"Kemana lagi aku harus mencari pekerjaan?" Wanita berpakaian kemeja itu mengusap peluh pada wajahnya. Dengan sebelah tangannya memegang sebuah map, ia terlihat duduk kelelahan. Sudah lebih dari setengah hari ia berkeliling untuk mencari pekerjaan, namun tak satupun mau menerimanya. Padahal ia rela melalukan pekerjaan apa saja asalkan halal. Ia menghela napas berat. Lukanya belum sembuh tapi ia terpaksa harus berjuang kembali. Seperti ucapan ibunya dahulu, sekuat apapun masalah menerpa, jangan melupakan kehidupan yang berjalan tanpa jeda. Kita tidak bisa hanya terus terpaku pada luka, jika ingin menyembuhkannya. Kita perlu bangkit untuk melawan rasa sakit agar bisa beranjak dari kehidupan pahit. Wanita itu kembali bangkit, mencoba terus mencari gedung mana yang belum ia singgapi. Di ujung jalan kini hanya tersisah dua gedung. Yang satu sebuah kafe dan satunya lagi merupakan restoran cepat saji. "Semoga kali ini nasib bersahabat." Meskipun bayang-bayang penolakan masih menghantuin
Batin Nirmala kembali terguncang. Kenyataan pahit kehidupannya yang berusaha dihancurkan membuatnya begitu terpuruk.Belum usai sakit hatinya akibat patah hati, kini harus diterpa masalah yang lebih buruk. Prospek kerja dan haknya sebagai pekerja dicabut paksa oleh keluarga mantan kekasihnya. Betapa remuknya hati Nirmala hingga menangis pun rasanya tak berguna.Ia berjalan dengan tatapan kosong seperti orang yang telah hilang kewarasan. Belum juga bangkit, ia masih tertatih menata langkahnya yang masih sulit. Kini ia dibuat babak belur dan dipaksa jatuh tersungkur. Sungguh ia tak menyangka dampaknya akan separah ini. Harapan yang semula tumbuh kini terpaksa pupus.Langkah Nirmala terhenti, ia tak sanggup lagi melarikan diri. "Jika aku mati, apakah kesengsaraan ini akan berhenti? Haruskah .... "Namun pemikiran buruk itu seketika terhenti ketika seorang lelaki hadir di hadapannya. "Terserah jika kau memandangku sebagai tokoh antagonis. Tapi di sini kaulah yang serakah. Kau yang tega m
Langkah Nirmala terhenti di depan sebuah gerbang berwarna hitam. Dapat ia lihat dari celah pagar sebuah rumah besar dan luas di dalamnya. Yap, kini ia berada di kediaman keluarga Wahyatma.Dengan sedikit gugup ia menekan bel rumah mewah itu. Tampilan bel rumah pun tidak sesederhana biasanya. Tepat dipinggir gerbang ada sebuah benda persegi berwarna hitam dengan bawahnya terdapat tombol bel. Tak beberapa lama usai bel tersebut di tekan, terdengar sebuah suara lelaki dari kotak persegi itu."Dengan siapa? Dan ada keperluan apa?"Nirmala yang menyadari itu adalah suara satpam pun segera mengerti rupanya bel tersambung ke pos keamanan bukan langsung ke rumah."Saya ingin bertemu Baladewa, Pak. Apakah ada?"Gerbang hitam itu pun terbuka dan nampak seorang satpam keluar dari sana. "Apakah Tuan Baladewa mengenali anda?" Dengan sedikit kaku Nirmala mengangguk. Setelah itu sang satpan terlihat menelpon seseorang. "Nama anda siapa?"Nirmala menegang. Ketika mengaku bernama Nirmala, ia tak
Bhaskara berpikir keras, selain ke Rajya Corp ia buntu untuk mencari Nirmala kemana lagi. Tadi ia sempat mencoba mencari Nirmala di Rajya Corp, namun ternyata wanita itu tidak berada di sana."Argh! Aku gak tau lagi kemana biasanya dia pergi," sesal Bhaskara tak memiliki satu tempat pun yang terlintas di benaknyaKarena tak ingin terus-terus terjebak dalam kebuntuan, Bhaskara berpikir ulang. Nirmala kemungkinan tiba-tiba kabur setelah membaca surat tagihan dari sekolah Ganesha, kalau begitu apakah artinya Nirmala segera mencari pekerjaan lain? Mengingat tadi sang adik sempat bercerita jika Nirmala dipecat dari pekerjaannya."Okelah coba aku cek di ruko-ruko sekitaran sini."Bhaskara pun meninggalkan motornya begitu saja. Ia memilih berjalan menyusuri ruko-ruko di sepanjang jalan. Setelah lebih dari setengah jam ia berkeliling, ia tak menemukan hasil apapun"Argh! Nirmala kemana sih kamu!" teriaknya frustrasi.Saat pikirannya semakin kalut, tiba-tiba sekelebat sesosok muncul di ingatan
"LEPASKAN! AKU BELUM SELESAI BERBICARA!!" Nirmala terus memberontak dalam dekapan Bhaskara. Meskipun Bhaskara mencoba menyadarkannya, tetap saja ia bertekad ingin kembali memohon. Ia nampak tak peduli dengan harga dirinya yang diinjak-injak. Ketika mereka digiring keluar gerbang, barulah Bhaskara melepas Nirmala. "Apa? Kau tetap akan bersikeras mengemis pada mereka?" "IYA! INI SATU-SATUNYA AKU BISA BERTAHAN HIDUP. TAPI KAU MENGACAUKANNYA!" maki Nirmala tak merasa bersalah sedikitpun. Bhaskara menarik napas panjang, benar-benar sulit menyadarkan Nirmala ini. "Baiklah terserah! Masuklah lagi ke dalam dan jadilah keset untuk keluarganya!" gertaknya telah kehilangan cara untuk menyasarkan wanuta di hadapannya itu. Nirmala yang terlepas dari cekalan Bhaskara bergegas melarikan diri untuk kembali masuk. "Apa kau tidak berpikir alasan ayahmu yang rela berkhianat dari keluarga ini? Apa kau akan mempermalukan almarhum Om Rajendra?!" Ucapan itu membuat langkah Nirmala terhent
Semalaman mata Nirmala tak dapat terpejam. Ia berguling ke kanan dan ke kiri mencari titik nyamannya, namun tak sekalipun ia mendapatkannya. Ia sama sekali tak dapat memejamkan mata ketika lagi-lagi ucapan Bhaskara terngiang-ngiang dalam kepalanya. 'Ayo kau cobalah. Emmm tidak-tidak, ayo kita coba berjuang bersama.'"Argh! Apa-apaan ini kenapa Bhaskara malah seperti menerorku," geramnya ketika suara Bhaskara terngiang-ngiang dipikirnya.Ia lantas bangkit dari posisi tidurnya dan membuka jendelanya, membiarkan udara dingin malam itu menerobos masuk ke kamarnya. Ia memandangi gelapnya langit dengan sedikit titik putih di mana bintang bersinar."Ayah, apakah ayah ingin aku berjuang? Apa Nirmala akan sanggup?" gumamnya memandangi bintang kecil yang ia perumpamakan sebagai ayahnya.Ting.Tiba-tiba saja di sebelah bintang yang ia pandangi terdapat bintang jatuh.Netra hazelnya berbinar. "Woaaa bintang jatuh! Aku harus buat permintaan," serunya lantas memejamkan mata kemudian menangkupkan k
Senja telah terlukis indah di ufuk barat. Dengan berlatar belakang langit jingga, Bhaskara mengendarai motor memasuki pekarangan rumahnya Nirmala."Thanks, Kara," ucap Nirmala menuruni sepeda motor itu perlahan.Bhaskara pun melepas helm full facenya. "Santai, kalau butuh refresing bilang aja. Aku anterin kemanapun kau mau."Pipi Nirmala sedikit bersemu. Meskipun Bhaskara selengekan dan menyebalkan, ia akui Bhaskara termasuk orang yang memiliki jiwa solidaritas yang tinggi. Ia akan melakukan apa saja demi menyenangkan temannya. "Gak ah udah cukup sekali saja," tolak Nirmala jelas."Kenapa? Takut baper, ya?" goda lelaki itu mulai senang melihat Nirmala salah tingkah.Nirmala menatap Bhaskara horor. "Apa sih, nggak!"Dikala mereka saling berbincang, Ganesha keluar rumah. Ia menyambut hangat kepulangan kakaknya."Kakak udah pulang?" tanya Anes mengalihkan perhatian Nirmala. "Gimana, Kak, seneng kan jalan-jalan sama Kak Kara?" Nirmala tiba-tiba mengerlingkan matanya curiga. "Jadi kalian
Laju motor berhenti di depan sebuah rumah yang nampak asri. Rumah itu tidak terlalu besar, namun berbagai jenis tanaman menghijaukan halaman rumahnya. Meskipun baru sampai di depan gerbang, suasana hati Nirmala menjadi tenang. Sepertinya udara segar dengan pemandangan hijau itu mampu merilekskan pikiran Nirmala."Wah! Rumahmu keren, ya! Kayaknya aku bakal betah kalau tiap hati berkebun di sini," ucap Nirmala takjub begitu turun ia segera mengabsen tiap sudut rumah Bhaskara.Bhaskara turun dari motornya kemudian membuka gerbang rumahnya. "Iya, mama emang hobi berkebun makanya banyak taneman di sini. Kalau mau bilang aja ke mama pasti kegirangan dapet temen berkebun," balasnya terkekeh geli melihat tatapan penuh binar Nirmala.Setelah itu Nirmala membuntuti Bhaskara memasuki halaman rumahnya dengan antusias. Ia naik ke rerumputan gajah yang disekelilingnya ditanami berbagai tumbuhan indah.Dari arah pintu, keluarlah sesosok wanita paruh baya menyambut hangat."LOH?! Lala ada disi—""MA