Chapter 10Grace membuka matanya, wajah yang pertama dilihatnya adalah wajah William. Rupanya ia terlalu lama mengguyur tubuhnya di bawah shower segingga mengakibatkan malamnya ia mulai mengalami flu dan demam. Pagi harinya ia tidak bisa pergi ke perusahaan untuk bekerja. Entah bagaimana tiba-tiba ia telah berada di tempat tinggal William, Grace yakin William menggunakan cara licik untuk memasuki kamar asramanya kemudian membawa tubuhnya yang tertidur nyenyak kerena pengaruh obat ke tempat tinggalnya."Syukurlah, kau bangun." William meraba kening Grace untuk mengecek suhu tubuhnya. "Aku akan mengambilkan makanan dan obat untukmu," katanya.Grace hanya menatap William yang pergi menjauh darinya dan menghilang di balik pintu, tidak lama pria yang kini paling ia benci kembali ke kamar sambil di tangannya membawa segelas air dan semangkuk bubur sereal. Dengan sabar William menyuapkan makanan ke mulut Grace. Terlepas dari apa yang terjadi di antara mereka William sebenarnya sama sekali ti
Chapter 11Grace mengelap tangannya menggunakan kain kering, ia mencoba mengumpulkan kewarasan otaknya kemudian ia berusaha menjauhkan tubuhnya dari cengkeraman William. Tetapi, tidak bagi William, penolakan itu membuat William membalik tubuh Grace dengan kasar kemudian menempelkan bibirnya di bibir ranum milik Grace. Memaksa Grace untuk membuka bibirnya dan menerima ciumannya. Memaksakan ciumannya kepada Grace dengan cara kasar, menggigit bibir bawah Grace kemudian saat bibir Grace terbuka ia segera menyusupkan lidahnya. Membelai lidah Grace dengan cara yang tidak biasa hingga Grace membalas cumbunanya dan bibirnya melepaskan erangan halus.Terengah-engah kedua insan itu mencium menyudahi tautan bibir mereka, William menatap dalam mata Grace, wajah wanita itu tampak merah merona. Tak mampu membalas tatapan William, Grace segera membuang pandangannya. Bagaimanapun tubuhnya selalu bereaksi setiap William menyentuhnya dan yang paling mengesalkan adalah otaknya selalu menentang perasaann
Chapter 12Grace mengenakan sebuah gaun pengantin berwarna putih tulang berhiaskan payet yang di bentuk dengan sangat rapi dan teliti oleh perancang yang sangat ternama di Rusia. Rambut hitam kecokelatan Grace di tata bergelombang dan di biarkan tergerai, sejumput dari sisi kanan dan kiri rambut di kepalanya tampak di anyam kemudian di jepit dengan rapi ke arah belakang. Penata rias hanya sedikit mengaplikasikan meke up di wajahnya. Hanya memakaikan lipstik berwarna ceria dan sedikit blush di tulang pipinya untuk mempertegas penampilannya yang telah sempurna. Gaun yang Grace gunakan begitu sempurna menempel di tubuh indahnya, seolah-olah gaun itu memang telah di rancang khusus untuknya. Di kakinya Grace mengenakan sepatu hak tinggi berwarna senada dengan gaun yang di kenakannya, tidak ketinggalan seikat bunga berada di genggamannya. Grace melangkah dengan anggun dengan wajah sedikit terangkat dan senyum yang tertahan seolah tidak akan membiarkan siapa saja dengan bebas menikmati seny
Chapter 13Khaim bukan seorang pria biasa, ia bergaul dengan banyak kalangan kelas atas. Di mata Khaim, Alicia tidak seperti wanita biasa pada umumnya. Cara Alicia bertutur kata, sopan santunnya dan gerakannya ia jelas di besarkan oleh keluarga kaya. Apalagi jika melihat warna mata Alicia, warna mata biru kehijauan adalah warna mata yang dimiliki oleh keturunan bangsawan di Inggris di tambah lagi tampak jelas wanita di depannya itu berusaha menyembunyikan aksen bicaranya. Aksen inggrisnya sangat kental, ia bukanlah orang Rusia, Khaim meyakini hal itu. "Kau tampak seperti seorang putri bangsawan, atau mungkin kau adalah seorang putri miliarder yang sedang menyamar menjadi seorang gadis miskin?" Khaim bertanya dengan nada bergurau.Grace terkekeh. "Kau tidak masuk akal, andai saja aku seorang putri bangsawan, aku lebih baik duduk berdiam diri di kastel sambil memandangi kuku di jemariku yang cantik, aku tidak perlu bekerja di tengah terik matahari, berdiri di atas sepatu hak tinggi yan
Chapter 14Grace sedang duduk menikmati sorenya di sambil mencoret-coret kertas yang ada di depannya, ia duduk mini bar yang ada di ruangan tempat tinggalnya sambil menonton siaran langsung konser penyanyi idolanya. Wajah penyanyi itu sangat cantik, suaranya benar-benar patut diacungi jempol dan gaya berpakaiannya, Grace sangat mengagumi setiap ia mengenakan model apa pun yang tampak serasi menempel di tubuhnya."Ah, dia juga salah satu artis Glamour Entertainment," gumamnya ambil mengetuk-ngetukkan pensil di tangannya ke meja bar. Grace meletakkan pensilnya ketika bel pintu apartemennya berbunyi. Wanita itu berjalan dan membukakan pintu untuk tamunya. "Ford?" Grace menyapa Ford yang berdiri di depan pintu. "Kau terkejut?" Ford menaikkan sebelah alisnya sambil memasuki tempat tinggal kekasihnya. "Akhir-akhir ini kau selalu datang tiba-tiba," kata Grace sambil menutup pintu. "Apa kau sibuk?" Ford menyapukan pandangannya di mana tampak MacBook milik Grace yang sedang menyala. "Han
Sayup-sayup seperti berada di dalam mimpi, Grace mendengar suara erangan dan geraman, ranjang yang ia tiduri juga bergerak berirama. "Ford, faster...." Itu adalah suara Halifa. Ya, Halifa asistennya. Grace membiarkan mereka mendaki puncak kenikmatan, bagaimanapun juga Grace tahu jika ia membuka matanya sekarang pasti keduanya akan malu dan lebih lagi berhenti di tengah jalan di saat seperti itu pasti tidak nyaman. Grace memutuskan menikmati suara berisik meski jauh di dalam hatinya mengutuk. Ia membuka sedikit sebelah matanya untuk memastikan di mana dirinya berada. Godame shit! Ini di kamarku, mereka bercinta di ranjangku! Tidak tahu malu! Suara rintihan Halifa semakin menjadi-jadi, sepertinya pergulatan itu begitu panas dan membara. Tubuh Grace sedikit gelisah, ia ingin sekali menutupi telinganya menggunakan telapak tangannya, suara itu membuatnya mengingat bagaimana sentuhan William, ia teringat bagaimana panasnya ia dan William dua tahun yang lalu. Ia merindukan sent
"Alicia?" Khaim terkejut ketika mendapati Grace berdiri di depan pintu rumahnya pagi itu. Rupanya petugas keamanan membiarkan gadis itu masuk begitu saja karena telah mengenal siapa Grace. Khaim mengamati wajah Grace yang tampak begitu menyedihkan, mata gadis itu tampak bengkak menandakan ia telah terlalu banyak menangis dan kantung matanya juga tampak begitu dalam. Khaim mempersilahkan gadis itu masuk dan membawanya langsung menuju ke lantai atas di mana tempat itu adalah tempatnya beristirahat. Seorang pria yang hanya mengenakan boxer tampak terkejut melihat Khaim datang bersama seorang gadis. "Babe, karena gadisku sedang mengalami patah hati dan ia perlu berbicara berdua denganku sebaiknya kau kembali dulu, ia pasti akan segan berbicara denganku jika ada orang lain di sini bukankah begitu, sayang?" Khaim merangkul pundak Grace. Grace hanya mengulas sedikit senyum di bibirnya, senyum yang jelas di paksakan. Pria itu bangkit dari duduknya yang nyaman didepan televisi kem
Chapter 17Grace tiba di Heathrow airport, London. Bandara Heathrow adalah bandara tersibuk nomor lima di dunia. Perjalanan di tempuh dalam waktu tiga jam empat puluh menit menggunakan maskapai Aeroflot. Setelah mengambil bagasinya dan melewati imigrasi check, Grace menghentikan langkah kakinya sejenak sebelum ia melangkahkan melewati pintu keluar. Matanya yang biru mengamati pintu kedatangan, negara tempatnya dilahirkan yang kini terlihat asing dan mendebarkan untuk ia tinggali kembali. Andai saja hal buruk tidak menimpanya di Moscow, Grace pasti tidak akan kembali ke tanah kelahirannya ini.Kali ini semoga keputusanku benar. Aku mempertaruhkan semuanya. Grace, setelah kau melewati pintu itu tidak ada jalan untuk mundur. Meskipun harus berdarah-darah kau harus bisa menjalani hidupmu untuk meraih masa depanmu sendiri, kau bukan seorang sarjana jika kau tidak membangun kariermu sendiri kau tidak akan mendapatkan pekerjaan yang layak sementara kau bahkan tidak memiliki rumah untukmu kem
Holla, selamat sore.Selamat membaca dan jangan lupa tinggalkan jejak komentar dan rate bintang lima di pojok kiri bawah layar ponsel kalian dan Follow Authornya.Chapter 5 The Traitors"Aku tidak menyukai pria tadi," ucap William yang mengemudikan mobilnya dengan kecepatan sedang menuju tempat tinggal mereka. Di sampingnya, Grace terkikik mendengar pernyataan William. "Kau tidak menyukai semua pria yang ada di sekitarku." "Aku tidak suka istriku ditatap pria lain." Grace memutar bola matanya. "Bagaimana mungkin kau berbicara seperti itu, sedangkan istrimu berprofesi sebagai model." Sudut bibir William terangkat mengingat bagaimana cara Sean menatap Grace, pria itu seolah menginginkan istrinya. "Batalkan saja kontrak konyolmu dengan desainer gaun pengantin itu." Grace menatap William dengan tatapan memperingatkan, ia menyipitkan sebelah mata sambil menghela napasnya. "Kau mulai bertingkah pencemburu dan tidak masuk akal lagi." "Kau akrab dengannya." Itu adalah sebuah tuduhan, s
Chapter 4My Cousin"Sekarang beri tahu aku," erang Grace sambil perlahan menggoyangkan pinggulnya dengan pelan.Mata keduanya bersobok, saling mengunci. Grace menatap William yang berada di bawahnya dengan sorot mata memohon, juga mendamba, sedangkan William menatap Grace dengan tatapan penuh cinta, juga gairah yang membara. Membakar seluruh jiwanya."Kau yakin ingin mendengarnya?" Grace mengangguk lemah seolah tidak berdaya, ia memang terlalu lemah setiap kali William memenuhi tubuhnya."Kau akan cemburu jika mendengarnya." William mencengkeram kedua pinggul Grace, mengangkatnya dengan rendah lalu menghunjamkan dirinya dalam-dalam ke dalam tubuh Grace yang sempit dan hangat. Grace terengah, Ia mencengkeram kedua bahu William, nyaris menjerit karena William terlalu dalam memenuhinya. Tubuhnya bergetar hebat oleh kenikmatan yang menerjangnya seperti badai, ia menempelkan bibirnya di bibir William, mencumbu bibir suaminya dengan serakah. Menghisap lidah William seolah hanya William y
Chapter 3 Who is She? "Willy," sapa Meghan yang hari ini akan menjadi pengantin. Ia mengenakan gaun pengantin berwarna putih tanpa lengan, bagian bawah gaun yang ia kenakan terbuat dari kain sepanjang delapan meter hingga membuatnya mekar dengan sempurna. Gaun pengantin yang sempurna itu dipadukan dengan veil dan crown, membuat penampilan Meghan tampak sempurna seperti seorang ratu. "Selamat, akhirnya kau menikahi Calvin." William menempelkan pipinya ke pipi sahabatnya, bergantian kanan dan kiri. Meghan menyeringai lebar. "Aku sangat bahagia, ya Tuhan." "Aku turut bahagia," ujar William. Meghan mengerutkan hidungnya, ia memiringkan kepalanya, matanya melirik ke arah Grace yang berdiri di samping William. "Grace? Lama tidak berjumpa." Grace tersenyum ramah. "Selamat atas pernikahanmu. "Terima kasih." Meghan menatap Grace dan William bergantian. "Kalian pasangan serasi," bisiknya pelan. William merengkuh pundak Grace. "Dia pernah cemburu padamu." Grace membeliak
Chapter 2 KindnessNathalia menatap layar ponselnya, menatap Grace yang mewarisi kecantikannya. "Kau bisa berada di posisi itu karena aku," ucapnya dengan nada getir, tetapi terselip amarah.Sepuluh tahu di dalam penjara, lalu saat ia keluar dari dalam penjara, semuanya berubah. Ia menjadi sebatang kara tanpa ibunya, satu-satunya keluarga yang ia miliki di dunia ini. Namun, karena ia memiliki seorang putri, itu berarti ia masih memiliki keluarga.Nathalia Allen, wanita berambut merah kecoklatan dan memiliki paras yang sangat cantik itu tidak pernah menyangka jika ia akan berakhir di dalam penjara. Ia tidak pernah mengalahkan siapa pun kecuali, Jack Grantham. Pria bangsawan yang menggodanya hingga ia bertekuk lutut dan menyerahkan kesuciannya di usia enam belas tahun. Nathalia, ia hanyalah seorang gadis remaja biasa yang dibesarkan dengan hidup seadanya oleh ibunya yang bekerja sebagai salah satu pelayan di kediaman keluarga bangsawan di Sevenoaks, London Timur, Inggris. Ia sering
Chapter 1New BeginningGrace Elizabeth, pemilik mata berwarna biru seindah lautan di Grace bay itu, adalah putri tidak sah dari salah satu bangsawan di London yang dijual oleh ibu kandungnya sendiri, tetapi ia beruntung karena keluarga Johanson membesarkannya lalu pada usia dua puluh tiga tahun putra pertama keluarga Johanson yang bernama William Johanson menikahinya. Awalnya William dan Grace berulang kali terjebak dalam lingkaran yang membuat mereka saling membenci dan saling menyakiti dalam kata balas dendam. Grace sangat membenci William, begitu juga William, pria itu juga membenci Grace karena Grace menanggalkan nama Johanson di belakang namanya. Grace melarikan diri dari keluarga Johanson yang telah merawatnya sejak ia mengenal dunia. William menganggap perbuatan Grace adalah penghinaan terhadap keluarga Johanson. Keluarga Johanson adalah keluarga terpandang di London, meskipun bukan keluarga bangsawan nyatanya derajat mereka nyaris sama dengan keluarga bangsawan di London k
Chapter 46 Tertipu. Itulah yang di alami oleh William dan Grace. Thomas adalah anak Jack yang ke tiga, selama ini Thomas tidak pernah berada di London karena ia menimba ilmu di German lalu bekerja dan memutuskan untuk menetap di sana, kebetulan ia kembali ke London karena memang hendak menikah dengan gadis pilihan orang tuanya dan kebetulan pula Thomas dan Leonel telah saling mengenal sejak sekolah menengah atas sehingga Leonel dengan mulus menjalankan misinya untuk membuat William dan Grace menikah. Rupanya seluruh keluarga mereka terlibat dalam rencana itu. Masing-masing dari mereka memainkan peran dengan sangat apik. William dan Grace sangat terkejut manakala mereka tiba di gereja yang Sidney tentukan, kedua keluarga telah berkumpul di sana menyambut dua orang yang keras kepala akhirnya mengakui cinta mereka dan meresmikannya. Meskipun mereka sedikit kecewa karena ternyata keduanya memutuskan untuk merahasiakan pernikahan mereka. Pengambilan sumpah di gereja berlangsung dengan s
Chapter 45Grace menerima gaun berwarna putih di tangan William, perlahan ia membuka lipatannya dan tercengang dengan apa yang ia lihat. Sebuah gaun pengantin. "G-gaun? Gaun pengantin?" Atanya Grace tergagap-gagap."Ya, gaun pengantin. Kita akan menikah," jawab William dengan nada datar. "M-menikah? Siapa yang meni...." "Kita, kau dan aku," sahut William tanpa menunggu Grace menyelesaikan kalimatnya. "B-bagaimana mungkin?" William hendak meraih telapak tangan Grace tetapi Grace justru menghindarinya dan mundur dua langkah. "Sayang, kita akan menikah, kau akan menjadi istriku. Aku akan menjadi milikmu," ucap William sambil berusaha mendekati Grace. Kau menjadi milikku? Grace meletakkan gaun di tangannya ke atas tempat tidur sambil sebelah tangannya memberi kode agar William tidak mendekat, ia mengangkat dagunya tinggi-tinggi. Menatap William dengan tatapan permusuhan yang angkuh. Mendadak keberaniannya menyeruak, rasa kecewanya kepada William tidak bisa dielakkan lagi. Di masa l
Chapter 44William kembali ke tempat tinggal orang tuanya, ia baru saja melangkahkan kakinya hendak menuju ruang belajar di mana ayahnya berada. Ayahnya mengatakan Ada hal penting yang harus dibicarakan tetapi ketika tiba di dalam ruang belajar William sedikit terkejut karena bukan hanya ayahnya yang berada di sana, tapi ibunya juga berada di sana. Tidak terkecuali Sydney dan Leonel, hanya alexa yang tidak berada di sana."Pembicaraan keluarga rupanya?" tanya William sambil mendaratkan bokongnya di atas sofa.Alexander mengamati wajah putra pertamanya. "Barusan ayahnya, maksudku--ayah kandung Grace datang ke sini," ucapnya."Untuk apa pria tua itu datang ke sini?" tanya William dengan nada sangat acuh."Grace akan bertunangan dengan pria yang dipilihkan olehnya," jawab Alexander.Menyembunyikan keterkejutannya, William berkata dengan nada datar dan mempertahankan sikap acuhnya. "Itu bagus."Jawaban William membuat empat pasang mata yang ada di dalam ruangan itu kompak tertuju kepada
Chapter 43Grace sangat terkejut manakala mendapati pria yang sangat ia kenal duduk di atas sofa ruang tamu tempat tinggalnya, rasanya ia ingin melompat ke dalam pelukan William. "Willy," desahnya. Akhirnya dia kembali. William melemparkan senyum tipis ke arah Grace. "Ganti pakaianmu, aku ingin berbicara denganmu," ucap William dengan nada ada yang tak mampu di baca oleh Grace karena nada bicara William tidak dingin, tidak juga hangat, juga tidak ada keramahan di sana. Grace menggigit bibirnya sambil samudra biru di matanya menatap William dengan tatapan seolah ia ragu-ragu meninggalkan William bahkan jika hanya satu detik. Ia ingin menentang William, ia takut William pergi meninggalkannya lagi tetapi akhirnya ia harus mengangguk kemudian kakinya melangkah menuju kamarnya untuk berganti pakaian. Tidak lama kemudian Grace telah duduk di samping William. Susana cukup kaku, apalagi setelah beberapa menit berlalu William masih bertahan dengan kebisuannya. Grace nyaris putus asa karena