Setelah berjam-jam mengurung diri, kini pintu kamar Nirmala terbuka. Hari itu yang telah menujukkan pukul 2 pagi membuat situasi sunyi.Tadi usai ia menangis hingga kelelahan, tanpa sadar Nirmala tertidur di lantai dan bangun-bangun ia merasa haus dan lapar.Ketika ia baru menginjakkan selangkah keluar kamar, ia dikejutkan dengan tubuh mungil seorang gadis yang bersandar di tembok. Nirmala menatap nanar Ganesha yang rupanya sedari sore tadi menungguinya di depan pintu. Hatinya teriris perih menyadari betapa kejamnya ia membiarkan adiknya tidur dengan keadaan seperti ini.Nirmala menarik napas panjang-panjang menahan air mata yang sebentar lagi menetes. Ia merasa sudah cukup merepotkan adiknya, ia tak ingin semakin larut dalam kesedihan hingga membuatnya dalam kungkungan rasa bersalah.Dengan tenaga yang tersisa, Nirmala menggendong tubuh Ganesha. Untung saja ia terbiasa mengangkat benda berat sehingga tak begitu kesulitan menggendong Ganesha untuk ditidurkan di kamarnya.Setelah memas
Ganesha menatap sedih sepiring nasi goreng dengan toping telur ceplok di atasnya. Pagi tadi ketika ia terbangun, ia terkejut ketika terbangun di kamarnya padahal seingatnya semalam ia sedang menunggui kakaknya. Ia bergegas bangkit mencari keberadaan kakaknya, ia yakin orang yang memindahkannya ke kamar adalah kakaknya.Sayangnya ketika ia cari kamar kakaknya telah terbuka dan tidak ada seorang pun di sana. Bahkam seragam kakaknya yang tergantung di belakang pintu pun telah raib. Menyadari kakaknya telah berangkat kerja, Anes hanya bisa berdoa semoga kakaknya benar-benar telah baik-baik saja. Kemudian saat Anes telah bersiap untuk berangkat sekolah, ia melihat sepiring nasi goreng di meja makan dan juga telur ceplok bikinannya malam itu. "Kenapa kakak tidak memakannya? Kenapa malah menyiapkan sarapan untukku?" gumam gadis itu sendu. Ia menjadi khawatir mengingat hari ini kakaknya bekerja dengan perut kosong sedangkan semalam kakaknya juga belum sempat mengisi perut.Akhirnya dengan b
Brakkk!Pintu yang terbuat dari kayu itu bergerak terbuka seiring tenaga besar Bhaskara merobohkannya."KAKAK?!" Anes berteriak kencang melihat kondisi kakaknya di dalam kamar. Di tengah kegelapan kamar Nirmala kala itu, ia terbaring meringkuk dengan kondisi lemas. Di sebelahnya ada sebuah gelas yany telah pecah tak beraturan."Aku bersalah. Ini semua karena aku. Aku pembawa sial," gumam Nirmala kecil sekali hampir mirip seperti bisikan.Bhaskara mencari letak saklar lampu agar dengan mudah bisa bergerak dikegelapan. Clap!Seketika itu juga kondisi kamar Nirmala yang berantakan segera terlihat. Terlihat juga ada bercak darah diubin kamar."Kakak apa yang kau lakukan?!" seru Anes bergegas mendekati kakaknya.Bhaskara terlebih dahulu menyingkirkan pecahan beling yang berserakan. Ia khawati Nirmala maupun Anes akan terluka nantinya."Kakak, hiks!" Anes segera membangunkan kakaknya dan memeluknya erat. Tangisnya sudah tak terbendung lagi melihat kondisi sang kakak yang jauh dari kata
"Kemana lagi aku harus mencari pekerjaan?" Wanita berpakaian kemeja itu mengusap peluh pada wajahnya. Dengan sebelah tangannya memegang sebuah map, ia terlihat duduk kelelahan. Sudah lebih dari setengah hari ia berkeliling untuk mencari pekerjaan, namun tak satupun mau menerimanya. Padahal ia rela melalukan pekerjaan apa saja asalkan halal. Ia menghela napas berat. Lukanya belum sembuh tapi ia terpaksa harus berjuang kembali. Seperti ucapan ibunya dahulu, sekuat apapun masalah menerpa, jangan melupakan kehidupan yang berjalan tanpa jeda. Kita tidak bisa hanya terus terpaku pada luka, jika ingin menyembuhkannya. Kita perlu bangkit untuk melawan rasa sakit agar bisa beranjak dari kehidupan pahit. Wanita itu kembali bangkit, mencoba terus mencari gedung mana yang belum ia singgapi. Di ujung jalan kini hanya tersisah dua gedung. Yang satu sebuah kafe dan satunya lagi merupakan restoran cepat saji. "Semoga kali ini nasib bersahabat." Meskipun bayang-bayang penolakan masih menghantuin
Batin Nirmala kembali terguncang. Kenyataan pahit kehidupannya yang berusaha dihancurkan membuatnya begitu terpuruk.Belum usai sakit hatinya akibat patah hati, kini harus diterpa masalah yang lebih buruk. Prospek kerja dan haknya sebagai pekerja dicabut paksa oleh keluarga mantan kekasihnya. Betapa remuknya hati Nirmala hingga menangis pun rasanya tak berguna.Ia berjalan dengan tatapan kosong seperti orang yang telah hilang kewarasan. Belum juga bangkit, ia masih tertatih menata langkahnya yang masih sulit. Kini ia dibuat babak belur dan dipaksa jatuh tersungkur. Sungguh ia tak menyangka dampaknya akan separah ini. Harapan yang semula tumbuh kini terpaksa pupus.Langkah Nirmala terhenti, ia tak sanggup lagi melarikan diri. "Jika aku mati, apakah kesengsaraan ini akan berhenti? Haruskah .... "Namun pemikiran buruk itu seketika terhenti ketika seorang lelaki hadir di hadapannya. "Terserah jika kau memandangku sebagai tokoh antagonis. Tapi di sini kaulah yang serakah. Kau yang tega m
Langkah Nirmala terhenti di depan sebuah gerbang berwarna hitam. Dapat ia lihat dari celah pagar sebuah rumah besar dan luas di dalamnya. Yap, kini ia berada di kediaman keluarga Wahyatma.Dengan sedikit gugup ia menekan bel rumah mewah itu. Tampilan bel rumah pun tidak sesederhana biasanya. Tepat dipinggir gerbang ada sebuah benda persegi berwarna hitam dengan bawahnya terdapat tombol bel. Tak beberapa lama usai bel tersebut di tekan, terdengar sebuah suara lelaki dari kotak persegi itu."Dengan siapa? Dan ada keperluan apa?"Nirmala yang menyadari itu adalah suara satpam pun segera mengerti rupanya bel tersambung ke pos keamanan bukan langsung ke rumah."Saya ingin bertemu Baladewa, Pak. Apakah ada?"Gerbang hitam itu pun terbuka dan nampak seorang satpam keluar dari sana. "Apakah Tuan Baladewa mengenali anda?" Dengan sedikit kaku Nirmala mengangguk. Setelah itu sang satpan terlihat menelpon seseorang. "Nama anda siapa?"Nirmala menegang. Ketika mengaku bernama Nirmala, ia tak
Bhaskara berpikir keras, selain ke Rajya Corp ia buntu untuk mencari Nirmala kemana lagi. Tadi ia sempat mencoba mencari Nirmala di Rajya Corp, namun ternyata wanita itu tidak berada di sana."Argh! Aku gak tau lagi kemana biasanya dia pergi," sesal Bhaskara tak memiliki satu tempat pun yang terlintas di benaknyaKarena tak ingin terus-terus terjebak dalam kebuntuan, Bhaskara berpikir ulang. Nirmala kemungkinan tiba-tiba kabur setelah membaca surat tagihan dari sekolah Ganesha, kalau begitu apakah artinya Nirmala segera mencari pekerjaan lain? Mengingat tadi sang adik sempat bercerita jika Nirmala dipecat dari pekerjaannya."Okelah coba aku cek di ruko-ruko sekitaran sini."Bhaskara pun meninggalkan motornya begitu saja. Ia memilih berjalan menyusuri ruko-ruko di sepanjang jalan. Setelah lebih dari setengah jam ia berkeliling, ia tak menemukan hasil apapun"Argh! Nirmala kemana sih kamu!" teriaknya frustrasi.Saat pikirannya semakin kalut, tiba-tiba sekelebat sesosok muncul di ingatan
"LEPASKAN! AKU BELUM SELESAI BERBICARA!!" Nirmala terus memberontak dalam dekapan Bhaskara. Meskipun Bhaskara mencoba menyadarkannya, tetap saja ia bertekad ingin kembali memohon. Ia nampak tak peduli dengan harga dirinya yang diinjak-injak. Ketika mereka digiring keluar gerbang, barulah Bhaskara melepas Nirmala. "Apa? Kau tetap akan bersikeras mengemis pada mereka?" "IYA! INI SATU-SATUNYA AKU BISA BERTAHAN HIDUP. TAPI KAU MENGACAUKANNYA!" maki Nirmala tak merasa bersalah sedikitpun. Bhaskara menarik napas panjang, benar-benar sulit menyadarkan Nirmala ini. "Baiklah terserah! Masuklah lagi ke dalam dan jadilah keset untuk keluarganya!" gertaknya telah kehilangan cara untuk menyasarkan wanuta di hadapannya itu. Nirmala yang terlepas dari cekalan Bhaskara bergegas melarikan diri untuk kembali masuk. "Apa kau tidak berpikir alasan ayahmu yang rela berkhianat dari keluarga ini? Apa kau akan mempermalukan almarhum Om Rajendra?!" Ucapan itu membuat langkah Nirmala terhent