak penting, masalahmu lebih penting." Aida menggelengkan kepalanya. "Suamimu lebih penting." Ia menatap William. "Aku harus pergi ke kantor polisi untuk penyelidikan temanmu yang menghilang, jika kalian sudah selesai, kalian menyusullah ke sana." William mengerutkan keningnya. "Siapa menghilang?" Grace dan Aida saling menatap dan mengerutkan keningnya lalu beralih memandang William. "Calvin," ujar mereka berbarengan. "A
Chapter 18LiarWilliam melihat mobil yang dikemudikan oleh Nina keluar dari area gedung apartemen tempat tinggalnya. Tanpa menaruh kecurigaan apa pun ia mengemudikan mobilnya lalu setelah memarkirkannya, ia menuju unit tempat tinggalnya dan langsung menuju ke kamarnya.Namun, ia terkejut mendapati siapa yang berada di dalam kamarnya bukan Grace, melainkan Meghan yang sedang mondar-mandir di kamarnya. Wajah Meghan tampak panik.Ia mengerutkan keningnya seraya bertanya, "Di mana Grace?"Megan memegangi handuk yang melingkar di tubuhnya, ia menatap William dan air matanya terjatuh. "Willy, syukurlah kau datang.""Apa sesuatu terjadi padamu?" Meghan menggelengkan kepalanya lalu air mata yang tergelincir di pipinya menggunakan lengannya. "Tidak, kau susul Grace, cepatlah.""Apa maksudmu?" William mengerutkan keningnya."Kehadiranku membuat hubunganmu dan Grace dalam masalah." Meghan terisak.William semakin tidak mengerti karena ia merasa jika ia dan Grace baik-baik saja, tidak ada masal
Chapter 17Another TasteKetika William dan Grace bertemu Meghan di bandara mereka tidak terlalu curiga apa lagi mengira pertengkaran Meghan dan Calvin serius. William mengira jika pertengkaran mereka masih dalam tahap seperti biasa, tetapi saat mereka tiba di dalam mobil dan Meghan membuka kacamatanya, William sangat terkejut mendapati kedua mata Meghan tampak bengkak, tampak menyedihkan, dan selama bertahun-tahun mengenal Meghan, ia belum pernah melihat Meghan tampak menyedihkan seperti itu.Yang William tahu, Meghan adalah tipe gadis yang acuh. Ia hanya peduli dengan Calvin, kesenangan, dan penampilannya. Dan hal yang paling William tahu adalah keduanya saling mencintai bahkan mereka nyaris tidak pernah terlibat dalam pertengkaran yang serius, meski mereka terlibat perselisihan, perselisihan mereka hanya seputar keinginan Megan yang terlalu berlebihan dan ditentang oleh Calvin, tetapi pada akhirnya Calvin akan mengalah kepada Meghan. William menggeser tubuhnya menghadap ke belakan
Holla.....Selamat malam dan selamat membaca.Jangan lupa untuk tinggalkan komentar, RATE bintang yang ada di pojok kiri bawah layar ponsel kalian.Share juga cerita ini pada teman-teman kalian. ❤Chapter 16Dissapoint 1William bersedekap berdiri di depan Grace yang tertunduk duduk di kursi kerja. Tatapan matanya menyorot Grace tidak bersahabat, bahkan sedikit kesan mengintimidasi. Tidak seorang pun di antara keduanya memulai percakapan sejak Grace memasuki mobil hingga tiba di Bebe Shoes, suasana masih dipenuhi dengan kebisuan. Grace berapa kali menjilat bibirnya, sepenuhnya ia menyadari jika tidak seharusnya menyembunyikan sesuatu dari William. Demi Tuhan, ia tidak bermaksud demikian karena cepat atau lambat ia memang harus memberitahu William, tetapi ia tidak menyangka jika William lebih dulu memergoki langkahnya. Ia mengumpulkan keberaniannya, perlahan mengangkat wajahnya menatap William dengan tatapan memohon maaf. "Willy, aku akan menjelaskan padamu." William menyipitkan
Chapter 15Grace's OffersGrace berdiri di depan pintu masuk ruang rawat inap Theresia, ia sengaja tidak memasuki ruangan itu karena Nathalia berada di dalam sana. Wanita itu sedang menyisir rambut Theresia dengan penuh kasih sayang sambil bercakap-cakap. Terlihat akrab meski grace tidak bisa mendengar apa yang mereka bicarakan tetapi dari bahasa tubuh keduanya, Grace bisa memastikan jika Nathalia sangat menyayangi Theresia. Ada kecemburuan membakar dadanya meski tidak berkobar. Tetapi, ia merasakan panas yang bersumber dari sana lalu perlahan-lahan menjalari nadinya, menyebar ke seluruh raganya. Theresia diinginkan oleh Nathalia, sedangkan dirinya tidak. Grace benar-benar tidak mengerti bagaimana bisa seorang perempuan yang melahirkan dua anak, tetapi hanya mencintai satu dari keduanya. Bagaimana bisa Nathalia bisa bersikap berbeda dengan Prilly yang menyayanginya meski ia bukan putri kandungnya? Bukankah Nathalia dan Jack terlibat perselingkuhan, bukan pemerkosaan yang berujung me
Chapter 14Good Quality SleepGrace membersihkan tubuhnya, sedangkan William menyiapkan makan malam untuk mereka berdua. Ketika Grace kembali ke dapur, ia melingkarkan kedua lengannya ke pinggang suaminya, memeluk William dari arah belakang dan bertingkah manja. "Makanan akan segera siap," ucap William sembari meletakkan teh teko yang terbuat dari keramik berisi teh hangat. "Apa kau butuh bantuan?" Grace menggesekkan keningnya di punggung William. "Semuanya telah siap," ujar William sembari berbalik menghadap Grace. Grace tersenyum menatap William, di dalam benaknya ia bersyukur menjadi anggota keluarga Johanson dan lebih bersyukur lagi ia memiliki William sebagai suaminya. Di samping tampan, William benar-benar memiliki kepribadian yang sangat baik, sikapnya juga lembut dan tentunya penyayang. "Sebaiknya kau membersihkan tubuhmu terlebih dulu." William menggeleng. "Teh akan dingin." "Baiklah kalau begitu aku yang akan membersihkan meja setelah kita makan," desah Grace. "Kubila
Chapter 13A PretendedGadis kecil di depan Grace juga mengamati wajah Grace. "Aku tidak mengenalmu," ucapnya, tatapannya terlihat waspada. Ya, kebanyakan orang tua di negaranya melarang anak-anaknya berbicara dengan orang asing. Grace tersenyum seramah mungkin. "Aku adalah Alicia, kau memang tidak mengenalmu, tapi aku mengenal ibumu Nathalia Allen." Gadis itu mengerjakan matanya beberapa kali. "Kau sahabat Mommy?" Dengan kata lain gadis di depannya benar Theresia, anak Nathalia. Grace menggelengkan kepalanya pelan. "Tidak, kami tidak bersahabat. Tapi, ibumu mengatakan jika putrinya sakit, jadi aku ingin melihatmu." Gadis kecil itu menatap Grace dengan tatapan curiga, dari caranya menatap Grace, terlihat jika Theresia benar-benar tidak mengenal Grace. Grace duduk di bangku yang berada di samping ranjang pasien. "Di mana ibumu?" "Ini bukan waktunya Mommy di sini," sahut Nathalia pelan. "Jadi benar? Kau adalah Theresia Adney?" Grace harus memastikan, paling tidak ia mendapatka