Samuel tengah bertelepon dengan seseorang, dia berdiri di balkon kamarnya. Arin yang masuk ke dalam kamar pun menghampirinya, Samuel meraih pinggang Arin. Kini posisi Arin ada di depan Samuel dengan tubuh mereka yang merapat. Samuel mencium pipi Arin, posisi mereka tetap seperti itu hingga Samuel mematikan sambungan telepon. "Siapa Mas?""Rocky," jawab Samuel yang memasukan ponselnya ke dalam saku. "Ada yang mencoba mencelakai Laura.""Siapa Mas?""Belum tahu," ucap Samuel yang kemudian menatap wajah Arin. "Kenapa kamu ingin melindunginya?""Melihat dia membuatku melihat diriku waktu seusianya," tutur Arin yang terlihat sedih. Samuel mengusap pipi Arin, dia jelas tahu apa yang Arin lewati setelah kedua orang tuanya meninggal. Arin merasa beruntung karena ada Samuel yang diam-diam membantunya. Sedangkan Laura dia tak punya siapapun yang bisa membantu dirinya. Arin memeluk sang suami membuat Samuel langsung membalas pelukannya. Di rumah sakit Laura membuka matanya dia menatap sekitar
Laura kembali terbangun, Arin yang melihatnya segera menghampirinya. "Hey, bagaimana keadaanmu?""Bu Arin.""Iya Ra?"Laura seakan ingin mengatakan sesuatu tetapi lidahnya kelu. Dia tidak bisa mengatakan apapun hingga air matanya menetes. Arin segera memeluk Laura untuk menenangkan Laura. "Ada kami disini jangan takut, jangan memaksakan diri untuk bercerita sekarang," tutur Arin. Mila mengusap tangan Laura seakan mengata jika dia juga ada disini untuknya. Arin melepaskan pelukannya, dia lalu mengusap air mata Laura. "Lupakan kejadian buruk, kamu wanita hebat," sambung Arin. "Terimakasih karena telah menolong saya." Arin hanya tersenyum. Keadaan Laura kini semakin baik, meskipun dia menangis tetapi tidak histeris seperti tadi hingga berteriak. "Ra, mau makan?" tanya Mila yang dijawab gelengan kepala. "Nanti kalau mau makan bilang ya, aku hari ini mau menginap disini jadi kamu tidak sendirian.""Maaf merepotkan.""Tidak apa-apa, anak kecil memang harus dijaga," balas Mila membuat Ari
Clara berada di club malam dia sangat kesal dengan keluarganya sendiri yang selalu meremehkan dirinya. Suara bising di dalam club itu mengiringi Clara yang tengah menari. Pakaiannya yang seksi dengan belahan dada yang terpampang membuat para pria tergoda. Seorang pria mendekatinya, meskipun Clara sudah minum tapi dia masih cukup sadar untuk menepis tangan pria itu yang menyentuh pantatnya. "Aku hanya ingin berkenalan," bisik pria itu. "Aku tidak suka disentuh sembarangan!" tegas Clara yang pergi dari lantai dansa itu. Dia memilih duduk untuk kembali minum. Clara mengedarkan pandangannya dia melihat pria yang telah dia incar. Pria tinggi dengan mata coklat yang menawan itu membuat Clara jatuh hati. Clara pun mendekat ke arah pria itu, dia mencoba mencari perhatian. Pria itu baru datang bersama dengan dua pria lain, saat berada di depan pria itu Clara pura-pura tersandung. Sebuah tubuh kekar menangkap dirinya, Clara sudah tersenyum sebelum melihat wajah pria itu. Dia pelan-pelan men
Jam menunjukkan pukul tujuh pagi, matahari sudah terbit. Mila berdiri di depan wastafel, dia menatap wajahnya dari pantulan cermin. Terlihat kedua mata Mila yang menghitam karena semalam dia tidak bisa tidur. "Menyebalkan!" gerutu Mila. Rocky semalam tidak mengirim pesan apapun membuat Mila kesal hingga tidak bisa tidur. Mila membasuh wajahnya dia pun segera mandi. Karena akan ke cafe maka Mila memakai celana panjang berwarna hitam dengan inner hitam dan outer cream. "Sudah bangun Ra?" "Mau ke cafe ya Bu?""Iya nanti aku harus ke cafe tidak apa-apa kan aku tinggal?""Tidak apa-apa Bu, nanti malam Bu Mila juga tidak perlu menginap disini lagi. Aku baik-baik saja kok," tutur Laura. "Lihat nanti ya," ucap Mila. "Kamu makan lalu minum obat ya sebelum aku pergi," sambung Mila yang membuka tempat makan yang rumah sakit berikan. Laura menganggukan kepalanya, dia tidak mau semakin merepotkan orang lain. Mila kembali menyuapi Laura karena Laura yang kesulitan makan sendiri. Selesai makan
"Mas, hari ini aku akan keluar ya," ucap Arin yang sekarang masih bertelepon dengan suaminya. "Kemana Sayang? Dokter bilang kamu harus banyak istirahat loh.""Hotel.""Jangan sendirian, ajak Fani bersamamu dan langsung katakan pada Mas jika ada masalah disana," tutur Samuel. "Iya Mas, makasih ya."Arin memakai jeans panjang berwarna hitam dan kaos putih. Tak lupa Arin membawa tas yang warnanya senada dengan celananya. Arin keluar dari kamar, di depan kamarnya Fani telah menunggu dirinya. Mereka segera berangkat dengan Alec yang menyetir mobil. Arin ke hotel untuk menemui Luna, sampai di hotel Arin langsung ke ruangan khusus. Dia memakai masker dan topi dan berjalan memasuki ruangan yang hanya boleh di masuki orang-orang tertentu. Luna langsung menyambut Arin dengan baik dia mempersilahkan Arin untuk duduk. "Ini CCTV hotel yang Anda minta Nyonya," tutur Luna."Siapa nama gadis itu?""Namanya Puspa dia pegawai baru di hotel dan malam itu seperti yang terlihat Pusta baru akan pulang,
Mila naik angkutan umum menuju ke rumah sakit, dia ingin mengambil baju kotornya sekaligus ingin melihat keadaan Laura. Angkot berhenti di depan rumah sakit, Mila berjalan menuju ruangan tempat Laura di rawat. Dia segera masuk ke ruangan itu dan benar apa kata Rocky bahwa ada perawat di ruangan Laura. Mila tersenyum ke arah perawat itu, "Sudah makan Ra?" tanya Mila yang berjalan ke arah Laura. "Tari siang sudah.""Nanti mau makan apa, biar aku belikan.""Makan makanan dari rumah sakit saja nanti.""Beneran tidak mau makan yang lain, mumpung aku disini Laura.""Tidak ada yang aku inginkan sekarang Bu," jawab Laura. "Eh btw baju kotorku kemana? Perasaan aku letakan disini," gumam Mila. "Tadi bodyguard di depan membawanya katanya mau di laundry.""Hah? Aku tidak menyuruhnya.""Perintah Pak Rocky, Bu," jelas perawat yang bernama Nova itu.Mila menggaruk kepalanya yang tidak gatal dia nampak bingung mendengar penjelasan Nova itu. Dia lalu segera mengirim pesan kepada Rocky. [Apa Pak R
Arin menghampiri suaminya yang ada di ruang kerja dia berjalan ke arah Samuel dan duduk di depan Samuel. "Ada apa Sayang?" tanya Samuel yang menyingkirkan laptopnya agar tidak menghalangi mereka. Arin mengerucutkan bibirnya dia nampak bingung untuk mengatakan sesuatu. "Sayang kenapa?""Sebenarnya Mas sudah tahu ya kalau pelakunya Miko," ucap Arin yang membuat Samuel terkejut. "Kemarilah," panggil Samuel yang meminta Arin untuk mendekat ke arahnya. Arin bangkit dari duduknya dia berjalan ke arah Samuel, ketika Arin sampai di hadapan Samuel maka Samuel langsung menarik Arin untuk duduk di atas pangkuannya. "Kenapa Mas tidak mengatakannya padaku.""Darimana kamu mendapat informasi itu?""Jawab dulu pertanyaanku kenapa Mas tidak mengatakan padaku?""Mas tidak mau kamu stres Sayang, bukankah dokter menyarankan agar kamu tidak banyak pikiran. Jika kamu tahu ini semua berhubungan dengan keluarga biadab itu kamu pasti terus memikirkan itu hingga membuatmu stres," jelas Samuel yang menatap
Rocky kini berada tepat di depan Mila, jantung Mila berdetak dengan kencang. Semakin dekat wajah Rocky membuat Mila langsung memejamkan matanya. Mila pun menahan nafasnya hingga tiba-tiba Rocky meraih tangan kirinya. "Aku tak salah ternyata," ucap Rocky membuat Mila membuka matanya. Dia salah ternyata Rocky bukan ingin menciumnya lagi, tetapi pria itu menyematkan cincin di jari manis Mila. Mila terdiam menatap jari manisnya itu dia bingung dengan apa yang terjadi. Pandangan Mila lalu beralih ke arah Rocky yang ternyata sejak tadi Rocky menatapnya. "Ini cincin siapa sih kenapa justru di pakaikan ke aku," gumam Mila yang melepas cincin itu. "Lihat saja ukiran di dalamnya," ucap Rocky. Mila melihat ukiran di dalam cincin itu tertera nama Mila dan Rocky disana. Mila mengerutkan alisnya dia lalu menatap Rocky dengan tatapan menuntut penjelasan. "Itu artinya aku melamarmu," ucap Rocky yang menyentil jidat Mila. "Akh sakit," eluh Mila yang mengelus jidatnya. "Sudah sana masuk kamar,
Mobil memasuki pemukiman dimana sebelah kanannya masih ada hamparan sawah yang luas. Anak-anak berlari dengan memakai seragam sekolah, tawa ceria mereka seperti tak punya beban. Pemandangan itu cukup menarik perhatian Rocky. Anak-anak itu sangat berbeda dengan Rocky, dia dulu tak memiliki teman karena asal usul yang tidak jelas itu. "Rumah warna putih itu Pak," ucap Mila yang menunjuk ke sebuah rumah dengan ada sosok pria paruh baya yang masih duduk di teras rumah. Mobil berhenti tepat di sebuah rumah yang nampak sederhana itu. Mila segera turun, pria paruh baya yang melihat Mila pun langsung berdiri. Senyum cerah menghiasi wajahnya, Mila langsung memeluk pria itu. "Ya ampun Nok akhirnya kamu sampai juga," ucap Pak Fajar yang tak lain adalah Bapak Mila. "Bu Ibu, Mila pulang ini," teriak Pak Fajar memanggil istrinya. Seorang wanita paruh baya keluar dan langsung memeluk Mila. Rocky cukup iri saat melihat pemandangan itu. "Oh ya Bapak Ibu ini Rocky," tutur Mila memperkenalkan Rocky
Mila baru selesai mandi dia memilih mengenakan rok jeans dengan belahan depan hingga selutut. Atasan Mila memakai outer bergaris berwarna biru putih, Mila memang tidak pernah memakai celana atau rok pendek hingga menampilkan pahanya. Pakaiannya terbilang cukup tertutup setiap saatnya meskipun di dalam rumah. Pintu kamar tiba-tiba dibuka oleh Rocky terlihat Rocky yang memakai kemeja biru dan kaos putih. "Sayang ayo makan," ajak Rocky. Mila menganggukkan kepalanya dan dia pun segera mengikuti langkah Rocky. Seorang wanita paruh baya terlihat tengah menata makanan di atas meja. "Oh ya Sayang kenalin ini Bibi Lia yang sering aku panggil untuk membersihkan apartemen," tutur Rocky. "Halo Bi saya Mila," sapa Mila. "Iya Nyonya Mila.""Bibi sudah makan?" "Bibi makannya nanti Nyonya, masih terlalu pagi juga Bibi tidak biasa sarapan.""Oh iya Bi.""Kalau begitu Bibi pamit kembali ke dapur Tuan Nyonya," tutur Bibi Lia dengan sopan yang kemudian pergi dari ruang makan itu. Rocky menarikkan
Mila tidak bisa tidur padahal sekarang sudah tengah malam, perutnya sejak tadi terasa lapar tapi dia terlalu malu untuk makan tengah malam seperti ini. Dia terus menatap jam hingga akhirnya berjalan menuju ke pintu. Beberapa saat Mila hanya berdiri di balik pintu dia ragu untuk membuka pintu itu. Perutnya terus berbunyi mau tak mau Mila membuka pintu. Kepala Mila keluar dari pintu melihat ke kanan kiri yang nampak sepi dan gelap karena lampu sudah dimatikan. Mila pun segera melangkah menuju ke dapur, tidak nampak Rocky disana. Mila membuka kulkas dia mencari sesuatu untuk dimakan. "Cari apa?" "Astaga," ucap Mila yang terkejut karena Rocky tiba-tiba datang. Mila mengusap dadanya karena jantungnya berdetak dengan kencang. Rocky lalu menyalakan lampu terlihat wajah Mila yang gelagapan seolah kepergok melakukan kejahatan. "Kamu lapar?" tanya Rocky. "Iya maaf," jawab lirih Mila. "Kenapa minta maaf?" Rocky mengusap kepala Mila lalu berjalan ke arah lemari kabinet atas. "Mau mie?" tany
Samuel dan Arin kini berada di sebuah restoran Korea, mata Arin nampak berbinar melihat berbagai makanan Korea yang ada di depannya itu. Arin tentu saja langsung memakan topokki yang sejak awal dia incar. Samuel menatap istrinya itu yang tengah makan dengan lahap. Dia mengusap sudut bibir Arin yang belepotan, Arin tersenyum malu saat Samuel membersihkan bibirnya. "Makannya pelan-pelan tidak ada yang mau minta kok," tutur Samuel dengan lembut. "Oh ya aku lama tidak menengok Laura, bagaimana ya keadaannya sekarang?""Mau kesana nanti?" tanya Samuel yang langsung dijawab anggukan kepala oleh Arin. Samuel pun tersenyum melihat Arin yang sangat antusias. "Aku mau ke kamar mandi dulu ya Mas," tutur Arin. "Kenapa apa kamu sakit perut?""Tidak, aku hanya kebelet pipis," jawab Arin dengan menunjukkan giginya yang rata. "Mas antar.""Tidak perlu, Mas tunggu disini saja."Arin menolak tawaran Samuel dia menuju ke kamar mandi seorang diri. Dari tempat Arin duduk ke kamar mandi lumayan jauh,
"Seperti kita pulang saja," ucap Mila tiba-tiba. "Kenapa?""Aku datang pulang," jawab Mila dengan ragu. "Kita mampir indomaret dulu ya," tutur Rocky yang langsung berhenti di indomaret karena kebetulan tadi mereka berada dekat dengan indomaret. "Kamu tidak perlu turun, biar aku saja yang turun," sambung Rocky yang kemudian keluar dari mobil. Tapi sebelum masuk ke indomaret tiba-tiba Rocky kembali ke mobil dia mengetuk kaca Mila. Mila pun menurunkan kaca mobilnya. "Kamu biasanya pakai merk apa?""Hah? Maksudnya?""Pembalut, kamu biasanya merk apa?""Aku bisa beli sendiri," tutur Mila yang akan membuka pintu mobil tapi di tahan oleh Rocky. "Diam di dalam, katakan saja padaku.""Yang warna hijau daun sirih lalu yang malam warna biru.""Oke."Rocky kembali berjalan ke indomaret itu, Mila menatapnya bingung hingga tak lama terlihat Rocky yang keluar dari indomaret dengan membawa satu kantong plastik. Karena plastik itu warna putih jadi Mila bisa melihat apa yang Rocky bawa. Mila tidak
Sampai di rumah Arin langsung memberi kabar Samuel jika dia sudah sampai rumah, suaminya itu langsung menelpon dirinya. "Halo Mas.""Sudah makan?""Sudah Mas, tadikan aku sudah bilang kalau aku makan di cafe.""Oh iya, yaudah kamu istirahat jangan kemana-mana lagi.""Iya suamiku yang bawel.""Nanti pulangnya kalau ingin dibelikan sesuatu bilang saja ya.""Oke Mas, yaudah sana Mas lanjut kerja aja.""Iya Sayang, I love you.""I love you more.""I love you more," ucap Samuel kembali yang setelah baru telepon pun dimatikan. Arin merebahkan dirinya di atas tempat tidur dia pun memilih untuk tidur karena cukup lelah. Tak lama kemudian mata Arin langsung terpejam, dia langsung masuk ke alam mimpinya. Sedangkan di tempat lain Clara baru saja kembali menggunakan taxi karena mobilnya di bengkel. Clara malas menunggunya hingga memilih pulang. "Dimana mobilnya?" tanya Bella karena dia tidak tahu jika mobil Clara lecet. "Di bengkel, hanya lecet sedikit. " Bagaimana bisa?""Itu tidak penting
Jam menunjukkan pukul delapan pagi Clara kembali ke kamar setelah dia sarapan. Dia berniat menghubungi Elang, meskipun sekarang Clara berambisi mendapatkan Samuel tetapi dia juga ingin mendapatkan Elang. Dengan tidak sabar Clara menelpon nomor Elang, Elang tak langsung mengangkatnya. Hingga beberapa detik kemudian Elang pun mengangkat teleponnya membuat Clara berjingkrak. "Halo Elang ini aku Clara," ucap Clara. "Oh iya Ra, kenapa?""Mau tanya soal motornya, jadi berapa semuanya Lang?""Tidak usah Clara, kamu tidak perlu ganti rugi lagipula mobil kamu juga lecetkan," tutur lembut Elang membuat jantung Clara berdetak dengan kencang. "Aku tidak enak jika tidak ganti rugi Elang, kirimkan notanya saja.""Tidak usah, pokoknya tidak usah.""Hm baiklah baiklah kalau begitu aku traktir makan siang aja bagaimana?" tutur Clara yang berharap Elang mau menerima tawarannya. "Oke kalau itu boleh deh, tapi aku yang menentukan tempatnya ya.""Tentu saja, mau dimana?""Asteria cafe."Mendengar nam
Irawan mempersilahkan Samuel untuk masuk mereka menuju ke ruang makan. Clara duduk di depan Samuel membuat Samuel bisa melihat dengan jelas belahan dada Clara. Samuel dalam hati terus mengumpat karena mengikuti permintaan istrinya dia berakhir sepe ini. Sangat memuakan bagi Samuel bagaimana Clara terus menerus mencoba menarik perhatiannya. "Apa Tuan Samuel baru saja pulang dari kantor?" tanya Irawan. "Tidak saya dari rumah, saya menemani istri saya makan baru kemari," jelas Samuel terus terang membuat Clara mengepalkan tangannya. Susah payah dia berdandan agar menarik perhatian Samuel bahkan dia menunggu lama Samuel hingga kelaparan tetapi Samuel dengan santainya mengatakan jika dia menemani istrinya makan. Clara sangat kesal mendengar kejujuran Samuel itu. "Kenapa tidak mengajak istrinya ke mari Tuan?" tanya Bella yang masih terlihat ramah. "Dia menemani saya seharian di kantor jadi lelah, apalagi masih hamil. Saya tidak ingin dia kelelahan karena terus menemani saya.""Saya bar
Bella sibuk memilih baju untuk Clara, beberapa gaun yang ada di lemari sudah mereka coba tetapi belum menemukan yang menarik. "Kurang seksi, ganti-ganti," ucap Bella. "Berat badanmu sekarang berapa, perlu diet kamu.""Iya Ma aku tahu aku naik satu kilo.""Bisa-bisa kamu naik banyak! Jaga pola makan, Mama tidak mau kamu gemuk."Clara memutar bola matanya malas, berat badannya sekarang empat puluh satu kilo. Cukup berat bagi Clara untuk harus menjaga berat badan supaya stay di angka empat puluh kilo. Bella mengambil gaun berwarna hitam dengan tali tipis di punggung yang menampakkan punggungnya itu. Bella meminta Clara mencoba gaun itu, Clara tanpa membantah mencobanya. Saat gaun itu telah melekat di badan Clara maka Bella pun langsung tersenyum. Pasalnya punggung putih Clara membuat Clara semakin seksi. Apalagi gaun itu yang sebatas paha membuat paha Clara terpampang jelas. Dengan penampilan seperti itu Bella yakin jika Samuel akan tertarik oleh Clara. Gadis itu juga memiliki wajah y