***Resepsionis itu masih mempertahankan keramahan, meski tak ada yang tau bahwa dalam hati sedang mengeluh akan usaha keras kepala remaja di depannya."Kalau Anda ingin memberitahu langsung dan bertemu Tuan CEO, buatlah janji bertemu dengannya agar memiliki izin masuk," kata resepsionis itu, senyum tidak seramah di awal."Tapi, aku-""Nona, sudah ada puluhan gadis yang melakukan berbagai trik semacam ini, kami tidak bisa membiarkan Anda masuk, jadi tolong pergilah, kembali jika Anda sudah memiliki jadwal janji."Satu resepsionis lain yang semula acuh tak acuh, mengikuti percakapan tanpa diundang, membantu sang teman bicara dengan sinis.Bibir Yerinsa mengatup rapat, tak lama berdecak pasrah mengetahui banyak pasang mata karyawan menatap ke arahnya.Mundur dari meja resepsionis, Yerinsa melirik kiri-kanan diam-diam, memaksa otak bekerja mencari cara bagaimana bisa menemui Luga hari ini juga.Yerinsa tidak berniat pergi dari kantor ini walaupun sudah diusir, menerima sinisme bukan jadi
*** Sebelum-sebelumnya, di hari libur Yerinsa akan memilih menghabiskan waktu tiduran di kamar menonton streaming video yang baru rilis. Tapi, minggu ini terlalu sibuk, sampai tidak banyak waktu membuka laptop di rumah. Seperti hari ini, Yerinsa sarapan sendiri lagi karena semua penghuni rumah pergi sejak pagi buta, membatalkan begitu banyak perjanjian dengan pihak yang bersangkutan dengan acara pertunangan. Sepanjang dari kamar ke pintu utama rumah, hanya pelayan yang Yerinsa temui. Abrady, Margareth dan Gabriella ke rumah keluarga Laventez bersama hari ini. Meninggalkan Yerinsa sendiri di rumah, tapi setelah sarapan gadis itu juga sudah bersiap pergi. "Nona, Anda mau ke mana?" Belum sempat kaki berbalut sneakers high top coklat itu menginjak undakan tangga teras untuk turun, suara Mauren datang dari belakang membuatnya menghentikan langkah. Yerinsa menoleh. "Ada yang harus kubeli di luar, aku akan kembali," katanya singkat sambil melanjutkan. "Apa Anda sudah memberitahu supir?
***"Kamu-? Bagaimana dia bisa? Dia diizinkan? Kenapa kami tidak?" Gadis ber-dress hitam, teman si merah, bertanya tidak terima pada resepsionis, menunjuk wajah melongo Yerinsa."Kami hanya menjalankan tugas. Tuan Liam berkata nona ini boleh naik," jawab resepsionis itu lancar bagai sistem komputer."Pasti ada kesalahan. Mungkin yang diizinkan naik itu kami, bukan dia," sahut si gadis merah ikut mendesak tidak terima.Yerinsa segera tersadar dari linglung, inilah kesempatan yang tuhan berikan. Tidak mungkin akan disia-siakan, jadi langsung menjauh dari meja resepsionis itu."Terima kasih," ucap Yerinsa masih sempat berteriak pada resepsionis sambil berlari ke arah lift.Padahal baru sehari kemarin Yerinsa diusir secara tidak sopan oleh satpam, tapi hari ini secara ajaib langsung diberi izin, entah apa yang terjadi tapi Yerinsa tidak memikirkan itu dulu.Memasuki lift dengan senyum lebar tidak sabar, Yerinsa hanya sendiri di dalam saat benda kotak itu berjalan naik ke lantai 35 yang di
***Semakin Luga maju, semakin Yerinsa mengambil langkah mundur. Mendadak nyali menciut melihat sosok itu mendekat seperti hewan predator berbahaya yang memamerkan gigi taring."Bagaimana kamu bisa berpikir seperti itu?""A-Apa?" gumam Yerinsa bingung.Luga berhenti tepat satu langkah di depan Yerinsa, memperlihatkan perbedaan proporsi tubuh mereka yang jelas sangat jauh. Tinggi Yerinsa hanya sedagu Luga, jadi harus mendongak ekstra untuk saling pandang."Apa yang mendasarimu untuk berpikir bahwa aku menginginkan Gabriel?" tanya Luga tajam.Yerinsa mundur dua langkah kembali. "Bu-Bukankah ... memang benar, k-kamu ... kamu menginginkannya, tapi Gabby tidak bisa kamu miliki, jadi kamu memerintahkan seseorang untuk melenyapkan Kak Justin agar pertunangan itu tidak terjadi?" tudingnya tergagap.Luga mendadak terdiam, sedetik kemudian memotong jarak dan melayangkan sorot mata lebih dalam."Lucu sekali, Vie, menurutmu aku melenyapkan seseorang demi Gabriel?" Dengan seringai kecil Luga berta
***Justin yang begitu dekat dengan Gabriella, orang yang menjadi pemilik seluruh hatinya, tanpa peringatan pergi di detik-detik menjelang hari kebahagiaan mereka.Tidak hanya perasaan Gabriella yang remuk redam, tapi seluruh dunia baginya menjadi tidak baik-baik saja.Sentuhan lembut di pundak menarik atensi Yerinsa, menemukan sang ibu juga dengan mata memerah mencoba mengulas sebuah senyum meski terpaksa."Sayang, kamu pulanglah dulu, Ibu yang akan menemani Gabby," bujuk Margareth dengan suara serak.Sekali lagi Yerinsa menatap sosok rapuh sang kakak di samping nisan makam Justin, dengan berat hati melepaskan pelukan dan bangkit berdiri."Kamu harus sekolah, kan? Tuliskan surat izin untuk kakakmu, ya?" Margareth tak kalah terguncang, Justin yang sudah seperti putra sendiri tidak diduga akan meninggalkan mereka dalam kecelakaan nahas seperti ini.Yerinsa mengangguk, akhirnya mau meninggalkan pemakaman bersama rangkulan sang ayah, berjalan dengan pandangan kosong dan tanpa bicara sedi
***Pesan masuk di handphone mengambil perhatian Yerinsa dari buku note tempat menulis rangkuman novel yang sekarang seakan tidak berguna lagi, karena semua hal terjadi tidak bisa diprediksi.Menghidupkan layar handphone, mengernyit samar saat melihat sebuah nomor tidak dikenal mengirimi pesan. Penasaran, Yerinsa membuka pesan itu, hanya ada sebait kalimat pertanyaan, tapi berhasil membuat punggung Yerinsa menegang.From: Unknow numberSubjek: Ingat apa yang kamu katakan? Melindungi semuanya dariku? Bagaimana kamu melindungi semuanya sekarang?Yerinsa mematikan layar handphone setelah keluar dari room chat, mengepalkan tangan di atas meja belajar dengan geram.Luga ...Tidak salah lagi, penyebab anjloknya saham perusahaan De Vries pasti laki-laki itu.Yerinsa meremas rambut di kedua sisi kepala, sudah habis akal bagaimana lagi menanggulangi semua permasalahan ini.Bagaimana melawan Luga?"Bodo amatlah, Anjing!" umpat Yerinsa sambil menggebrak meja.Bangkit berdiri, Yerinsa menjauh dar
***Duduk tegang di sofa panjang ruang tamu itu menatap Luga yang berdiri menjulang, Yerinsa hanya ingin ini cepat dibicarakan dan selesai."Coklat hangat," kata Luga tidak nyambung sebelum melangkah pergi.Yerinsa tercengang, mulut terbuka ingin protes, tapi Luga sudah menghilang di sekat ruangan. Bertanya tapi tidak mendengarkan jawaban, apa memang Luga semenyebalkan itu?"Seenaknya sekali," dengkus Yerinsa sinis.Ruangan menjadi hening karena Yerinsa menyapu pandang ke seluruh tempat itu, memperhatikan pigura dan pajangan kecil di dinding, bahkan tidak ada foto Luga atau siapapun di sini.Tidak terlalu lama menyisir dinding ruangan yang kebanyakan kosong saja, suara langkah kaki membuat Yerinsa fokus kembali pada tujuannya datang ke sini.Melihat Luga datang membawa segelas minuman masih mengepulkan uap, dan sekaleng minuman bir di tangan yang lain. Gelas berisi coklat hangat diletakkan ke atas meja di depan Yerinsa, sementara kaleng bir masih di tangan saat Luga beranjak duduk."A
***Supir yang sudah mengabdikan diri bertahun-tahun di keluarga De Vries itu menjadi tidak tenang sejak tiga puluh menit lalu. Dua jam menunggu Yerinsa di parkiran basement gedung apartemen mewah ini, tidak ada tanda-tanda kemunculan sang nona muda keluar dari sana setelah tadi masuk tampak memiliki banyak pikiran.Sudah dua batang rokok juga habis dihisap sementara menunggu, dan waktu berlalu semakin larut. Bulan pergantian musim membuat udara malam hari sangat dingin menusuk hingga tulang. Jika saja mobil itu tidak memiliki penghangat udara canggih, sudah pasti tubuh tuanya menggigil.Pesan masuk di handphone membuat pria berkumis itu bergegas mengecek, tertera nama sang nona muda si pengirim pesan.From: Nona muda YerinSubjek: Pak, kamu bisa pulang. Aku akan menginap di sini malam ini, ini apartemen teman sekolahku.Isi pesan berupa perintah untuk pulang itu membuat kening si pria mengkerut, merasa ada sedikit keanehan di pesan itu, tapi tidak tau jelas anehnya di bagian mana. Ta