Chapter 13Khaim bukan seorang pria biasa, ia bergaul dengan banyak kalangan kelas atas. Di mata Khaim, Alicia tidak seperti wanita biasa pada umumnya. Cara Alicia bertutur kata, sopan santunnya dan gerakannya ia jelas di besarkan oleh keluarga kaya. Apalagi jika melihat warna mata Alicia, warna mata biru kehijauan adalah warna mata yang dimiliki oleh keturunan bangsawan di Inggris di tambah lagi tampak jelas wanita di depannya itu berusaha menyembunyikan aksen bicaranya. Aksen inggrisnya sangat kental, ia bukanlah orang Rusia, Khaim meyakini hal itu. "Kau tampak seperti seorang putri bangsawan, atau mungkin kau adalah seorang putri miliarder yang sedang menyamar menjadi seorang gadis miskin?" Khaim bertanya dengan nada bergurau.Grace terkekeh. "Kau tidak masuk akal, andai saja aku seorang putri bangsawan, aku lebih baik duduk berdiam diri di kastel sambil memandangi kuku di jemariku yang cantik, aku tidak perlu bekerja di tengah terik matahari, berdiri di atas sepatu hak tinggi yan
Chapter 14Grace sedang duduk menikmati sorenya di sambil mencoret-coret kertas yang ada di depannya, ia duduk mini bar yang ada di ruangan tempat tinggalnya sambil menonton siaran langsung konser penyanyi idolanya. Wajah penyanyi itu sangat cantik, suaranya benar-benar patut diacungi jempol dan gaya berpakaiannya, Grace sangat mengagumi setiap ia mengenakan model apa pun yang tampak serasi menempel di tubuhnya."Ah, dia juga salah satu artis Glamour Entertainment," gumamnya ambil mengetuk-ngetukkan pensil di tangannya ke meja bar. Grace meletakkan pensilnya ketika bel pintu apartemennya berbunyi. Wanita itu berjalan dan membukakan pintu untuk tamunya. "Ford?" Grace menyapa Ford yang berdiri di depan pintu. "Kau terkejut?" Ford menaikkan sebelah alisnya sambil memasuki tempat tinggal kekasihnya. "Akhir-akhir ini kau selalu datang tiba-tiba," kata Grace sambil menutup pintu. "Apa kau sibuk?" Ford menyapukan pandangannya di mana tampak MacBook milik Grace yang sedang menyala. "Han
Sayup-sayup seperti berada di dalam mimpi, Grace mendengar suara erangan dan geraman, ranjang yang ia tiduri juga bergerak berirama. "Ford, faster...." Itu adalah suara Halifa. Ya, Halifa asistennya. Grace membiarkan mereka mendaki puncak kenikmatan, bagaimanapun juga Grace tahu jika ia membuka matanya sekarang pasti keduanya akan malu dan lebih lagi berhenti di tengah jalan di saat seperti itu pasti tidak nyaman. Grace memutuskan menikmati suara berisik meski jauh di dalam hatinya mengutuk. Ia membuka sedikit sebelah matanya untuk memastikan di mana dirinya berada. Godame shit! Ini di kamarku, mereka bercinta di ranjangku! Tidak tahu malu! Suara rintihan Halifa semakin menjadi-jadi, sepertinya pergulatan itu begitu panas dan membara. Tubuh Grace sedikit gelisah, ia ingin sekali menutupi telinganya menggunakan telapak tangannya, suara itu membuatnya mengingat bagaimana sentuhan William, ia teringat bagaimana panasnya ia dan William dua tahun yang lalu. Ia merindukan sent
"Alicia?" Khaim terkejut ketika mendapati Grace berdiri di depan pintu rumahnya pagi itu. Rupanya petugas keamanan membiarkan gadis itu masuk begitu saja karena telah mengenal siapa Grace. Khaim mengamati wajah Grace yang tampak begitu menyedihkan, mata gadis itu tampak bengkak menandakan ia telah terlalu banyak menangis dan kantung matanya juga tampak begitu dalam. Khaim mempersilahkan gadis itu masuk dan membawanya langsung menuju ke lantai atas di mana tempat itu adalah tempatnya beristirahat. Seorang pria yang hanya mengenakan boxer tampak terkejut melihat Khaim datang bersama seorang gadis. "Babe, karena gadisku sedang mengalami patah hati dan ia perlu berbicara berdua denganku sebaiknya kau kembali dulu, ia pasti akan segan berbicara denganku jika ada orang lain di sini bukankah begitu, sayang?" Khaim merangkul pundak Grace. Grace hanya mengulas sedikit senyum di bibirnya, senyum yang jelas di paksakan. Pria itu bangkit dari duduknya yang nyaman didepan televisi kem
Chapter 17Grace tiba di Heathrow airport, London. Bandara Heathrow adalah bandara tersibuk nomor lima di dunia. Perjalanan di tempuh dalam waktu tiga jam empat puluh menit menggunakan maskapai Aeroflot. Setelah mengambil bagasinya dan melewati imigrasi check, Grace menghentikan langkah kakinya sejenak sebelum ia melangkahkan melewati pintu keluar. Matanya yang biru mengamati pintu kedatangan, negara tempatnya dilahirkan yang kini terlihat asing dan mendebarkan untuk ia tinggali kembali. Andai saja hal buruk tidak menimpanya di Moscow, Grace pasti tidak akan kembali ke tanah kelahirannya ini.Kali ini semoga keputusanku benar. Aku mempertaruhkan semuanya. Grace, setelah kau melewati pintu itu tidak ada jalan untuk mundur. Meskipun harus berdarah-darah kau harus bisa menjalani hidupmu untuk meraih masa depanmu sendiri, kau bukan seorang sarjana jika kau tidak membangun kariermu sendiri kau tidak akan mendapatkan pekerjaan yang layak sementara kau bahkan tidak memiliki rumah untukmu kem
Chapter 18Kedua telapak tangan Grace meraba perut dan bagian dada pria yang sedang menggagahinya, tubuh itu jelas kekar dan berotot. Dari aroma maskulin yang Grace kenali melalui Indra penciumannya, ia jelas mengenali siapa pria yang tengah berada di atas tubuhnya. Satu-satunya pria yang pernah membuat tubuhnya terasa penuh sesak dan terasa nyaman. "Willy...," erang Grace. "Babe, buka matamu." Suara William terdengar begitu lembut. "Buka matamu, sayang. Lihat aku." Grace masih enggan membuka matanya karena pikirannya saat ini kosong, otaknya telah tumpul. Jiwanya menjadi liar dan tak terkendali di bawah kuasa William yang memasukinya dan memberikan sensasi menyenangkan yang selalu membuat tubuh Grace menginginkan lebih. Seolah penuh kerinduan William terus memuaskan dahaganya terhadap tubuh Grace, begitu pula Grace, ia membiarkan William menikmati tubuhnya karena ia juga diam-diam mendambakan sentuhan pria itu. William seolah mengerti di mana ia harus menyentuh titik yang tepat hi
Chapter 19Grace memundurkan kepalanya, ia juga berusaha melepaskan cengkeraman tangan William. "Anak apa yang kau bicarakan?" Alis Grace berkerut nyaris menjadi satu.William menyipitkan kedua matanya, tatapannya langsung menuju ke arah mata Grace seolah menguncinya. "Aku Sengaja menamakan cairanku di dalam rahimmu, tidak mungkin sel telurmu tidak aku buahi," katanya.Grace justru tertawa ringan. "Jangan bercanda. Willy, kau tidak sehebat itu bisa membuahi sel telurku begitu saja," ucap Grace dengan nada menghina. Anak? Anak apa? Aku bahkan tidak pernah terbersit memilik anak darimu. "Jangan sembunyikan anakku," kata William sambil tangannya bergerak hendak mencengkeram rahang Grace kembali namun Grace dengan gesit mundur dua langkah. "Kau tidak masuk akal, jika aku memiliki seorang anak darimu mungkin tubuhku tidak seindah ini, kau mengada-ada. Kita belum memiliki anak dan itu tidak akan pernah terjadi. Tidak akan!" ucap Grace dengan nada jijik. Ia diam-diam mengamati tubuhnya ya
Chapter 20Satu Minggu kemudian. Leonel menuruni tangga sambil bersiul lalu ia melangkah memasuki ruang makan di mana seluruh anggota keluarga di mansion itu berkumpul untuk menikmati sarapan pagi. Hanya William yang tidak tampak di sana. Pagi itu wajah Leonel tampak begitu segar, rambutnya yang biasanya di biarkan dengan gayanya yang sedikit berantakan tampak di sisir dengan rapi seolah ia adalah pria biasa yang tidak memiliki prinsip paling aneh di dalam hidupnya."Kau tampaknya gembira sekali pagi ini," ucap Sidney mengomentari saudara kembarnya yang sedang menarik kursi tepat di samping Alexa duduk. "Selamat pagi, gadisku," sapa Leonel kepada Alexa, adik bungsu kesayangannya. Ia tidak mempedulikan Sidney yang menyapanya. Meski bersaudara kembar nyatanya memang ia tidak terlalu dekat dengan Sidney, mungkin karena mereka terpisahkan dan baru tinggal satu rumah dalam beberapa tahun terakhir karena Sidney selama ini lebih banyak tinggal di New York."Selamat pagi, sayangku," jawab
Chapter 21RealizedGrace memasuki tempat tinggalnya yang tampak tidak lagi rapi meski hanya ditinggalkan kurang lebih dua puluh empat jam. Menurut Grace, mungkin Meghan merasa telah memenangkan permainannya dan bisa menguasai tempat itu. Ruang santai di apartemen seolah berubah menjadi tempat tinggal Meghan, di atas sofa tergeletak beberapa kantong belanja, dua tumpuk kotak sepatu yang masih utuh tertutup, juga beberapa kotak sepatu yang dibiarkan terbuka, juga beberapa buah tas berada di sana. Sebuah cermin kecil berbentuk bulat dengan pinggiran berwarna putih dan kotak make-up tergeletak di atas meja bersama beberapa kaleng bir yang tampaknya telah kosong. Grace hanya tersenyum tipis melihat tempat tinggalnya yang nyaman berubah menjadi seperti tempat antah berantah. Nina menatap Grace seolah melemparkan pertanyaan melalui tatapannya dan dijawab oleh Grace dengan menaikkan kedua alisnya bersamaan dengan kedua bahunya yang mengedik. Baru saja Grace berniat hendak mengajak Nina un
Chapter 20InnocentGrace tertawa hambar. "Kau kecewa padaku. Tapi, aku lebih kecewa padamu." Ia menelan ludah. "Willy, kau menghianati pernikahan kita yang baru saja berjalan beberapa bulan," ucapnya pelan. Dadanya dilingkupi rasa kecewa meski ia sendiri sebenarnya sedikit ragu terhadap prasangkanya sendiri."Kau mengenalku sejak kecil," ucap William dengan dingin. "Kukira kau adalah orang yang paling memahamiku dan seharusnya kau percaya kepadaku. Kukira hubungan kita memiliki ikatan yang sangat kuat. Ternyata aku salah. Kau bahkan meninggalkanku, meninggalkan tempat tinggal kita hanya karena badai sekecil ini." "Sekecil ini?" Grace tidak mengerti, perselingkuhan bukan perkara kecil, seperti dirinya yang lahir dari perselingkuhan kedua orang tua kandungnya. Ia tidak ingin ada perselingkuhan di dalam hidupnya lagi, ia tidak ingin ada bayi yang akan terlahir dari hubungan perselingkuhan lagi. "Kau bahkan tidak memiliki bukti dari tuduhanmu, kau tidak melihat dengan mata kepalamu sa
Chapter 19 Dissapoint 2 Ketika William tiba di area parkir sebuah gedung apartemen, William buru-buru keluar dari mobilnya karena ia mendapati Grace, Nina dan Aida. Ia mendekati ketiga orang itu dan meraih lengan Grace. "Grace, kita harus bicara." William menatap mata Grace yang tampak sedikit bengkak. Ia tahu jika istrinya pasti baru saja menangis. Grace membalas tatapan William dengan dingin. "Tidak sekarang." Nina masuk ke dalam mobil, sedangkan Aida tidak. Ia menepuk pundak Grace. "Kurasa kalian memang harus berbicara." Grace menghela napasnya. "Tidak penting, masalahmu lebih penting." Aida menggelengkan kepalanya. "Suamimu lebih penting." Ia menatap William. "Aku harus pergi ke kantor polisi untuk penyelidikan temanmu yang menghilang, jika kalian sudah selesai, kalian menyusullah ke sana." William mengerutkan keningnya. "Siapa menghilang?" Grace dan Aida saling menatap dan mengerutkan keningnya lalu beralih memandang William. "Calvin," ujar mereka berbarengan. "A
Chapter 18LiarWilliam melihat mobil yang dikemudikan oleh Nina keluar dari area gedung apartemen tempat tinggalnya. Tanpa menaruh kecurigaan apa pun ia mengemudikan mobilnya lalu setelah memarkirkannya, ia menuju unit tempat tinggalnya dan langsung menuju ke kamarnya.Namun, ia terkejut mendapati siapa yang berada di dalam kamarnya bukan Grace, melainkan Meghan yang sedang mondar-mandir di kamarnya. Wajah Meghan tampak panik.Ia mengerutkan keningnya seraya bertanya, "Di mana Grace?"Megan memegangi handuk yang melingkar di tubuhnya, ia menatap William dan air matanya terjatuh. "Willy, syukurlah kau datang.""Apa sesuatu terjadi padamu?" Meghan menggelengkan kepalanya lalu air mata yang tergelincir di pipinya menggunakan lengannya. "Tidak, kau susul Grace, cepatlah.""Apa maksudmu?" William mengerutkan keningnya."Kehadiranku membuat hubunganmu dan Grace dalam masalah." Meghan terisak.William semakin tidak mengerti karena ia merasa jika ia dan Grace baik-baik saja, tidak ada masal
Chapter 17Another TasteKetika William dan Grace bertemu Meghan di bandara mereka tidak terlalu curiga apa lagi mengira pertengkaran Meghan dan Calvin serius. William mengira jika pertengkaran mereka masih dalam tahap seperti biasa, tetapi saat mereka tiba di dalam mobil dan Meghan membuka kacamatanya, William sangat terkejut mendapati kedua mata Meghan tampak bengkak, tampak menyedihkan, dan selama bertahun-tahun mengenal Meghan, ia belum pernah melihat Meghan tampak menyedihkan seperti itu.Yang William tahu, Meghan adalah tipe gadis yang acuh. Ia hanya peduli dengan Calvin, kesenangan, dan penampilannya. Dan hal yang paling William tahu adalah keduanya saling mencintai bahkan mereka nyaris tidak pernah terlibat dalam pertengkaran yang serius, meski mereka terlibat perselisihan, perselisihan mereka hanya seputar keinginan Megan yang terlalu berlebihan dan ditentang oleh Calvin, tetapi pada akhirnya Calvin akan mengalah kepada Meghan. William menggeser tubuhnya menghadap ke belakan
Holla.....Selamat malam dan selamat membaca.Jangan lupa untuk tinggalkan komentar, RATE bintang yang ada di pojok kiri bawah layar ponsel kalian.Share juga cerita ini pada teman-teman kalian. ❤Chapter 16Dissapoint 1William bersedekap berdiri di depan Grace yang tertunduk duduk di kursi kerja. Tatapan matanya menyorot Grace tidak bersahabat, bahkan sedikit kesan mengintimidasi. Tidak seorang pun di antara keduanya memulai percakapan sejak Grace memasuki mobil hingga tiba di Bebe Shoes, suasana masih dipenuhi dengan kebisuan. Grace berapa kali menjilat bibirnya, sepenuhnya ia menyadari jika tidak seharusnya menyembunyikan sesuatu dari William. Demi Tuhan, ia tidak bermaksud demikian karena cepat atau lambat ia memang harus memberitahu William, tetapi ia tidak menyangka jika William lebih dulu memergoki langkahnya. Ia mengumpulkan keberaniannya, perlahan mengangkat wajahnya menatap William dengan tatapan memohon maaf. "Willy, aku akan menjelaskan padamu." William menyipitkan
Chapter 15Grace's OffersGrace berdiri di depan pintu masuk ruang rawat inap Theresia, ia sengaja tidak memasuki ruangan itu karena Nathalia berada di dalam sana. Wanita itu sedang menyisir rambut Theresia dengan penuh kasih sayang sambil bercakap-cakap. Terlihat akrab meski grace tidak bisa mendengar apa yang mereka bicarakan tetapi dari bahasa tubuh keduanya, Grace bisa memastikan jika Nathalia sangat menyayangi Theresia. Ada kecemburuan membakar dadanya meski tidak berkobar. Tetapi, ia merasakan panas yang bersumber dari sana lalu perlahan-lahan menjalari nadinya, menyebar ke seluruh raganya. Theresia diinginkan oleh Nathalia, sedangkan dirinya tidak. Grace benar-benar tidak mengerti bagaimana bisa seorang perempuan yang melahirkan dua anak, tetapi hanya mencintai satu dari keduanya. Bagaimana bisa Nathalia bisa bersikap berbeda dengan Prilly yang menyayanginya meski ia bukan putri kandungnya? Bukankah Nathalia dan Jack terlibat perselingkuhan, bukan pemerkosaan yang berujung me
Chapter 14Good Quality SleepGrace membersihkan tubuhnya, sedangkan William menyiapkan makan malam untuk mereka berdua. Ketika Grace kembali ke dapur, ia melingkarkan kedua lengannya ke pinggang suaminya, memeluk William dari arah belakang dan bertingkah manja. "Makanan akan segera siap," ucap William sembari meletakkan teh teko yang terbuat dari keramik berisi teh hangat. "Apa kau butuh bantuan?" Grace menggesekkan keningnya di punggung William. "Semuanya telah siap," ujar William sembari berbalik menghadap Grace. Grace tersenyum menatap William, di dalam benaknya ia bersyukur menjadi anggota keluarga Johanson dan lebih bersyukur lagi ia memiliki William sebagai suaminya. Di samping tampan, William benar-benar memiliki kepribadian yang sangat baik, sikapnya juga lembut dan tentunya penyayang. "Sebaiknya kau membersihkan tubuhmu terlebih dulu." William menggeleng. "Teh akan dingin." "Baiklah kalau begitu aku yang akan membersihkan meja setelah kita makan," desah Grace. "Kubila
Chapter 13A PretendedGadis kecil di depan Grace juga mengamati wajah Grace. "Aku tidak mengenalmu," ucapnya, tatapannya terlihat waspada. Ya, kebanyakan orang tua di negaranya melarang anak-anaknya berbicara dengan orang asing. Grace tersenyum seramah mungkin. "Aku adalah Alicia, kau memang tidak mengenalmu, tapi aku mengenal ibumu Nathalia Allen." Gadis itu mengerjakan matanya beberapa kali. "Kau sahabat Mommy?" Dengan kata lain gadis di depannya benar Theresia, anak Nathalia. Grace menggelengkan kepalanya pelan. "Tidak, kami tidak bersahabat. Tapi, ibumu mengatakan jika putrinya sakit, jadi aku ingin melihatmu." Gadis kecil itu menatap Grace dengan tatapan curiga, dari caranya menatap Grace, terlihat jika Theresia benar-benar tidak mengenal Grace. Grace duduk di bangku yang berada di samping ranjang pasien. "Di mana ibumu?" "Ini bukan waktunya Mommy di sini," sahut Nathalia pelan. "Jadi benar? Kau adalah Theresia Adney?" Grace harus memastikan, paling tidak ia mendapatka