"Aku memiliki tugas untukmu," kata William. Ia mendekati di mana adiknya berada.
"Berikan saja kepada sekretarisku," jawab Leonel cepat. Ia tidak memerlukan waktu lama jika hanya untuk mengajukan penolakan. "Kau bahkan belum bertanya tugas apa yang akan aku berikan kepadamu." "Arhg...! Aku enggan, pekerjaan itu pasti melelahkan. Aku tahu siapa dirimu," ucap Leonel sambil mengempaskan tubuhnya sendiri ke atas ranjang dengan posisi tertelungkup. "Kau ini pemalas sekali." William memukul pelan adiknya menggunakan bantal. Leonel membalikkan badannya, ia kembali menguap dan berucap, "Santai itu perlu, tapi malas itu wajib." Semua orang di rumah itu tahu prinsip hidup Leonel, ia tidak akan sudi berpikir terlalu banyak, ia tidak akan mau melakukan sesuatu yang dianggapnya terlalu menguras tenaga dan pikirannya. Setiap hal yang di lakukannya di hitung dengan cermat agar tidak merugikan dirinya, tidak mengganggu waktunya bermain game dan tidak mengurangi jatah tidurnya. Hidupnya hanya untuk bermain game, makan dan tidur, selebihnya Leonel akan bekerja jika menurutnya perusahaan benar-benar memerlukannya saja. Jika di anggapnya orang lain mampu menyelesaikan ia hanya cukup mengawasi jalannya ke Glamour Entertainment yang merupakan sebuah agensi yang menaungi para artis dan model kelas atas di Eropa dan Amerika. William membuka ponselnya menunjukkan foto Alicia kepada Leonel. "Dapatkan gadis ini, bawa dia ke Glamour Entertainment secepatnya," ucapnya. Dengan gerakan malas Leonel meraih ponsel kakaknya dan sambil menguap ia mengamati foto-foto Alicia yang hanya tampak tubuhnya dan sedikit bagian wajahnya. "Apa istimewanya dia?" "Aku ingin bersenang-senang dengan tubuhnya," jawab William dengan nada acuh. "Apa kau tahu nama agensinya?" "Le Model." "Cih, Hanya seorang model kelas biasa dari agensi tidak ternama. Dia tidak pantas masuk ke dalam Glamour Entertainment," ucapnya sambil membuang ponsel kakaknya ke sisi tubuhnya. William mengambil ponselnya dan mengunci layarnya, kemudian ia memasukkan benda pipih itu ke dalam saku celananya. "Aku menginginkannya, kau tidak perlu membuat ia menjadi bintang. Kau hanya perlu menjadikan ia model biasa, beri ia pekerjaan sedikit sambil menunggu waktu yang tepat." "Kalau begitu kejar saja dia, kau seperti pria yang belum dewasa saja hingga kau memerlukan bantuan agen cinta. Ya Tuhan, berapa usiamu?" Leonel mengejek kakaknya. Menurut logika Leonel jika ia merekrut model itu apalagi gadis itu berada di Rusia, itu memakan waktu dan biaya lalu ia membawa ke Glamour Entertainment tetapi tidak memperkerjakan dengan benar maka sama saja ia akan menderita kerugian karena modelnya tidak menghasilkan apa pun. "Jangan terlalu banyak bicara atau Glamour Entertainment yang tak seberapa besar itu aku bangkrutkan." William mulai mengancam adiknya. "Kau mengancamku?" Leonel mengganti posisinya menjadi duduk bersila di atas ranjang. "Aku bisa melakukannya jika kau tidak menuruti apa keinginanku." William menaikkan sebelah alisnya, bibirnya mengulas senyum licik yang khas. "Aku ingin bermain-main sedikit dengannya, wanita yang terlalu sombong harus di berikan pelajaran," katanya. Ada kilatan kemarahan di mata William. "Baiklah. Akan aku jamin dalam satu bulan gadis itu ada di Glamour Entertainment tetapi semua itu ada harganya tidak ada yang gratis di dunia ini, bro," ucap Leonel dengan seringai yang tak kalah licik di wajah tampannya. "Beraninya kau? Kau mulai perhitungan ya terhadap saudaramu?" William menaikkan sebelah alisnya. "Tidak masalah jika kau keberatan, kau harus tahu bisnis adalah bisnis tetapi sayangnya dalam bisnis tidak mengenal keluarga. Bukankah barusan kau juga mengancamku akan membangkrutkan Bisnisku?" Leonel tidak akan begitu saja di menyerah kepada kakaknya yang terkenal licik dalam berbisnis itu. "Aku akan membayarku jika sukses dengan sebuah Mclaren720S," ucap William langsung memberikan penawaran yang sangat menggiurkan kepada Leonel. Mobil itu adalah salah satu the best super car in the world. Leonel melompat turun dari ranjang karena mendapatkan penawaran bisnis besar. Ia berdiri di depan William yang tengah berdiri di depan jendela lalu menjentikkan ibu jari dan jari tengahnya tepat di depan wajah kakaknya. "Baiklah aku pastikan dalam waktu satu bulan ia telah berada di Glamour Entertainment," ucapnya penuh semangat. "Kau pikir semudah itu pekerjaanmu? Aku belum selesai berbicara. Usahamu itu harus sepadan dengan super car yang kuberikan kepadamu nanti," kata William dengan nada sinis. "Argh...! Kau bertele-tele katakan apa yang harus kulakukan?" Leonel frustrasi, tawaran super car itu tidak akan ia biarkan begitu saja lepas dari genggamannya. Dengan super car itu nanti banyak model dan gadis-gadis cantik yang akan semakin terpesona melihatnya. Karena selain ia gemar bermain game dan tidur ia juga gemar menebar pesona kepada lawan jenis. Bibir William kembali mengulas senyum licik. Ia tahu adiknya pasti akan seperti itu, pria pemalas itu sangat materialistis. Ia yakin dalam satu Minggu mungkin Alicia akan berada di Glamour Entertainment karena Leonel tidak akan mampu menunggu lebih lama lagi untuk mengendarai super car yang di idamkannya. "Bukan hanya membawa gadis sombong itu masuk ke dalam Glamour Entertainment, kau harus melemparkannya ke atas ranjangku," jawab William. Matanya berkilat penuh intrik, bibirnya menyunggingkan senyum tipis. Senyum yang terkesan licik. Leonel mendengus kesal, kakaknya itu berwajah tampan, ia juga berganti-ganti pasangan setiap menghadiri pesta sama seperti dirinya. Tidak bisakah makanya itu merayu wanita? Leonel mengamati wajah kakaknya, alisnya bahkan sedikit berkerut. "Kasar sekali, aku harus melemparkan seorang wanita ke ranjangmu. Apa kau tidak memiliki kemampuan merayu wanita dengan caramu sendiri?" "Aku tidak memiliki waktu untuk merayu, apalagi ia tidak ada dindepan mataku. Intinya adalah bawa dia ke Glamour Entertainment lalu lempar dia keranjangku maka super car idamanmu itu akan segera menjadi milikmu. Semakin cepat semakin baik," ucap William menambahkan sedikit provokasi. Ia kemudian melangkahkan kakikinya menuju pintu bermaksud untuk keluar dari kamar Leonel. "Hei, siapa namanya?" Leonel bangkit untuk mengejar William yang sedang menarik gagang pintu. "Alicia, hanya itu yang kutahu," jawab William dengan nada penuh kemenangan yang nyata lalu ia menghilang di balik pintu. *** William meninggalkan kamar adiknya yang pemalas itu, ia berniat menuju kamar Alexa tetapi baru saja ia menutup pintu kamar Leonel ibunya Prilly Johanson memanggilnya. "Willy...." "Mommy, apa kabarmu?" sapa William ia mengecup pipi ibunya. "Seperti yang kau lihat. Mommy baik-baik saja," jawab Prilly. "Apa yang kau lakukan di sini?" "Sidney mengatakan kau ada di dalam kamar Leonel. Aku menunggumu." "Kau sangat merindukanku rupanya." William menggoda ibunya. "Anak durhaka, kau tidak kembali ke rumah ini berminggu-minggu, tentu saja aku merindukan putraku," omel Prilly. "Bagaimana pameran perhiasan yang kau hadiri? Apakah itu menyenangkan?" ibunya itu bertanya seolah sedang mengejeknya. "Sangat membosankan dan bodoh," jawab William sambil berlalu meninggalkan ibunya tetapi ibunya mengikuti langkah kakinya. "Malam ini kau harus tinggal di sini dan makan malam bersama keluarga, tidak ada bantahan. Kau tidak diizinkan pergi ke mana-mana," kata Prilly. "Baiklah, Mommy." "Aku tidak percaya ucapanmu begitu saja," sungut Prilly. "Kau seenaknya saja tidak pernah kembali ke rumah ini, kau pikir kau tidak memiliki orang tua? Kau pikir Mommy dan daddy-mu ini tidak merindukanmu?" "Ya Tuhan, Baiklah. Mommy kau sekarang sangat cerewet, kau seperti nenek-nenek. Mungkin kau memerlukan seorang cucu," ejek William. "Ya, bagus kau sadar. Seharusnya kau memberikan kami seorang cucu bukan setiap hari di suguhi berita kau mengencani model-model yang tidak jelas asal-usulnya. Ya Tuhan, Willy, kau seperti pamanmu Anthony. Lihat saja suatu saat kau akan jatuh ke pangkuan gadis polos dan lihat kau akan bersujud di kakinya seperti pamanmu itu menyembah Linlin," ucap Prilly sambil berlalu meninggalkan William. Anthony Julio Smith adalah kakak kandung ibu William yang konon ketika ia masih muda hidupnya penuh dengan gadis-gadis cantik tetapi faktanya pamannya itu justru jatuh cinta dan menikahi seorang gadis lugu bernama Linlin. William tidak menanggapi ucapan ibunya yang telah berlalu meninggalkanya. Ia hanya mengangkat kedua bahunya kemudian melangkahkan kakinya menuju kamar Alexa adik bungsunya.Chapter 7 MOSCOW. "Ck...." Alicia meletakkan pensil di tangannya kemudian ia menutup buku agenda di depannya. Wajahnya tampak kesal karena lagi-lagi Ford memanggilnya untuk datang ke dalam ruangan kerjanya, Alicia tahu Ford selalu memanggilnya berkaitan dengan kontrak baru yang berhasil didapatkannya yang akhir-akhir ini membuat Alicia kewalahan. Ford seolah tidak peduli dengan waktu dan tenaganya. Sekarang Alicia merasa bukan lagi seperti seorang wanita biasa yang memiliki waktu santai dan bersenang-senang, bahkan Alicia merasa tidak bisa lagi menggambar dengan tenang karena waktunya nyaris habis untuk pekerjaannya dan setibanya di tempat tinggalnya ia kelelahan lalu tertidur. Alicia memasuki ruangan kerja Ford kemudian duduk di kursi tepat di depan meja kerja Ford. "Ada apa kau memanggilku?" tanyanya sedikit ketus. "Sayangku, kuucapkan selamat kepadamu, kau benar-benar mengejutkan. Kau tahu, Alicia? Aku baru saja menyetujui sebuah kontrak baru untukmu." Mata Ford tampak berkil
Chapter 8 Dengan perasaan tidak menentu Grace mengemudikan mobilnya menuju tempat tinggalnya. Sesampainya di dalam kamar Grace menghempaskan tubuhnya ke atas tempat tidur dan memejamkan mata, sementara pikirannya kembali mengembara pada dua tahun yang lalu di mana ia dan William kembali dari pesta makan malam. Sepanjang acara perjamuan makan malam Grace beberapa kali meneguk anggur di gelasnya karena orang-orang di sekitarnya yang terus mendentingkan gelas kepada Grace, ia tidak mungkin menolak karena khawatir dianggap tidak sopan. Apa lagi perjamuan itu di hadiri oleh orang-orang penting sehingga Grace sebisa mungkin menerima ajakan mereka bersulang. Lagi-lagi demi kesopanan. Paginya Grace membuka mata kepalnya terasa berdenyut dan merasakan ada sesuatu yang tidak benar, bukan hanya kepalanya yang berdenyut tetapi seluruh tubuhnya terasa sakit. Pinggangnya juga berada di dalam kungkungan lengan kekar seorang pria, lebih parahnya lagi mereka berdua tidak mengenakan pakaian. Grace
Chapter 9Setelah membiarkan William memeluknya beberapa saat, Grace mengubah posisinya menjadi duduk. Telapak tangannya menutupi bagian depan dadanya. "Di mana pakaianku?""Kau tidak memerlukan itu," jawab William yang juga telah mengubah posisinya."Willy, aku harus kembali ke asrama," kata Grace lirih."Tempatmu di sini, tinggal bersamaku," ujar William dengan nada diktator.Grace menghela napasnya. Demi Tuhan, William sekarang adalah orang yang paling dibenci oleh Grace tetapi pria itu bersikap seolah ia tidak memiliki dosa apa pun kepada Grace.Suatu saat aku akan membalas semua perbuatanmu kepadaku, William. Tidak peduli kau seorang Johanson. Bahkan jika langit terbelah dua sekalipun aku tidak akan pernah memaafkanmu.Tanpa memedulikan ucapan William, Grace menurunkan kakinya bermaksud melangkah menuju kamar mandi. Namun, baru saja satu langkah ia tak mampu lagi melanjutkan langkahnya karena area sensitif di antara kedua pahanya terasa sangat sakit. Ia terduduk dan tangisnya kem
Chapter 10Grace membuka matanya, wajah yang pertama dilihatnya adalah wajah William. Rupanya ia terlalu lama mengguyur tubuhnya di bawah shower segingga mengakibatkan malamnya ia mulai mengalami flu dan demam. Pagi harinya ia tidak bisa pergi ke perusahaan untuk bekerja. Entah bagaimana tiba-tiba ia telah berada di tempat tinggal William, Grace yakin William menggunakan cara licik untuk memasuki kamar asramanya kemudian membawa tubuhnya yang tertidur nyenyak kerena pengaruh obat ke tempat tinggalnya."Syukurlah, kau bangun." William meraba kening Grace untuk mengecek suhu tubuhnya. "Aku akan mengambilkan makanan dan obat untukmu," katanya.Grace hanya menatap William yang pergi menjauh darinya dan menghilang di balik pintu, tidak lama pria yang kini paling ia benci kembali ke kamar sambil di tangannya membawa segelas air dan semangkuk bubur sereal. Dengan sabar William menyuapkan makanan ke mulut Grace. Terlepas dari apa yang terjadi di antara mereka William sebenarnya sama sekali ti
Chapter 11Grace mengelap tangannya menggunakan kain kering, ia mencoba mengumpulkan kewarasan otaknya kemudian ia berusaha menjauhkan tubuhnya dari cengkeraman William. Tetapi, tidak bagi William, penolakan itu membuat William membalik tubuh Grace dengan kasar kemudian menempelkan bibirnya di bibir ranum milik Grace. Memaksa Grace untuk membuka bibirnya dan menerima ciumannya. Memaksakan ciumannya kepada Grace dengan cara kasar, menggigit bibir bawah Grace kemudian saat bibir Grace terbuka ia segera menyusupkan lidahnya. Membelai lidah Grace dengan cara yang tidak biasa hingga Grace membalas cumbunanya dan bibirnya melepaskan erangan halus.Terengah-engah kedua insan itu mencium menyudahi tautan bibir mereka, William menatap dalam mata Grace, wajah wanita itu tampak merah merona. Tak mampu membalas tatapan William, Grace segera membuang pandangannya. Bagaimanapun tubuhnya selalu bereaksi setiap William menyentuhnya dan yang paling mengesalkan adalah otaknya selalu menentang perasaann
Chapter 12Grace mengenakan sebuah gaun pengantin berwarna putih tulang berhiaskan payet yang di bentuk dengan sangat rapi dan teliti oleh perancang yang sangat ternama di Rusia. Rambut hitam kecokelatan Grace di tata bergelombang dan di biarkan tergerai, sejumput dari sisi kanan dan kiri rambut di kepalanya tampak di anyam kemudian di jepit dengan rapi ke arah belakang. Penata rias hanya sedikit mengaplikasikan meke up di wajahnya. Hanya memakaikan lipstik berwarna ceria dan sedikit blush di tulang pipinya untuk mempertegas penampilannya yang telah sempurna. Gaun yang Grace gunakan begitu sempurna menempel di tubuh indahnya, seolah-olah gaun itu memang telah di rancang khusus untuknya. Di kakinya Grace mengenakan sepatu hak tinggi berwarna senada dengan gaun yang di kenakannya, tidak ketinggalan seikat bunga berada di genggamannya. Grace melangkah dengan anggun dengan wajah sedikit terangkat dan senyum yang tertahan seolah tidak akan membiarkan siapa saja dengan bebas menikmati seny
Chapter 13Khaim bukan seorang pria biasa, ia bergaul dengan banyak kalangan kelas atas. Di mata Khaim, Alicia tidak seperti wanita biasa pada umumnya. Cara Alicia bertutur kata, sopan santunnya dan gerakannya ia jelas di besarkan oleh keluarga kaya. Apalagi jika melihat warna mata Alicia, warna mata biru kehijauan adalah warna mata yang dimiliki oleh keturunan bangsawan di Inggris di tambah lagi tampak jelas wanita di depannya itu berusaha menyembunyikan aksen bicaranya. Aksen inggrisnya sangat kental, ia bukanlah orang Rusia, Khaim meyakini hal itu. "Kau tampak seperti seorang putri bangsawan, atau mungkin kau adalah seorang putri miliarder yang sedang menyamar menjadi seorang gadis miskin?" Khaim bertanya dengan nada bergurau.Grace terkekeh. "Kau tidak masuk akal, andai saja aku seorang putri bangsawan, aku lebih baik duduk berdiam diri di kastel sambil memandangi kuku di jemariku yang cantik, aku tidak perlu bekerja di tengah terik matahari, berdiri di atas sepatu hak tinggi yan
Chapter 14Grace sedang duduk menikmati sorenya di sambil mencoret-coret kertas yang ada di depannya, ia duduk mini bar yang ada di ruangan tempat tinggalnya sambil menonton siaran langsung konser penyanyi idolanya. Wajah penyanyi itu sangat cantik, suaranya benar-benar patut diacungi jempol dan gaya berpakaiannya, Grace sangat mengagumi setiap ia mengenakan model apa pun yang tampak serasi menempel di tubuhnya."Ah, dia juga salah satu artis Glamour Entertainment," gumamnya ambil mengetuk-ngetukkan pensil di tangannya ke meja bar. Grace meletakkan pensilnya ketika bel pintu apartemennya berbunyi. Wanita itu berjalan dan membukakan pintu untuk tamunya. "Ford?" Grace menyapa Ford yang berdiri di depan pintu. "Kau terkejut?" Ford menaikkan sebelah alisnya sambil memasuki tempat tinggal kekasihnya. "Akhir-akhir ini kau selalu datang tiba-tiba," kata Grace sambil menutup pintu. "Apa kau sibuk?" Ford menyapukan pandangannya di mana tampak MacBook milik Grace yang sedang menyala. "Han
Chapter 21RealizedGrace memasuki tempat tinggalnya yang tampak tidak lagi rapi meski hanya ditinggalkan kurang lebih dua puluh empat jam. Menurut Grace, mungkin Meghan merasa telah memenangkan permainannya dan bisa menguasai tempat itu. Ruang santai di apartemen seolah berubah menjadi tempat tinggal Meghan, di atas sofa tergeletak beberapa kantong belanja, dua tumpuk kotak sepatu yang masih utuh tertutup, juga beberapa kotak sepatu yang dibiarkan terbuka, juga beberapa buah tas berada di sana. Sebuah cermin kecil berbentuk bulat dengan pinggiran berwarna putih dan kotak make-up tergeletak di atas meja bersama beberapa kaleng bir yang tampaknya telah kosong. Grace hanya tersenyum tipis melihat tempat tinggalnya yang nyaman berubah menjadi seperti tempat antah berantah. Nina menatap Grace seolah melemparkan pertanyaan melalui tatapannya dan dijawab oleh Grace dengan menaikkan kedua alisnya bersamaan dengan kedua bahunya yang mengedik. Baru saja Grace berniat hendak mengajak Nina un
Chapter 20InnocentGrace tertawa hambar. "Kau kecewa padaku. Tapi, aku lebih kecewa padamu." Ia menelan ludah. "Willy, kau menghianati pernikahan kita yang baru saja berjalan beberapa bulan," ucapnya pelan. Dadanya dilingkupi rasa kecewa meski ia sendiri sebenarnya sedikit ragu terhadap prasangkanya sendiri."Kau mengenalku sejak kecil," ucap William dengan dingin. "Kukira kau adalah orang yang paling memahamiku dan seharusnya kau percaya kepadaku. Kukira hubungan kita memiliki ikatan yang sangat kuat. Ternyata aku salah. Kau bahkan meninggalkanku, meninggalkan tempat tinggal kita hanya karena badai sekecil ini." "Sekecil ini?" Grace tidak mengerti, perselingkuhan bukan perkara kecil, seperti dirinya yang lahir dari perselingkuhan kedua orang tua kandungnya. Ia tidak ingin ada perselingkuhan di dalam hidupnya lagi, ia tidak ingin ada bayi yang akan terlahir dari hubungan perselingkuhan lagi. "Kau bahkan tidak memiliki bukti dari tuduhanmu, kau tidak melihat dengan mata kepalamu sa
Chapter 19 Dissapoint 2 Ketika William tiba di area parkir sebuah gedung apartemen, William buru-buru keluar dari mobilnya karena ia mendapati Grace, Nina dan Aida. Ia mendekati ketiga orang itu dan meraih lengan Grace. "Grace, kita harus bicara." William menatap mata Grace yang tampak sedikit bengkak. Ia tahu jika istrinya pasti baru saja menangis. Grace membalas tatapan William dengan dingin. "Tidak sekarang." Nina masuk ke dalam mobil, sedangkan Aida tidak. Ia menepuk pundak Grace. "Kurasa kalian memang harus berbicara." Grace menghela napasnya. "Tidak penting, masalahmu lebih penting." Aida menggelengkan kepalanya. "Suamimu lebih penting." Ia menatap William. "Aku harus pergi ke kantor polisi untuk penyelidikan temanmu yang menghilang, jika kalian sudah selesai, kalian menyusullah ke sana." William mengerutkan keningnya. "Siapa menghilang?" Grace dan Aida saling menatap dan mengerutkan keningnya lalu beralih memandang William. "Calvin," ujar mereka berbarengan. "A
Chapter 18LiarWilliam melihat mobil yang dikemudikan oleh Nina keluar dari area gedung apartemen tempat tinggalnya. Tanpa menaruh kecurigaan apa pun ia mengemudikan mobilnya lalu setelah memarkirkannya, ia menuju unit tempat tinggalnya dan langsung menuju ke kamarnya.Namun, ia terkejut mendapati siapa yang berada di dalam kamarnya bukan Grace, melainkan Meghan yang sedang mondar-mandir di kamarnya. Wajah Meghan tampak panik.Ia mengerutkan keningnya seraya bertanya, "Di mana Grace?"Megan memegangi handuk yang melingkar di tubuhnya, ia menatap William dan air matanya terjatuh. "Willy, syukurlah kau datang.""Apa sesuatu terjadi padamu?" Meghan menggelengkan kepalanya lalu air mata yang tergelincir di pipinya menggunakan lengannya. "Tidak, kau susul Grace, cepatlah.""Apa maksudmu?" William mengerutkan keningnya."Kehadiranku membuat hubunganmu dan Grace dalam masalah." Meghan terisak.William semakin tidak mengerti karena ia merasa jika ia dan Grace baik-baik saja, tidak ada masal
Chapter 17Another TasteKetika William dan Grace bertemu Meghan di bandara mereka tidak terlalu curiga apa lagi mengira pertengkaran Meghan dan Calvin serius. William mengira jika pertengkaran mereka masih dalam tahap seperti biasa, tetapi saat mereka tiba di dalam mobil dan Meghan membuka kacamatanya, William sangat terkejut mendapati kedua mata Meghan tampak bengkak, tampak menyedihkan, dan selama bertahun-tahun mengenal Meghan, ia belum pernah melihat Meghan tampak menyedihkan seperti itu.Yang William tahu, Meghan adalah tipe gadis yang acuh. Ia hanya peduli dengan Calvin, kesenangan, dan penampilannya. Dan hal yang paling William tahu adalah keduanya saling mencintai bahkan mereka nyaris tidak pernah terlibat dalam pertengkaran yang serius, meski mereka terlibat perselisihan, perselisihan mereka hanya seputar keinginan Megan yang terlalu berlebihan dan ditentang oleh Calvin, tetapi pada akhirnya Calvin akan mengalah kepada Meghan. William menggeser tubuhnya menghadap ke belakan
Holla.....Selamat malam dan selamat membaca.Jangan lupa untuk tinggalkan komentar, RATE bintang yang ada di pojok kiri bawah layar ponsel kalian.Share juga cerita ini pada teman-teman kalian. ❤Chapter 16Dissapoint 1William bersedekap berdiri di depan Grace yang tertunduk duduk di kursi kerja. Tatapan matanya menyorot Grace tidak bersahabat, bahkan sedikit kesan mengintimidasi. Tidak seorang pun di antara keduanya memulai percakapan sejak Grace memasuki mobil hingga tiba di Bebe Shoes, suasana masih dipenuhi dengan kebisuan. Grace berapa kali menjilat bibirnya, sepenuhnya ia menyadari jika tidak seharusnya menyembunyikan sesuatu dari William. Demi Tuhan, ia tidak bermaksud demikian karena cepat atau lambat ia memang harus memberitahu William, tetapi ia tidak menyangka jika William lebih dulu memergoki langkahnya. Ia mengumpulkan keberaniannya, perlahan mengangkat wajahnya menatap William dengan tatapan memohon maaf. "Willy, aku akan menjelaskan padamu." William menyipitkan
Chapter 15Grace's OffersGrace berdiri di depan pintu masuk ruang rawat inap Theresia, ia sengaja tidak memasuki ruangan itu karena Nathalia berada di dalam sana. Wanita itu sedang menyisir rambut Theresia dengan penuh kasih sayang sambil bercakap-cakap. Terlihat akrab meski grace tidak bisa mendengar apa yang mereka bicarakan tetapi dari bahasa tubuh keduanya, Grace bisa memastikan jika Nathalia sangat menyayangi Theresia. Ada kecemburuan membakar dadanya meski tidak berkobar. Tetapi, ia merasakan panas yang bersumber dari sana lalu perlahan-lahan menjalari nadinya, menyebar ke seluruh raganya. Theresia diinginkan oleh Nathalia, sedangkan dirinya tidak. Grace benar-benar tidak mengerti bagaimana bisa seorang perempuan yang melahirkan dua anak, tetapi hanya mencintai satu dari keduanya. Bagaimana bisa Nathalia bisa bersikap berbeda dengan Prilly yang menyayanginya meski ia bukan putri kandungnya? Bukankah Nathalia dan Jack terlibat perselingkuhan, bukan pemerkosaan yang berujung me
Chapter 14Good Quality SleepGrace membersihkan tubuhnya, sedangkan William menyiapkan makan malam untuk mereka berdua. Ketika Grace kembali ke dapur, ia melingkarkan kedua lengannya ke pinggang suaminya, memeluk William dari arah belakang dan bertingkah manja. "Makanan akan segera siap," ucap William sembari meletakkan teh teko yang terbuat dari keramik berisi teh hangat. "Apa kau butuh bantuan?" Grace menggesekkan keningnya di punggung William. "Semuanya telah siap," ujar William sembari berbalik menghadap Grace. Grace tersenyum menatap William, di dalam benaknya ia bersyukur menjadi anggota keluarga Johanson dan lebih bersyukur lagi ia memiliki William sebagai suaminya. Di samping tampan, William benar-benar memiliki kepribadian yang sangat baik, sikapnya juga lembut dan tentunya penyayang. "Sebaiknya kau membersihkan tubuhmu terlebih dulu." William menggeleng. "Teh akan dingin." "Baiklah kalau begitu aku yang akan membersihkan meja setelah kita makan," desah Grace. "Kubila
Chapter 13A PretendedGadis kecil di depan Grace juga mengamati wajah Grace. "Aku tidak mengenalmu," ucapnya, tatapannya terlihat waspada. Ya, kebanyakan orang tua di negaranya melarang anak-anaknya berbicara dengan orang asing. Grace tersenyum seramah mungkin. "Aku adalah Alicia, kau memang tidak mengenalmu, tapi aku mengenal ibumu Nathalia Allen." Gadis itu mengerjakan matanya beberapa kali. "Kau sahabat Mommy?" Dengan kata lain gadis di depannya benar Theresia, anak Nathalia. Grace menggelengkan kepalanya pelan. "Tidak, kami tidak bersahabat. Tapi, ibumu mengatakan jika putrinya sakit, jadi aku ingin melihatmu." Gadis kecil itu menatap Grace dengan tatapan curiga, dari caranya menatap Grace, terlihat jika Theresia benar-benar tidak mengenal Grace. Grace duduk di bangku yang berada di samping ranjang pasien. "Di mana ibumu?" "Ini bukan waktunya Mommy di sini," sahut Nathalia pelan. "Jadi benar? Kau adalah Theresia Adney?" Grace harus memastikan, paling tidak ia mendapatka