So, ini adalah sedikit gambaran tentang perputaran waktu Arxen. Mungkin agak bosenin karena full narasi, tapi semoga dengan ini jadi lebih jelas ya~
Dalam empat tahun Aruna dipaksa untuk melatih sihirnya, tak pernah sekali pun Aruna melaksanakannya dengan gembira. Selalu, Aruna menjalannya dengan terpaksa karena tidak ingin menerima 'hukuman' dari keluarganya. Aruna selalu tertekan setiap kali melakukannya. Namun kali ini berbeda. Sejak pagi tadi dia memulai latihan sihir yang biasanya sangat tidak disukainya, kali ini wajah Aruna dihiasi senyum yang mengembang indah disertai rona kemerahan di kedua pipinya. Aruna senang. Dia merasa bahagia karena pernyataan Arxen padanya. Arxen bilang, dia akan melindungi Aruna dan membahagiakannya. Arxen bilang, Aruna adalah segalanya. Jadi bukankah itu berarti Arxen tidak akan pernah meninggalkan Aruna? "Arxen menyukaiku." Aruna tertawa pelan setelah menggumamkan kata-kata itu. "Arxen sangat menyukaiku."Arxennya sangat menyukainya. Jadi tentu saja Aruna tidak ingin mengecewakan Arxen yang begitu disukainya. Aruna akan berlatih dengan giat, membuat sihirnya tumbuh menjadi hebat hingga Aruna
"Lagi-lagi Aruna! Selalu saja Aruna, Aruna, dan Aruna!" Gielza melempar setiap barang yang ada di dekatnya. Gielza frustrasi. Tidak peduli jika kamarnya hancur berantakan, dia hanya berusaha untuk menyalurkan rasa sesak di dadanya yang terasa menyebalkan. Para pelayan yang semula ada di kamar itu semuanya langsung keluar saat Genio memberi perintah dengan lambaian tangannya. Mereka cepat-cepat melangkah pergi karena takut menjadi sasaran amukan dari sang Nona."HANYA ARUNA SAJA YANG IBU PEDULIKAN!"Gielza berteriak kuat. Matanya memerah dan terbuka lebar--setengah melotot. Hatinya terasa pedih. Dia kesal dan juga marah. Kecewa karena lagi-lagi menganggap Yeslyhn bersikap tidak adil. Sejak kecil Gielza selalu marah saat ibunya hanya selalu menunjukkan kepeduliannya pada Aruna setelah gadis itu lahir. Hanya karena Aruna putri bungsunya yang memiliki badan lemah, tidak seperti Gielza dan Genio, Yeslyhn cenderung hanya memikirkan tentang Aruna. Aruna dibiarkan bersikap manja dan berma
"Selamat pagi, Tuan."Arxen langsung menyapa setelah tiba di depan Arlemus. Sedikit bingung karena Arlemus yang terdiam sambil melihat ke langit, Arxen memutuskan untuk bertanya karena sapaannya tidak dibalas. "Apa ada sesuatu di atas sana?" "Tidak." Kali ini Arlemus membalas ucapan Arxen. Meski mata obsidiannya masih memandang dengan intens ke atas sana. "Aku hanya memikirkan cara yang tepat untuk membuatmu bisa membangkitkan sihir itu sekarang." "Ya?" "Keluarkan sihirmu." Arlemus memberi perintah saat wajah Arxen terlihat diliputi kebingungan. Pria itu menoleh dan menatap Arxen dengan wajah serius. "Itu pasti sudah lebih kuat sekarang, jadi kau akan berhasil membangkitkannya." Arxen lagi-lagi kebingungan karena ucapan Arlemus yang selalu saja terdengar begitu misterius. Tidak hanya sekali duakali Arxen gagal untuk memahami maksud ucapan sang guru. Namun tetap saja Arxen menurut. Melakukan apa yang disuruh tanpa protes. Dia segera mengangkat kedua tangannya hingga sebatas perut.
"Dewa."Bibir Arxen tanpa sadar menggumamkannya. Dia ikut berlutut di dekat ibunya. Membuat Bellanca kembali mendapatkan akal sehatnya. "Mohon ampuni manusia yang bodoh ini, dewa." Bellanca bersujud di depan sosok itu. Sedikit gemetaran setelah mengalami sesuatu yang luar biasa dan tidak pernah dia sangka sebelumnya. "Saya sangat bodoh hingga tak bisa mengenali Anda padahal Anda telah berada sangat dekat dengan kami." "Itulah tujuanku. Karena tugasku adalah untuk membuat Arxen memperoleh kekuatan itu."Arxen menelan ludah saat mendengar perkataan itu. Meski terlihat ragu, dia memutuskan untuk tetap bertanya. "Apakah ... dewa Althopheus yang memerintahkannya pada Anda?"Sang guru menatap lekat pada Arxen untuk beberapa lama, namun dia memutuskan untuk tidak menjawab pertanyaan itu. Sebaliknya, dia justru memperkenalkan diri. "Akulah Atlemos, pelayan dari sang dewa tertinggi, dewa agung yang berkuasa atas delapan alam. Aku adalah pedang dan tombak milik dia yang luar biasa." Suara it
Kala itu, istana langsung dihebohkan dengan berita tentang keberhasilan Arxen yang membangkitkan sihir yang telah lama menghilang dari peradaban. Banyak desas-desus menyebar di setiap penjuru istana. Ditambah, istana yang terlihat sibuk mempersiapkan pesta yang diperintahkan oleh Bellanca. Bellanca sungguh tidak menyia-nyiakan kesempatan sekecil apapun. Dia bergerak dengan cepat untuk melakukan sesuatu yang akan membuat Arxen semakin bersinar lebih dari siapa pun. Dia seolah ingin mengatakan bahwa orang lain selamanya tidak akan bisa merebut posisi Arxen di Kekaisaran dan istana. Lalu diantara hiruk-pikuk istana yang tengah mempersiapkan banyak hal, di sisi lain Theron sedang berada di istana Peony untuk menikmati teh bersama wanita itu dan kedua putranya. Saat sebelumnya Theron mendengar tentang Bellanca yang ingin mengadakan pesta untuk Arxen, awalnya dia hanya membiarkan saja karena sudah lama juga sejak istana terakhir kali melaksanakan pesta. Dengan pesta ini juga Theron nantin
Semua pasang mata langsung melihat ke arah Bellanca. Banyak pasang mata yang membola saat mereka menyadari kehadiran dua sosok penting di istana itu ternyata telah hadir di depan mereka. Para pelayan lantas menunduk dalam saat sang permaisuri berjalan mendekat. "Selamat datang di kediaman Evanthe, Yang Mulia." Macario buru-buru memberi salam pada Bellanca. Pria tua itu segera menunduk, berusaha menunjukkan rasa hormatnya di depan Permaisuri Kekaisaran Hillario. "Tolong Anda jangan tersinggung, Yang Mulia. Kami sama sekali tidak bermaksud membuat Anda melihat hal yang tak pantas ini. Ini ... juga bukan seperti yang Anda pikirkan."Lagi-lagi Macario harus menahan kekesalannya dan membungkuk dengan rasa malu karena kecerobohan Beroz. Anak semata wayangnya itu selalu saja menyusahkan. Berani mengangkat tangan untuk memukul Aruna padahal kereta Bellanca sudah berhenti di depan mereka saat Aruna bilang ingin maju ke depan. Macario tidak mengerti kenapa putranya begitu bodoh? Kalau pun Ber
Malam itu, istana dihias dengan megah dan gemerlap di seluruh penjuru yang ada. Sebuah perayaan besar yang dilaksanakan di istana tentu terlihat begitu indah. Banyak jenis makanan yang tertata rapi di atas meja, juga anggur pilihan yang memiliki harga yang sangat mahal. Suara riuh memenuhi aula utama istana kekaisaran yang saat ini dipenuhi dengan para Bangsawan yang datang dari seluruh penjuru Kekaisaran. Meski pesta yang diadakan terbilang cukup mendadak, tapi persiapannya seperti telah dimulai sejak beberapa bulan lalu dan para undangan yang datang pun tidak sedikit.Terlihat jelas bahwa ini adalah sebuah perayaan skala besar yang tentu saja tidak akan bisa dilakukan oleh sembarang orang. Semua orang terlihat sibuk berbincang dengan para kenalannya, dan beberapa juga terlihat sibuk mencari relasi baru. Namun dalam pikiran mereka, tentu semua yang ada sudah menunggu sang tokoh utama yang telah membuat mereka penasaran selama beberapa hari terakhir ini. "SANG BULAN KEKAISARAN, YAN
"Kami memberi salam pada sang Matahari Agung. Semoga cahaya Anda selalu menerangi Kekaisaran ini." Semua yang hadir lantas membungkuk serentak. Memberi hormat pada sosok dengan kekuasaan tertinggi yang memerintah Hillario. Sang Kaisar yang datang ditemani para bawahan setianya kini tengah menuju ke arah Bellanca yang memandang kesal meski bibirnya mengulas senyum. Padahal tadi Bellanca sangat senang. Dia bahkan dengan sengaja tidak memedulikan Peony dan anak-anak wanita itu yang hadir dalam pesta ini untuk membuat suasana hatinya tetap terjaga. Tapi Theron tanpa tahu malu telah merusak semuanya. Theron membuat suasana hati Bellanca langsung memburuk hanya dengan melihat wajah suaminya itu. Belum lagi, Bellanca dan Arxen nantinya harus memberi salam secara langsung pada Theron sebagai orang yang menjadi penyelenggara pesta. Meski sangat enggan, mereka terpaksa harus melakukannya karena posisi Theron sebagai Kaisar. Kalau dalam situasi lain mungkin Bellanca dan Arxen bisa bersikap s