Satu bulan kemudian, yang Grace takutkan belum terjadi. Sepertinya William belum mengenalinya, sepertinya begitu meski ia sendiri sebenernya tidak yakin. William yang sekarang menjadi bos di tempatnya magang hanya menumpuk dokumen-dokumen pekerjaan yang tidak ada habisnya di meja kerjanya membuat Grace bekerja begitu keras, hampir setiap malam Grace harus lembur karena pekerjaan yang diberikan oleh William benar-benar tidak bisa di ajak berkompromi. Ingin rasanya Grace mengumpat dan memaki-maki William setiap hari karena menjadikannya seperti seekor sapi perah. Bagaimana tidak? Setiap hari ia harus pulang pukul sembilan malam dan pukul tujuh pagi ia harus berada di perusahaan kembali.
Atasannya memperlakukannya dengan sikap dingin, gemar memerintah seenaknya, kaku, tidak pernah mengajaknya berbicara dengannya dan bersahabat. William juga selalu menatap Grace dengan tatapan yang mengisyaratkan permusuhan seolah-olah Grace memiliki kesalahan, bukankah William tidak mengenalinya hingga sejauh ini? Selain hanya pekerjaan yang terus di tumpuk di meja kerja Grace setiap saat ada satu hal yang paling memuakkan bagi Grace, hampir setiap hari William pergi berkencan bersama gadis baru. Ia memiliki jadwal makan siang yang begitu padat bersama gadis yang berbeda-beda hampir setiap hari. Jika jadwal makan siang bersama klien kosong maaka jadwal makan siangnya sudah terisi dengan gadis baru. Tidak jarang gerombolan artis yang di kencani William datang ke perusahaan lalu seenaknya saja William memerintah Grace untuk mengurus mereka seolah mereka itu adalah ratu dan Grace adalah pengasuhnya. Grace merasakan setiap hari berada di dalam satu ruangan bersama William seolah ia berada di lingkaran api neraka. Grace benar-benar berharap dunia kiamat sekarang juga karena setiap hari ia harus menikmati suasana yang sangat tegang dan canggung. "Malam ini tidak usah lembur, temani aku makan malam bersama klien," ucap William. Seperti biasa ucapannya selalu dilontarkan dengan nada dingin. Grace yang sedang berkutat dengan tumpukan dokumen di mejanya mengalihkan fokus pandangannya, ia memperbaiki gagang kacamatanya sambil menatap William. "Baik, Sir," jawabnya. "Bersiaplah," ucap William dengan nada memerintah. "Sepertinya saya harus kembali ke rumah terlebih untuk berganti pakaian," kata Grace ragu-ragu. Tidak mungkin ia mengenakan pakaian kerja menghadiri makan malam, tentu saja itu tidak etis. "Alfa telah menyiapkan semua yang kau perlukan," ucap William memberitahu Grace bahwa ia tidak perlu memikirkan pakaian ganti. Sekretarisnya yang bernama Alfa telah menyiapkan semua dengan matang karena makan malam ini adalah bagian dari salah satu rencana licik yang telah ia rancang jauh-jauh hari. "Baik, Sir." Grace bergumam, ia sedikit ragu. Gaun seperti apa kira-kira yang di siapkan Alfa? Lima belas menit kemudian, Alfa sekretaris utama William masuk ke dalam ruangan tersebut dan membawakan satu buah tas kertas yang berisi gaun malam dan sepatu. Grace menerimanya dan meletakkan benda itu di atas tas meja, ia perlahan membereskan tumpukan dokumen ada di atas mejanya kemudian ia berdiri sambil tangannya meraih tas kertas yang berada di atas meja. "Ganti pakaian di ruang belakang," kata William memerintahkan Grace untuk mengganti pakaiannya di ruangan belakang. Ruangan yang dimaksud adalah kamar yang berada di balik ruang kerja yang mereka tempati. Grace tampak gugup. Ia membenarkan gagang kacamatanya dan mencoba membangkang perintah William. "Saya bisa menggunakan toilet karyawan, Sir," ucapnya. William tampak menyipitkan matanya. Grace selalu membantah apa pun perkataannya, gadis itu selalu memiliki cara untuk menentangnya dan hal itu membuatnya semakin membenci adiknya itu. "Jangan terus menentangku, ganti pakaianmu di ruang belakang, jangan di toilet karyawan. Apa kau tidak mendengar?" William tampak mengeraskan rahangnya karena ia memang tidak memiliki stok kesabaran dalam jumlah besar. Grace diam-diam menghela napasnya lalu mengembuskannya perlahan, ia ingin sekali mencekik leher William yang selalu saja memerintah dengan cara yang diktator. "Saya mendengar, Sir." "Jangan lupa mandi sebelum mengganti pakaianmu, aku tidak ingin pergi makan malam bersama orang yang belum mandi," ucap William sebelum Grace membuka pintu kamar. Siapa juga yang ingin pergi makan malam bersamamu? Meski terus mencibir dan mengumpati William di dalam hatinya tetapi nyatanya Grace menuruti perintah William. Ia memasuki kamar mandi dan memanjakan tubuhnya di bawah guyuran air shower, menggunakan sabun yang biasa di gunakan William, menikmati aroma maskulin pria yang tentu saja sangat di kenalnya. Aroma William yang kini terasa menempel di sekujur tubuhnya dan entah mengapa Grace berulang kali menghirupnya seolah ia benar-benar menikmatinya. Dulu sebelum ia tahu identitasnya, William adalah saudaranya yang paling dekat dengannya. Ia merindukan William, merindukan kedekatan mereka dulu tepatnya. Ketika Grace keluar dari kamar mandi, ia terlonjak kaget karena mendapati William berdiri di samping lemari pakaian tanpa mengenakan sehelai benang pun di tubuhnya. Sontak Grace menutup wajahnya menggunakan telapak tangannya. "Apa yang kau lakukan?" pekiknya. "Ini ruanganku, memangnya kenapa?" jawab William dengan nada acuh. "Kau tidak tahu malu," ucap Grace. "Hanya ada kau, kenapa aku harus malu?" William mengambil sebuah handuk yang terlipat kemudian dengan santai ia berjalan melewati Grace yang masih mematung sambil menutupi wajahnya. "Kau pasti terpesona melihat tubuh indahku," ucap William dengan nada mengejek. "Tidak tahu malu," gumam Grace lirih hanya bisa di dengar olehnya sendiri. Meski mulutnya terus memaki William sesungguhnya Grace sempat mengagumi otot-otot tubuh William yang tampak kokoh meski ia hanya melihatnya sekilas. Memanfaatkan waktu karena takut William keluar dari kamar mandi, Grace segera mengeluarkan gaun dari dalam tas kertas yang ia letakkan di atas nakas samping tempat tidur. Sekali lagi Grace mengumpat di dalam hatinya karena gaun yang disiapkan William tepatnya yang disiapkan oleh Alfa sekretaris Wiliam terlalu menempel di tubuhnya, gaun sepanjang mata kaki berwarna biru tosca dengan belahan tinggi tanpa lengan itu terlalu pas di tubuhnya seolah gaun yang kini melekat di tubuhnya di desain khusus untuk dirinya sehingga lekuk tubuh indah Grace tidak bisa di sembunyikan. Rasanya ia sangat kesal hingga tidak akan memaafkan siapa pun yang memilihkannya gaun itu karena selama ini Grace selalu menutupi lekuk tubuh indahnya, ia akan menjadi pusat perhatian. Grace ingin sekali melayangkan protes tetapi ia sadar semuanya hanya akan sia-sia. Grace masih mengamati bayangan tubuhnya yang berada di dalam cermin ketika entah kapan William telah berada di belakangnya, sebuah handuk berwarna putih melingkar rendah di pinggangnya. Otot-otot perut dan dadanya tergambar sempurna, beberapa tetes air masih menetes di pundaknya yang kokoh membuatnya tampak semakin terlihat seksi. Tanpa sadar Grace menelan ludahnya. "Bibirmu terliur melihat tubuhku," ejek William sambil membuang handuk yang melingkar di pinggangnya. Secepat kilat Grace melarikan diri dari tempat itu sebelum matanya ternoda untuk kedua kali, sementara itu melihat Grace yang ketakutan bibir William menyunggingkan senyum tipis. *** "Gunakan Make-up," kata William dengan nada dingin yang memerintah seperti biasa, ia telah rapi mengenakan pakaian formal yang warnanya senada dengan gaun malam yang di kenakan Grace. "Saya tidak memiliki alat make-up, Sir." Grace harus menentang karena ia memang tidak mungkin menggunakan make up, menggunakan make up berarti ia harus melepas kacamatanya. itu sama saja dengan membongkar jati dirinya. Tanpa memedulikan ucapan Grace, William mengangkat gagang telefon di atas mejanya. Tidak lama kemudian Alfa datang Bersama seorang gadis yang wajahnya penuh dengan make-up. "Aplikasikan make-up di wajah Grace," perintah William sambil duduk di kursinya dengan posisi malas. Ia menyilangkan kedua lengannya di belakang kepalanya sambil bersandar dengan nyaman di kursi kebesarannya. "Jangan terlalu tebal." Gadis dengan make-up tebal itu mengangguk dengan patuh, ia dengan sopan meminta Grace melepaskan kacamatanya dan mulai mengaplikasikan make up di wajah Grace. Bukan hanya gadis sedang mendandani Grace yang merasakan kegugupan, Grace juga merasa sangat gugup hingga telapak tangannya terasa berkeringat karena pandangan mata William yang terus saja mengarah kepada mereka berdua dengan tatapan dingin seolah mampu membekukan suasana di dalam ruangan itu. Setelah part ini banyak yang protes, kok langsung dua tahun kemudian, pokoknya baca aja. gak ada part yang gak nyambung. semua nyambung kok.Dua tahun kemudian di Moscow. William baru saja tiba di Moscow karena ibunya yang sangat cerewet itu memintanya untuk datang ke kota itu untuk mewakili ibunya dalam rangka menghadiri sebuah pameran perhiasan. Seharusnya ini adalah tugas Sydney karena pekerjaan ini adalah bidangnya. Tetapi, nyatanya Sidney adik gadisnya itu justru memiliki urusan yang lebih penting. Urusan yang katanya tidak bisa ditinggalkan. Jadilah William harus mengalah untuk menghadiri pameran perhiasan yang bertabur dengan berlian, benda yang sama sekali tidak ia mengerti meski ia telah didampingi oleh satu asisten ibunya yang sangat terlatih di dalam bidang perhiasan. William berulang kali menguap karena merasa bosan menyaksikan orang-orang yang terkagum-kagum melihat desain perhiasan yang bertabur berlian di depannya. Bagi William melihat perhiasan mewah bukan hal yang aneh karena sejak kecil ia terbiasa melihat ibu dan neneknya, mereka menggambar rancangan perhiasan kemudian berangkainya menjadi berwujud
"Of course. I'm fine," jawab Alicia dengan nada acuh. Sikap Alicia memang sedikit unik, ia selalu menjaga jarak dengan siapa pun termasuk Ford yang merupakan model sekaligus kekasihnya. Ford mendekati Alicia dan membelai rambutnya. Gerakannya sangat lembut dan penuh kasih sayang. "Kau marah kepadaku?" "Apa hakku marah kepadamu?" "Ayolah, kau sangat manis jika marah, sayangku." Ford bangkit dari duduknya. Ia berdiri di samping Alicia yang duduk dengan posisi malas di kursi. "Kau manajerku sekaligus kekasihku jadi kau berhak memanfaatkan kekasihmu ini, tepatnya kau bisa memeras tenagaku sesukamu," ucap Alicia dengan nada ketus. Selalu begitu, Ford sama sekali tidak terkejut dengan mulut pedas kekasihnya. "Kau kasar sekali sayangku, kita adalah pasangan yang paling serasi. Suatu saat kita akan membangun bisnis kita, membangun sebuah agensi model melebihi Le Model," kata Ford dengan nada bersungguh-sungguh. Alicia mencebik. Ia memutar bola matanya dengan enggan, Ford adala
"Aku memiliki tugas untukmu," kata William. Ia mendekati di mana adiknya berada. "Berikan saja kepada sekretarisku," jawab Leonel cepat. Ia tidak memerlukan waktu lama jika hanya untuk mengajukan penolakan. "Kau bahkan belum bertanya tugas apa yang akan aku berikan kepadamu." "Arhg...! Aku enggan, pekerjaan itu pasti melelahkan. Aku tahu siapa dirimu," ucap Leonel sambil mengempaskan tubuhnya sendiri ke atas ranjang dengan posisi tertelungkup. "Kau ini pemalas sekali." William memukul pelan adiknya menggunakan bantal. Leonel membalikkan badannya, ia kembali menguap dan berucap, "Santai itu perlu, tapi malas itu wajib." Semua orang di rumah itu tahu prinsip hidup Leonel, ia tidak akan sudi berpikir terlalu banyak, ia tidak akan mau melakukan sesuatu yang dianggapnya terlalu menguras tenaga dan pikirannya. Setiap hal yang di lakukannya di hitung dengan cermat agar tidak merugikan dirinya, tidak mengganggu waktunya bermain game dan tidak mengurangi jatah tidurnya. Hidup
Chapter 7 MOSCOW. "Ck...." Alicia meletakkan pensil di tangannya kemudian ia menutup buku agenda di depannya. Wajahnya tampak kesal karena lagi-lagi Ford memanggilnya untuk datang ke dalam ruangan kerjanya, Alicia tahu Ford selalu memanggilnya berkaitan dengan kontrak baru yang berhasil didapatkannya yang akhir-akhir ini membuat Alicia kewalahan. Ford seolah tidak peduli dengan waktu dan tenaganya. Sekarang Alicia merasa bukan lagi seperti seorang wanita biasa yang memiliki waktu santai dan bersenang-senang, bahkan Alicia merasa tidak bisa lagi menggambar dengan tenang karena waktunya nyaris habis untuk pekerjaannya dan setibanya di tempat tinggalnya ia kelelahan lalu tertidur. Alicia memasuki ruangan kerja Ford kemudian duduk di kursi tepat di depan meja kerja Ford. "Ada apa kau memanggilku?" tanyanya sedikit ketus. "Sayangku, kuucapkan selamat kepadamu, kau benar-benar mengejutkan. Kau tahu, Alicia? Aku baru saja menyetujui sebuah kontrak baru untukmu." Mata Ford tampak berkil
Chapter 8 Dengan perasaan tidak menentu Grace mengemudikan mobilnya menuju tempat tinggalnya. Sesampainya di dalam kamar Grace menghempaskan tubuhnya ke atas tempat tidur dan memejamkan mata, sementara pikirannya kembali mengembara pada dua tahun yang lalu di mana ia dan William kembali dari pesta makan malam. Sepanjang acara perjamuan makan malam Grace beberapa kali meneguk anggur di gelasnya karena orang-orang di sekitarnya yang terus mendentingkan gelas kepada Grace, ia tidak mungkin menolak karena khawatir dianggap tidak sopan. Apa lagi perjamuan itu di hadiri oleh orang-orang penting sehingga Grace sebisa mungkin menerima ajakan mereka bersulang. Lagi-lagi demi kesopanan. Paginya Grace membuka mata kepalnya terasa berdenyut dan merasakan ada sesuatu yang tidak benar, bukan hanya kepalanya yang berdenyut tetapi seluruh tubuhnya terasa sakit. Pinggangnya juga berada di dalam kungkungan lengan kekar seorang pria, lebih parahnya lagi mereka berdua tidak mengenakan pakaian. Grace
Chapter 9Setelah membiarkan William memeluknya beberapa saat, Grace mengubah posisinya menjadi duduk. Telapak tangannya menutupi bagian depan dadanya. "Di mana pakaianku?""Kau tidak memerlukan itu," jawab William yang juga telah mengubah posisinya."Willy, aku harus kembali ke asrama," kata Grace lirih."Tempatmu di sini, tinggal bersamaku," ujar William dengan nada diktator.Grace menghela napasnya. Demi Tuhan, William sekarang adalah orang yang paling dibenci oleh Grace tetapi pria itu bersikap seolah ia tidak memiliki dosa apa pun kepada Grace.Suatu saat aku akan membalas semua perbuatanmu kepadaku, William. Tidak peduli kau seorang Johanson. Bahkan jika langit terbelah dua sekalipun aku tidak akan pernah memaafkanmu.Tanpa memedulikan ucapan William, Grace menurunkan kakinya bermaksud melangkah menuju kamar mandi. Namun, baru saja satu langkah ia tak mampu lagi melanjutkan langkahnya karena area sensitif di antara kedua pahanya terasa sangat sakit. Ia terduduk dan tangisnya kem
Chapter 10Grace membuka matanya, wajah yang pertama dilihatnya adalah wajah William. Rupanya ia terlalu lama mengguyur tubuhnya di bawah shower segingga mengakibatkan malamnya ia mulai mengalami flu dan demam. Pagi harinya ia tidak bisa pergi ke perusahaan untuk bekerja. Entah bagaimana tiba-tiba ia telah berada di tempat tinggal William, Grace yakin William menggunakan cara licik untuk memasuki kamar asramanya kemudian membawa tubuhnya yang tertidur nyenyak kerena pengaruh obat ke tempat tinggalnya."Syukurlah, kau bangun." William meraba kening Grace untuk mengecek suhu tubuhnya. "Aku akan mengambilkan makanan dan obat untukmu," katanya.Grace hanya menatap William yang pergi menjauh darinya dan menghilang di balik pintu, tidak lama pria yang kini paling ia benci kembali ke kamar sambil di tangannya membawa segelas air dan semangkuk bubur sereal. Dengan sabar William menyuapkan makanan ke mulut Grace. Terlepas dari apa yang terjadi di antara mereka William sebenarnya sama sekali ti
"Grace...!" Aida memanggil Grace dengan suara cempreng yang sedikit nyaring. Gadis itu datang saat Grace baru saja mendudukkan bokongnya di bangku ruang kelas. Grace menoleh ke arah sumber suara, ia melambaikan tangannya ke arah Aida yang memanggilnya. Tampak Aida berlari kecil mendekati Grace. "Ms. Albert memanggilmu, sekarang." Aida memberitahu sahabatnya. "Ms. Albert?" Grace memiringkan kepalanya. "Ya." Aida menjawab pertanyaan Grace dengan nada acuh. "Untuk apa? Seingatku kita tidak memiliki tugas." Grace mengerutkan keningnyamenata, ia menatap wajah Aida. "Benar, kita tidak memiliki tugas. Sepertinya perawan tua itu telah menentukan di mana tempat magangmu," jawab Aida sambil meletakkan tasnya di atas meja. "Magang?" Grace menepuk jidatnya sendiri tanpa bangkit dari duduknya. "Aku melupakannya. Bagaimana dengan tempat magangmu? Apa kau juga telah tahu di mana kau ditempatkan?" "Ya, aku mendapatkannya," jawab Aida. "Barusan." "Di mana?" sepertinya Grace lebih
Chapter 10Grace membuka matanya, wajah yang pertama dilihatnya adalah wajah William. Rupanya ia terlalu lama mengguyur tubuhnya di bawah shower segingga mengakibatkan malamnya ia mulai mengalami flu dan demam. Pagi harinya ia tidak bisa pergi ke perusahaan untuk bekerja. Entah bagaimana tiba-tiba ia telah berada di tempat tinggal William, Grace yakin William menggunakan cara licik untuk memasuki kamar asramanya kemudian membawa tubuhnya yang tertidur nyenyak kerena pengaruh obat ke tempat tinggalnya."Syukurlah, kau bangun." William meraba kening Grace untuk mengecek suhu tubuhnya. "Aku akan mengambilkan makanan dan obat untukmu," katanya.Grace hanya menatap William yang pergi menjauh darinya dan menghilang di balik pintu, tidak lama pria yang kini paling ia benci kembali ke kamar sambil di tangannya membawa segelas air dan semangkuk bubur sereal. Dengan sabar William menyuapkan makanan ke mulut Grace. Terlepas dari apa yang terjadi di antara mereka William sebenarnya sama sekali ti
Chapter 9Setelah membiarkan William memeluknya beberapa saat, Grace mengubah posisinya menjadi duduk. Telapak tangannya menutupi bagian depan dadanya. "Di mana pakaianku?""Kau tidak memerlukan itu," jawab William yang juga telah mengubah posisinya."Willy, aku harus kembali ke asrama," kata Grace lirih."Tempatmu di sini, tinggal bersamaku," ujar William dengan nada diktator.Grace menghela napasnya. Demi Tuhan, William sekarang adalah orang yang paling dibenci oleh Grace tetapi pria itu bersikap seolah ia tidak memiliki dosa apa pun kepada Grace.Suatu saat aku akan membalas semua perbuatanmu kepadaku, William. Tidak peduli kau seorang Johanson. Bahkan jika langit terbelah dua sekalipun aku tidak akan pernah memaafkanmu.Tanpa memedulikan ucapan William, Grace menurunkan kakinya bermaksud melangkah menuju kamar mandi. Namun, baru saja satu langkah ia tak mampu lagi melanjutkan langkahnya karena area sensitif di antara kedua pahanya terasa sangat sakit. Ia terduduk dan tangisnya kem
Chapter 8 Dengan perasaan tidak menentu Grace mengemudikan mobilnya menuju tempat tinggalnya. Sesampainya di dalam kamar Grace menghempaskan tubuhnya ke atas tempat tidur dan memejamkan mata, sementara pikirannya kembali mengembara pada dua tahun yang lalu di mana ia dan William kembali dari pesta makan malam. Sepanjang acara perjamuan makan malam Grace beberapa kali meneguk anggur di gelasnya karena orang-orang di sekitarnya yang terus mendentingkan gelas kepada Grace, ia tidak mungkin menolak karena khawatir dianggap tidak sopan. Apa lagi perjamuan itu di hadiri oleh orang-orang penting sehingga Grace sebisa mungkin menerima ajakan mereka bersulang. Lagi-lagi demi kesopanan. Paginya Grace membuka mata kepalnya terasa berdenyut dan merasakan ada sesuatu yang tidak benar, bukan hanya kepalanya yang berdenyut tetapi seluruh tubuhnya terasa sakit. Pinggangnya juga berada di dalam kungkungan lengan kekar seorang pria, lebih parahnya lagi mereka berdua tidak mengenakan pakaian. Grace
Chapter 7 MOSCOW. "Ck...." Alicia meletakkan pensil di tangannya kemudian ia menutup buku agenda di depannya. Wajahnya tampak kesal karena lagi-lagi Ford memanggilnya untuk datang ke dalam ruangan kerjanya, Alicia tahu Ford selalu memanggilnya berkaitan dengan kontrak baru yang berhasil didapatkannya yang akhir-akhir ini membuat Alicia kewalahan. Ford seolah tidak peduli dengan waktu dan tenaganya. Sekarang Alicia merasa bukan lagi seperti seorang wanita biasa yang memiliki waktu santai dan bersenang-senang, bahkan Alicia merasa tidak bisa lagi menggambar dengan tenang karena waktunya nyaris habis untuk pekerjaannya dan setibanya di tempat tinggalnya ia kelelahan lalu tertidur. Alicia memasuki ruangan kerja Ford kemudian duduk di kursi tepat di depan meja kerja Ford. "Ada apa kau memanggilku?" tanyanya sedikit ketus. "Sayangku, kuucapkan selamat kepadamu, kau benar-benar mengejutkan. Kau tahu, Alicia? Aku baru saja menyetujui sebuah kontrak baru untukmu." Mata Ford tampak berkil
"Aku memiliki tugas untukmu," kata William. Ia mendekati di mana adiknya berada. "Berikan saja kepada sekretarisku," jawab Leonel cepat. Ia tidak memerlukan waktu lama jika hanya untuk mengajukan penolakan. "Kau bahkan belum bertanya tugas apa yang akan aku berikan kepadamu." "Arhg...! Aku enggan, pekerjaan itu pasti melelahkan. Aku tahu siapa dirimu," ucap Leonel sambil mengempaskan tubuhnya sendiri ke atas ranjang dengan posisi tertelungkup. "Kau ini pemalas sekali." William memukul pelan adiknya menggunakan bantal. Leonel membalikkan badannya, ia kembali menguap dan berucap, "Santai itu perlu, tapi malas itu wajib." Semua orang di rumah itu tahu prinsip hidup Leonel, ia tidak akan sudi berpikir terlalu banyak, ia tidak akan mau melakukan sesuatu yang dianggapnya terlalu menguras tenaga dan pikirannya. Setiap hal yang di lakukannya di hitung dengan cermat agar tidak merugikan dirinya, tidak mengganggu waktunya bermain game dan tidak mengurangi jatah tidurnya. Hidup
"Of course. I'm fine," jawab Alicia dengan nada acuh. Sikap Alicia memang sedikit unik, ia selalu menjaga jarak dengan siapa pun termasuk Ford yang merupakan model sekaligus kekasihnya. Ford mendekati Alicia dan membelai rambutnya. Gerakannya sangat lembut dan penuh kasih sayang. "Kau marah kepadaku?" "Apa hakku marah kepadamu?" "Ayolah, kau sangat manis jika marah, sayangku." Ford bangkit dari duduknya. Ia berdiri di samping Alicia yang duduk dengan posisi malas di kursi. "Kau manajerku sekaligus kekasihku jadi kau berhak memanfaatkan kekasihmu ini, tepatnya kau bisa memeras tenagaku sesukamu," ucap Alicia dengan nada ketus. Selalu begitu, Ford sama sekali tidak terkejut dengan mulut pedas kekasihnya. "Kau kasar sekali sayangku, kita adalah pasangan yang paling serasi. Suatu saat kita akan membangun bisnis kita, membangun sebuah agensi model melebihi Le Model," kata Ford dengan nada bersungguh-sungguh. Alicia mencebik. Ia memutar bola matanya dengan enggan, Ford adala
Dua tahun kemudian di Moscow. William baru saja tiba di Moscow karena ibunya yang sangat cerewet itu memintanya untuk datang ke kota itu untuk mewakili ibunya dalam rangka menghadiri sebuah pameran perhiasan. Seharusnya ini adalah tugas Sydney karena pekerjaan ini adalah bidangnya. Tetapi, nyatanya Sidney adik gadisnya itu justru memiliki urusan yang lebih penting. Urusan yang katanya tidak bisa ditinggalkan. Jadilah William harus mengalah untuk menghadiri pameran perhiasan yang bertabur dengan berlian, benda yang sama sekali tidak ia mengerti meski ia telah didampingi oleh satu asisten ibunya yang sangat terlatih di dalam bidang perhiasan. William berulang kali menguap karena merasa bosan menyaksikan orang-orang yang terkagum-kagum melihat desain perhiasan yang bertabur berlian di depannya. Bagi William melihat perhiasan mewah bukan hal yang aneh karena sejak kecil ia terbiasa melihat ibu dan neneknya, mereka menggambar rancangan perhiasan kemudian berangkainya menjadi berwujud
Satu bulan kemudian, yang Grace takutkan belum terjadi. Sepertinya William belum mengenalinya, sepertinya begitu meski ia sendiri sebenernya tidak yakin. William yang sekarang menjadi bos di tempatnya magang hanya menumpuk dokumen-dokumen pekerjaan yang tidak ada habisnya di meja kerjanya membuat Grace bekerja begitu keras, hampir setiap malam Grace harus lembur karena pekerjaan yang diberikan oleh William benar-benar tidak bisa di ajak berkompromi. Ingin rasanya Grace mengumpat dan memaki-maki William setiap hari karena menjadikannya seperti seekor sapi perah. Bagaimana tidak? Setiap hari ia harus pulang pukul sembilan malam dan pukul tujuh pagi ia harus berada di perusahaan kembali. Atasannya memperlakukannya dengan sikap dingin, gemar memerintah seenaknya, kaku, tidak pernah mengajaknya berbicara dengannya dan bersahabat. William juga selalu menatap Grace dengan tatapan yang mengisyaratkan permusuhan seolah-olah Grace memiliki kesalahan, bukankah William tidak mengenalinya hing
Selama bekerja menjadi karyawan magang Grace mengubah penampilannya. Ia selalu menggunakan rambut palsu berwarna hitam dengan model sebahu, ia juga menggunakan kacamata cukup tebal untuk menyamarkan penampilannya. Bukan hanya itu, pakaian yang ia kenakan juga sangat longgar dan tidak modern. Tetapi, semua bayangan ketakutan Grace ternyata hanya ketakutannya, faktanya di lapangan semua baik-baik saja. Hingga satu bulan ia berada di Johanson Corporation, ia sama sekali tidak pernah bertemu dengan keluarga Johanson. Grace ditempatkan di bagian keuangan, tidak banyak yang dikerjakan, para karyawan juga memperlakukan Grace selayaknya karyawan magang dan Grace berusaha bekerja dengan baik. Akan tetapi ketenangan Grace selama satu bulan bekerja buyar seketika. Hidupnya sebagai karyawan magang yang damai berubah menjadi awal kisah hidupnya yang seperti layaknya seorang gadis yang bermain sebuah drama sambil menaiki sebuah roller coaster di mulai dari kepala ruangan memanggilnya dan mengat