Selama bekerja menjadi karyawan magang Grace mengubah penampilannya. Ia selalu menggunakan rambut palsu berwarna hitam dengan model sebahu, ia juga menggunakan kacamata cukup tebal untuk menyamarkan penampilannya. Bukan hanya itu, pakaian yang ia kenakan juga sangat longgar dan tidak modern. Tetapi, semua bayangan ketakutan Grace ternyata hanya ketakutannya, faktanya di lapangan semua baik-baik saja. Hingga satu bulan ia berada di Johanson Corporation, ia sama sekali tidak pernah bertemu dengan keluarga Johanson.
Grace ditempatkan di bagian keuangan, tidak banyak yang dikerjakan, para karyawan juga memperlakukan Grace selayaknya karyawan magang dan Grace berusaha bekerja dengan baik. Akan tetapi ketenangan Grace selama satu bulan bekerja buyar seketika. Hidupnya sebagai karyawan magang yang damai berubah menjadi awal kisah hidupnya yang seperti layaknya seorang gadis yang bermain sebuah drama sambil menaiki sebuah roller coaster di mulai dari kepala ruangan memanggilnya dan mengatakan bahwa ia dipanggil oleh CEO untuk menghadap ke ruangannya. Godame shit! Grace melangkahkan kakinya menjauhi Lyna, wanita berumur empat puluh tahun yang merupakan kepala ruangan tempatnya magang. Lyna selalu menatap Grace seolah ia adalah musuhnya padahal Grace tidak pernah melakukan kesalahan, ia selalu mengerjakan apa pun yang Lyna perintahkan dengan baik dan tepat waktu. Tetapi, setiap kali bertemu Grace, Lyna selalu menyapukan pandangannya dari ujung rambut hingga ujung kaki Grace membuat Grace merasa risih. Tentu saja, siapa yang tidak risih di perlakukan seperti itu. Grace mengira Lyna sedikit tidak menyukai penampilan Grace yang sedikit aneh dan sama sekali tidak modern. Grace selalu berpenampilan sejelek mungkin untuk menyamarkan tubuh indah dan wajah cantiknya, lebih tepatnya menghindari orang yang mungkin dapat mengenalinya. Setelah melapor kepada seorang sekretaris yang berada di depan ruangan CEO, Grace dengan hati-hati membuka pintu ruangan. Tubuhnya seketika menegang. Seseorang yang duduk di kursi itu adalah seorang pria yang memiliki paras wajah yang teramat tampan hingga pantas di sebut rupawan, matanya berwarna Hazel, rambutnya kuning keemasan dan bibirnya tampak merah alami. Pria itu adalah William Johanson, kakak pertama Grace. Sayangnya wajah tampannya justru menakutkan bagi Grace karena ekspresi wajahnya begitu datar mata Hazelnya menatap Grace dengan tatapan dingin. "Silakan duduk Nona Grace," ucapnya dengan nada tak kalah dingin dari tatapan matanya membuat nyali Grace menciut. "Terima kasih, Sir," ucap Grace setelah ia duduk di kursi yang terhalang oleh meja kayu besar yang berada tepat depan William. Diam-diam ia meremas kedua telapak tangannya karena gugup, satu-satunya harapannya hanya semoga William tidak mengenalinya. William menyapukan pandangannya ke seluruh wajah Grace. "Siapa namamu?" tanyanya dengan nada datar. "N-namaku Grace Elizabeth," jawab Grace sedikit tergagap. Meskipun ia bersusah payah mempertahankan ketenangannya tetapi berbohong adalah bukanlah sebuah pekerjaan yang mudah terlebih orang yang harus di bohongi adalah orang yang mengenalnya sejak ia membuka mata di dunia ini. Sudut bibir William tampak berkedut. "Grace Elizabeth, ya?" William mengucapkan nama Grace dengan nada yang terdengar sinis. "Kau tahu? Namamu mengingatkan nama seseorang yang paling aku benci." Mendengar kalimat yang di ucapkan William, Grace merasa seperti seluruh sel-sel di tubuhnya saling bertabrakan, saling membenturkan diri kemudian mereka memutuskan untuk bersembunyi. Nyali Grace semakin menciut, wajahnya berubah menjadi pias seketika. Meski ia terpaksa harus menganggukkan kepalanya demi kesopanan. William ternyata membenciku. "Nona Grace, apa kau tahu untuk apa kau di panggil?" William sedikit memiringkan kepalanya. "Tidak Sir," jawab Grace dengan nada setenang mungkin, instingnya untuk waspada secara alami semakin meninggi. William menyapukan pandangannya ke arah ke wajah Grace beberapa detik, ia kemudian membasahi bibirnya menggunakan lidahnya, sudut bibirnya menyunggingkan senyum kemudian ia berucap, "Mulai hari ini kau...." William menjeda ucapannya beberapa detik. Matanya menatap Grace lekat-lekat kemudian melanjutkan ucapannya, "menjadi asistenku." Grace nyaris tersedak liurnya sendiri mendengar apa yang diucapkan oleh William. Sekarang bukan hanya sel-sel dalam tubuhnya yang berbenturan, mereka sepertinya juga menjerit karena terkejut. Grace mengerjapkan matanya beberapa kali, ia harus segera berpikir untuk melepaskan diri dari situasi ini. "T-tapi Sir...." "Tidak ada bantahan," tandas William tegas dan jelas. Tidak bisa di biarkan, aku harus bisa lepas dari Willy atau ia akan mengenaliku jika aku menyetujui menjadi asistennya. Grace berdehem. "Maksud saya begini Sir, latar Pendidikan saya adalah perancang keuangan sebuah perusahaan. Saya tidak bisa menjadi asisten, itu tidak ada hubungannya dengan pendidikan saya," ucap Grace berusaha memberikan alasan sebaik mungkin. William menyipitkan sebelah matanya, bibirnya mengulas senyum sedikit sinis kemudian ia berucap, "Nona Grace, di sini kau hanya seorang karyawan magang. Aku bisa dengan mudah membatalkan magangmu dan aku jamin kau tidak akan lulus. Kau pikirkan dulu tawaranku, aku berikan waktu berpikir beberapa menit." Beberapa menit? Apa William gila? "Kau boleh berpikir lima menit," kata William sambil menyingkap lengan jas yang ia kenakan, matanya melirik arloji yang melingkar di pergelangan tangannya. "Apakah saya memiliki pilihan lain?" Grace bukanlah seorang gadis bodoh, ia adalah salah satu gadis dengan kecerdasan di atas rata-rata di kelasnya. Setidaknya ia harus berjuang dan bernegosiasi terlebih dahulu sebelum ia benar-benar harus menyerah. "Tidak," jawab William singkat. "Jika tidak ada pilihan lain untuk apa anda memberikan saya saya waktu untuk berpikir?" gerutu Grace. Secara alami ia sedikit mengangkat dagunya seolah sedang menantang pria di depannya untuk beradu argumentasi. "Waktumu berpikir habis, besok kau harus sudah ada di sini pukul tujuh pagi. Sekarang kau boleh kembali, Nona Grace," ucap William dengan nada penuh kemenangan yang nyata. Tatapan matanya bahkan mengisyaratkan bahwa tidak seorang pun akan mampu mengalahkan dirinya. Ya, di adalah seorang Johanson. Kekayaannya melimpah, bahkan di benua Eropa perusahaan yang di bangun turun temurun oleh keluarga Johanson telah menggurita tersebar di seluruh daratan dan di berbagai belahan dunia lainnya. Grace menelan ludahnya, entah William mengenalinya atau tidak yang pasti pria itu benar-benar berbeda dengan yang ia kenal dulu. William yang ia kenal sekarang tidak lebih dari seorang asing yang menjengkelkan, tampak angkuh dan arogan. "Baik, saya mengerti. Sampai jumpa besok, Sir," jawab Grace dengan suara lirih. Diam-diam ia berulang kali menghela napasnya yang kini terasa berat. Sepertinya paru-parunya sedikit tersumbat. Grace bangkit dari duduknya dan melangkah meninggalkan ruangan itu dengan segala perasaan yang berkecamuk. Jika di masa depannya tidak di pertaruhkan ia lebih baik menunda magangnya atau andai ia memiliki orang yang mampu ia jadikan sandaran, ia mungkin lebih baik pindah dari negara ini. Sepanjang perjalanan kembali menuju asrama, Grace terus mengumpati nasibnya yang benar-benar buruk, nasibnya bagai telur di ujung tanduk. **** Sementara di ruang kerjanya bibir William tampak mengulas senyum licik, ia memiliki beberapa rencana jahat yang telah ia susun dengan rapi semenjak Grace melepaskan nama Johanson. Melepaskan nama Johanson adalah sebuah dosa besar menurut William. Perbuatan Grace merupakan sebuah tamparan untuk keluarga Johanson menurut William meski keluarganya tidak mempermasalahkan hal itu. Tetapi, bagi William hal itu tidak di maafkan. Keluarga Johanson adalah contoh keluarga sempurna, bahkan banyak orang kaya yamg menginginkan anak gadisnya bisa masuk ke dalam kelurga Johanson. William sengaja membiarkan Grace selama sebulan menikmati kebebasannya sebagai karyawan magang, memberikannya hak istimewa dengan memperingatkan seluruh karyawan bagian perencana keuangan agar tidak membuat Grace lelah dan tertekan dalam bekerja. Tetapi, yang perlu diingat adalah kedamaian Grace telah berakhir sejak ia menginjakkan kakinya di ruang kerjanya. William akan memastikan gadis itu menangis hingga memohon ampun dan meminta maaf lalu kembali kepada keluarga Johanson. Sebenarnya William berkonspirasi bersama Ivy Albert yang merupakan kenalannya. William sengaja mendekati Ivy dengan cara menyumbangkan sejumlah uang yang tidak sedikit untuk pembangunan yayasan pendidikan di mana Grace belajar kemudian dengan mudah menyeret Grace untuk magang di Johanson Corporation. Sekarang Grace berada di dalam genggamannya, ia akan membuat perhitungan dengan Grace hingga gadis yang di anggap bodoh itu tidak berkutik merasakan ganjaran dari dosanya. William tidak akan segan menghalalkan segala cara untuk membuat Grace membayar mahal atas dosa yang di lakukannya.Satu bulan kemudian, yang Grace takutkan belum terjadi. Sepertinya William belum mengenalinya, sepertinya begitu meski ia sendiri sebenernya tidak yakin. William yang sekarang menjadi bos di tempatnya magang hanya menumpuk dokumen-dokumen pekerjaan yang tidak ada habisnya di meja kerjanya membuat Grace bekerja begitu keras, hampir setiap malam Grace harus lembur karena pekerjaan yang diberikan oleh William benar-benar tidak bisa di ajak berkompromi. Ingin rasanya Grace mengumpat dan memaki-maki William setiap hari karena menjadikannya seperti seekor sapi perah. Bagaimana tidak? Setiap hari ia harus pulang pukul sembilan malam dan pukul tujuh pagi ia harus berada di perusahaan kembali. Atasannya memperlakukannya dengan sikap dingin, gemar memerintah seenaknya, kaku, tidak pernah mengajaknya berbicara dengannya dan bersahabat. William juga selalu menatap Grace dengan tatapan yang mengisyaratkan permusuhan seolah-olah Grace memiliki kesalahan, bukankah William tidak mengenalinya hing
Dua tahun kemudian di Moscow. William baru saja tiba di Moscow karena ibunya yang sangat cerewet itu memintanya untuk datang ke kota itu untuk mewakili ibunya dalam rangka menghadiri sebuah pameran perhiasan. Seharusnya ini adalah tugas Sydney karena pekerjaan ini adalah bidangnya. Tetapi, nyatanya Sidney adik gadisnya itu justru memiliki urusan yang lebih penting. Urusan yang katanya tidak bisa ditinggalkan. Jadilah William harus mengalah untuk menghadiri pameran perhiasan yang bertabur dengan berlian, benda yang sama sekali tidak ia mengerti meski ia telah didampingi oleh satu asisten ibunya yang sangat terlatih di dalam bidang perhiasan. William berulang kali menguap karena merasa bosan menyaksikan orang-orang yang terkagum-kagum melihat desain perhiasan yang bertabur berlian di depannya. Bagi William melihat perhiasan mewah bukan hal yang aneh karena sejak kecil ia terbiasa melihat ibu dan neneknya, mereka menggambar rancangan perhiasan kemudian berangkainya menjadi berwujud
"Of course. I'm fine," jawab Alicia dengan nada acuh. Sikap Alicia memang sedikit unik, ia selalu menjaga jarak dengan siapa pun termasuk Ford yang merupakan model sekaligus kekasihnya. Ford mendekati Alicia dan membelai rambutnya. Gerakannya sangat lembut dan penuh kasih sayang. "Kau marah kepadaku?" "Apa hakku marah kepadamu?" "Ayolah, kau sangat manis jika marah, sayangku." Ford bangkit dari duduknya. Ia berdiri di samping Alicia yang duduk dengan posisi malas di kursi. "Kau manajerku sekaligus kekasihku jadi kau berhak memanfaatkan kekasihmu ini, tepatnya kau bisa memeras tenagaku sesukamu," ucap Alicia dengan nada ketus. Selalu begitu, Ford sama sekali tidak terkejut dengan mulut pedas kekasihnya. "Kau kasar sekali sayangku, kita adalah pasangan yang paling serasi. Suatu saat kita akan membangun bisnis kita, membangun sebuah agensi model melebihi Le Model," kata Ford dengan nada bersungguh-sungguh. Alicia mencebik. Ia memutar bola matanya dengan enggan, Ford adala
"Aku memiliki tugas untukmu," kata William. Ia mendekati di mana adiknya berada. "Berikan saja kepada sekretarisku," jawab Leonel cepat. Ia tidak memerlukan waktu lama jika hanya untuk mengajukan penolakan. "Kau bahkan belum bertanya tugas apa yang akan aku berikan kepadamu." "Arhg...! Aku enggan, pekerjaan itu pasti melelahkan. Aku tahu siapa dirimu," ucap Leonel sambil mengempaskan tubuhnya sendiri ke atas ranjang dengan posisi tertelungkup. "Kau ini pemalas sekali." William memukul pelan adiknya menggunakan bantal. Leonel membalikkan badannya, ia kembali menguap dan berucap, "Santai itu perlu, tapi malas itu wajib." Semua orang di rumah itu tahu prinsip hidup Leonel, ia tidak akan sudi berpikir terlalu banyak, ia tidak akan mau melakukan sesuatu yang dianggapnya terlalu menguras tenaga dan pikirannya. Setiap hal yang di lakukannya di hitung dengan cermat agar tidak merugikan dirinya, tidak mengganggu waktunya bermain game dan tidak mengurangi jatah tidurnya. Hidup
Chapter 7 MOSCOW. "Ck...." Alicia meletakkan pensil di tangannya kemudian ia menutup buku agenda di depannya. Wajahnya tampak kesal karena lagi-lagi Ford memanggilnya untuk datang ke dalam ruangan kerjanya, Alicia tahu Ford selalu memanggilnya berkaitan dengan kontrak baru yang berhasil didapatkannya yang akhir-akhir ini membuat Alicia kewalahan. Ford seolah tidak peduli dengan waktu dan tenaganya. Sekarang Alicia merasa bukan lagi seperti seorang wanita biasa yang memiliki waktu santai dan bersenang-senang, bahkan Alicia merasa tidak bisa lagi menggambar dengan tenang karena waktunya nyaris habis untuk pekerjaannya dan setibanya di tempat tinggalnya ia kelelahan lalu tertidur. Alicia memasuki ruangan kerja Ford kemudian duduk di kursi tepat di depan meja kerja Ford. "Ada apa kau memanggilku?" tanyanya sedikit ketus. "Sayangku, kuucapkan selamat kepadamu, kau benar-benar mengejutkan. Kau tahu, Alicia? Aku baru saja menyetujui sebuah kontrak baru untukmu." Mata Ford tampak berkil
Chapter 8 Dengan perasaan tidak menentu Grace mengemudikan mobilnya menuju tempat tinggalnya. Sesampainya di dalam kamar Grace menghempaskan tubuhnya ke atas tempat tidur dan memejamkan mata, sementara pikirannya kembali mengembara pada dua tahun yang lalu di mana ia dan William kembali dari pesta makan malam. Sepanjang acara perjamuan makan malam Grace beberapa kali meneguk anggur di gelasnya karena orang-orang di sekitarnya yang terus mendentingkan gelas kepada Grace, ia tidak mungkin menolak karena khawatir dianggap tidak sopan. Apa lagi perjamuan itu di hadiri oleh orang-orang penting sehingga Grace sebisa mungkin menerima ajakan mereka bersulang. Lagi-lagi demi kesopanan. Paginya Grace membuka mata kepalnya terasa berdenyut dan merasakan ada sesuatu yang tidak benar, bukan hanya kepalanya yang berdenyut tetapi seluruh tubuhnya terasa sakit. Pinggangnya juga berada di dalam kungkungan lengan kekar seorang pria, lebih parahnya lagi mereka berdua tidak mengenakan pakaian. Grace
Chapter 9Setelah membiarkan William memeluknya beberapa saat, Grace mengubah posisinya menjadi duduk. Telapak tangannya menutupi bagian depan dadanya. "Di mana pakaianku?""Kau tidak memerlukan itu," jawab William yang juga telah mengubah posisinya."Willy, aku harus kembali ke asrama," kata Grace lirih."Tempatmu di sini, tinggal bersamaku," ujar William dengan nada diktator.Grace menghela napasnya. Demi Tuhan, William sekarang adalah orang yang paling dibenci oleh Grace tetapi pria itu bersikap seolah ia tidak memiliki dosa apa pun kepada Grace.Suatu saat aku akan membalas semua perbuatanmu kepadaku, William. Tidak peduli kau seorang Johanson. Bahkan jika langit terbelah dua sekalipun aku tidak akan pernah memaafkanmu.Tanpa memedulikan ucapan William, Grace menurunkan kakinya bermaksud melangkah menuju kamar mandi. Namun, baru saja satu langkah ia tak mampu lagi melanjutkan langkahnya karena area sensitif di antara kedua pahanya terasa sangat sakit. Ia terduduk dan tangisnya kem
Chapter 10Grace membuka matanya, wajah yang pertama dilihatnya adalah wajah William. Rupanya ia terlalu lama mengguyur tubuhnya di bawah shower segingga mengakibatkan malamnya ia mulai mengalami flu dan demam. Pagi harinya ia tidak bisa pergi ke perusahaan untuk bekerja. Entah bagaimana tiba-tiba ia telah berada di tempat tinggal William, Grace yakin William menggunakan cara licik untuk memasuki kamar asramanya kemudian membawa tubuhnya yang tertidur nyenyak kerena pengaruh obat ke tempat tinggalnya."Syukurlah, kau bangun." William meraba kening Grace untuk mengecek suhu tubuhnya. "Aku akan mengambilkan makanan dan obat untukmu," katanya.Grace hanya menatap William yang pergi menjauh darinya dan menghilang di balik pintu, tidak lama pria yang kini paling ia benci kembali ke kamar sambil di tangannya membawa segelas air dan semangkuk bubur sereal. Dengan sabar William menyuapkan makanan ke mulut Grace. Terlepas dari apa yang terjadi di antara mereka William sebenarnya sama sekali ti
Chapter 10Grace membuka matanya, wajah yang pertama dilihatnya adalah wajah William. Rupanya ia terlalu lama mengguyur tubuhnya di bawah shower segingga mengakibatkan malamnya ia mulai mengalami flu dan demam. Pagi harinya ia tidak bisa pergi ke perusahaan untuk bekerja. Entah bagaimana tiba-tiba ia telah berada di tempat tinggal William, Grace yakin William menggunakan cara licik untuk memasuki kamar asramanya kemudian membawa tubuhnya yang tertidur nyenyak kerena pengaruh obat ke tempat tinggalnya."Syukurlah, kau bangun." William meraba kening Grace untuk mengecek suhu tubuhnya. "Aku akan mengambilkan makanan dan obat untukmu," katanya.Grace hanya menatap William yang pergi menjauh darinya dan menghilang di balik pintu, tidak lama pria yang kini paling ia benci kembali ke kamar sambil di tangannya membawa segelas air dan semangkuk bubur sereal. Dengan sabar William menyuapkan makanan ke mulut Grace. Terlepas dari apa yang terjadi di antara mereka William sebenarnya sama sekali ti
Chapter 9Setelah membiarkan William memeluknya beberapa saat, Grace mengubah posisinya menjadi duduk. Telapak tangannya menutupi bagian depan dadanya. "Di mana pakaianku?""Kau tidak memerlukan itu," jawab William yang juga telah mengubah posisinya."Willy, aku harus kembali ke asrama," kata Grace lirih."Tempatmu di sini, tinggal bersamaku," ujar William dengan nada diktator.Grace menghela napasnya. Demi Tuhan, William sekarang adalah orang yang paling dibenci oleh Grace tetapi pria itu bersikap seolah ia tidak memiliki dosa apa pun kepada Grace.Suatu saat aku akan membalas semua perbuatanmu kepadaku, William. Tidak peduli kau seorang Johanson. Bahkan jika langit terbelah dua sekalipun aku tidak akan pernah memaafkanmu.Tanpa memedulikan ucapan William, Grace menurunkan kakinya bermaksud melangkah menuju kamar mandi. Namun, baru saja satu langkah ia tak mampu lagi melanjutkan langkahnya karena area sensitif di antara kedua pahanya terasa sangat sakit. Ia terduduk dan tangisnya kem
Chapter 8 Dengan perasaan tidak menentu Grace mengemudikan mobilnya menuju tempat tinggalnya. Sesampainya di dalam kamar Grace menghempaskan tubuhnya ke atas tempat tidur dan memejamkan mata, sementara pikirannya kembali mengembara pada dua tahun yang lalu di mana ia dan William kembali dari pesta makan malam. Sepanjang acara perjamuan makan malam Grace beberapa kali meneguk anggur di gelasnya karena orang-orang di sekitarnya yang terus mendentingkan gelas kepada Grace, ia tidak mungkin menolak karena khawatir dianggap tidak sopan. Apa lagi perjamuan itu di hadiri oleh orang-orang penting sehingga Grace sebisa mungkin menerima ajakan mereka bersulang. Lagi-lagi demi kesopanan. Paginya Grace membuka mata kepalnya terasa berdenyut dan merasakan ada sesuatu yang tidak benar, bukan hanya kepalanya yang berdenyut tetapi seluruh tubuhnya terasa sakit. Pinggangnya juga berada di dalam kungkungan lengan kekar seorang pria, lebih parahnya lagi mereka berdua tidak mengenakan pakaian. Grace
Chapter 7 MOSCOW. "Ck...." Alicia meletakkan pensil di tangannya kemudian ia menutup buku agenda di depannya. Wajahnya tampak kesal karena lagi-lagi Ford memanggilnya untuk datang ke dalam ruangan kerjanya, Alicia tahu Ford selalu memanggilnya berkaitan dengan kontrak baru yang berhasil didapatkannya yang akhir-akhir ini membuat Alicia kewalahan. Ford seolah tidak peduli dengan waktu dan tenaganya. Sekarang Alicia merasa bukan lagi seperti seorang wanita biasa yang memiliki waktu santai dan bersenang-senang, bahkan Alicia merasa tidak bisa lagi menggambar dengan tenang karena waktunya nyaris habis untuk pekerjaannya dan setibanya di tempat tinggalnya ia kelelahan lalu tertidur. Alicia memasuki ruangan kerja Ford kemudian duduk di kursi tepat di depan meja kerja Ford. "Ada apa kau memanggilku?" tanyanya sedikit ketus. "Sayangku, kuucapkan selamat kepadamu, kau benar-benar mengejutkan. Kau tahu, Alicia? Aku baru saja menyetujui sebuah kontrak baru untukmu." Mata Ford tampak berkil
"Aku memiliki tugas untukmu," kata William. Ia mendekati di mana adiknya berada. "Berikan saja kepada sekretarisku," jawab Leonel cepat. Ia tidak memerlukan waktu lama jika hanya untuk mengajukan penolakan. "Kau bahkan belum bertanya tugas apa yang akan aku berikan kepadamu." "Arhg...! Aku enggan, pekerjaan itu pasti melelahkan. Aku tahu siapa dirimu," ucap Leonel sambil mengempaskan tubuhnya sendiri ke atas ranjang dengan posisi tertelungkup. "Kau ini pemalas sekali." William memukul pelan adiknya menggunakan bantal. Leonel membalikkan badannya, ia kembali menguap dan berucap, "Santai itu perlu, tapi malas itu wajib." Semua orang di rumah itu tahu prinsip hidup Leonel, ia tidak akan sudi berpikir terlalu banyak, ia tidak akan mau melakukan sesuatu yang dianggapnya terlalu menguras tenaga dan pikirannya. Setiap hal yang di lakukannya di hitung dengan cermat agar tidak merugikan dirinya, tidak mengganggu waktunya bermain game dan tidak mengurangi jatah tidurnya. Hidup
"Of course. I'm fine," jawab Alicia dengan nada acuh. Sikap Alicia memang sedikit unik, ia selalu menjaga jarak dengan siapa pun termasuk Ford yang merupakan model sekaligus kekasihnya. Ford mendekati Alicia dan membelai rambutnya. Gerakannya sangat lembut dan penuh kasih sayang. "Kau marah kepadaku?" "Apa hakku marah kepadamu?" "Ayolah, kau sangat manis jika marah, sayangku." Ford bangkit dari duduknya. Ia berdiri di samping Alicia yang duduk dengan posisi malas di kursi. "Kau manajerku sekaligus kekasihku jadi kau berhak memanfaatkan kekasihmu ini, tepatnya kau bisa memeras tenagaku sesukamu," ucap Alicia dengan nada ketus. Selalu begitu, Ford sama sekali tidak terkejut dengan mulut pedas kekasihnya. "Kau kasar sekali sayangku, kita adalah pasangan yang paling serasi. Suatu saat kita akan membangun bisnis kita, membangun sebuah agensi model melebihi Le Model," kata Ford dengan nada bersungguh-sungguh. Alicia mencebik. Ia memutar bola matanya dengan enggan, Ford adala
Dua tahun kemudian di Moscow. William baru saja tiba di Moscow karena ibunya yang sangat cerewet itu memintanya untuk datang ke kota itu untuk mewakili ibunya dalam rangka menghadiri sebuah pameran perhiasan. Seharusnya ini adalah tugas Sydney karena pekerjaan ini adalah bidangnya. Tetapi, nyatanya Sidney adik gadisnya itu justru memiliki urusan yang lebih penting. Urusan yang katanya tidak bisa ditinggalkan. Jadilah William harus mengalah untuk menghadiri pameran perhiasan yang bertabur dengan berlian, benda yang sama sekali tidak ia mengerti meski ia telah didampingi oleh satu asisten ibunya yang sangat terlatih di dalam bidang perhiasan. William berulang kali menguap karena merasa bosan menyaksikan orang-orang yang terkagum-kagum melihat desain perhiasan yang bertabur berlian di depannya. Bagi William melihat perhiasan mewah bukan hal yang aneh karena sejak kecil ia terbiasa melihat ibu dan neneknya, mereka menggambar rancangan perhiasan kemudian berangkainya menjadi berwujud
Satu bulan kemudian, yang Grace takutkan belum terjadi. Sepertinya William belum mengenalinya, sepertinya begitu meski ia sendiri sebenernya tidak yakin. William yang sekarang menjadi bos di tempatnya magang hanya menumpuk dokumen-dokumen pekerjaan yang tidak ada habisnya di meja kerjanya membuat Grace bekerja begitu keras, hampir setiap malam Grace harus lembur karena pekerjaan yang diberikan oleh William benar-benar tidak bisa di ajak berkompromi. Ingin rasanya Grace mengumpat dan memaki-maki William setiap hari karena menjadikannya seperti seekor sapi perah. Bagaimana tidak? Setiap hari ia harus pulang pukul sembilan malam dan pukul tujuh pagi ia harus berada di perusahaan kembali. Atasannya memperlakukannya dengan sikap dingin, gemar memerintah seenaknya, kaku, tidak pernah mengajaknya berbicara dengannya dan bersahabat. William juga selalu menatap Grace dengan tatapan yang mengisyaratkan permusuhan seolah-olah Grace memiliki kesalahan, bukankah William tidak mengenalinya hing
Selama bekerja menjadi karyawan magang Grace mengubah penampilannya. Ia selalu menggunakan rambut palsu berwarna hitam dengan model sebahu, ia juga menggunakan kacamata cukup tebal untuk menyamarkan penampilannya. Bukan hanya itu, pakaian yang ia kenakan juga sangat longgar dan tidak modern. Tetapi, semua bayangan ketakutan Grace ternyata hanya ketakutannya, faktanya di lapangan semua baik-baik saja. Hingga satu bulan ia berada di Johanson Corporation, ia sama sekali tidak pernah bertemu dengan keluarga Johanson. Grace ditempatkan di bagian keuangan, tidak banyak yang dikerjakan, para karyawan juga memperlakukan Grace selayaknya karyawan magang dan Grace berusaha bekerja dengan baik. Akan tetapi ketenangan Grace selama satu bulan bekerja buyar seketika. Hidupnya sebagai karyawan magang yang damai berubah menjadi awal kisah hidupnya yang seperti layaknya seorang gadis yang bermain sebuah drama sambil menaiki sebuah roller coaster di mulai dari kepala ruangan memanggilnya dan mengat