Pesta malam itu berakhir dengan baik. Semua berjalan dengan lancar, terlebih niat Bellanca untuk pamer. Terlihat dengan jelas bahwa semua Bangsawan mulai menunjukkan sikap yang lebih berhati-hati lagi di hadapan mereka.Setelah ini, pasti akan sangat banyak orang yang mengubah keberpihakan mereka. "Selamat pagi, Ibu." Pagi itu, Arxen datang menemui Bellanca di istana permaisuri setelah sebelumnya wanita itu meminta Arxen untuk menemuinya. "Oh, putraku sudah tiba." Bellanca seperti biasa menampakkan senyum cerahnya. Dia kemudian menyuruh Arxen untuk menempati sofa di sebelahnya setelah Bellanca memberi kode pada semua pelayan untuk pergi dari sana. "Duduklah, Arxen. Ada hal penting yang ingin Ibu bicarakan denganmu." Arxen mengangguk dan dengan patuh menempati tempat kosong di sebelah Bellanca. Dia melihat ibunya dengan tatapan ingin tahu, "hal penting apa yang ingin Ibu bicarakan denganku sepagi ini?" "Kau masih ingat tentang sihir yang Ibu pernah sebutkan padamu dulu?" Kening A
Atas bantuan dari kekuatan sihirnya yang diberkati langsung oleh dewa, kemampuan Arxen jadi semakin meningkat. Terbukti, hanya dalam beberapa hari Arxen jadi mampu menguasai sihir pengendali pikiran yang Bellanca ajarkan padanya. Sihir yang normalnya baru bisa dikuasai setelah melalui latihan yang panjang dan rumit itu segera bisa Arxen gunakan hanya dalam berapa hari pembelajarannya. Kemampuannya yang bertambah dratis itu sampai membuat merinding. Arxen kini bagaikan tengah berdiri di atas awan. Dia bisa mengendalikan pikiran dan tindakan orang lain dengan satu gerakan saja. Ditambah dengan kekuatan sihir yang diberikan dewa padanya, Arxen benar-benar telah menjadi sosok yang terlalu beruntung dan 'berkuasa'. "Siapkan semua dengan pelayanan terbaik. Pastikan tidak ada yang kurang."Pagi itu, istana Arxen tengah disibukkan dengan berbagai macam hal. Sang pangeran yang tidak biasa melakukan hal semacam ini, tiba-tiba turun tangan langsung untuk mengecek dan mengarahkan mereka melaku
"Aruna.""Ya?" Aruna menoleh karena namanya dipanggil. Saat ini dia masih ditarik Arxen dan mengikuti pemuda itu, dituntun untuk memasuki wilayah dari sebuah istana yang tampak megah dan ramai dengan banyaknya pelayan dan ksatria yang langsung memberi salam saat melihat mereka. Aruna berkedip beberapa kali. Dia memerhatikan wajah Arxen dari samping. Dapat melihat dan merasakan adanya perubahan dalam diri pemuda itu. Untuk alasan yang tidak Aruna ketahui, Arxen terlihat sedang menahan emosi. Pria itu seperti memendam sebuah amarah yang tidak bisa dia luapkan. Tapi tidak hanya itu saja. Aruna dapat merasakan adanya emosi lainnya, hanya saja dia tidak terlalu mengerti dengan semua itu. Arxen terlihat ragu-ragu untuk sesaat. Mulutnya terbuka, namun ucapan yang keluar cukup terlambat. "Apa ... yang kalian bicarakan?" Arxen sempat melirik ke arah Aruna. Mencoba melihat wajah gadis yang sedang menatapnya itu. Aruna terlihat kebingungan dengan pertanyaan Arxen. "Bicarakan? Dengan siapa
"Makanlah terlebih dahulu, Aruna."Aruna berkedip memandang sepiring kue yang diletakkan Bellanca di depannya. Menoleh, dia melihat Bellanca yang tersenyum sangat manis padanya kemudian mengelus sekilas puncak kepala Aruna. "Putraku telah mempersiapkan semua ini hanya untukmu." Bellanca memberi tahu tanpa ragu. "Jujur saja, aku bahkan sama sekali tidak mengambil bagian dalam persiapan ini. Aku sendiri pun cukup kaget karena hasilnya lebih baik dari yang kupikirkan. Bukankah itu hebat?" Setelah mendengar itu, Aruna langsung menoleh pada Arxen. Sebuah senyum lebar langsung terbit di wajah yang terlihat bahagia dan bersemu itu. Mata sang gadis tampak bercahaya. Dia mengangguk tanpa ragu. "Hm! Arxen sangat hebat!"Yang dipuji justru tersipu dan wajahnya langsung bersinar. Arxen terlihat senang sekali sampai Bellanca yang memerhatikan sedari tadi jadi termenung dan sempat kehilangan kata-kata, bertanya-tanya dalam hati apakah itu benar-benar putranya atau bukan. Bellanca rasanya bisa mel
Hari itu, waktu terasa berlalu dengan cepat. Matahari yang tadinya bertakhta di langit kini digantikan oleh bulan yang bersinar indah dan menunjukkan kemegahannya. Malam itu, langit gelap terlihat cerah. Bintang-bintang yang menghias angkasa seolah ikut merayakan hal baik yang terjadi hari itu. Di bawah langit malam itu, Arxen berdiri termenung di tengah taman yang letaknya dekat istana. Matanya menerawang ke depan dan tatapannya tidak terlihat fokus. Sedangkan bibirnya menampilkan senyuman tipis yang seolah menggambarkan isi hatinya saat ini.Otak Arxen memutar kembali kejadian pada siang tadi, saat Ibunya menunjukkan ketertarikan pada Aruna dan memberi persetujuan secara tersirat bagi Arxen untuk menikahi gadis itu. Tentu saja Arxen merasa senang. Meski dia sudah tahu dan memperkirakan kalau Ibunya pasti akan memberi persetujuan, tapi saat dia mengalaminya secara langsung tentu itu membuat Arxen merasakan sebuah kebahagiaan dan kelegaan. Apalagi Arxen tahu kalau sang ibu pasti aka
Warna putih dari api yang membakar istana terpantul di iris berwarna hazel terang itu. Api yang membara dan berkobar menghiasi malam yang gelap dengan kemewahannya, seolah memurnikan semua yang dilahapnya dalam panas yang membakar. Memperdengarkan dengan samar jeritan-jeritan yang memilukan. Di tempatnya berdiri, Arxen tersenyum lebar dengan mata yang fokus memandang pada satu titik. Dadanya bergemuruh akibat pemandangan yang terjadi di depannya. Sedikit merinding dengan keberhasilan telak yang diciptakannya. Mata Arxen bergulir lalu memandang seorang pria yang berdiri beberapa meter di depan sana dengan kedua tangannya yang terulur, mengeluarkan sihir untuk membakar istana milik selir kesayangan kaisar. Pria itu adalah penyihir yang tadi bersama dengan Arxen. "Kau telah melakukannya dengan sangat baik." Arxen merasa senang. Padahal baru beberapa waktu lalu dia kalut memikirkan cara untuk membalas Damon. Tapi berkat penyihir yang datang secara kebetulan dan memamerkan tentang sihir
Saat fajar menyingsing, berita tentang insiden kebakaran yang membakar hangus sebagian besar anggota Keluarga Kekaisaran langsung menyebar secepat angin. Pada pagi-pagi buta, orang-orang sudah berkabung dan menangis meratapi ketidakberuntungan yang melanda Kekaisaran. Bahkan di Ibukota Kekaisaran, hampir semua rakyat yang ada berdesak-desakkan di depan gerbang istana sambil membawa bunga sebagai bentuk rasa dukacita mereka. Satu Kekaisaran diliputi duka. Mereka tidak hanya sekedar kehilangan para pangeran dan putri saja, tapi mereka nyaris kehilangan semua orang yang nantinya akan menjadi pemimpin mereka.Tidak hanya itu. Ada banyak keluarga yang terpuruk karena anggota keluarga mereka yang bekerja sebagai pelayan di istana ikut menjadi korban. Orang-orang marah dan memaki penyihir yang diketahui sebagai dalang dari pembakaran semalam. Mereka semakin murka saat diberitahu kalau niat penyihir itu adalah untuk melenyapkan semua anggota Keluarga Kekaisaran agar Kekaisaran Hillario ini
"Kau benar-benar--ck!"Bellanca lagi-lagi berdecak kesal dan meminum tehnya untuk menenangkan diri sendiri. Kepalanya terasa pening. Matanya sejak tadi menatap tajam, memelototi sang putra yang malah mengalihkan pandangan darinya. "Kau beruntung Ibumu ini masih belum terlalu tua sehingga tidak mati terkejut karena perbuatanmu!" Bellanca lagi-lagi memarahi Arxen untuk yang kesekian kalinya. Wanita itu tetap menjaga volume suaranya bahkan memasang sihir di sekitar mereka agar percakapan itu tidak sampai ke luar ruangan dan didengar oleh para pelayan dan prajurit yang menunggu di luar. "Kau beruntung Ibu selalu memihakmu dan bahkan membantu tindakan gilamu walau hal itu jadi memberi dampak besar bagi Kekaisaran ini!" Arxen meringis pelan. Mungkin ini sudah yang keseratus kalinya dia dimarahi oleh Bellanca. Sejak semalam sampai pagi ini, Bellanca terus mengomeli Arxen saat sedang tidak ada orang lain di sekitar mereka. Sebenarnya, omelan sang ibu sempat berhenti cukup lama sampai Arxen